Aku harus melakukan sesuatu pada wanita yang sudah membuatku banyak menderita itu, aku harus mencari tahu dia anak siapa, dari mana asalnya dan apa tujuan sebenarnya dia begitu nekat mengejar Mas Randy dan kini dalam waktu dekat ia sudah menjadi manager keuangan.Wanita ini cukup cerdas dan licik, aku tak bisa bermain-main terlalu lama, aku khawatir kebijakannya akan membuat perusahaanku merugi.Tring ...."Halo, Mia," jawabku setelah memastikan bahwa itu memang dia."Bu, ada rapat pemegang saham, mereka ingin segera menunjuk pemimpin baru, mereka, investor besar kita terlihat begitu khawatir dan panik akan masa depan uang mereka, ketidak-hadiran Ibu membuat beberapa hal sulit dikendalikan, bahkan Pak Randy sebagai suami Ibu, dia tak bisa banyak menjawab. Namun, ia terus-menerus mendesak Pak Bastian agar menunjuk direktur baru.""Uhm, kenapa harus buru-buru," kataku."Ini menyangkut uang, siapa pun pasti ingin segera mengamankan uang mereka. Kudengar jika Pak ramdy secara pribadi akan
Kutunggu suamiku sedikit lengah atau waktu yang tepat, karena jika aku tak segera mengambil tindakan maka mereka akan semakin leluasa mengkhianatiku bahkan mereka bisa menciptakan kekacauan yang menghancurkan perusahaan ayahku.Dan benar saja setelah setengah jam menunggu sambil menyaksikan drama pendekatan buaya darat yang tak jauh dariku, akhirnya Mia berpamitan untuk ke toliket sebentar. Ia meraih tasnya dan beranjak sambil menyunggingkan senyum tipis ke arah Mas Randy.Kuikuti dia dengan cepat ke arah rest room di sebelah kiri restoran, dan beruntungnya suasana di sana lengang. Kutunggu asisten cantik pengkhianatku itu dengan dada bergemuruh dan emosi yang meledak-ledak, rasanya tak sabar menunggunya di kamar kecil hingga aku mondar-mandir saja di depan wastafel.Tak lama suara pintu toilet itu terbuka dan refleks kuhampiri kemudian kudorong dia ke dalam dan kukunci pintunya, dia nampak panik dan sedikit melawan, namun setelah memastikan bahwa itu aku, bosnya, kudapati dirinya kin
Bismillah**Bias jingga telah terbit di ufuk timur ketika aku terjaga dari lelapku, kuraih ponsel di nakas dan kulirik jika waktu telah menunjukkan pukul lima tiga puluh pagi. Dengan sedikit lesu aku bangkit dan menyibak gorden kamar, lalu beralih ke kamar mandi membersihkan diri.Kubentangkan sajadah dan menunaikan shalat subuh, meski terlambat, tak mengapa dari pada aku tak mengerjakannya. Kusimpuhkan diri berserah kepada Sang Pemilik kehidupan, kupasrahkan semua urusan dan takdirku, kupinta tuntunan pada-Nya agar setiap pilihan yang kubuat tak menimbulkan resiko yang merugikan."Ya Allah, jadikanlah aku pribadi yang kuat, jadikan aku tabah atas segala ketentuan-Mu."**Hari ini adalah jadwalku menemui dokter Budi Santoso untuk menjalani perawatan bekas luka sobekan dan pemasangan behel agar rahangku terlihat lebih indah. Dokter Budi dan aku sudah berkomitmen bahwa penampilanku akan diubah sepenuhnya agar terlihat sedikit berbeda dari Imelda yang dulu, buruk rupa dan lemah.*"H
Waktu menunjukkan pukul dua siang ketika aku menikmati makan siang di apartemenku. Kutatap ke luar jendela di mana gedung-gedung menjulang tinggi menghiasi kota, kendaraan berbaris rapi membelah jalanan, hingga sesaat aku tercenung, sesaat kemudian kuraih ponsel dan memasang head set di telinga, berharap chip penyadap kemarin bekerja sesuai harapanku.Dan benar saja, ketika kukenakan headset dan menyalakan tombol power dan pindai di aplikasi yang terhubung beberapa detik kemudian aku sudah menangkap suara pembicaraan dari sudut jauh kota ini, di kantor tempat Mas Randy bekerja."Gimana, Elea, perkembangan pekerjaan kamu?" Dia sedang bertanya pada Elea,Aku bersorak gembira dalam hati, kebetulan sekali ini."Baik aja, Mas, aku sudah berusaha sebaik mungkin," jawab si wanita.7"Kapan laporan kuartal ketiga?""Tanggal 17 Pak," jawabnya."Kau sudah persiapkan dengan baik?""Sudah, termasuk laporan sentimen pasar terhadap penjualan produk terbaru klien kita, laporan tersebut membantu
"Halo, Dokter," sapaku pada Dokter Budi di seberang sana."Ya, halo, Mbak Imel, bagaimana kesehatannya?""Berangsur membaik, Dok. Apalagi setelah prosedur sedot lemak kondisi saya semakin membaik, sudah jarang lesu dan merasa lebih ringan, Dok.""Oh, syukurlah, lalu bagaimana dengan wajah Anda, Mbak Imel?" Lanjutnya lagi."Alhamdulillah, wajah saya jauh lebih baik dari tampilannya, kemarin tampak mengerikan akibat sobekan kaca.""Hal yang saya syukuri adalah untungnya kaca tersebut tidak mengenai mata Anda," timpal dokter itu padaku."Iya, Dok. Saya pun merasa amat beruntung.""Lalu, bagaimana dengan obat dan suplemennya?""Selalu saya minum," jawabku."Oh, baik, terma kasih ya.""Sama-sama, Dok."Kuteguk sisa susu yang tertinggal di dalam gelasku, kututup tirai kamar lalu merebahkan diri di peraduan. Dulu, aku tak sanggup tidur dalam kesendirian tanpa pelukan suami, kini mengingat tentangnya saja membuatku mendengkus geram, semua tentangnya hanya akan kuhapus dan kuhilangkan dari hid
Jadi Terbukti sekarang jika Eleanor memang ingin mengacaukan perusahaan. Dia sudah berbuat curang dengan mengurangi nilai kontrak. Aku tak akan membiarkannya.Aku akan keluar dari persembunyian segera setelah wajahku kembali pulih.** Dua Minggu kemudian Pagi yang cerah dengan sinar mentari yang mengintip malu-malu di ufuk timur, kubuka tirai dan menikmati keindahan pagi dari balkon apartemenku, kuhirup napas dalam-dalam memperbarui energi yang terkuras kugunakan untuk berfikir pada banyak hal.Setelah mandi dan mengenakan pakaian, kutatap wajahku di cermin dan kuperhatikan dengan seksama jika aku sekarang tampak sangat berbeda, wajah sedikit tirus, hidung lebih Bangir dan bibir yang tipis, perawatan dokter Budi telah membuatku menemukan kembali kepercayaan diri, seolah aku baru hidup kembali. Ia merubah semuanya menjadi lebih baik. Kuputar tubuhku lalu kuperhatikan bentuk pinggang dan perutku yang kini rata sehingga aku bisa mengenakan kembali koleksi pakaian pakaianku yang lama.T
Kuraih microphone dan mulai menyapa mereka."Selamat pagi, mohon maaf atas keterlambatan saya, saya Imelda Subroto," kataku.Mereka, para hadirin dan Dewan direksi yang hadir dan mendengar itu tampak tak percaya, dengung dengung keraguan serta bisik bisik curiga kian terdengar."Saya masih hidup, saya sebenarnya masih hidup!""Tapi ke-kenapa?" Mas Randy gemetar menatap manik mataku yang menatap tajam ke arahnya."Saya bersembunyi untuk tahu, siapa yang baik dan siapa yang berkhianat di belakang saya. Kini saya kembali memberi kejutan juga sedikit pelajaran.""Nona Elea, anda manager yang pintar namun, saya tak Akan membiarkan kepintaran anda merusak perusahaan ini."Wajah wanita itu merah padam dan terlihat tak terima dengan ucapanku."Apa maksud anda, dan ya, apa yang membuktikan jika anda benar-benar Ibu Imelda, raut wajah Anda terlihat berbeda!" Tudingnya dengan keras."Aku masih mengenakan cincin pernikahan yang diikatkan suamiku di hari pernikahan," tunjukku."Siapapun bisa me
Rapat dan pertemuan dewan direksi sudah selesai, semuanya kuberi pengertian mengapa aku memilih memantau kinerja mereka dengan pura pura mati. Aku juga menegaskan bahwa beberapa orang yang mendukung pihak yang korup akan kupecat segera.** Setelah sekian lama mendekam di persembunyian, akhirnya sore ini aku bisa kembali ke rumahku, tempat ternyaman yang kumiliki selama ini. Aku telah lama merindukannya, suasana dan kenangannya.Kubuka pintu utam, rumah tercinta ini menyambut seperti biasa, Indah namun lengang. Kuraba tiap benda yang berada di jarak dekat denganku. Pigura dan beberapa photo kami ketika berbulan madu dipajang cantik di bingkai kecil. Agak sedikit berdebu karena mungkin sudah tidak ada yang memperhatikan kebersihannya.Kuhempaskan diri di sofa sambil memejamkan mata, mengingat rentetan kejadian siang tadi yang membuat Elea dan suamiku kalap dan malu setengah mati. Mas Randy belum juga kembali. Entah dimana dia, mungkin saja ia mendampingi kekasihnya Eleanor di ruang p
Di pagi yang cerah di awal musim penghujan, istriku yang telah berbadan dua dan menjelang minggu-minggu terakhir kehamilannya terlihat sangat payah dan sejak pagi terus meringis memegangi perutnya."Ada apa, Sayang?" tanyaku menghampirinya yang sedang menggosok sepatuku di dekat meja sepatu."Gak apa-apa, Mas, lagi kontraksi palsu aja kali," jawabnya.Kuraih sepatu dari tanganya dan menuntunnya untuk duduk, "kalo akut gak usah merepotkan diri Sayang, aku masih bisa siapkan sendiri," kataku."Meski punya asisten, Mas tahu kan, kalo dari dulu aku lebih suka menyiapkan segala keperluan suami sendiri," balasnya."Iya, tapi perutmu sudah besar dan itu membuatku kepayahan, Sayang," ucapku sambil menciumi jemarinya."Gak apa, Mas." Ia bangkit perlahan lalu beringsut menuju meja makan namun sesaat kemudian ia terlihat menghentikan kegiatannya dan terlihat tegang sambil memegangi perut buncitnya."Ada apa, Imel?" Aku mendekatinya dan kulihat buliran peluh mulai timbul dari keningnya."A-aku ga
Aku mengenal dia di masa kuliah, gadis yang bertubuh sedikit tambun dan memiliki senyuman manis mencuri menawan hatiku. Dia sangat baik dan penuh dengan perhatian, pertama kali berjumpa dia bertanya padaku di mana lokasi perpustakan dan aku pun menunjukkan padanya, di awal pertemuan itulah hubungan kami berlanjut.Hari demi Hari berlalu dengan pertemanan yang semakin erat, aku merasa semakin hari semakin dekat padanya, Ia pun tidak pernah lupa untuk menyapa memberi perhatian kecil mengirimkan ucapan selamat pagi ditambah emoji lucu lewat ponsel juga sering mengingatkan diriku beribadah dan berbuat baik kepada sesama. Jujur, hal itu membuatku menjadi sangat menyukainya. Dialah Imelda Subroto gadis yang terkenal kaya namun rendah hati di lingkungan kampus kami.Karena kedekatan itu maka kuputuskan untuk serius melamarnya, meski aku tahu aku tak punya apa-apa. Tapi, kuberjanji bahwa aku akan memberinya kebahagiaan seutuhnya."Apakah Mas yakin mau menikahiku?" tanyanya dengan raut waj
Hari itu tanggal 12 November, dalam kesyahduan pagi yang penuh berkah.***Aku mengalami sakit kepala hebat dan entah mengapa sejak Agi tadi aku tak mengerti sebabnya. Kutinggalkan kantor dan menitipkan semua urusan lanjutan pada Mia, asisten setiaku yag kini sudah beerhijrah mengenakan pakaian syar'i dan makin Istiqomah."Mia aku pulang, ya," pamitku."Lho, Bu. Ibu mau mau kemana, kan ada rapat dengan para staf," jawabnya heran."Aku merasa mendadak pusing dan lemas," Jawabku."Bagaimana kalo kita bawa ke rumah sakit?""Ga usah aku aku pulang aja," tolakku.Baru saja akan kulangkahkan kaki keluar dari lobi utama tiba-tiba mataku berkunang kunang, telingaku berdenging lalu semuanya gelap seketika.**Kucoba membuka mata dengan sangat kuat, samar samar kulihat ruangan yang kini kupastikan adalah rumah sakit, berdinding putih, peralatan infus dan tensi, peerawat yang berlalu lalang dan bau obat, khas rumah sakit."Bu Imelda," sapa Mia yang terlihat khawatir padaku."Duh," aku berusaha b
Musim berganti setelah sekian purnama, matahari berpendar digantikan cahaya bulan yang silih berganti seperti itu, saling menyertai, namun tidak denganku. Aku masih betah menyendiri.Kususuri ruang dalam rumah ini, kuraba dinginnya dinding yang menjulang menemaniku selama bertahun-tahun merajut hari dalam sepi. Aku kesepian, sungguh, ketika di satu sisi kesendirian itu membuatku tangguh namun saat yang bersamaan juga membuatku rapuh.Aku merindukan seseorang dalam hidupku, kerena jujur aku masih normal dan aku butuh teman berbagi, namun sekali lagi trauma luka yang terdalam itu masih membekas dan membuatku, sedikit tertutup.*Kukenakan hijab dan memasang Bros sebagai pemanis,kupulas bedak dan sedikit lisptik, meraih tas lalu bersiap menjalani rutinitasku.Gawai berdering ketika aku sedang sarapan, kuambil benda itu dari dalam tas dan melihat nama kontak yang tengah memanggil adalah Mia, asisten pribadiku selama bertahun-tahun, ia ia telah menikah dan memiliki satu orang putra dan te
Beberapa tahun berlalu setelah perjumpaan terakhirnya dengannya. Semilir angin meniupkan ranting dan menggugurkan daun kering, menerbangkannya lalu terhemoas jatuh ke aspal jalan. Berkali kali kupandangi kejadian serupa di bangku taman ini, tempat yag kini selalu menjadi tempat favoritku untukelepas lelah taman dengan pepohonan yang tinggi dan rindang yang tak jauh dari lokasi kantorku.Peralihan musim dari kemarau ke musim hujan membuat beberapa pepohonan menggugurkan daunnya agar tidak merangas kekurangan air. Dan sinilah aku tiap sore melihat daun daun itu berguguran. Dalam cuaca seperti ini, beberpaa orang menikmatinya dengan berfoto ria dengan pasangannya, anak dengan orang tuanya, dan sebagiam lagi remaja dengan teman teman mereka berpose dengan gaya saling saling melempar daun daun kering ke udara. Sedangkan aku yang duduk di sini hanya tersenyum menatap mereka.Kubenahi jaket yang membalut tubuh, serasa angin yang berembus barusan mempermainkan anak rambut dan cukup menusukka
Siang ini aku berniat menemui Mas Randy untuk memintanya menandatangani berkas perceraian kami, sekaligus aku ingin memberi tahunya berita duka bahwa kekasihnya telah meninggal dunia.Begitulah, setelah 25 menit berkendara dari kantor, maka sampailah aku di rutan tempat mas Randy di tahan. Ia baru di pindahkan kemari setelah kemarin sempat satu bulan ditahan di kantor polisi."Bu Imelda," sapa salah seorang petugas yang pernah kutemui di pengadilan kemarin."Ya ... Ada ada Pak?""Ibu mau kemana?""Saya akan menemui Pak Randy," jawabku."Kebetulan ini saya mau menitipkan surat," katanya sambil menyodorkan kertas beramplop coklat."Dari siapa?""Dari mendiang Nona Elea, kami menggeledah selnya dan menemukan sepucuk surat yang ditujukan pada anda dan saudara Randy," jawabnya.Kupegang amplop itu dan berkali kali kutimbang untuk membuka dan membaca isinya. Kutepikan diri sejenak di bangku koridor rutan.Kubuka sisi amplop dan mengeluarkan selembar kertas yang bertulis di sana, Dear Mbak
Tring ...Suara ponselku berbunyi dan sebuah Pesan masuk dari mia, [Bu, petugas dari kantor polisi meminta ibu untuk datang menemui nona Elea]Begitu tulisannya.[Apa keinginanya,] balasku.[Katanya, ia hanya ingin bicara][Baiklah] meski berat tapi kucoba untuk meluaskan hati menemuinya, entah apa yang akan dia katakan, akan kutemui nanti setelah urusanku di kantor selesai.**Pukul tiga sore hari, kupacu mobil dengan cepat menuju kantor polisi di mana elea ditahan.Kutemui bagian informasi dan aku langsung dia arahkan ke ruangan di mana aku bisa bertemu langsung dengan Elea.Setelah menunggu sepuluh menit pintu baja itu terbuka dan ia diantar seorang petugas wanita, wajahnya terlihat pucat dengan kantung mata yang menghitam, bibir kering dan rambutnya yang dipotong sangat pendek, entah dipotong paksa atau ia sendiri yang meminta.Aku enggan untuk mengajaknya bicara lebih dahulu, duduk sambil kutunggu ia melontarkan ucapan selama lima menit sampai akhirnya,"Kalo kamu gak mau ngomon
Semilir angin meniupkan elegi hampa dan kidung sedih berdendang di telinga. Kutatap bias jingga di cakrawala senja, kuresapi makna dari rentetan cerita yang menjadi kisah dalam hidupku. Aku terjatuh dalam kecewa dan luka.Mas Randi ... Kueja namanya perlahan, Bukan inginku, jika akhir dari rumah tangga kami harus seperti ini, kupikir dari pengintaianku tadi aku hanya mendapat bukti hubungan saja namun lebih dari itu kenyataan yang membelalakkan mata membuatku tercengang dan kini meragukan arti sebuah cinta dan hubungan. Benarkah bahkan rumah tangga pun bisa jadi alibi untuk meraih ambisi.Dia ingin kaya, bersamaan dengan itu, ia juga ingin membahagiakan kekasihnya Eleanor. Entah sejak kapan mereka saling kenal dan menjalin asmara, yang jelas, aku telah lalai mengawasi suamiku sendiri atau sialnya, aku yang telah dibodohi dan tidak bisa membedakan mana orang yang memberi perhatian palsu atau asli.tok ...tok ...Kuhampiri pintu dengan pertanyaan siapa yang datang untuk menjumpaiku ket
Bismillah..Terima kasih telah berkenan membaca sejauh ini, ❤️❤️❤️❤️Aku masih terpaku di balik jendela kaca menewarang suasana sore yang digelayuti mendung yang gelap, sekelam perasaan kecewaku terhadap mas Randy.Aku tak pernah menyangka bahwa dia hanya memanfaatkanku, aku tak menyangka jika pernikahan ini hanya alibi untuk meraih ambisi akan harta dan tahta.Elea simaoannanya, sudah dibawa ke kantor polisi atas tuduhan penggelapan dan pemalsuan dokumen, begitupun mas Randy, ia juga telah di tahan di tempat berbeda karena perbuatannya yang mencoba untuk membunuhku, bahkan dua kali.Ponselku berdenting di meja ketika aku akan bersiap mandi, kuraih dan kujawab panggilannya."Halo," sapaku."Halo, Bu Imel, anda bisa datang ke kantor polisi," tanya detektif itu."Untuk apa?""Memberi kesaksian dan membawa bukti tambahan." "Baik siap, satu jam lagi saya meluncur ke kantor polisi," jawabku.**Pukul 14: 45 aku telah sampai di gedung berlantai dua dengan tulisan polres kota, kutemui d