Andrian memarkir mobilnya sedikit kasar di depan lobby begitu saja. Bergegas dia pun turun dari Maserati Quattroporte itu, lalu memberikan display key pada security. Dia melakukan itu karena kesal melihat keberadaan mobil yang cukup dikenalinya di situ."Itu mobil siapa?" tanya Andrian basa-basi."Mobilnya Tuan Jemmy, Tuan," jawab security itu lalu memindahkan mobil Andrian ke basement.Dengan cepat, Andrian memasuki lobby, lalu menuju ke lift. Baru saja dia memencet tombol lift, seseorang justru menahan pintu baja itu dari dalam. Andrian mendengus lirih, lalu memasuki lift tanpa menatap laki-laki berjas hitam itu. Pandangan Andrian justru tertuju pada tombol anak panah berwarna merah di sisi kanan pintu lift, sembari memasukkan telapak tangan ke saku celana. Menurutnya, lift bergerak ke atas cukup lama.Di depannya, Jemmy tersenyum satu sudut melihat sikap tak acuh Andrian yang seolah tidak mengenalinya. Maka laki-laki itu pun berdehem lirih sambil menggaruk pelipis."Selamat pagi, T
"Gennaro Petruzzelli adalah bajingan, Anda dengar?" desis Jemmy dengan rahang mengeras."Sial!"Andrian tidak tahan mendengar hinaan untuk sang Kakek. Dengan cepat, Andrian melayangkan pukulan ke arah Jemmy, tetapi dengan sigap laki-laki itu menghindar sehingga pukulan Andrian mengenai ruang kosong.Jemmy tersenyum satu sudut dan menunjuk dada Andrian. "Anda tidak terima atau terkejut? Itulah kenyataannya, Tuan Andrian. Tanyakan pada kakek Anda apa yang dilakukannya delapan belas tahun lalu di Pulau Sisilia? Tuan Gennaro Petruzzelli akan memberitahu Anda," ucapnya lalu mengangkat kerah jasnya. "Tidak usah berbelit-belit, Tuan Kastilont," sahut Andrian."Saya hanya ingin tahu, apa Kakek yang Anda banggakan itu berani berkata jujur dan bersikap gentleman sehingga mengakui dosa besarnya di masa lalu?" tanya Jemmy, lalu tersenyum sekilas. "Oh, ya, jangan takut, saya datang ke sini bukan untuk balas dendam. Kita kerjasama dengan fair, oke!" lanjut Jemmy kemudian menyambar handphone yang t
Cassandra mencoba sekali lagi menghubungi aplikasi hijau milik Ivo, tetapi rupanya hanya berdering dan tidak diangkat. Berulang kali Cassandra mendengus lirih, lalu melirik Andrian yang kebetulan juga tengah menoleh padanya. Selanjutnya, Cassandra segera menyalakan aplikasi pencarian lokasi. Setelah itu, Cassandra menunjukkan layar handphone pada Andrian yang fokus mengemudi. Andrian mengambil benda persegi panjang itu dan menatapnya sekilas."Apa tidak janggal menurutmu?" tanya Cassandra heran. "Apakah Zio Ivo juga memiliki kepentingan besar di pemakaman?" lanjut wanita itu.Bahu Andrian terangkat sekilas. "Kita akan tahu apa yang mereka bicarakan setelah kita sampai di sana, Amore," jawabnya lalu meletakkan kembali handphone ke pangkuan Cassandra.Cassandra memilih diam, dengan iseng dia membuka-buka galeri foto di handphone Andrian. Senyum wanita itu mengembang, mendapati hampir semua isi galeri foto itu adalah foto-foto Cassandra dan Angelo. Andrian kembali menoleh sekilas semb
"Kakek ...." Cassandra langsung melangkah mendekat.Gennaro termangu sejenak, kemudian menoleh diikuti oleh Ivo. Gennaro menatap protes pada sang bodyguard, membuat laki-laki itu langsung memalingkan wajah tidak enak hati.Tidak memperdulikan reaksi sang bodyguard yang tampak merasa bersalah, Gennaro langsung bangkit. Dia mendekati Cassandra yang menatapnya nanar. Meskipun pembicaraan mereka hanya didengar samar dan sebentar saja, tetapi mampu membuat Cassandra tidak nyaman. Di benak wanita itu muncul pertanyaan baru. Tentang pembunuhan keluarga. Ya, keluarga siapa yang dimaksud oleh Ivo? Cassandra memaksakan senyum pada Gennaro dan Ivo."Maaf kalau kedatangan kami tidak tepat, Kakek," ucap Cassandra lirih. "Apa yang kamu dengar, cucuku?" tanya Gennaro tidak memperdulikan ucapan Cassandra."Ah, Tuan, apa hari ini Anda tidak ke kantor, bukankah ada beberapa berkas yang harus ditandatangani?" tanya Ivo berusaha mengalihkan perhatian Cassandra.Andrian yang berdiri di samping Cassandra
Flashback 18 tahun laluNaples, ItaliaTerdengar suara panik Gennaro di seberang sana. Beberapa kali Gennaro berteriak memanggil sahabatnya, tetapi tidak dihiraukan."Mi senti? Stefano, sei ancora lì?" (Kamu mendengarku? Stefano, kamu masih di situ?) tanya Gennaro beberapa kali.Lewat tengah malam itu, Stefano yang dua hari lalu baru memenangkan tender mega proyek jembatan di Kota Napoli, merayakan kemenangan mereka. Stefano ikut menghadiri gala dinner di sebuah hotel berbintang lima di pinggir Kota Napoli.Di antara mereka adalah orang-orang penting dari perusahaan yang bekerjasama dengan perusahaan Piemonte Gruppo, milik Stefano.Dengan pengawalan dua orang bodyguard, Stefano memasuki mobil Mercy hitam miliknya. Laki-laki itu segera duduk di jok belakang sebelah kanan. Di depannya, salah satu bodyguard senantiasa bersikap waspada. Sedangkan di sisi kiri Stefano, bodyguard yang lain juga tak kalah waspada. Laki-laki berbadan tegap itu mengambil dua botol air mineral dan mengulurkan pa
Andrian tidak menerima alasan Cassandra. Laki-laki itu bersikeras, ingin Cassandra berani membuang rasa takut dan traumanya, lalu bangkit untuk mencari keadilan."Kamu tidak boleh seperti ini. Aku tidak akan membiarkan dirimu menerima takdir tidak adil begitu saja. Ayolah, cukup kamu bersedih, saatnya kamu melakukan sesuatu. Kita bisa melakukannya, Cassandra."Cassandra menoleh cepat. "Tapi bagaimana jika kita bernasib sama seperti mereka, Andrian?" ulangnya kemudian menutup wajah dengan telapak tangan.Cassandra bukan takut akan kematian, akan tetapi takut jika usahanya sia-sia. Cassandra memikirkan masa depan La Stampa Group, Kakek Gennaro, Emillia, dan calon anak mereka. Dia benar-benar tidak ikhlas jika sampai hal itu terjadi. Namun, melawan penjahat sekelas mafia? Cassandra merasa dirinya bukanlah tandingan mereka. Para mafia itu bekerja dengan sangat rapi dan terorganisir. Orang-orang yang terlibat dalam kelompok gelap itu sangat pandai menyembunyikan kejahatan dan identitasnya
Andrian mengangguk-angguk kecewa. "Baik, aku turuti apa keinginanmu," jawabnya tak acuh.Cassandra menatap Andrian sekilas, lalu memalingkan wajah dan mengerjap berkali-kali. Baru saja perasaannya membumbung tinggi karena Andrian berani mengatakan cinta padanya, kini kembali seperti dihempaskan ke dasar bumi.Memang, Cassandra tidak bisa menolak, seandainya Gisella adalah benar-benar anak kandung Andrian. Dia harus kembali menyiapkan hati untuk berbagi hati dengan bocah itu.Cassandra bergeming ketika merasakan Andrian memeluknya dari belakang dan meletakkan dagu di bahunya. Terasa hangat napas laki-laki tampan itu ketika Andrian mencium pipi Cassandra sekilas."Aku berharap, semua ini tidak akan terjadi pada kita, Amore. Aku mengenal watak Fiona. Dia akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa pun yang dia inginkan." Andrian berkata lirih.Di depannya, Cassandra hanya menyunggingkan senyum satu sudut. "Bagaimana kalau semua ini justru sebaliknya dan terjadi pada kita? Apa yan
"Cassandra, tunggu!" Andrian segera mengejar istrinya.Fiona menatap kedua orang itu sekilas, lalu bersikap tak peduli. Fiona merasa menang. Itulah yang dia inginkan. Kedatangannya kembali ke kantor ini memang ingin melihat hubungan Andrian dan Cassandra kacau. Dia akan terus melakukan hal itu sampai tujuannya berhasil. Memisahkan Andrian dan Cassandra selamanya! Hidup Fiona tidak akan tenang sebelum semua itu tercapai. Perempuan itu menyeringai kecil, lalu mencium kertas kusut di tangannya. Tatapan perempuan cantik itu menerawang ke arah pintu ruangan Andrian yang masih terbuka lebar."Terima kasih Gisella atas kehadiranmu," ucapnya lalu mengecup kertas itu sekali lagi.Fiona memilin ujung rambutnya yang bergelombang di bagian ujung, dengan tatapan sinis pada Gabby saat gadis itu memasuki ruangan Andrian. Fiona memindai penampilan seksi sekretaris Andrian itu dengan pandangan merendahkan."Di mana Tuan Andrian?" tanya Gabby tanpa basa-basi.Fiona nyengir kecil, tatapannya berubah si