"Bisa jelaskan padaku, siapa Camela Killano?" Andrian kembali menuntut.Langkahnya semakin cepat ke arah ruang tamu. Raut wajah Gennaro tampak bingung. Hal berbeda ditunjukkan oleh Helena. Dia tersenyum satu sudut sambil memilin ujung rambutnya melihat kegugupan Gennaro. Dalam hati wanita cantik itu mengumpat puas, "Mampus, Tua Bangka!"Lirikannya sinis pada Andrian. Namun, bukan Andrian namanya jika peduli akan hal itu. Andrian pun bersikap tak acuh dan duduk di sofa tunggal. Ditatapnya Helena dan Gennaro bergantian. Andrian ingin menunjukkan jika dirinya lebih pantas bersikap angkuh daripada Helena."Kenapa kalian diam? Tinggal jawab saja!" Andrian kembali mengulang. Intonasinya datar dan dingin."Andrian, sudah waktunya kamu tahu satu hal ...." Gennaro tampak mengatur kata-kata."Ya, aku harus tahu, Kek. Sepertinya kalian ada hubungan spesial, bukankah begitu, Helena?" selidik Andrian pada mantan sekretarisnya itu. "Saya heran, penjahat sepertimu bisa berkeliaran di sini. Seharusn
"Jangan membuatku penasaran, Cassanova!" Andrian sudah tidak sabar.Cassandra semakin geli dibuatnya. Dia membuka aplikasi pesan singkat, kemudian men-dial kontak seseorang. Andrian menatapnya tanpa ekspresi, lalu meraih handphone dari tangan sang istri dengan malas.Sedetik kemudian, terdengar suara seseorang yang begitu dikenalnya dari seberang sana. Andrian melirik Cassandra, lalu meraih tangan sang istri dan menciumnya lembut."Kamu tahu, kan, konsekuensi berbohong pada kami?" tanya Andrian datar, melanjutkan pembicaraan di telepon."Kamu jangan khawatir, Andrian. Aku pasti menepati janji. Pegang kata-kataku. Bukankah ini harga yang harus kubayar pada kalian?" ucap seorang perempuan sambil menatap keluar jendela.Suasana musim dingin di luar sana langsung terasa. Rintik salju turun tipis-tipis jatuh melewati jendela, seperti serpihan-serpihan kapas. Danau di belakang rumah itu tampak memutih dan beku. Senyum perempuan itu pun tersungging tipis di bibirnya yang sedikit pucat.Kini
Perempuan muda dengan pakaian biarawati itu tersenyum. Dia segera memasuki mobil mewah yang telah menunggunya. Tak berapa lama, mobil Porsche Cayenne itu pun membawanya ke apartment khusus yang sudah disiapkan oleh Andrian. Di unit apartment itu pun juga disediakan pengawal perempuan untuk memastikan dirinya baik-baik saja. Meskipun sebenarnya, unit apartment mewah itu sudah dilengkapi dengan beberapa fasilitas keamanan yang memadai. Namun, Andrian ingin memastikan semua berjalan sesuai dengan rencananya. Perempuan cantik itu mengangguk dan menatap ke penjuru ruangan."Semoga Anda suka, Nona. Tuan Muda dan Nyonya Cassandra ingin memastikan Anda nyaman di sini. Jadi, apa pun yang Anda perlukan, jangan sungkan untuk menghubungi kami!" beritahu pengawal perempuan tersebut ramah."Terima kasih, aku rasa ini lebih dari cukup. Mereka terlalu berlebihan!" jawab perempuan tersebut, lalu memasuki kamar yang memang diperuntukkan padanya.Deg-degan? Sudah pasti. Itulah yang dirasakan oleh pere
Dor!Dor!"Semua tiarap! Berlindung, jangan ada yang berdiri!"Astaga, Tuhan!" Suasana persidangan mendadak panik. Belum sempat mereka berpikir apa yang terjadi, disusul asap tebal berwarna-warni memenuhi ruangan itu. "Cassandra, kita harus pergi dari sini!" Andrian sigap melindungi istrinya. "Tolong, lindungi Fiona!" pintanya pada petugas.Andrian, Cassandra, dan Ivo merangkak keluar dari ruang sidang dengan dikawal petugas kepolisian. Sedangkan, suara jeritan panik dan tangis ketakutan di luar sana semakin menambah suasana mencekam."Ya, Tuhan!" pekik Fiona takut, ketika pandangannya terhalang asap flare. Seorang polisi langsung mengamankan Fiona dan saksi lainnya. Beberapa perempuan menangis karena mendengar suara tembakan dan peringatan dari para penyandera itu."Jangan gila! Sebaiknya kalian menyerahkan terdakwa!" perintah salah seorang polisi yang berhadapan dengan dua pria bersenjata.Satu dari dua pria itu tertawa mengejek. "Saya tidak akan menyerahkan Tuan Kastilont. Jika
"Aku takut Jemmy akan mencelakai keluargaku!"Fiona menggigit bibirnya yang bergetar. Dia menoleh ketika Cassandra mengusap punggungnya. Kedua pasang mata itu pun saling pandang. "Tuhan akan melindungi keluargamu, Fiona. Aku yakin, Jemmy tidak tahu keberadaan keluargamu sekarang!" hibur Cassandra.Andrian yang memperhatikan interaksi keduanya menarik napas panjang. Ketiga lelaki yang berada di ruangan itu pun terdiam dengan pikiran kalut. Gennaro sibuk menyesali perbuatan masa lalunya. Begitupun dengan Ivo. Dia sangat menyayangkan penculikan di ruang persidangan kemarin."Kita tidak akan tinggal diam. Polisi akan tetap mencari keberadaan Jemmy. Tapi mereka harus lebih hati-hati karena bukan hanya berhadapan dengan Jemmy seorang. Melainkan, gangster mafia." Ivo berkata datar."Islandia tempat yang cocok untuk keluargamu, Fiona. Jangan khawatir soal itu. Di sana, orang-orang kami selalu mengawasi keluargamu," timpal Andrian."Aku yakin, Jemmy tidak berhenti melakukan apa saja, Andrian.
Helena mengacungkan pecahan gelas itu ke arah Jemmy, dengan tatapan nyalang. Jemmy bangkit, kemudian mengulurkan tangan pada wanita itu. Helena justru mundur, sambil menempelkan beling itu di pergelangan tangan kirinya."Hentikan dendammu, Jemmy. Sudah, cukup!" Air mata Helena mulai menggenang. Jemmy menggeleng pelan, berusaha menenangkan sang istri. "Kamu tidak bisa menghentikan aku, Helena. Tidak ada seorang pun yang bisa menghentikan Jemmy Kastilont!" sahut laki-laki itu tegas."Baiklah, aku sudah membantumu sedemikian jauh. Jika itu maumu, kembalikan aku ke Swiss. Silakan kamu lanjutkan dendam itu, Jemmy!" teriak Helena tidak mau kalah."Jangan konyol. Di sana nyawamu terancam. Di tempat ini kamu aman bersamaku."Helena menyeringai. Jemmy terlalu angkuh dan percaya diri. Hidup mereka tidak akan tenang dan aman selama menjadi buronan. Jemmy kembali mengulurkan tangan pada Helena. Namun, wanita itu malah menepis tangannya. Sreet! Jemmy memekik kaget, ketika pecahan beling itu meng
"Aarrgh!" Andrian mencengkeram handphone dengan kuat. Di sebelahnya, sang sopir fokus mengemudi. Laki-laki paruh baya itu pun tidak berani mengajak bicara Andrian yang tengah kalut. Namun, dia juga ikut khawatir akan keselamatan istri bosnya."Biar aku yang mengemudi, Zio. Anda terlalu lambat!" ucap Andrian sambil melepas seat belt."Tapi, Tuan ... saya takut Anda tidak konsentrasi," tolaknya hati-hati."Berhenti, Zio! Kita tidak bisa membuang waktu di jalanan!" Andrian bersikeras.Akhirnya, sang sopir memilih mengalah. Dengan berat hati dia turun dari mobil dan pindah posisi. Andrian lantas mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi. Padahal, jalanan basah akibat bekas salju. Andrian tidak peduli hal itu. Yang terpenting dia bisa menemukan Cassandra secepatnya!"Apa kita tidak minta bantuan polisi, Tuan?" tanya sopir itu dengan lirih."Mereka menginginkan aku mencabut tuntutan Jemmy dan kasus dihentikan. Tentu saja, kita akan melibatkan polisi, Zio!" "Ke mana kira-kira mereka memba
"Jangan, Jemmy! Lepaskan Cassandra!" Fiona menepis tangan pengawal Jemmy. "Apa yang kamu rasakan jika Helena diperkosa, apalagi di rahimnya ada anakmu?" tanyanya dengan mata memerah. Tangisnya hampir pecah.Sungguh, Fiona tidak tega jika sampai hal itu terjadi pada Cassandra. Cassandra sudah sangat menderita karena ulahnya dan Jemmy. Jemmy tertegun sejenak. Pandangannya berubah sendu pada Fiona dan Cassandra bergantian.Cassandra terharu dengan pembelaan Fiona. "Saya tahu, Anda masih memiliki hati nurani, Tuan Kastilont. Lihat kami sebagai perempuan. Jangan bertindak di luar batas. Anda memiliki istri!" Cassandra menatap Jemmy dengan tatapan nanar. Dia juga berusaha menekan emosinya.Jemmy mendekat, lalu mengusap pipi Cassandra yang langsung memalingkan wajah. "Aku tidak akan berbuat kasar padamu, Honey. Aku masih waras meskipun Tua Bangka itu melakukan hal biadab pada Mama!" ucap laki-laki itu dengan wajah memerah.Fiona termangu mendengar ucapan Jemmy. Bertahun-tahun bersama dalam i