"Ah, jangan bilang ini strategi kamu karena selalu membuatku kesal!" balas Cassandra dengan bibir mengerucut.Andrian tertawa lirih sembari menoleh sekilas. "Apa kamu masih cemburu pada Gabby? Bukankah aku sudah minta maaf dan juga menjelaskan semuanya?" Laki-laki itu membelokkan setir ke parkiran kantor.Andrian kembali menoleh pada istrinya itu. "Kamu di sini, aku ke dalam sebentar!" ucapnya bersiap turun.Cassandra mengangguk. Dia memilih membuka handphone sambil menunggu Andrian. Beberapa karyawan yang hendak pulang mengangguk hormat ketika berpapasan dengan Andrian di lobby.Gedung kantor sepuluh lantai itu memang masih terlihat ramai di bagian bawah. Berbeda dengan lantai 10 yang menjadi ruang kerja Andrian, Gennaro, dan sekretaris mereka, tampak sepi. Andrian berdecak lirih karena lift terlihat sangat sibuk.Maka, laki-laki tampan itu memutuskan memutar langkah melewati tangga darurat untuk mencapai basement. Andrian segera memasuki lift pribadi yang hanya digunakan untuk dirin
"Sangat aneh, kalau tidak ada orang dalam yang terlibat dengan rapi, seharusnya CCTV tetap berfungsi."Cassandra menunduk, menatap jari-jarinya yang saling bertaut di atas meja. Gennaro mengangguk menyetujui ucapan wanita muda di depannya itu. Dia pun ikut menatap ke arah jari-jari lentik Cassandra. Gennaro tahu, cucu menantunya itu sangat gelisah. Bagaimana tidak, menjelang pengangkatan dirinya menjadi CFO La Stampa, justru perusahaan itu diguncang musibah."Sudah, serahkan semua pada polisi yang akan melakukan penyelidikan. Kalau begitu, acara ditunda sampai minggu depan. Kita semua berkabung untuk Gabby."Gennaro bangkit, lalu sedikit mencondongkan badan dan menepuk bahu Cassandra. Cassandra mendongak sekilas kemudian ikut berdiri. Gennaro kemudian berpindah tempat duduk di ruang keluarga yang besar itu. Sementara Cassandra, memilih naik ke lantai 2 di mana kamarnya berada. Kamar besar itu berseberangan dengan kamar Gennaro. Cassandra membuka pintu pelan, wangi aromaterapi langsun
"Apa yang kamu maksud itu ketika Cassandra ...." Andrian menjeda ucapannya sambil menatap Antonio."Benar. Aku juga sempat berburuk sangka pada Cassandra, tapi karena aku mengenalnya melebihi dirimu, akhirnya aku putuskan mencari bukti." Antonio menunjuk layar laptop. "Dan inilah hasilnya. Cleaning service itu pagi buta sudah naik ke lantai sepuluh. Padahal menurut informasi yang kami dapatkan dari atasannya, dia tidak bertugas di lantai sepuluh. Cuma kamu harus waspada pada siapa pun di kantormu, Andrian," lanjutnya memberi nasihat."Aku berhutang budi pada Gabby," ucap Andrian sangat lirih. Antonio langsung menatapnya. Andrian menghela napas pelan, lalu mengambil lipatan kertas dari saku celananya. Dia mengulurkan kertas tersebut pada Antonio.["Mereka seperti orang paling royal, akan tetapi justru pengkhianat sebenarnya. Saya tidak sakit hati mendapat hinaan, saya hanya sedih melihat kebaikan Tuan Andrian disalahgunakan."]"Ini maksudnya apa, Andrian? Apa kamu mencurigai seseorang
"Anda jangan senang dulu karena bisa menyingkirkan orang kecil seperti saya, Tuan Kastilont. Percayalah, besok pagi mayat saya akan ditemukan di sini dan polisi pasti menyeret kalian ke penjara!" Laki-laki itu terus meracau dengan suara bergetar.Jemmy semakin geram. Dia segera memerintahkan pada sopirnya untuk menghabisi petugas cleaning service yang telah gagal menjalankan tugasnya itu. Selanjutnya, Jemmy bergegas memasuki mobil dengan seringaian licik ketika mendengar suara tembakan.Dor!Dor!Dua kali tembakan tepat mengenai kepala belakang dan leher laki-laki muda yang malang itu. Laki-laki tersebut menatap sayu ke arah langit yang gelap. Kini, sesal itu tiada berguna karena dua buah peluru, beberapa detik lagi akan mengakhiri detak jantungnya. Namun, di detik terakhir hidupnya, dia berharap polisi segera menemukan keberadaannya di sini.Jika tidak, mayatnya akan menjadi santapan anjing hutan dan hilangnya bukti kejahatan Jemmy. Harapan satu-satunya adalah handphone yang dia jatu
Andrian sedikit menyingkir dari dekat istrinya. Cassandra mendongak sembari menggeser tubuh ke tepi tempat tidur. Seketika, wajah Andrian tampak kecewa mendengar penuturan polisi di seberang sana."Apa Anda yakin?" tanya laki-laki tampan itu."Benar, Tuan. Ada aktivitas penerbangan ke Kota Warsawa, tadi jam delapan malam. Penumpang atas nama Bruno Morea!" sahut suara di seberang sana."Shit," umpat Adrian lirih. "Tolong cari dia sampai ketemu. Saya tidak ingin karyawati saya meninggal sia-sia!" titah laki-laki itu, kemudian kembali mendekati Cassandra setelah mengakhiri panggilan."Ada apa, Andrian?" tanya Cassandra lagi."Bruno melarikan diri ke Warsawa. Aneh, semakin jelas kalau begitu, dia dibayar untuk membunuh Gabby. Tidak mungkin dia memiliki uang sebanyak itu untuk membeli tiket ke sana. Rupanya, laki-laki itu menginginkan laporan keuangan dari kerjasama dengan perusahaan periklanan.""Laporan keuangan?" ulang Cassandra belum mengerti arah pembicaraan Andrian.Andrian menganggu
"Buongiorno. Telah ditemukan sesosok mayat di tepi hutan kota Distrik Barbera. Mayat yang identitasnya belum diketahui itu diperkirakan berjenis kelamin laki-laki. Wajahnya sulit dikenali karena sebagian wajahnya telah rusak, diperkirakan serangan binatang buas. Polisi wilayah Barbera masih melakukan olah TKP untuk memastikan penyebab kematian laki-laki malang itu. Selalu berhati-hati, dan ...." Andrian meletakkan cangkir kopi di tangannya. Laki-laki itu bergegas bangkit dan melangkah cepat ke ruang keluarga di mana televisi masih memberitakan kejadian itu."Ya, memang benar. Awalnya kami akan buang air kecil, tapi demi Tuhan ini sangat mengerikan. Lalu kami memutuskan segera meninggalkan tempat ini sambil menelpon polisi. Kasihan sekali ....""Terima kasih informasinya!" ucap reporter perempuan pada pemuda yang tadi malam menemukan mayat Bruno Morea."Distrik Barbera?" Andrian mengangkat bahu tak acuh. Tempat itu memang sangat jauh dari pusat Kota Milan.Laki-laki itu bergegas kemb
"Ada apa Anda berdua ke sini?" ulang Andrian mulai tidak tenang.Di sampingnya, Cassandra terlihat tidak nyaman dengan kehadiran dua orang polisi itu.Kedua polisi itu saling pandang sejenak, kemudian menatap sekitar yang masih banyak orang. Lalu, salah satu dari mereka menyarankan untuk berbicara di tempat parkir."Bisa kita bicara di sana saja, Tuan, Nyonya? Maaf, kalau kedatangan kami ke sini mengganggu acara pemakaman," ucap salah satu dari mereka tidak enak hati.Andrian dan Cassandra kompak mengangguk kemudian mengikuti kedua polisi menuju ke mobil. Sesekali Cassandra menoleh pada Andrian yang bersikap begitu tenang. "Begini, Tuan, Nyonya. Pihak kepolisian Distrik Barbera menemukan sesosok mayat di hutan. Sepertinya dia karyawan Anda yang bernama Bruno Morea, apa Anda ....""Astaga! Jadi, berita tadi pagi adalah tentang Bruno Morea? Saya memang tidak mengenal satu persatu karyawan saya, tapi kalau dia ditemukan di sana berarti ....""Iya, sesuai penyelidikan kepolisian wilayah
Andrian memang memutuskan memilih penerbangan ke luar negeri terlebih dahulu untuk mengecoh mata-mata Gennaro. "Ternyata kamu tidak sebodoh biasanya. Ya, maksudku bisa diandalkan di saat mendesak begini!" celetuk Cassandra begitu mereka sudah memasuki badan pesawat.Burung besi jenis Airbus itu pun mulai bergerak pelan di landasan pacu. Andrian melirik istrinya dengan tatapan dingin mendengar ledekan itu."Jangan meremehkan kemampuan Andrian Petruzzelli. Sejak kecil aku sudah memiliki kecerdasan. Hanya saja, ketika kuliah aku sedikit mengalami kemunduran prestasi karena kurang memahami materi!" dalihnya yang langsung disambut tawa cekikikan Cassandra.Wanita itu menutup mulutnya dengan telapak tangan geli mendengar alasan tidak masuk akal sang suami. Beruntung, mereka berada di bangku kelas bisnis, jadi tidak membuat penumpang lain terganggu dengan ejekan unfaedah itu."Jangan tertawakan aku, Cassandra. Kamu lihat sendiri, kan, La Stampa Group berkembang pesat karena campur tanganku?
Andrian menggenggam jemari tangan Cassandra di atas makam Antonio. Sebelah tangannya mengusap batu nisan Antonio. Ada rasa sedih mendalam kehilangan sosok sahabat meskipun sempat menjadi saingannya."Aku datang padamu untuk meminta kembali Cassandra. Aku yakin, kamu tidak mungkin marah padaku. Aku janji akan menjaganya seperti kamu menjaga dia dan anak-anakku. Damailah di sana, Antonio. Terima kasih sudah menjaga mereka dengan baik." Andrian tersenyum samar, kemudian menatap Cassandra yang duduk di seberangnya."Ayo, kita pulang!" ajak Cassandra tidak ingin larut dalam kenangan tentang Antonio.Cassandra tidak ingin terus menerus bersedih karena kehilangan Antonio. Dia harus bisa menghargai perasaan Andrian setelah berani berdamai dan memutuskan menerima kembali laki-laki itu.Andrian mengangguk menuruti permintaan Cassandra. Tangannya tak lepas dari jemari tangan Cassandra hingga memasuki mobil. Sejenak, keduanya terdiam di dalam mobil dengan pandangan sama-sama tertuju pada makam An
Andrian mengerang kecil. Luka jahitan bekas operasi yang masih basah itu, terasa sangat nyeri. Rupanya, Cassandra menekan dengan kuat tepat di perban itu. Cassandra termangu melihat Andrian kesakitan sambil memegangi dadanya."Kenapa berhenti? Lakukanlah, Amore!" pinta Andrian pasrah. Tatapannya nanar pada Cassandra, tidak ada kemarahan sedikit pun di sana.Bella segera mendekati Cassandra untuk mencegah wanita itu berbuat yang lebih brutal. Bella maklum, kondisi Cassandra benar-benar jatuh sehingga bisa saja bertindak di luar kendali.Angelica sigap memanggil perawat. Tidak lama kemudian, seorang perawat memasuki ruang perawatan Andrian."Kenapa luka Anda bisa mengeluarkan darah?" tanya perawat sembari melepas perban di dada Andrian.Andrian menggeleng pelan. "Maaf, saya tidak sengaja menyenggol perbannya!" jawabnya berbohong. Lantas, Andrian melirik pada Cassandra yang menatap luka di dadanya dengan wajah pucat. Darah merembes dari sela-sela jahitan yang masih basah. Luka bekas ope
"Lepaskan saya, Bunda. Saya harus mengikuti mereka!" Cassandra kembali memberontak.Di antara isak tangis, Cassandra meringis menahan kram di perutnya. Wanita itu memegangi perut yang semakin terasa tidak nyaman. Bella dan Bunda Stefania segera memanggil sopir untuk membawa Cassandra ke rumah sakit.Setelah menjalani serangkaian pemeriksaan USG, Cassandra dibawa ke ruang perawatan. Dia masih menangis, tidak menyangka hari bahagianya berubah kelam. Cassandra juga belum tahu nasib Andrian dan Antonio di ruang operasi.Bella yang mendorong kursi roda, menghentikan langkah ketika mendengar suara seseorang sedang berbicara di telepon. Cassandra mendongak menatap Bella, lalu menyadari sesuatu.Air mata Cassandra kembali menetes membasahi pipi mendengar suara yang dikenalnya itu. Bella hendak kembali mendorong kursi roda, tetapi Cassandra mencegah sahabatnya itu, untuk mendengarkan pembicaraan lebih lanjut."Tunggu sebentar, Bella! Tolong antar aku ke tempat pengawal itu!" pintanya pada sang
Mendengar jawaban Cassandra, Antonio hanya bisa mengangguk meskipun dia tahu, wanita itu tidak melihatnya. Cassandra kembali meneruskan langkah. Di ruang bawah tampak sepi, mungkin anak-anak sedang dimandikan oleh Nanny.Cassandra juga tidak melihat keberadaan Andrian dan mobil laki-laki itu. Entah ada perasaan aneh tiba-tiba menghinggapi Cassandra. Dia memaki diri sendiri yang terlalu munafik jika kepergian Andrian membuatnya merasa kehilangan."Aku pulang dulu, kamu juga segera kembali ke atas. Hati-hati naik turun tangga!" ucap Antonio begitu mereka sampai di lantai bawah.Cassandra mendongak menatap manik Antonio lalu mengangguk samar. Antonio tersenyum, kemudian mencium bibir Cassandra sekilas sebelum memutuskan berlalu dari hadapan kekasihnya itu."Ciao Amore. Hati-hati di jalan!'' ucap Cassandra mengikuti langkah Antonio sampai di depan pintu.Antonio tersenyum sebelum memasuki mobil. Segera, mobil mewah itu pun meninggalkan car port rumah megah Andrian. Sesampainya di luar pag
Mendengar suara tangisan, Antonio segera mengangkat wajah Cassandra dan menatapnya dalam. Sedangkan Cassandra buru-buru menghapus air mata, lalu memunguti pakaiannya yang berserak di dekat sofa.Antonio memperhatikan sang kekasih, lalu tersenyum samar. Dia terus memperhatikan Cassandra yang memakai pakaiannya dengan terburu-buru."Ah, aku harus ke kamar mandi dulu, Amore!" pamit Cassandra pada laki-laki yang masih duduk memperhatikan dirinya itu."Hati-hati, jangan terburu-buru, Bellissima!" ucap Antonio mengingatkan.Cassandra tidak menjawab. Dia segera memasuki kamar mandi, lalu mengunci pintunya dari dalam. Di sana, dia menumpahkan tangis di depan wastafel. Cassandra meremas baju atasnya ketika melihat beberapa tanda kepemilikan Antonio bertebaran di dadanya."Aarrggh!" jerit Cassandra. Lantas, pandangan wanita itu turun pada perutnya yang membuncit. Perut berisi bayi darah daging Andrian itu, diusapnya lembut dengan hati dilema."Kenapa aku lakukan itu, Tuhan? Kenapa aku harus be
"Andrian, apa kamu tidak ingin memelukku?" tanya wanita itu menatap manik kebiruan Andrian.Andrian tersadar dari lamunan singkatnya, lalu mengangguk samar. Dengan ragu, dia mendekati Helena dan memeluk wanita itu. Wanita yang pernah dibencinya, sekaligus terpaksa dia terima karena hubungan darah itu tidak bisa dihapus oleh takdir sekalipun."Terima kasih, Andrian. Kuharap tidak ada kebencian di hati kita. Maafkan aku yang sudah merusak semuanya," ucap Helena lirih di dada Andrian. Andrian menelan saliva berat mendengar ucapan itu. Memaafkan? Jika ada yang harus mengemis maaf, maka orang itu adalah dirinya. Andrian melepaskan pelukan dan menatap Helena dengan tatapan dalam."Maaf, Helena. Aku begitu bersalah padamu dan Kakek. Jika Kakek masih hidup, mungkin aku akan bersimpuh di kakinya.""Hei, apa yang kamu bicarakan? Papa itu hatinya sangat luas. Aku yakin kamu lebih paham daripada aku, Andrian. Ayolah, kamu harus tersenyum! Kita buka lembaran baru dengan damai, bagaimana?" Helena
"Cassandra, apakah tidak ada kesempatan sekali lagi untukku?" tanya Andrian putus asa.Cassandra semakin kesal dengan sikap mantan suaminya yang tidak tahu malu itu. Wanita itu kembali memutar bola mata malas, lalu menatap tidak minat pada Andrian."Tidak! Kesempatanmu hanya sebagai ayah dari kedua anakku, bukan suamiku!" jawabnya tegas.Andrian tidak menyerah. Sudah kepalang tanggung karena dia telah memberanikan diri mendekati Cassandra lagi. Meskipun di sisi lain ada rasa rendah diri setelah terlalu sering melukai hati Cassandra."Aku janji, Cassandra! Aku akan melakukan apa pun yang kamu mau. Bahkan, aku tidak peduli dengan semua hartaku, asalkan kamu ...""Apa pun?" sahut Cassandra cepat hingga membuat Andrian langsung mengangguk."Ya, apa pun. Katakan, Cassandra!" desak Andrian tidak sabar.Cassandra tersenyum penuh arti lalu mengangguk pelan. Dia menatap sekeliling yang sepi karena karyawan sudah sibuk di mejanya masing-masing."Apa pun. Hm, baiklah. Sepertinya kamu ingin sekal
Jelas, itu bukan tanda kepemilikan dari Andrian. "Sial kenapa harus ada jejak begini?" Marta menjadi bingung ketika semakin digosok, bekas kissmark itu tidak menghilang melainkan tambah memerah. Dia tidak perlu sekhawatir ini jika saja Andrian tidak datang mendadak.Entah apa yang membuat Andrian tiba-tiba datang. Padahal, sore tadi laki-laki itu mengatakan pergi ke rumah Gennaro. Marta melirik sekilas ke arah ruang tamu di mana Andrian tampak fokus dengan handphone."Oke, aku ke sana sekarang!" Laki-laki itu menarik napas panjang kemudian bangkit.Dia menoleh ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Marta yang mendengarkan pembicaraan Andrian justru menarik napas lega. Dia segera memakai kimono dan mengikat di depan perut, lalu segera menemui Andrian."Aku sudah selesai. Tapi sepertinya kamu mau pergi!" Marta pura-pura cemberut kecewa.Andrian menatapnya dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Maaf, Davidde sedang demam. Aku harus mengantar ke rumah sakit!" ucapnya.Marta mende
Cassandra mendorong pelan dada Antonio dan kembali menatap laki-laki tampan itu. "Apa kamu tidak keberatan, Antonio? Seharusnya kamu mendapatkan wanita yang sepadan, bukan sepertiku!" "Apa yang membuatmu berpikir begitu? Aku mencintaimu sejak dulu sampai sekarang Cassandra!" ucap Antonio tegas.Cassandra mengangguk samar diiringi senyuman. Senyum manis yang tidak dibuat-buat dan baru Antonio lihat semenjak wanita itu mengalami perceraian. Antonio bertekad ingin membuat Cassandra selalu menyunggingkan senyum manis dan melupakan kegagalan pernikahannya."Aku terima!" ucap Cassandra sambil mengangguk berkali-kali.Antonio tertegun sejenak, kemudian memeluk Cassandra. Sementara di depan pintu, Andrian semakin mematung menatap keduanya. Laki-laki itu membalikkan badan, yang membuat Antonio tanpa sengaja menatapnya.Lantas, Antonio melepaskan pelukan dan bangkit. Kemudian dia melangkah mendekati Andrian yang hendak beranjak dari situ."Andrian, sudah lama kamu di situ?" tanya Antonio pelan