"Amore, sudah lama kamu di situ?" Andrian menatap tak enak hati pada Cassandra. Dia menoleh sekilas pada Marta yang masih bergeming. Di sana, Cassandra hanya menjawab dengan anggukan samar. Tanpa menunggu Andrian, wanita cantik itu bergegas memasuki mobil. Andrian sempat kembali menatap sekilas pada Marta sembari tersenyum kaku, sebelum meninggalkan wanita itu.Dari dalam mobil, Cassandra bisa melihat raut tidak suka Marta atas kehadirannya. Cassandra mengalihkan pandangan dari Marta, lalu melirik sekilas ke arah sang suami yang duduk di belakang kemudi."Ada apa sampai sedekat itu?" tanya Cassandra dengan wajah berpaling.Andrian berdehem lirih, "Ehm, itu sebenarnya tidak seperti yang ada di pikiranmu!" jawabnya jujur. "Memangnya kamu berpikir apa yang ada di benakku?" selidik Cassandra dengan wajah masam.Andrian menoleh pada Cassandra sesaat, dengan sebelah sudut bibir tertarik ke atas. "Kamu salah paham, Amore. Kamu melihat hanya sekilas, kan?" jawabnya datar.Kening Cassandra me
"Rencana untuk Andrian?" ulang Cassandra memastikan. Ivo mengangguk sekali lagi. Dia mengisyaratkan pada Cassandra untuk segera mengikutinya. Tanpa membuang waktu, Cassandra mensejajari langkah Ivo. Sampailah mereka di ruangan Ivo. Cassandra segera menutup pintu dan duduk di seberang laki-laki itu. Ivo menautkan jari-jarinya di atas meja, dengan tatapan lurus pada Cassandra. "Saya rasa kamu sudah tahu alasan Tuan Gennaro memberikan sebagian besar aset padamu ..."Cassandra mengangguk samar. "Iya, saya pikir ini memang tidak adil untuk Andrian, Zio. Jadi, sangat wajar dia kecewa dan menuduh kita berkhianat!'' sahutnya cepat. Alih-alih setuju dengan pendapat Cassandra, Ivo lantas menggeleng tegas. Dia begitu mengenal sifat Gennaro. Laki-laki itu sangat tegas dan tidak segan mengambil keputusan kontroversial jika menurutnya benar. Memang terkesan tidak adil untuk Andrian, tetapi lebih tidak adil lagi jika pada akhirnya Gennaro meninggal tanpa membuat keputusan apa pun sebelumnya. "In
Marta menghentikan gerakan tangannya yang tengah mengetik, ketika handphone di atas meja itu menyala. Dia melirik sekilas pada Angelica yang juga fokus dengan pekerjaan. Lantas, Marta menggeser benda persegi panjang itu ke depan keyboard.Masih dengan posisi menghadap komputer, dia nyalakan handphone. Sebaris kalimat dari Andrian membuat kedua bola matanya membesar. Ada yang aneh. Ya, Marta tidak percaya itu, apalagi beberapa saat lalu ketika mereka bertemu, Andrian bersikap begitu dingin.Tak ingin mati penasaran, Marta mengetikkan balasan untuk memastikan. Tak berapa lama, Andrian juga membalasnya, bahkan mengirim foto posisi laki-laki itu sedang duduk sendirian di pojok ruangan sebuah restaurant.Kedua sudut bibir Marta melengkung sempurna. Tunggu apa lagi? Sebuah kesempatan baik baru saja didapatkan tanpa mengemis perhatian Andrian. Namun, laki-laki itu sendiri yang mengajaknya makan siang."Marta, apa kamu ingin nitip sesuatu?" tanya Angelica sembari bangkit.Marta tampak terkeju
Di belakangnya, Cassandra menatap adegan itu dengan tatapan tanpa ekspresi. Andrian membalikkan badan dan mendekati sang istri yang masih bergeming kaku di tempatnya."Cassandra, aku bisa jelaskan. Tolong, jangan salah sangka dulu!" Andrian meraih tangan Cassandra, tetapi ditepis pelan oleh wanita itu.Cassandra menatap bergantian pada Andrian dan Marta yang berada di mobil. Sebelah sudut bibir Cassandra melengkung membentuk senyuman sinis. Cassandra tidak akan berteriak ataupun melempar apa saja untuk melampiaskan amarah.Namun, tatapan wanita cantik itu menghujam menusuk jantung, seperti vonis kematian. Andrian mendengus lirih. Seharusnya dia senang, perbuatan mereka dipergoki Cassandra. Akan tetapi, apa yang terjadi justru sebaliknya. Andrian tidak mendapatkan kepuasan batin itu. Dia justru merasa bersalah, apalagi raut wajah Cassandra datar tanpa ekspresi."Aku baru tahu jika Andrian adalah saudaramu yang membuat janji di mall. Apa kamu ingin membelikan sesuatu yang berharga untu
Sembari menggendong Emillia, Antonio melangkah mendekati Andrian dan Cassandra. Senyum laki-laki tampan itu pun merekah, tidak memperdulikan tatapan tak suka Andrian."Aku ingat hari ini Emillia tampil di sekolah. Tapi sepertinya aku telat datang!" sesal Antonio."Tidak apa-apa. Terima kasih sudah mau datang." Cassandra menyahut datar.Antonio mengangguk samar. ''Aku ada hadiah kecil untuk Emillia dan Davidde!" ucapnya, lalu menoleh ke arah mobil.Masih sambil menggendong Emillia, Antonio beranjak kembali ke mobil. Tangan kiri laki-laki itu menggendong Emillia, sedangkan tangan kanannya membuka bagasi mobil. Antonio mengeluarkan satu paper bag berukuran besar, entah berisi apa."Untuk Emillia dan Davidde." Antonio mengulurkan paper bag pada Cassandra.Andrian yang masih bergeming di tempatnya, menatap tajam pada Antonio. Sebelah telapak tangan Andrian berada di saku celana dan mencengkeram erat display key di dalam situ. Meskipun Antonio adalah sahabat baiknya, tetapi Andrian mengangg
"Apa maksudmu tidak mengizinkan aku menjemput anakku sendiri?" Andrian mengeraskan rahangnya."Apa perlu alasan, kenapa aku tidak memberi izin?" sahut Cassandra lalu meninggalkan laki-laki tampan yang tampak kecewa itu.Namun, siapa yang peduli? Sakit hati yang dirasakan Cassandra melebihi rasa kecewa Andrian. Andrian hanya bisa mematung ketika kedua anaknya dibawa pergi Cassandra menuju ke taksi.Davidde sempat menatap Andrian, dan merengek ikut papanya. Namun, Cassandra segera mengalihkan perhatian bocah itu. Di tengah perjalanan, Cassandra sesekali mengusap kepala anak-anaknya bergantian. Hatinya berdenyut sakit manakala teringat bentakan Andrian hanya karena seorang karyawan baru. Ya, karyawan baru yang istimewa bagi Andrian. Inilah konsekuensi yang harus diterima Andrian karena kembali membuatnya kecewa.Memang, apa yang dilakukan Cassandra pada Andrian tidak adil. Membatasi interaksi ayah dan anak-anaknya, membuat Cassandra menjadi orang egois. Akan tetapi, yang dilakukan Andria
"Kamu terlalu curiga dan akhirnya selalu menuduhku! Kalau begitu, bagaimana aku bisa mengembalikan kepercayaan padamu?" keluh Andrian lagi.Cassandra langsung memalingkan wajah mendengar ucapan Andrian. Dia melirik sekilas pada Andrian yang masih menampilkan wajah kesal. Laki-laki itu tampak menggeleng samar menghadapi sikap Cassandra yang seenaknya sendiri.Tanpa menghiraukan sang suami, Cassandra segera keluar dari kamar. Dengan penasaran, dia menuruni anak tangga. Cassandra juga sudah menyiapkan "kata-kata mutiara" untuk Marta, seandainya perempuan itu nekad datang. Dia tidak akan membiarkan perempuan itu menginjakkan kaki di rumah mereka.Kedua mata Cassandra langsung membesar, saat melihat punggung seorang wanita yang sangat dikenalnya. Meskipun sudah lama tidak bertemu, Cassandra tidak akan lupa. Wanita sebaya dengan Cassandra itu tengah menatap dinding, memperhatikan foto-foto keluarga yang terpampang elegan di sana.Mendengar suara derap sepatu mendekat, wanita itu pun menoleh
Sontak, pembicaraan pasangan suami istri itu terhenti. Cassandra mengikuti arah pandangan Andrian. Di depan pintu, Antonio menatap keduanya dengan pandangan sulit diartikan. Melihat kedatangan Antonio, Emillia dan Davidde segera menghambur memeluk laki-laki jangkung itu."Zio Antonio, kami akan pesta barbeque!" seru Emillia riang.Antonio merekahkan senyum lalu mengangkat Emillia dan Davidde ke dalam gendongan. Tidak hanya itu, laki-laki tampan itu juga mencium pipi keduanya dengan sayang. Hal itu jelas tidak luput dari tatapan tak suka Andrian. Laki-laki itu menelan ludah berat. Terlihat sekali jika Antonio berhasil mengambil hati kedua anaknya. Lantas, bagaimana dengan Cassandra? Oh, tidak! Andrian tidak akan membiarkan Antonio mengambil keluarga kecilnya."Principina e Principe, kalian wangi sekali! Siapa yang mendandani kalian?" tanya Antonio pada kedua bocah itu."Pappa e Nanny!" Emillia menjawab jujur. Sedangkan Davidde yang masih terlalu kecil hanya menatap polos keduanya. "Ayo