Share

Sudah malas pulang (3)

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 16:58:33

[Mas, nanti kalau pulang tolong beliin beras sama minyak, ya. Stok di rumah habis.] 

Tak lama pesan dari Tari masuk ke ponselku. Aku menghela nafas berat. Baru awal bulan aku membeli beras dalam kemasan lima kilo, baru pertengahan bulan, sudah habis. Begitu juga minyak, aku telah menyetok seliter minyak goreng kemasan untuk bulan ini. Tapi, sudah habis aja.

[Kamu jangan boros-boros dong, Dek. Masa tanggal segini sudah habis?] Balasku dengan hati kesal.

[Yang makan di rumah ini kan banyak, Mas. Aku juga masak sewajarnya.]Balas Tari. Perempuan itu mulai pandai melawan. Aku menaruh ponsel dia atas meja. Malas menanggapi Tari yang kerjaannya hanya mengeluh tiap hari.

***

Usai jam kantor berakhir aku segera memacu kuda besiku membelah jalanan kota. Kali ini niatku tidak pulang apalagi membeli beras atau minyak untuk Tari. Biar dia berusaha sendiri mendapatkan apa yang dia butuhkan. Dia kira mencari uang itu gampang.

Maghrib menjelang, aku sampai pada sebuah toko buah. Mampir sejenak membeli beberapa buah kesukaan Mama untuk oleh oleh. Ya, aku mau menginap di rumah Mama sementara. Lelah hidup dengan istri yang tak bisa mengurus rumah tangga, selalu mengeluh tanpa bisa mencari solusi. 

"Arsen?" Mama tampak terkejut melihatku yang baru sampai.

"Ini Ma, apel kesukaan Mama." aku menyodorkan seplastik apel yang tadi kubeli.

"Tumben kamu?" sahut Mama sambil meraih oleh oleh yang aku bawa.

"Arsen mau numpang nginap disini, Ma." aku menjatuhkan bobot tubuh di kursi.

"Lho, tumben?" Mama ikut duduk disampingku.

"Males Ma, liat Tari. Udah Arsen nasehatin biar bisa mengurus rumah sendiri dengan ikhlas. Ini malah ngeluh terus. Mana kemarin Mamanya datang ke rumah, balik nasehatin Arsen biar ambil pembantu."

"Apa? dia ngadu sama mamanya?" suara mama meninggi. Aku menghela nafas dalam.

"Iya, karena itu, Arsen mau numpang disini dulu, sampai Tari sadar jangan hanya bisa mengeluh. Arsen kan juga lelah kerja seharian."

"Ya, ampun, Sen. Istri kamu itu keterlaluan banget sih! sesekali memang harus diberi pelajaran. Mama aja dulu ngurus kalian ga pernah pake pembantu. Mama bisa sendiri. Ini malah sampai ngadu ngadu sama mamanya, keterlaluan sekali!"

Mama pun tampak emosi. Dulu aku menikah Tari karena kepintarannya, cantik, dan tampak lembut. Tapi, makin kesini aku makin tak tahan  dengan sikapnya yang tak bisa mandiri.

[Mas, kamu dimana? sudah malam kok belum pulang?] aku menoleh sekilas ke layar ponsel. Ada pesan dari Tari yang terlihat di bar notifikasi. Aku tak berniat sama sekali mau membalas.

Tak lama ponsel berdering. Ada nama Tari di layarnya. Perempuan itu mencoba menelpon mungkin karena pesannya yang kuabaikan.

"Siapa?" tanya Mama yang masih duduk menonton televisi setelah kami tadi makan malam.

"Tari, Ma," sahutku singkat.

"Angkat aja, bilang kalau dia ga berubah, kamu tak akan pulang pulang. Biar tau rasa. Tak pandai menjaga harga diri suami!" omel Mama.

Aku hanya diam. Suara dari benda pipihku itu kembali berbunyi. Sudah tiga kali aku mengabaikan tapi sepertinya Tari tak menyerah.

"Mas ...! ya Allah, Mas. Kamu kemana aja? aku cemas kamu ga balas pesanku, telepon juga ga diangkat," seru Tari begitu sambungan teleponnya kuangkat.

"Aku dirumah, Mama. Kamu urus rumah dengan baik, belajar untuk tidak mengeluh, mandiri, jangan apa apa aku. Jika kamu sudah  bisa, baru aku akan pulang!"

"Mas? ada apa?" suaranya terdengar kebingungan.

"Kamu kenapa, Mas?" lanjutnya.

"Dengar ya, Dek. Aku akan pulang, tapi hanya untuk mengambil pakaianku. Aku lelah!"

Setelah mengatakan hal itu, aku langsung mematikan sambungan. Mama duduk disampingku dengan senyum sumringah. 

"Nah gitu, dong. Tegas. Jangan mau hanya jadi tempat keluh kesah istrimu saja. Udah gitu segala di omongin ke Ibunya. Istri macam apa itu."

Mama menepuk pundakku sekilas lalu bangkit dan berlalu ke kamar. Rumah Mama yang lumayan luas ini terasa sepi. Monik sejak ngekost jarang pulang. Sekalinya pulang hanya minta uang. Karena itu gajiku selalu tak cukup untuk kehidupan kami, sebab aku harus membantu Mama membiayai kuliah Monik. Tabungan pun ikut terpakai untuk itu. 

***

Keesokan harinya, sepulang kantor aku berniat pulang mengambil beberapa pakaian di rumah. Rencananya, mau menginap dirumah Mama seminggu ini, menenangkan pikiran. Tapi, begitu motor parkir di halaman. Rumah yang biasanya rame oleh suara anak-anak mendadak sepi. Lampu teras men

yala. Tak ada tanda-tanda mereka di dalam sana.

Kemana mereka?

Bab terkait

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Kehadiran Rani (4)

    Beberapa kali aku mengetuk pintu, tapi tak ada yang membukakan seperti biasa. Akhirnya aku mengeluarkan kunci cadangan yang memang selalu kubawa.Begitu pintu terbuka, rumah yang biasa berantakan kini terlihat begitu rapi. Tak ada satu mainan pun yang berserakan di lantai."Dek ..." aku berjalan ke kamar. Kamar utama pun bersih. Selimut dan bantal tertata di pojok. Tak ada Tari disini. Aku keluar dan masuk ke kamar anak-anak. Kondisinya sama. Ruangan yang biasanya seperti kapal pecah kini begitu sedap di pandang mata."Astaga, kemana sih perempuan itu!" sungutku sambil merongoh ponsel di saku celana.Dua panggilan berlalu tanpa sahutan. Hingga yang ketiga kalinya suara tari terdengar di seberang sana."Kamu dimana sih? rumah kosong begini!" hardikku begitu suara Tari terdengar."Lho, kamu pulang, Mas? Bukankah mau menginap di rumah Mama?" sahutnya santai."Dek, kamu dimana?" tanyaku mengabaikan pertanyaannya."Aku sedang di rumah Ibuku. Aku rasa aku butuh me time untuk mewaraskan piki

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Mengadukah? (5)

    Keesokan harinya sebuah pesan membuat rasa didada jadi tak biasa.[Hai, Arsen. Ini Rani. Apa kabar? maaf ya, aku lancang menghubungi kamu. Tadi, aku ke rumah mama. Eh, malah Mama ngasih nomor hape kamu ke aku.]Sebuah senyuman terbit begitu saja. Aku memperbaiki duduk lalu dengan cepat membalas pesan itu.[Hai juga, Ran. Aku sehat, kamu gimana? wah, udah lama kita ga ketemu? aku kira kamu masih di Batam?] pesan terkirim.Sepengetahuanku Rani dulu merantau ke Batam. Bekerja disana. Karena itu hubungan yang sempat pernah terbina menguap begitu saja. Aku pun sibuk bekerja lalu menikah dan lupa dengan perempuan yang pernah menjadi primadona sewaktu SMA itu.[Enggak. Aku udah balik lagi ke Jakarta. Tadinya aku ingin mengulang kisah kita. Ga disangka kamu sudah menikah, hehehe aku telat, ya!]Garis bibir terus saja melengkung. Aku yakin Rani sedang memberi kode padaku.[Ya, begitu lah, Ran. Dulu itu masa lalu. Tapi, kalau kamu mau punya masa depan dengan lelaki yang sudah punya anak ini, ak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Kepergian Tari (6)

    "Mas, aku ke rumah Ibu. Ibu sakit." tanpa salam Tari langsung mengutarakan maksudnya."Oh, ya sudah. Hati-hati, ya." "Iya."Sambungan langsung terputus. Aku mengernyit heran. Tumben dia ga minta u4ng. Biasanya pasti minta jatah jajan anak-anak atau untuk belanja selama tinggal di rumah Ibunya."Kenapa?" Rani menatapku lekat."Gapapa, istriku pamit mau ke rumah Ibunya. Biasa mertua lagi sakit.""Oh ..." sahutnya sembari mengangguk-anggukkan kepala."Eh, istriku kamu yang buka toko kue itu bukan sih, Ar?""Toko kue? toko kue apaan? istriku jangankan bikin kue, menyapu rumah aja dia ga sempat." aku terkekeh."Hah? serius? tapi, toko kue Lestari Jingga itu punyamu kan?" aku makin melebarkan tawa.Bagaimana mungkin mau punya toko kue. Walau nama toko itu hampir mirip dengan nama Tari, tapi mustahil. Mana mungkin."Tari itu kalau dirumah kerjaannya main hp. Setiap pulang kerja hal yang bikin kita selalu cekcok itu ga jauh-jauh karena urusan rumah yang ga keurus. Hah, aku udah capek, Ran. A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Gosip (7)

    "Ngapain kamu kesini?" Kedatanganku disambut tatapan tak bersahabat dari Mas Fatan. Aku mengulurkan tangan. Namun, Mas Fatan buang pandang seakan tak sudi berjabat denganku. Aku pun menurunkan kembali tangan yang menggantung di udara."Maaf, Mas. Tari dan anak-anak kemana, ya?" Tanyaku sembari melihat ke dalam rumah yang sepi."Tari ga ada!" Cetusnya."Kemana, Mas?" Buruku menahan rasa penasaran. Jam sudah menunjukkan angka delapan malam. Kemana Tari selarut ini? "Yang pasti tidak sedang mengubar aib ataupun mengadu pada orang lain atas lelahnya dia menjadi istri yang dituntut kuat dan tak boleh mengeluh!"Degh!Apa maksudnya? Belum sempat otakku mencerna ucapan Mas Fatan. Laki-laki itu masuk ke dalam tanpa berkata sepatah katapun padaku, pintu pun di tutup kasar. Aku terduduk di kursi rotan yang tersedia di teras rumah itu. Tak menyangka kedatanganku justru membuat sakit hati begini [Dek, kamu dimana? Aku ada dirumah, Ibu! Cepat pulang!] Aku mengirim pesan setelah beberapa kali pan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Ada Yang Disembunyikan Tari (8)

    "Papa ..." Alif dan Ammar meninggalkan mainan dan berlari ke arahku. Anak tampak begitu rindu. Hampir sebulan tak bertemu, wajar saja. Kami berpelukan. Tari berdiri sambil mengulas senyum. Ada yang beda, Tari kini terlihat lebih bersih dan cantik."Kamu sudah pulang, sayang?" Sapaku, Tari menyambut tanganku yang terulur padanya. Perempuan itu mengangguk. Matanya berbinar."Maafkan aku, Mas. Aku salah selama ini. Sekarang aku sadar, kamu benar. Mulai hari ini aku akan berubah. Dan aku punya kabar bahagia untuk kamu." Aku gemetar mendengar ucapan tari yang terlihat bersemangat. Tapi, dia juga harus tau kabar bahagia yang akan aku sampaikan. Mungkin bahagia untukku tak tau untuknya."Nanti kita ngobrol ya, Dek. Mas bersih bersih dulu." Tari mengangguk. Alif dan Ammar masih memegang kedua tanganku. Kami beriringan masuk ke dalam. Rumah rapi, wangi dan benar benar berubah 180 derjat. Semua hal itu makin membuat suasana hati membaik."Kamu pasti capek ya, seharian membereskan rumah?" ujark

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Yang Penting Istri Kedua Bahagia (10)

    "Oke lah. Kamu siapkan dananya biar Mama yang bereskan." "Makasih, ya, Ma.""Iya. Yang penting anak Mama bahagia. Ga capek melihat rumah yang selalu berantakan. Kamu ga salah pilih. Rani memang sudah sangat yang terbaik." Aku tersenyum. Meski ada bisikin yang mengatakan jika apa yang aku lakukan sekarang akan menjadi penyesalan yang teramat dalam nanti. Tapi, itu hanya felling saja. Tak mungkin terjadi. Pilihanku ini pasti benar.Jam sudah menunjukkan angka lima. Aku bergegas hendak pulang."Buru buru amat lu!" Sentak Remon."Iya, ada janji." Sahutku singkat. Tanganku masih mengemasi barang-barangnya yang berserakan di atas meja."Cieeee ... Roman romannya sejak Tari punya usaha sendiri, lu makin senang pulang buru-buru ya, bro?" Remon tertawa terbahak-bahak."Penghasilan apa? Elu kadang kadang juga kalau ngomong!"aku mulai muak dengan candaan Remon yang tak penting."Halah, gue yakin dari penjualan buku dan gajinya menulis pasti kalah sama gaji kita disini? Ya kan?" Remon terkekeh

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Abrar sakit (10)

    Aku menghela nafas panjang lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Bersih bersih lalu keluar meninggalkan Rani yang masih dalam posisi yang sama."Arsen, itu saudara-saudara Rani kok masih pada disini sih?" bisik Mama begitu aku keluar kamar. Mataku langsung tertuju pada orang-orang yang masih pada tidur diruang tamu beralaskan karpet. Sebagian duduk diluar sambil membakar ro kok dengan santainya."Sabar, Ma. Hanya sebentar, nanti mereka pasti pulang." "Tapi, ga ada yang mau bantuin Mama. Lihat cucian piring menumpuk dan rumah berantakan, ya ampun!" Mama mengaruk kepalanya kasar."Rani belum bangun, ya?" tanya nya lagi. Aku menggeleng."Kamu ga bisa bilang sama mereka, yang muda muda itu lho. Bantuin Mama di dapur. Mama kan juga capek habis pesta kemarin." ujar mama memelas. Aku menoleh sekilas pada saudara-saudara Rani yang masih tidur pulas. Mereka terpaksa menumpang disini karena rumah Ibunya Rani tak muat. Rani pun sudah tidak ngekost lantaran mau tinggal dirumah Mama katanya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Laki-laki Bersama Tari (11)

    Sekitar sejam aku sampai. Dengan modal bertanya-tanya pada perawat aku sampai diruangan dimana Abrar di rawat. Ruang VIP, gila! Tari, siapa yang mau bayar tagihannya? awas aja kalau sampai meminta padaku. Siapa suruh memesan ruangan mahal begitu. Aku mana punya uang? udah habis untuk pesta kemarin."Dek?" langkahku terhenti begitu melihat sepasang anak manusia berjalan bersisian di depanku. Aku tau persis siapa perempuan yang memakai dress biru selutut dengan rambut sepunggung dan bergelung itu, pasti Tari. Perempuan yang sedang ngobrol laki-laki berjas putih itu menoleh. Begitu juga dengan lelaki disebelahnya. Benar itu Tari. Wajahnya langsung berubah."Ya sudah, nanti kalau ada apa-apa kabari aku segera, ya." laki-laki yang kutebak adalah dokter yang menangani Abrar itu melempar senyum pada Tari. Tari membalas senyum itu sambil mengangguk. Hatiku kenapa terasa panas begini?Setelah dokter itu pergi, Tari dengan cuek melanjutkan langkah membuatku sedikit berlari mengejar."Kenapa kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27

Bab terbaru

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 22

    "Kenapa, Ma?" Suara tangis Mama makin kencang."Mama rasanya ga kuat kalau Rani tinggal disini. Kamu lihat di kamar dan ruang tamu. Istri kamu udah seperti ratu disini. Mama capek. Mama mau kamu segera bawa istri kamu dari sini. Mama lebih baik tinggal sendiri seperti dulu, Ar." Isak Mama. Aku menghela napas panjang. Rani sudah berkali kali aku mengatakan jika dia harus membantu Mama jika mau tinggal disini."Maafkan Rani, ya, Ma. Arsen akan mengingatkan dia lagi." Mama masih terisak. Aku meninggalkan beliau dan masuk ke dalam. Benar saja ruang tamu berantakan. Kulit kuaci bertebaran di atas lantai. tapi, tak ada Rani. Aku berjalan cepat ke kamar. Mataku membola. Piring kotor dan gelas bekas minumnya tergeletak di lantai begitu saja. Pakaian kotor juga di tumpuk di pojokan. Dan orangnya tidur telentang dengan mulut terbuka hingga mengeluarkan suara yang sedikit menganggu. "Ya ampun Rani!" Aku menggoyangkan tubuh perempuan yang hanya memakai kaos pendek dan ketat hingga menampakkan

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 21

    Mendengar perdebatan kami, suara anak-anak yang sedang becanda di dalam terhenti. "Papa ..." Pekik Alif dari jauh, disampingnya Ammar yang menatapku datar."Alif, sini, sayang." Aku melambaikan tangan. Namun, Alif menggeleng-gelengkan kepalanya."Kenapa? Yuk, sama Papa. Kita beli mainan yuk." Bujukku."Ga mau, Papa. Mainan Alif dan Ammar sudah banyak dibelikan teman-teman Mama. Teman-teman Mama baik-baik, Pa. Alif juga dikasih jajanan yang banyak." Ciloteh Alif. "Tuh, anak anda aja udah ga butuh anda, Pak. Pulang aja sana. Sebelum Mas Fatan datang. Saya dengar Mas Fatan alergi banget sama kamu, bawaannya pengen makan orang katanya."" Ledek laki-laki yang bernama Elzio itu."Diam! Kau hanya orang luar!" "Iya, sayangnya orang luar ini akan segera masuk dalam kehidupan mantan istri anda!" jawabnya tegas."Jangan mimpi! Saya tak akan pernah menceraikan Tari. Kami sudah punya tiga anak. Mana mungkin kami berpisah lalu mengorbankan anak-anak."Laki-laki itu tertawa terbahak-bahak. "Anda

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 20

    "Kira-kira laku berapa, ya, Ar?" Tanya Mama ketika kami sedang makan."500juta lebih itu, Ma!" Timpal Rani. "Kalau laku segitu, belikan aku kalung ya, Mas!" Lanjutnya."Kok kalung, kalian kan belum punya rumah." Timpal Mama."Kan sementara bisa tinggal disini, nemenin Mama." Jawab Rani sembari tersenyum. Aku melirik ke arah Mama yang tampak tak suka."Kalau sementara, boleh. Tapi, kalau selamanya, ga bisa." Mama menekan ucapannya."Nanti selesai kuliah Monik pasti akan tinggal disini."lanjutnya lagi."Iya, Ma. Tenang aja. Arsen pastikan sebelum Monik selesai pendidikan. Arsen dan Rani sudah memiliki rumah sendiri." "Bagus. Kalian harus mandiri. Kayak dulu sama Tari." Sahut mama. Hal itu membuat Rani mencebikkan bibir. Beruntung Mama tak melihat reaksi Rani.Hampir dua Minggu aku dirumah saja. Pemasukan tak ada. Kami makan dari hasil penjualan perhiasan Mama."Gimana rumah sudah laku, Ar?" Tanya Mama.Aku yang masih kebingungan mencari dokumen rumah itu hanya diam."Arsen!" Sentak Ma

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 19

    "Lho, mau dibawa kemana perabotan Arsen? Hentikan! Ini bukan punya Tari!" Teriak Mama."Tari, hentikan! Ini barang-barangku! Kamu ga ada hak untuk membawa ini semua!" Aku pun ikut mencegah. Tapi, tak ada yang mempedulikan. Tari, sibuk mengarahkan orang-orang sewaan nya untuk mengangkut barang.Hampir sejam semuanya beres dimasukkan ke dalam truk. Meski Mama berteriak-teriak melarang, percuma mereka bekerja seperti tak punya telinga.Rumah sudah kosong melompong. Sofa, lemari bahkan karpet dilantai saja dibawa Tari. Hanya kasur rusak dikamar utama yang tersisa."Itu kado pernikahan dariku."lirih Tari tanpa menatapku sama sekali."Dek, tolong, mas minta maaf." Aku menarik tangannya. Tapi, perempuan itu menepis kasar."Kamu ga ingat perjanjian kita, Mas? Jika kamu menikah, semua yang pernah kita miliki bersama menjadi milikku dan anak-anak. Bersyukur kamu masih kuijinkan untuk tinggal.""Tapi, aku masih suamimu!" Aku memelas. Gimana aku hidup jika semuanya dibawa oleh Tari."Apa kamu ga

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 18

    Seharian mereka di kamar. Tak ada tanda-tanda anak-anak berada disana. Beberapa kali aku mengetuk pintu, tapi tak ada sahutan. Hanya Bik asih, pembantu Tari yang bolak-balik di dapur. Dia samanya dengan Tari. Tak buka suara walau sudah dibentak Mama. Apa yang disuruh Mama dianggap angin lalu."Ran, kamu masak gih sana. Mama laper." Ujar Mama pada Rani yang duduk santai di sofa. Rani menatapku.Aku membuang pandangan ke jendela. Enak aja, aku capek habis membereskan kamar yang ditinggalkan Tari tadi. Sekarang, harus masak pula."Masak apa, Ma? Itu kan ada pembantu?" Rengeknya."Kamu ga liat. Mama ga dianggap sama sekali. Jangankan membantu, menjawab mama pun dia tak mau!"Rani membuang napas kasar. Lalu bangkit menuju dapur. Biar dia belajar menjadi istri. Jangan hanya bisa bersantai-santai."Ma, masak apa? Kompornya ga ada. Ini kulkas juga udah dicopot kabelnya, ga ada apa-apa di dalamnya, kosong." Teriak Rani. Mama bangkit dengan kesal. Aku tak peduli, masih sibuk mencari lowongan ke

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 17

    Mama mengambil kesempatan masuk ke dalam rumah di saat Tari sedang sibuk di wawancara. Aku tak sempat menyimak karena ditarik Mama dan duduk di ruang tamu. Ibu tari yang melihat kami, terdiam. Mungkin malu untuk berteriak takut nanti malah akan memancing kegaduhan.Hampir tiga puluh menit kami menunggu, hingga orang-orang seperti wartawan itu pergi. "Tak tau malu kalian ini! Tak menyangka bisa seapes ini saya punya besan!" Sentak Ibu begitu masuk dan melihat kami duduk dengan santai."Tenang Bu Siti. Justru ibu beruntung punya besan seperti saya. Kalau pun Arsen akhirnya menikah lagi, dia tetap akan bertanggungjawab kok dengan Tari dan anak-anak." Sela Mama."Halah, omong kosong, janji kampanye!" Cibir ibu nya Tari.Bersyukur tak ada Mas Fatan. Mobil putihnya juga tak terlihat diluar. Kemungkinan sedang pergi sama anak-anakku, entah kemana. Karena sedari tadi aku juga tak melihat anak-anak di rumah ini. Tak lama Rani datang dengan menaiki ojek online. Perempuan itu menggeret koper ya

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 16

    Rani tiba-tiba masuk. "Wah, ada rapat keluarga?" Serunya. Aku memberi kode agar Rani menyalami keluarga Tari. Tapi, perempuan itu justru masuk ke kamar utama dimana itu adalah kamarku dengan Tari. Tanpa kuduga, Tari berjalan cepat lalu menarik rambut Rani ke belakang, hingga perempuan itu menjerit-jerit dan berusaha melepaskan tangan Tari yang mencengkram erat. Aku terpaku. Kaget dengan reaksi Tari."Ini rumahku, kamarku, dan ini istanaku. Kau boleh mengambil laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi mantan suamiku itu, tapi jangan pernah menginjakkan kaki disini! Ini milikku juga anak-anak ku!" Tari melepas genggamannya sambil mendorong Rani ke arahku. Ibu dengan sigap mendekat, aku kira akan membantu Rani, ternyata mau memeluk anak perempuannya yang terba kar emosi. Tangisnya pecah. Tapi tidak dengan Tari."Dek, tolong kita bicarakan ini baik-baik tanpa emosi!" "Gimana ga emosi? Lu membawa perempuan ini kehadapan istri yang sering lu sakiti. Dan meminta dia untuk menerima kalian d

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 15

    Mas Fatan yang masuk kembali ke dalam rumah tanpa memperdulikanku. Hah! Kenapa malah jadi begini. Aku akhirnya pulang. "Gimana? Dapat pekerjaannya?" Tanya Mama tak sabar."Ma, Arsen bukan melamar kerja, Tapi, ke rumah. mau ketemu Tari dan anak-anak. Mereka malah ga ada.""Ga ada? Emang pada kemana? Perempuan kampungan itu pasti pulang ke rumah ibunya." Aku menghela napas dalam dalam. "Ga ada, Ma. Tari ga kesana. Tadi, kata pembantunya, Tari pergi sama seorang laki-laki. Arsen ga tau siapa.""Pembantu? Ga salah kamu, Ar? Dih, ngimpi punya pembantu. Jangan jangan dia ngarepin kamu buat menggaji pembantu itu, Ar." Mama menatapku lekat."Katanya sih, bukan, Ma. Tari yang menggaji sendiri."Ya udah, kalau gitu kamu pulang sana. Ajak aw aww qw QQ QQ bunuh-bunuhgerepotin dia. Yang penting jangan sampai kamu yang disuruh menggaji pembantu itu." Aku kembali menarik napas dalam-dalam."Rani ga mau pindah, Ma. Dia nyaman disini." Ujarku memelas."Tapi, mama yang ga nyaman. Tadi, ibu sama bapakn

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    bab 14

    "Lho, kok gitu?""Kata mereka pernikahan dengan polemik poligami itu rawan kegaduhan yang akan menganggu kinerja karyawannya.""Astaghfirullah, trus gimana, Ar? Gimana dengan kita setelah ini? Kuliah adikmu juga gimana?" Tanya Mama panik. Tentu saja aku juga sama paniknya. Mau cari kemana uang 10juta sebulan untuk biaya Mama juga adikku. Belum lagi biaya untuk Tari dan anak-anak. Sekarang ditambah dengan adanya Rani. Duh, Tuhan. Kenapa setelah melaksanakan Sunnah nabi, hidupku jadi kacau begini."Eh, tutup botol! Elu bukan melaksanakan Sunnah Nabi, tapi memuaskan hawa na*su! Sunnah Nabi tidak mendzolimi makhluk Allah yang lain. Tapi, nyatanya elu, menyakiti Tari dan juga anak-anak lu. Kebayang ga betapa terlukanya dia. Dan lu ga mikir, gimana perasaan mertua lu? Saat anak perempuannya disakiti seperti itu. Mikir lu!!" Sentak Remon tadi sebelum berlalu. Aku mengusap wajahku kasar."Mas, aku habis cek out nih si shop*, tranf*rin dong!" Rani datang dengan ponsel ditangannya."Rani, Arsen

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status