Share

Mengadukah? (5)

Author: Mutiara Sukma
last update Last Updated: 2024-12-12 17:00:41

Keesokan harinya sebuah pesan membuat rasa didada jadi tak biasa.

[Hai, Arsen. Ini Rani. Apa kabar? maaf ya, aku lancang menghubungi kamu. Tadi, aku ke rumah mama. Eh, malah Mama ngasih nomor hape kamu ke aku.]

Sebuah senyuman terbit begitu saja. Aku memperbaiki duduk lalu dengan cepat membalas pesan itu.

[Hai juga, Ran. Aku sehat, kamu gimana? wah, udah lama kita ga ketemu? aku kira kamu masih di Batam?] pesan terkirim.

Sepengetahuanku Rani dulu merantau ke Batam. Bekerja disana. Karena itu hubungan yang sempat pernah terbina menguap begitu saja. Aku pun sibuk bekerja lalu menikah dan lupa dengan perempuan yang pernah menjadi primadona sewaktu SMA itu.

[Enggak. Aku udah balik lagi ke Jakarta. Tadinya aku ingin mengulang kisah kita. Ga disangka kamu sudah menikah, hehehe aku telat, ya!]

Garis bibir terus saja melengkung. Aku yakin Rani sedang memberi kode padaku.

[Ya, begitu lah, Ran. Dulu itu masa lalu. Tapi, kalau kamu mau punya masa depan dengan lelaki yang sudah punya anak ini, aku sih masih menunggu. Sulit melupakan orang yang pernah mengisi hati ini.] terkirim.

Aku menunggu balasan, tapi pesan itu hanya dibaca. Mungkin, Rani sedang sibuk. Dia kan seorang perawat. Aku menyimpan kembali ponsel di dalam saku dan melanjutkan pekerjaan. Seharian mood-ku membaik. Apalagi Tari juga tak mengirim pesan atau menghubungiku. Tak apalah, aku juga muak mendengar keluhannya itu.

***

Dua hari kemudian, Tari kembali. Aku yang baru pulang kantor menatap heran dengan rumah yang tak seperti kemarin. Dari ujung ke ujung sangat rapi. Anak-anak juga anteng bermain di kamar. Meski disana tak ada celah yang tak bertaburan mainan. Setidaknya, ruang tamu dan kamar tidur lebih sedap dipandang mata.

"Kamu sudah pulang?" sapaku pada Tari yang rebahan sambil memainkan ponselnya. Perempuan itu tampak kaget. Bangkit lalu menaruh benda pipih itu dan menyalamiku.

"Sudah!" jawabnya singkat. Kemudian berlalu keluar. Aku mendekati Abrar yang tampak pulas, bayi tiga bulanan itu terlihat bersih, aroma minyak telon menguar dari tubuhnya.

Tak lama Tari masuk dengan secangkir teh hangat ditangan. Perempuan itu masih dengan penampilan yang sama baju daster dengan warna mulai pudar dan rambut yang tergelung asal. Membosankan.

Aku menerima teh itu dan menyesapnya pelan. Suasana mendadak canggung. Tari sendiri kembali meraih ponsel dan bersikap acuh.

"Mas Fatan masih dirumah?" tanyaku basa-basi. Apa peduliku sebenarnya dengan Abang ipar yang sombong itu. Entah apa pekerjaannya, bertahun-tahun tak pulang. Jarang juga berkirim uang. Sehingga, Ibunya yang sudah tak muda lagi itu harus berdagang di pasar demi memenuhi kebutuhan hidupnya. 

"Masih." jawabnya tanpa menoleh padaku. Aku jenggah. Setelah mengganti pakaian, aku keluar dari kamar dan duduk diruang tamu memainkan ponselku. Lebih baik melanjutkan kisah yang pernah kandas dulu biar ga bete.

Entah sudah berapa lama aku sibuk berbalas pesan dengan Rani, hingga tak sadar hari sudah larut. Aku kembali masuk ke kamar. Tari sudah tertidur memeluk bayi kami. Wajahnya terlihat lelah. Kasian. Tapi, emang itu lah resiko menjadi seorang istri, iya kan?

Kembali keluar dan melihat ke kamar sebelah. Alif dan Ammar pun sudah tidur. Tadi, sempat rame teriakan mereka minta makan. Tapi, aku tak hiraukan. Terlalu sayang meninggalkan ruang chat bersama Rani. Akhirnya aku terpaksa makan sendiri, menyiapkan semuanya sendiri. Tak berani membangunkan Tari yang terlihat berbeda dari biasanya.

Keesokan paginya, suasana kembali berisik seperti biasa. Tari sibuk di dapur sambil mengendong Abrar yang rewel.

"Ma, tas Abang mana?" teriakan Alif dari kamar.

Belum lagi tangisan Ammar yang maunya mandi dengan mamanya. "Sebentar sayang, Mama lagi nanggung nih!" jerit Tari tanpa menghentikan gerakan tangannya mengaduk nasi goreng dalam wajan.

"Dek, liat kemeja putih lengan pendek Mas ga?" tanyaku. Aku ingin memakai kemeja yang baru beberapa minggu lalu kubeli itu. Hari ini aku sudah janji sama Rani. Baju putih itu pasti terlihat elegan dan berwibawa.

"Ada di lemari itu, Mas. Coba cari lagi!" perempuan itu kembali menjerit tanpa mendatangiku. 

"Ga ada! kalau ada aku ga nanya!" sentakku kesal.

Tak lama Tari datang. Abrar dalam gendongannya menatapku lalu menangis ingin ikut. Aku cuek. Kalau harus menggendong anak dulu, kapan ke kantornya. Hanya beberapa detik, kemeja yang dimaksud sudah ada ditangan Tari lalu menyerahkan padaku tanpa kata.

"Makasih, Sayang." Tari tak menjawab. Dasar! liat aja kalau aku bawa Rani kesini, baru sadar jika aku tak patut untuk diabaikan.

Sarapan sudah tersedia diatas meja. Abrar sudah tidur dan kembali ke kamar. Tari bukannya menemaniku sarapan malah sibuk dengan anak-anaknya dikamar mandi. Dengan kesal aku bangkit.l meninggalkan nasi yang baru separuh aku makan.

"Tari, aku berangkat dulu!" teriakku.

"Ya!" sahutnya. Si4l, bukannya berlari mengantarkan suami berangkat kerja malah dicuekin begini. Aku pun melajukan kuda besiku setelah meyakinkan jika Tari benar-benar tak nonggol. Keterlaluan.

Seharian perempuan itu juga tak lagi meneleponku. Syukurlah, dia kena mental setelah kunasehati dan dimarahi mama.

"Gimana istrimu, Sen?" tanya Mama dari seberang sana.

"Aman Ma, dia udah berhenti mengeluh. Ga bikin bete lagi!" sahutku.

"Bagus lah! emang harus tegas sama istri. Jangan sampai kamu disepelekan sama dia. Trus Rani gimana?" goda Mama.

"Ah, Mama. Arsen sama Rani hanya temenan kok. Nanti siang kami berjanji bertemu."

"Nah, gitu dong. Mama pengen punya menantu seperti Rani. Pasti, bahagia sekali mama akan diperhatikan. Setelah kakakmu menikah, Mama kesepian dirumah."

"Ga mungkin rasanya untuk menikah, Ma. Tari gimana?"

"Halah, itu ga usah jadi penghalang. Orang kalau punya istri kayak Tari juga ga akan ada yang betah." 

Benar juga Mama. Mana tahan mendengar keluhannya, melihat rumahnya yang tak pernah bersih. Baru sekarang aja, rumah terlihat seperti rumah. Biasanya seperti kandang.

Jam kerja usai. Aku segera keluar. Tak sabar mau bertemu Rani.Hanya tiga puluh menit, aku sampai di sebuah kafe. Di ujung ruangan itu terlihat seorang wanita dengan pakaian yang begitu sek si melambai padaku. Wah, parah ni. Dadaku berdebar kencang. Dan ada sesuatu yang tak biasa begitu jarakku sudah begitu dekat. Rani berdiri sambil mengulurkan tangannya.

"Kamu makin ganteng aja, Sen." pujinya ketika tangan halus itu menggenggam tanganku.

"Kamu juga makin cantik, Ran. Awet muda. anakmu udah berapa?" tanyaku jelas hanya basa basi busuk. karena aku tau Rani belum menikah.

"Anakku masih bersama kamu kayaknya, Sen?" sahutnya sambil mengedipkan sebelah mata.

"Ah kamu bisa aja."

Wajahku bersemu. Rani masih sangat asik seperti dulu. jadi kangen. Obrolan seru itu terhenti ketika ponselku berbunyi.

Tari?

mau apa dia? mau ngeluh lagi?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ambarwati Gt
bibit- bibit perselingkuhan kelihatan,.
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki mertua biadab ntar segera dpt balasanya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Kepergian Tari (6)

    "Mas, aku ke rumah Ibu. Ibu sakit." tanpa salam Tari langsung mengutarakan maksudnya."Oh, ya sudah. Hati-hati, ya." "Iya."Sambungan langsung terputus. Aku mengernyit heran. Tumben dia ga minta u4ng. Biasanya pasti minta jatah jajan anak-anak atau untuk belanja selama tinggal di rumah Ibunya."Kenapa?" Rani menatapku lekat."Gapapa, istriku pamit mau ke rumah Ibunya. Biasa mertua lagi sakit.""Oh ..." sahutnya sembari mengangguk-anggukkan kepala."Eh, istriku kamu yang buka toko kue itu bukan sih, Ar?""Toko kue? toko kue apaan? istriku jangankan bikin kue, menyapu rumah aja dia ga sempat." aku terkekeh."Hah? serius? tapi, toko kue Lestari Jingga itu punyamu kan?" aku makin melebarkan tawa.Bagaimana mungkin mau punya toko kue. Walau nama toko itu hampir mirip dengan nama Tari, tapi mustahil. Mana mungkin."Tari itu kalau dirumah kerjaannya main hp. Setiap pulang kerja hal yang bikin kita selalu cekcok itu ga jauh-jauh karena urusan rumah yang ga keurus. Hah, aku udah capek, Ran. A

    Last Updated : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Gosip (7)

    "Ngapain kamu kesini?" Kedatanganku disambut tatapan tak bersahabat dari Mas Fatan. Aku mengulurkan tangan. Namun, Mas Fatan buang pandang seakan tak sudi berjabat denganku. Aku pun menurunkan kembali tangan yang menggantung di udara."Maaf, Mas. Tari dan anak-anak kemana, ya?" Tanyaku sembari melihat ke dalam rumah yang sepi."Tari ga ada!" Cetusnya."Kemana, Mas?" Buruku menahan rasa penasaran. Jam sudah menunjukkan angka delapan malam. Kemana Tari selarut ini? "Yang pasti tidak sedang mengubar aib ataupun mengadu pada orang lain atas lelahnya dia menjadi istri yang dituntut kuat dan tak boleh mengeluh!"Degh!Apa maksudnya? Belum sempat otakku mencerna ucapan Mas Fatan. Laki-laki itu masuk ke dalam tanpa berkata sepatah katapun padaku, pintu pun di tutup kasar. Aku terduduk di kursi rotan yang tersedia di teras rumah itu. Tak menyangka kedatanganku justru membuat sakit hati begini [Dek, kamu dimana? Aku ada dirumah, Ibu! Cepat pulang!] Aku mengirim pesan setelah beberapa kali pan

    Last Updated : 2024-12-18
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Ada Yang Disembunyikan Tari (8)

    "Papa ..." Alif dan Ammar meninggalkan mainan dan berlari ke arahku. Anak tampak begitu rindu. Hampir sebulan tak bertemu, wajar saja. Kami berpelukan. Tari berdiri sambil mengulas senyum. Ada yang beda, Tari kini terlihat lebih bersih dan cantik."Kamu sudah pulang, sayang?" Sapaku, Tari menyambut tanganku yang terulur padanya. Perempuan itu mengangguk. Matanya berbinar."Maafkan aku, Mas. Aku salah selama ini. Sekarang aku sadar, kamu benar. Mulai hari ini aku akan berubah. Dan aku punya kabar bahagia untuk kamu." Aku gemetar mendengar ucapan tari yang terlihat bersemangat. Tapi, dia juga harus tau kabar bahagia yang akan aku sampaikan. Mungkin bahagia untukku tak tau untuknya."Nanti kita ngobrol ya, Dek. Mas bersih bersih dulu." Tari mengangguk. Alif dan Ammar masih memegang kedua tanganku. Kami beriringan masuk ke dalam. Rumah rapi, wangi dan benar benar berubah 180 derjat. Semua hal itu makin membuat suasana hati membaik."Kamu pasti capek ya, seharian membereskan rumah?" ujark

    Last Updated : 2024-12-19
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Yang Penting Istri Kedua Bahagia (10)

    "Tari sudah tau jika Arsen mau menikahi Rani, Ma." Ujarku di telpon pada Mama."Wah, bagus dong! Kamu bisa segera melamar Rani. Mama akan persiapkan semuanya. Kamu mau acara besar-besaran atau gimana?" Tanya Mama. Aku terdiam. Di kantor ini ada larangan karyawannya punya istri lebih dari satu. Jika aku membuat acara dan mengundang teman-teman di sini nyari ma_ti namanya."Acara biasa aja, Ma. Takut nanti ketauan sama orang kantor.""Oke lah. Kamu siapkan dananya biar Mama yang bereskan." "Makasih, ya, Ma.""Iya. Yang penting anak Mama bahagia. Ga capek melihat rumah yang selalu berantakan. Kamu ga salah pilih. Rani memang sudah sangat yang terbaik." Aku tersenyum. Meski ada bisikin yang mengatakan jika apa yang aku lakukan sekarang akan menjadi penyesalan yang teramat dalam nanti. Tapi, itu hanya felling saja. Tak mungkin terjadi. Pilihanku ini pasti benar.Jam sudah menunjukkan angka lima. Aku bergegas hendak pulang."Buru buru amat lu!" Sentak Remon."Iya, ada janji." Sahutku sing

    Last Updated : 2024-12-22
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Abrar sakit (10)

    Aku menghela nafas panjang lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Bersih bersih lalu keluar meninggalkan Rani yang masih dalam posisi yang sama."Arsen, itu saudara-saudara Rani kok masih pada disini sih?" bisik Mama begitu aku keluar kamar. Mataku langsung tertuju pada orang-orang yang masih pada tidur diruang tamu beralaskan karpet. Sebagian duduk diluar sambil membakar ro kok dengan santainya."Sabar, Ma. Hanya sebentar, nanti mereka pasti pulang." "Tapi, ga ada yang mau bantuin Mama. Lihat cucian piring menumpuk dan rumah berantakan, ya ampun!" Mama mengaruk kepalanya kasar."Rani belum bangun, ya?" tanya nya lagi. Aku menggeleng."Kamu ga bisa bilang sama mereka, yang muda muda itu lho. Bantuin Mama di dapur. Mama kan juga capek habis pesta kemarin." ujar mama memelas. Aku menoleh sekilas pada saudara-saudara Rani yang masih tidur pulas. Mereka terpaksa menumpang disini karena rumah Ibunya Rani tak muat. Rani pun sudah tidak ngekost lantaran mau tinggal dirumah Mama katanya.

    Last Updated : 2024-12-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Laki-laki Bersama Tari (11)

    Sekitar sejam aku sampai. Dengan modal bertanya-tanya pada perawat aku sampai diruangan dimana Abrar di rawat. Ruang VIP, gila! Tari, siapa yang mau bayar tagihannya? awas aja kalau sampai meminta padaku. Siapa suruh memesan ruangan mahal begitu. Aku mana punya uang? udah habis untuk pesta kemarin."Dek?" langkahku terhenti begitu melihat sepasang anak manusia berjalan bersisian di depanku. Aku tau persis siapa perempuan yang memakai dress biru selutut dengan rambut sepunggung dan bergelung itu, pasti Tari. Perempuan yang sedang ngobrol laki-laki berjas putih itu menoleh. Begitu juga dengan lelaki disebelahnya. Benar itu Tari. Wajahnya langsung berubah."Ya sudah, nanti kalau ada apa-apa kabari aku segera, ya." laki-laki yang kutebak adalah dokter yang menangani Abrar itu melempar senyum pada Tari. Tari membalas senyum itu sambil mengangguk. Hatiku kenapa terasa panas begini?Setelah dokter itu pergi, Tari dengan cuek melanjutkan langkah membuatku sedikit berlari mengejar."Kenapa kamu

    Last Updated : 2024-12-27
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 12

    "Ma, kita ke rumah baru aja. Alif ga mau disini, ga enak!" seru Alif, yang kutangkap. Aku masih belum memberanikan diri masuk, duduk di kursi teras, berharap Tari menghampiri dan menanyakan kabarku juga."Sabar ya, Sayang. Dedek baru sembuh. Nanti kalau dedek Abrar udah pulih, kita ke rumah baru lagi." bujuk Tari."Hore, sama Om Dokter juga ya, Ma. Alif mau main ke timezone lagi, sama Om dokter. Seru!" pekik Alif.Degh! pergi sama Om Dokter. Jangan-jangan benar laki-laki tadi itu selingkuhan Tari? lalu perempuan itu dibelikan mobil dan digratiskan bayar pengobatan Abrar?Rahangku mengeras. Kurang aj*r Tari! tanganku mengepal kuat. Tapi, tak berani masuk karena ada Mas Fatan, Ibu juga seorang perempuan yang kutebak adalah calon istri Mas Fatan."Iya dong, sama Om dokter. Kan Om dokter sekarang yang jagain Alif, Ammar, Abrar dan Mama Tari? ya kan, Tari?" kini suara Mas Fatan terdengar nyaring. Jelas dia sedang memanas-manasiku. Si*l!Dengan api cemburu yang masih sangat membara aku bang

    Last Updated : 2024-12-29
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 13

    "Selamat, ya!" Ucap Pak Hari begitu aku duduk di depannya. Aku mengernyitkan kening."Selamat untuk apa, Pak?" Tanyaku meski dada ini sudah berdebar kencang. Firasatku mengatakan hal yang buruk akan terjadi. Keringat dingin mulai mengucur dari dalam pori-pori."Selamat untuk kinerja Anda!" Pak Hari tersenyum. Aku menghela napas lega."Anda baru sembuh kan?" Aku mengangguk cepat. "Ini buktinya, Pak. Surat keterangan dari dokter." Aku menyerahkan amplop berisi keterangan bahwa aku memang sakit beberapa hari ini. Pak Hari menerima dengan senyum yang tak biasa. "Oh, diare." Lirihnya setelah membaca surat itu sambil mengangguk-anggukkan kepala."Iya betul, Pak." Sahutku. Ternyata tadi hanya sekedar ketakutan saja karena aku berbohong."Ini surat keterangan dari perusahaan. Silahkan anda buka sendiri. Semoga ga makin ber ak-ber ak, ya." Aku menerima amplop coklat yang diserahkan Pak Hari dengan bingung.."Maksudnya saya dikeluarkan, Pak?" Tanyaku setelah membuka dan membaca isi surat dal

    Last Updated : 2025-01-03

Latest chapter

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 102

    Aku pun segera menyiapkan diri. Bersyukur asip masih banyak di kulkas. Sehingga aku tidak usah khawatir meninggalkan Alisha dan Aleeya."Ibu ikut." "Bu, biar Tari dan Mas Nadhif aja. Ibu tolong jagain anak-anak dirumah ya, Bu. Khawatir Bik Mira kewalahan jika mereka menangis.""Nanti kalau terjadi apa-apa dengan kamu gimana, Nduk?""InsyaAllah gapapa, Bu. Tari masih ingat jurus taekwondo yang dulu pernah tari pelajari kok.""Kamu habis melahirkan, Nduk. Luka di perutmu masih belum sepenuhnya sembuh. Ibu sungguh sangat khawatir, Nduk. Bagaimana kalau kita melaporkan ke polisi.""Ga usah dulu, Bu. Kita belum ada alasan untuk melaporkan kepada polisi. Wildan dibawa oleh ibu kandungnya. Polisi tidak akan menindak laporan kita."Ibu terdiam. Tapi, wajahnya masih saja menyimpan rasa cemas."Ibu do'akan saja, ya. InsyaAllah gapapaa." Tuturku."Iya, Bu. Nadhif akan menjaga Tari. Jika ada apa apa Nadhif akan menelpon polisi."Ibu tertunduk. Hingga akhirnya beliau menganggukkan kepalanya."Hat

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 101

    "Mas kemarin nengokin Wildan kan? Gimana keadaannya?" Aku langsung mencecar Mas Nadhif dengan pertanyaan."Mas tak tau, Dik." Jawabnya pelan."Tak tau gimana? Kan kamu kemarin ke rumah Mbak Erna!" Suaraku sedikit meninggi. Agak gemas dengan jawaban dari suamiku itu.Mas Nadhif tampak salah tingkah. Sebelah tangannya menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal. Sesekali dia menatapku lalu kembali menunduk. Ibu pun menunggu jawaban dari menantunya itu dengan wajah penuh rasa penasaran."Kemarin Mas hanya ketemu Erna di kafe. Wildan ga ikut." Jawabannya membuat darahku kembali mendidih."Astaghfirullah, Mas! Mungkin memang udah takdirku kali ya, dapat suami yang ga amanah. Kalau masih tersakiti begini, buat apa aku menikah!" Suaraku bergetar hebat. Dada ini terasa sesak."Nduk ... Sabar ... Orang terdekat juga bisa menjadi ujian untuk kita. Jangan bicara seperti itu. Semua yang terjadi merupakan takdir yang harus kita jalani.""Tari capek, Bu. Mending jadi janda kalau punya suami hanya mena

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 100

    "Keterlaluan mana membiarkan kamu pergi dengan perempuan yang jelas jelas ada hubungan dengan kamu di masa lalu? Maaf ya, Mas. Kalau kamu mau mesra mesraan dengan dia, mau so sweet, sweet an. Monggo! Silahkan. Sekalian kamu jangan pernah balik lagi ke rumah ini!"Mas Nadhif tertegun mendengar ucapanku yang berani. Aku sudah muak dengan drama laki-laki tak tau diri. Lebih baik memutus hubungan dari sekarang dari pada terulang lagi kejadian seperti dulu. Kebodohan yang nyatanya membuat hatiku membeku Tanpa menunggu jawaban darinya aku pergi begitu saja. ***Sudah dua hari Wildan pergi. Dua hari pula hubunganku dengan Mas Nadhif terasa dingin. Aku tak peduli. Aku menyibukkan diri dengan anak anak. Dan mulai menulis novel baru.Wildan sendiri dengan intensif mengirimkan aku pesan. Aku sengaja memberinya ponsel tanpa sepengetahuan Mas Nadhif. "Dik, mau sampai kapan kita seperti yang ini?" Mas Nadhif menghampiriku yang tengah mengetik di ruang kerja."Terserah.""Mas minta, Maaf." Lirihn

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 99

    "Mas minta maaf, Dik. Mas lelah."Aku diam saja. Wildan akhirnya mau tinggal sementara di rumah perempuan itu demi tak melihat aku dan ayahnya bertengkar."Bicaralah, Sayang. Mas akui Mas salah. Tapi, kali ini Mas mohon. Berikan kesempatan untuk Erna dekat dengan anaknya."Aku membalikkan badan. Menatap laki-laki yang telah menjadi suamiku itu duduk di pinggir ranjang."Terserah. Aku bukan Ibunya. Apapun yang kamu putuskan pada Wildan itu hak kamu. Aku tidak mau ikut campur." "Dik, plis jangan seperti ini."Aku kembali membelakangi Mas Nadhif. Aku tak suka laki-laki yang mudah dikuasai perasaannya oleh orang lain. Biar saja dia mikir sendiri. Baik buruk nya dia juga yang merasakan. Yang penting kelima anakku tetap dalam kendaliku. Walau, terkesan egois. Sebab, sakit sekali hatiku mendengar ucapan Mas Nadhif tadi.***Keesokan harinya, perempuan itu datang. Kali ini penampilannya sangat berbeda. Muka pucat tanpa irisan. Baju nya pun hanya piyama longgar yang menutupi tubuh kurusnya. D

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 98

    "Saya tak akan pergi sebelum membawa Wildan tinggal dirumah saya.""Silahkan saja. Jika ingin tubuhmu yang kau obral dengan pakaian seksi itu di raba raba security saya. Saya tinggal teriak lalu mereka akan datang menarik kamu pergi dari sini."Dia gelagapan. Dengan cepat dia meraih tas tangannya di atas meja."Saya tak akan menyerah!" Ancamnya dengan wajah penuh amarah dia pergi lalu menaiki mobil merah yang terparkir di halaman rumah."Kenapa, Nduk?" ibu tergesa menghampiri. "Kenapa dia marah?" Lanjut Ibu khawatir.Aku kembali duduk. Mengingat wajah perempuan yang penuh amanah tadi. Sungguh tak terlihat dia adalah wanita yang sedang sek*rat."Aneh, Bu. Dia ngotot untuk membawa Wildan. Dan Tari juga ga melihat dia seperti orang yang sakit keras."Ibu menoleh ke arah mobil merah yang sudah menghilang dibalik gerbang. "Jangan jangan dia berbohong, Nduk.""Tari curiga seperti itu, Bu. Tapi, kata Mas Nadhif dia melihat sendiri hasil pemeriksaan medis mantan istrinya itu."Ibu duduk dis

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 97

    "Ga perlu Mas jawab, aku paham kok."Mas Nadhif langsung meraih tanganku."Demi Allah, Dik. Mas sangat mencintai Adik. Dia hanya masa lalu yang tiba-tiba datang dan seakan membuka kembali luka yang telah lama Mas lupakan."Laki-laki itu menunduk menyembunyikan wajahnya yang mungkin sekarang sedang menahan tangis. Pasti sangat sakit ditinggal lagi sayang sayangnya. Apalagi dengan cara pengkhianatan yang sangat menyakitkan seperti yang dilakukan perempuan itu."Mas, aku gapapa kok, jika memang Mas harus menemui dia. Mungkin dengan kalian bicara, semua luka dihati Mas akan sembuh.""Gak! Ga Dek. Biarlah luka itu menjadi penghalang bagi Mas untuk melukai wanita lain. Mas tak mau adik sakit dengan masa lalu Mas."MasyaAllah, kenapa sekarang aku yang berkaca-kaca. Jujur, sebenarnya aku juga cemburu jika Mas Nadhif harus kembali membuka komunikasi dengan mantan istrinya itu. Rasanya tak ikhlas jika dia kembali datang tanpa perasaan bersalah lalu mendekati suami dan anakku. Kemarin kemana aja

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 96

    Mataku berkaca-kaca. Bukan sedih, tapi terharu. Perhatian yang begitu besar dari suamiku menambah imun dan meningkatkan iman. Sehingga aku tak pernah merasakan stres walau setelah melahirkan dua bayi dalam satu waktu."Jangan nangis. Malu dong udah gede." Aku menghambur ke pelukan Mas Nadhif. Bibirku tak henti-henti mengucapkan terimakasih."Maaf ya, perawatannya terpaksa dirumah. Mas khawatir dengan kesehatan adik, jika kita keluar rumah sementara adik baru habis operasi.""Gapapa, Mas. Begini aja aku udah bahagia sekali. Makasih, Ya, Mas."Mas Nadhif mengangguk sambil mengusap lembut kepalaku. Hari ini aku merasa menjadi diriku yang dulu lagi. Creambath, perawatan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Hingga tanpa terasa waktu sudah menjelang siang. Adzan Zuhur terdengar dari mesjid di kampung sebelah. Aku meminta menyudahi kegiatan siang ini. "Anak anak ga rewel kok, Sayang. Kamu lanjutkan saja dulu." Mas Nadhif yang mendengar keluhanku terus meyakinkan."Kasian, Mas. Mereka pasti

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    95

    "Erna, mantan istri Mas. Usianya tak lama, dokter memperkirakan tinggal 2 bulan lagi, Dik.""Ya Allah ..." Aku spontan menutup mulut dengan tangan. Walau sudah tak ada hubungan apa-apa diantara mereka, tapi aku cemburu. Aku dapat melihat rona sedih di wajah Mas Nadhif. Wajar sih bagaimanapun perempuan itu adalah ibu dari Wildan. Hubungan mereka takkan pernah terputus."Jadi bagaimana, Mas?"Mas Nadhif menatapku dengan tatapan yang sulit diartikan. Lama kami sama-sama terdiam."Erna minta Wildan untuk menemani di hari-hari terakhirnya."Degh.Apa yang harus aku lakukan, Tuhan. Aku ingin melarang tapi perempuan itu mempunyai hak sebagai ibunya. Membiarkan Wildan tinggal sementara dengannya, entah kenapa hatiku tak rela."Menurut Mas, gimana?"Mas Nadhif menghela napas panjang. Lalu membuang pandang ke arah jendela."Dia sudah meninggalkan Wildan sejak lama. Bahkan, anak itu mengira ibunya sudah meninggal. Mas bingung. Jika membiarkan Wildan ikut mamanya, pasti dia akan sangat tak nyama

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 94

    "Selamat ya Bu, Dua putrinya lahir dengan selamat, sempurna tanpa kurang suatu apapun."Putri? Sungguh dua anakku bayi bayi perempuan? Air mata jatuh di sudut mataku. Tak terbayang bahagianya Mas Nadhif, jika tahu anak kami keduanya perempuan. Dokter pun menyerahkan satu persatu bayi itu untuk kucium."Selamat datang, Sayang. Terimakasih sudah hadir dirahim Bunda ..." Bayi mungil itu diam begitu menyentuh tubuhku. Dada rasanya meledak karena begitu bahagia. Terimakasih ya, Allah ..***Setelah kondisi stabil aku pun dipindahkan ke ruang perawatan. Mas Nadhif menghampiriku dengan wajah berbinar begitu pintu ruang operasi terbuka."Sayang, dua anak kita sesuai harapan." Bisiknya. Berkali-kali dia mencium tanganku lalu beralih ke kepala."Terimakasih, Sayang .. terimakasih ..."Aku hanya mengangguk. Setetes air menetes lagi di ujung mata. Alhamdulillah ya Allah.Seminggu aku dirawat, akhirnya diperbolehkan pulang. Meski luka bekas operasi belum lah sembuh total karena tentu saja akan mem

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status