Share

Mengadukah? (5)

Penulis: Mutiara Sukma
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 17:00:41

Keesokan harinya sebuah pesan membuat rasa didada jadi tak biasa.

[Hai, Arsen. Ini Rani. Apa kabar? maaf ya, aku lancang menghubungi kamu. Tadi, aku ke rumah mama. Eh, malah Mama ngasih nomor hape kamu ke aku.]

Sebuah senyuman terbit begitu saja. Aku memperbaiki duduk lalu dengan cepat membalas pesan itu.

[Hai juga, Ran. Aku sehat, kamu gimana? wah, udah lama kita ga ketemu? aku kira kamu masih di Batam?] pesan terkirim.

Sepengetahuanku Rani dulu merantau ke Batam. Bekerja disana. Karena itu hubungan yang sempat pernah terbina menguap begitu saja. Aku pun sibuk bekerja lalu menikah dan lupa dengan perempuan yang pernah menjadi primadona sewaktu SMA itu.

[Enggak. Aku udah balik lagi ke Jakarta. Tadinya aku ingin mengulang kisah kita. Ga disangka kamu sudah menikah, hehehe aku telat, ya!]

Garis bibir terus saja melengkung. Aku yakin Rani sedang memberi kode padaku.

[Ya, begitu lah, Ran. Dulu itu masa lalu. Tapi, kalau kamu mau punya masa depan dengan lelaki yang sudah punya anak ini, aku sih masih menunggu. Sulit melupakan orang yang pernah mengisi hati ini.] terkirim.

Aku menunggu balasan, tapi pesan itu hanya dibaca. Mungkin, Rani sedang sibuk. Dia kan seorang perawat. Aku menyimpan kembali ponsel di dalam saku dan melanjutkan pekerjaan. Seharian mood-ku membaik. Apalagi Tari juga tak mengirim pesan atau menghubungiku. Tak apalah, aku juga muak mendengar keluhannya itu.

***

Dua hari kemudian, Tari kembali. Aku yang baru pulang kantor menatap heran dengan rumah yang tak seperti kemarin. Dari ujung ke ujung sangat rapi. Anak-anak juga anteng bermain di kamar. Meski disana tak ada celah yang tak bertaburan mainan. Setidaknya, ruang tamu dan kamar tidur lebih sedap dipandang mata.

"Kamu sudah pulang?" sapaku pada Tari yang rebahan sambil memainkan ponselnya. Perempuan itu tampak kaget. Bangkit lalu menaruh benda pipih itu dan menyalamiku.

"Sudah!" jawabnya singkat. Kemudian berlalu keluar. Aku mendekati Abrar yang tampak pulas, bayi tiga bulanan itu terlihat bersih, aroma minyak telon menguar dari tubuhnya.

Tak lama Tari masuk dengan secangkir teh hangat ditangan. Perempuan itu masih dengan penampilan yang sama baju daster dengan warna mulai pudar dan rambut yang tergelung asal. Membosankan.

Aku menerima teh itu dan menyesapnya pelan. Suasana mendadak canggung. Tari sendiri kembali meraih ponsel dan bersikap acuh.

"Mas Fatan masih dirumah?" tanyaku basa-basi. Apa peduliku sebenarnya dengan Abang ipar yang sombong itu. Entah apa pekerjaannya, bertahun-tahun tak pulang. Jarang juga berkirim uang. Sehingga, Ibunya yang sudah tak muda lagi itu harus berdagang di pasar demi memenuhi kebutuhan hidupnya. 

"Masih." jawabnya tanpa menoleh padaku. Aku jenggah. Setelah mengganti pakaian, aku keluar dari kamar dan duduk diruang tamu memainkan ponselku. Lebih baik melanjutkan kisah yang pernah kandas dulu biar ga bete.

Entah sudah berapa lama aku sibuk berbalas pesan dengan Rani, hingga tak sadar hari sudah larut. Aku kembali masuk ke kamar. Tari sudah tertidur memeluk bayi kami. Wajahnya terlihat lelah. Kasian. Tapi, emang itu lah resiko menjadi seorang istri, iya kan?

Kembali keluar dan melihat ke kamar sebelah. Alif dan Ammar pun sudah tidur. Tadi, sempat rame teriakan mereka minta makan. Tapi, aku tak hiraukan. Terlalu sayang meninggalkan ruang chat bersama Rani. Akhirnya aku terpaksa makan sendiri, menyiapkan semuanya sendiri. Tak berani membangunkan Tari yang terlihat berbeda dari biasanya.

Keesokan paginya, suasana kembali berisik seperti biasa. Tari sibuk di dapur sambil mengendong Abrar yang rewel.

"Ma, tas Abang mana?" teriakan Alif dari kamar.

Belum lagi tangisan Ammar yang maunya mandi dengan mamanya. "Sebentar sayang, Mama lagi nanggung nih!" jerit Tari tanpa menghentikan gerakan tangannya mengaduk nasi goreng dalam wajan.

"Dek, liat kemeja putih lengan pendek Mas ga?" tanyaku. Aku ingin memakai kemeja yang baru beberapa minggu lalu kubeli itu. Hari ini aku sudah janji sama Rani. Baju putih itu pasti terlihat elegan dan berwibawa.

"Ada di lemari itu, Mas. Coba cari lagi!" perempuan itu kembali menjerit tanpa mendatangiku. 

"Ga ada! kalau ada aku ga nanya!" sentakku kesal.

Tak lama Tari datang. Abrar dalam gendongannya menatapku lalu menangis ingin ikut. Aku cuek. Kalau harus menggendong anak dulu, kapan ke kantornya. Hanya beberapa detik, kemeja yang dimaksud sudah ada ditangan Tari lalu menyerahkan padaku tanpa kata.

"Makasih, Sayang." Tari tak menjawab. Dasar! liat aja kalau aku bawa Rani kesini, baru sadar jika aku tak patut untuk diabaikan.

Sarapan sudah tersedia diatas meja. Abrar sudah tidur dan kembali ke kamar. Tari bukannya menemaniku sarapan malah sibuk dengan anak-anaknya dikamar mandi. Dengan kesal aku bangkit.l meninggalkan nasi yang baru separuh aku makan.

"Tari, aku berangkat dulu!" teriakku.

"Ya!" sahutnya. Si4l, bukannya berlari mengantarkan suami berangkat kerja malah dicuekin begini. Aku pun melajukan kuda besiku setelah meyakinkan jika Tari benar-benar tak nonggol. Keterlaluan.

Seharian perempuan itu juga tak lagi meneleponku. Syukurlah, dia kena mental setelah kunasehati dan dimarahi mama.

"Gimana istrimu, Sen?" tanya Mama dari seberang sana.

"Aman Ma, dia udah berhenti mengeluh. Ga bikin bete lagi!" sahutku.

"Bagus lah! emang harus tegas sama istri. Jangan sampai kamu disepelekan sama dia. Trus Rani gimana?" goda Mama.

"Ah, Mama. Arsen sama Rani hanya temenan kok. Nanti siang kami berjanji bertemu."

"Nah, gitu dong. Mama pengen punya menantu seperti Rani. Pasti, bahagia sekali mama akan diperhatikan. Setelah kakakmu menikah, Mama kesepian dirumah."

"Ga mungkin rasanya untuk menikah, Ma. Tari gimana?"

"Halah, itu ga usah jadi penghalang. Orang kalau punya istri kayak Tari juga ga akan ada yang betah." 

Benar juga Mama. Mana tahan mendengar keluhannya, melihat rumahnya yang tak pernah bersih. Baru sekarang aja, rumah terlihat seperti rumah. Biasanya seperti kandang.

Jam kerja usai. Aku segera keluar. Tak sabar mau bertemu Rani.Hanya tiga puluh menit, aku sampai di sebuah kafe. Di ujung ruangan itu terlihat seorang wanita dengan pakaian yang begitu sek si melambai padaku. Wah, parah ni. Dadaku berdebar kencang. Dan ada sesuatu yang tak biasa begitu jarakku sudah begitu dekat. Rani berdiri sambil mengulurkan tangannya.

"Kamu makin ganteng aja, Sen." pujinya ketika tangan halus itu menggenggam tanganku.

"Kamu juga makin cantik, Ran. Awet muda. anakmu udah berapa?" tanyaku jelas hanya basa basi busuk. karena aku tau Rani belum menikah.

"Anakku masih bersama kamu kayaknya, Sen?" sahutnya sambil mengedipkan sebelah mata.

"Ah kamu bisa aja."

Wajahku bersemu. Rani masih sangat asik seperti dulu. jadi kangen. Obrolan seru itu terhenti ketika ponselku berbunyi.

Tari?

mau apa dia? mau ngeluh lagi?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Ambarwati Gt
bibit- bibit perselingkuhan kelihatan,.
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
laki mertua biadab ntar segera dpt balasanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Kepergian Tari (6)

    "Mas, aku ke rumah Ibu. Ibu sakit." tanpa salam Tari langsung mengutarakan maksudnya."Oh, ya sudah. Hati-hati, ya." "Iya."Sambungan langsung terputus. Aku mengernyit heran. Tumben dia ga minta u4ng. Biasanya pasti minta jatah jajan anak-anak atau untuk belanja selama tinggal di rumah Ibunya."Kenapa?" Rani menatapku lekat."Gapapa, istriku pamit mau ke rumah Ibunya. Biasa mertua lagi sakit.""Oh ..." sahutnya sembari mengangguk-anggukkan kepala."Eh, istriku kamu yang buka toko kue itu bukan sih, Ar?""Toko kue? toko kue apaan? istriku jangankan bikin kue, menyapu rumah aja dia ga sempat." aku terkekeh."Hah? serius? tapi, toko kue Lestari Jingga itu punyamu kan?" aku makin melebarkan tawa.Bagaimana mungkin mau punya toko kue. Walau nama toko itu hampir mirip dengan nama Tari, tapi mustahil. Mana mungkin."Tari itu kalau dirumah kerjaannya main hp. Setiap pulang kerja hal yang bikin kita selalu cekcok itu ga jauh-jauh karena urusan rumah yang ga keurus. Hah, aku udah capek, Ran. A

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Gosip (7)

    "Ngapain kamu kesini?" Kedatanganku disambut tatapan tak bersahabat dari Mas Fatan. Aku mengulurkan tangan. Namun, Mas Fatan buang pandang seakan tak sudi berjabat denganku. Aku pun menurunkan kembali tangan yang menggantung di udara."Maaf, Mas. Tari dan anak-anak kemana, ya?" Tanyaku sembari melihat ke dalam rumah yang sepi."Tari ga ada!" Cetusnya."Kemana, Mas?" Buruku menahan rasa penasaran. Jam sudah menunjukkan angka delapan malam. Kemana Tari selarut ini? "Yang pasti tidak sedang mengubar aib ataupun mengadu pada orang lain atas lelahnya dia menjadi istri yang dituntut kuat dan tak boleh mengeluh!"Degh!Apa maksudnya? Belum sempat otakku mencerna ucapan Mas Fatan. Laki-laki itu masuk ke dalam tanpa berkata sepatah katapun padaku, pintu pun di tutup kasar. Aku terduduk di kursi rotan yang tersedia di teras rumah itu. Tak menyangka kedatanganku justru membuat sakit hati begini [Dek, kamu dimana? Aku ada dirumah, Ibu! Cepat pulang!] Aku mengirim pesan setelah beberapa kali pan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-18
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Ada Yang Disembunyikan Tari (8)

    "Papa ..." Alif dan Ammar meninggalkan mainan dan berlari ke arahku. Anak tampak begitu rindu. Hampir sebulan tak bertemu, wajar saja. Kami berpelukan. Tari berdiri sambil mengulas senyum. Ada yang beda, Tari kini terlihat lebih bersih dan cantik."Kamu sudah pulang, sayang?" Sapaku, Tari menyambut tanganku yang terulur padanya. Perempuan itu mengangguk. Matanya berbinar."Maafkan aku, Mas. Aku salah selama ini. Sekarang aku sadar, kamu benar. Mulai hari ini aku akan berubah. Dan aku punya kabar bahagia untuk kamu." Aku gemetar mendengar ucapan tari yang terlihat bersemangat. Tapi, dia juga harus tau kabar bahagia yang akan aku sampaikan. Mungkin bahagia untukku tak tau untuknya."Nanti kita ngobrol ya, Dek. Mas bersih bersih dulu." Tari mengangguk. Alif dan Ammar masih memegang kedua tanganku. Kami beriringan masuk ke dalam. Rumah rapi, wangi dan benar benar berubah 180 derjat. Semua hal itu makin membuat suasana hati membaik."Kamu pasti capek ya, seharian membereskan rumah?" ujark

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-19
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Yang Penting Istri Kedua Bahagia (10)

    "Tari sudah tau jika Arsen mau menikahi Rani, Ma." Ujarku di telpon pada Mama."Wah, bagus dong! Kamu bisa segera melamar Rani. Mama akan persiapkan semuanya. Kamu mau acara besar-besaran atau gimana?" Tanya Mama. Aku terdiam. Di kantor ini ada larangan karyawannya punya istri lebih dari satu. Jika aku membuat acara dan mengundang teman-teman di sini nyari ma_ti namanya."Acara biasa aja, Ma. Takut nanti ketauan sama orang kantor.""Oke lah. Kamu siapkan dananya biar Mama yang bereskan." "Makasih, ya, Ma.""Iya. Yang penting anak Mama bahagia. Ga capek melihat rumah yang selalu berantakan. Kamu ga salah pilih. Rani memang sudah sangat yang terbaik." Aku tersenyum. Meski ada bisikin yang mengatakan jika apa yang aku lakukan sekarang akan menjadi penyesalan yang teramat dalam nanti. Tapi, itu hanya felling saja. Tak mungkin terjadi. Pilihanku ini pasti benar.Jam sudah menunjukkan angka lima. Aku bergegas hendak pulang."Buru buru amat lu!" Sentak Remon."Iya, ada janji." Sahutku sing

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-22
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Abrar sakit (10)

    Aku menghela nafas panjang lalu bangkit dan berjalan ke kamar mandi. Bersih bersih lalu keluar meninggalkan Rani yang masih dalam posisi yang sama."Arsen, itu saudara-saudara Rani kok masih pada disini sih?" bisik Mama begitu aku keluar kamar. Mataku langsung tertuju pada orang-orang yang masih pada tidur diruang tamu beralaskan karpet. Sebagian duduk diluar sambil membakar ro kok dengan santainya."Sabar, Ma. Hanya sebentar, nanti mereka pasti pulang." "Tapi, ga ada yang mau bantuin Mama. Lihat cucian piring menumpuk dan rumah berantakan, ya ampun!" Mama mengaruk kepalanya kasar."Rani belum bangun, ya?" tanya nya lagi. Aku menggeleng."Kamu ga bisa bilang sama mereka, yang muda muda itu lho. Bantuin Mama di dapur. Mama kan juga capek habis pesta kemarin." ujar mama memelas. Aku menoleh sekilas pada saudara-saudara Rani yang masih tidur pulas. Mereka terpaksa menumpang disini karena rumah Ibunya Rani tak muat. Rani pun sudah tidak ngekost lantaran mau tinggal dirumah Mama katanya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-25
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Laki-laki Bersama Tari (11)

    Sekitar sejam aku sampai. Dengan modal bertanya-tanya pada perawat aku sampai diruangan dimana Abrar di rawat. Ruang VIP, gila! Tari, siapa yang mau bayar tagihannya? awas aja kalau sampai meminta padaku. Siapa suruh memesan ruangan mahal begitu. Aku mana punya uang? udah habis untuk pesta kemarin."Dek?" langkahku terhenti begitu melihat sepasang anak manusia berjalan bersisian di depanku. Aku tau persis siapa perempuan yang memakai dress biru selutut dengan rambut sepunggung dan bergelung itu, pasti Tari. Perempuan yang sedang ngobrol laki-laki berjas putih itu menoleh. Begitu juga dengan lelaki disebelahnya. Benar itu Tari. Wajahnya langsung berubah."Ya sudah, nanti kalau ada apa-apa kabari aku segera, ya." laki-laki yang kutebak adalah dokter yang menangani Abrar itu melempar senyum pada Tari. Tari membalas senyum itu sambil mengangguk. Hatiku kenapa terasa panas begini?Setelah dokter itu pergi, Tari dengan cuek melanjutkan langkah membuatku sedikit berlari mengejar."Kenapa kamu

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 12

    "Ma, kita ke rumah baru aja. Alif ga mau disini, ga enak!" seru Alif, yang kutangkap. Aku masih belum memberanikan diri masuk, duduk di kursi teras, berharap Tari menghampiri dan menanyakan kabarku juga."Sabar ya, Sayang. Dedek baru sembuh. Nanti kalau dedek Abrar udah pulih, kita ke rumah baru lagi." bujuk Tari."Hore, sama Om Dokter juga ya, Ma. Alif mau main ke timezone lagi, sama Om dokter. Seru!" pekik Alif.Degh! pergi sama Om Dokter. Jangan-jangan benar laki-laki tadi itu selingkuhan Tari? lalu perempuan itu dibelikan mobil dan digratiskan bayar pengobatan Abrar?Rahangku mengeras. Kurang aj*r Tari! tanganku mengepal kuat. Tapi, tak berani masuk karena ada Mas Fatan, Ibu juga seorang perempuan yang kutebak adalah calon istri Mas Fatan."Iya dong, sama Om dokter. Kan Om dokter sekarang yang jagain Alif, Ammar, Abrar dan Mama Tari? ya kan, Tari?" kini suara Mas Fatan terdengar nyaring. Jelas dia sedang memanas-manasiku. Si*l!Dengan api cemburu yang masih sangat membara aku bang

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Bab 13

    "Selamat, ya!" Ucap Pak Hari begitu aku duduk di depannya. Aku mengernyitkan kening."Selamat untuk apa, Pak?" Tanyaku meski dada ini sudah berdebar kencang. Firasatku mengatakan hal yang buruk akan terjadi. Keringat dingin mulai mengucur dari dalam pori-pori."Selamat untuk kinerja Anda!" Pak Hari tersenyum. Aku menghela napas lega."Anda baru sembuh kan?" Aku mengangguk cepat. "Ini buktinya, Pak. Surat keterangan dari dokter." Aku menyerahkan amplop berisi keterangan bahwa aku memang sakit beberapa hari ini. Pak Hari menerima dengan senyum yang tak biasa. "Oh, diare." Lirihnya setelah membaca surat itu sambil mengangguk-anggukkan kepala."Iya betul, Pak." Sahutku. Ternyata tadi hanya sekedar ketakutan saja karena aku berbohong."Ini surat keterangan dari perusahaan. Silahkan anda buka sendiri. Semoga ga makin ber ak-ber ak, ya." Aku menerima amplop coklat yang diserahkan Pak Hari dengan bingung.."Maksudnya saya dikeluarkan, Pak?" Tanyaku setelah membuka dan membaca isi surat dal

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-03

Bab terbaru

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    TAMAT

    Sudah sebulan berlalu sejak malam penuh darah dan ledakan di pelabuhan itu. Nama Arsen akhirnya hanya menjadi baris kecil di koran: “Mantan Narapidana Tewas dalam Baku Tembak dengan Polisi di Sumatera.” Tak ada yang tahu siapa Tari, siapa keluarga yang menjadi saksi hidup kisah kelam itu. Dan memang begitu seharusnya.Tari kini hidup dalam keheningan yang damai.Ia duduk di taman kecil di belakang rumah barunya. Bunga kertas merah jambu tumbuh liar di pagar, sementara burung-burung kecil beterbangan riang di atasnya. Tak ada suara tembakan. Tak ada teriakan. Hanya napasnya sendiri, yang kini tak lagi berat.Ia menuliskan kata terakhir di buku yang sudah ia isi berbulan-bulan:"Aku pernah mengeluh. Tapi dari keluhanku, aku belajar mengenal diriku sendiri. Dan dari rasa sakitku, aku belajar... bahwa aku tak harus jadi sempurna, cukup jadi kuat. Cukup jadi aku."Pena ditutup. Buku itu disimpan.Alisa datang menghampirinya sambil membawa dua gelas es teh. “Bunda... kelihatan cantik banget

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 168

    Suara tembakan menggema.Arsen terhuyung.Dari belakangnya, Ammar berdiri dengan pistol yang baru saja ditembakkan. Matanya berair, tubuhnya gemetar.“Kau… sentuh ibu kami lagi… aku bunuh kau,” desisnya.Arsen tersenyum samar… lalu jatuh ke lantai.Tim medis langsung masuk. Semua siaga. Bom ditemukan… dan berhasil dijinakkan dalam detik-detik terakhir.**Pagi itu, matahari akhirnya terbit di rumah itu dengan damai.Tari duduk di teras, menatap langit. “Sudah selesai?” tanyanya pelan.Kellan mengangguk. “Sudah. Arsen tewas. Semua alat peledaknya sudah diambil. Tidak akan ada ancaman lagi.”Tari menarik napas panjang, lalu menatap anak-anaknya yang tertidur di sofa.“Sekarang… kami bisa hidup lagi.”"Iya. Sisanya serahkan pada kami. Kalian tenang lah..bahaya sudah berakhir."Akhirnya semua komplotan penjahat yang berkumpul didaerah sumatera juga ikut di tangkap. Ketua geng yang merupakan orang terkaya pun turut di giring ke penjara.***Pagi itu berbeda. Tak ada jeritan, tak ada sirene

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 167

    Hari-hari setelah kepulangan Tari dipenuhi keheningan yang aneh. Rumah itu perlahan kembali menemukan ritmenya, namun trauma masih berdiam di setiap sudut. Tari masih belum bisa tidur nyenyak, dan anak-anaknya mulai melindungi ibu mereka dengan cara yang berbeda—lebih waspada, lebih posesif.Namun, mereka semua tahu satu hal: Arsen belum meninggal. Dia masih memulihkan badan untuk kembali menganggu kehidupan sang mantan.**Di sebuah fasilitas bawah tanah yang tersembunyi di tengah kota pelabuhan, Arsen berdiri di hadapan cermin. Separuh wajahnya masih cacat, namun sorot matanya bahkan lebih tajam dari sebelumnya. Luka itu hanya membuatnya lebih berbahaya. Di belakangnya, layar besar menampilkan wajah-wajah: Nadhif. Tari. Anak-anak mereka. Bahkan Kellan.“Operasi terakhir,” gumamnya.Sebuah pintu baja terbuka. Seorang pria berpakaian militer masuk dan menyodorkan tas hitam berisi alat peledak dan senjata. “Ini misi bunuh diri, Bung. Tapi bayarannya besar.”Arsen tersenyum bengis. “Aku

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 166

    Tari memejamkan mata. Ada luka di dalam hatinya yang masih sulit dijelaskan. Tapi satu hal yang pasti… ia tidak akan lagi jadi korban.“Terima kasih,” ucapnya pelan.“Belum selesai,” kata Kellan sambil menatap ke arah luar tenda. “Masih ada yang harus kita bersihkan.”Di kejauhan, di balik reruntuhan bunker, sebuah tangan muncul dari bawah puing-puing yang hangus. Pelan-pelan, seseorang bangkit dengan napas berat, mata merah membara.Arsen… masih hidup.***Sisa malam di perbukitan Sialang masih beraroma mesiu. Asap tipis naik dari reruntuhan bunker yang kini hanya menyisakan kawah hangus di tengah hutan. Namun, di balik kabut itu, kehidupan yang tak seharusnya selamat perlahan merangkak keluar.Arsen.Tubuhnya berlumuran darah dan debu, napasnya berat dan tak beraturan. Separuh wajahnya terbakar, tapi matanya—mata itu tetap sama. Penuh obsesi. Penuh dendam.“Ini belum akhir…” bisiknya pelan sambil menatap ke arah bulan.**Di tenda medis darurat, Tari masih duduk diam, mencoba memuli

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 165

    Langit malam di atas perbukitan Sialang kini dipenuhi suara baling-baling helikopter yang memecah keheningan. Cahaya sorot terang dari udara perlahan mengarah ke gudang tua tempat Arsen menyekap Tari. Di dalam, suasana menjadi kacau. Pria-pria bersenjata mulai siaga, radio mereka memancarkan suara-suara panik.“Helikopter tak dikenal mendekat dari utara! Kita diserang!” teriak salah satu penjaga.Arsen mencengkeram lengan Tari, matanya menyipit tajam. “Cepat! Kita pindah sekarang!”Tari ditarik paksa melewati lorong gudang, namun pikirannya kini tidak lagi sekadar ketakutan. Kata-kata Kellan terus terngiang di benaknya: “Bertahan. Kita bisa jatuhkan mereka semua.”Di luar, pasukan tak dikenal mulai turun dengan tali dari helikopter, mengenakan seragam hitam tanpa identitas jelas. Mereka bergerak cepat dan senyap, seperti bayangan malam. Di antara mereka, Kellan muncul, kini dalam pakaian lengkap dengan emblem merah samar di bahunya.“Target visual. Arsen dan perempuan bersama. Bergera

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 164

    "Sial! Mereka datang lebih cepat dari yang kita duga!" maki salah satu pria bersenjata.Tanpa membuang waktu, mereka segera menyeret Arsen keluar. Tari mencoba mundur, berharap bisa menghindari kekacauan ini, tetapi tangan Arsen dengan sigap menangkap pergelangan tangannya."Jangan berpikir untuk lari. Kau ikut denganku," ucapnya tegas.Tari memberontak, namun cengkeraman Arsen terlalu kuat. "Lepaskan aku! Aku tidak mau ikut denganmu!"Namun, Arsen tidak peduli. Ia menarik Tari ke luar pos keamanan, tepat saat suara tembakan kembali menggema. Petugas yang tersisa mulai membalas tembakan para penyerang. Tari menutup telinganya, napasnya memburu. Ini bukan sekadar penculikan—ini medan perang.Salah seorang pria berbadan besar membuka pintu sebuah mobil hitam yang telah menunggu tak jauh dari pelabuhan. "Masuk!"Arsen menarik Tari masuk ke dalam mobil bersamanya, sementara anak buahnya menembakkan beberapa peluru terakhir sebelum mereka ikut melompat ke dalam kendaraan.Dengan suara mera

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 163

    Sementara itu, di sebuah lokasi rahasia di Sumatra, seorang pria bertubuh besar duduk di kursi kayu dengan wajah dingin. Dia adalah salah satu ketua geng besar di sana, seorang pria yang telah menaruh harapan besar pada Arsen untuk menjalankan bisnisnya."Apa maksudnya Arsen tertahan di pelabuhan?" suaranya bergetar marah.Seorang anak buahnya menunduk, tampak enggan memberikan laporan. "Sepertinya dia tertangkap oleh petugas saat hendak menyeberang dengan seorang wanita."Pria itu mendengus. "Ah, perempuan! Selalu masalahnya itu pada pertemuan. NORAK! Aku sudah menyiapkan segalanya untuknya di sini. Dia tidak boleh gagal. Kau tahu apa yang harus dilakukan, kan?"Anak buahnya mengangguk. "Ya, Bos. Kami akan bertindak cepat."Di pelabuhan, Tari belum menyadari bahwa rencana penyelamatan bagi Arsen sudah dimulai. Beberapa pria berpakaian preman mulai bergerak ke arah pos keamanan, membawa sesuatu di balik jaket mereka.Tari merasa ada yang tidak beres. Perasaan tidak enak menyelimutinya

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 162

    Kesempatan ini terlalu berharga untuk disia-siakan.Tari menarik napas dalam-dalam, lalu tiba-tiba—BRUKK!Dia menendang tulang kering Arsen sekuat tenaga dan berlari secepat mungkin ke arah kerumunan!"TARI!" suara Arsen menggelegar di belakangnya, tapi Tari tidak peduli. Dia berlari menuju petugas berseragam yang berdiri tak jauh darinya."Tolong! Saya diculik!" teriaknya putus asa.Petugas itu menoleh, matanya membesar saat melihat Tari yang berlari ketakutan.Namun, sebelum Tari sempat mencapai mereka, Arsen berhasil menangkap lengannya dan menariknya kembali dengan kasar. Tari menjerit."Jangan buat masalah, Tari!" desis Arsen marah. Dia menarik Tari lebih erat, hampir menyeretnya."Ada apa ini?!" salah satu petugas akhirnya bergerak mendekat.Arsen dengan cepat mengubah ekspresi dan tersenyum. "Ini istri saya, Pak. Dia hanya sedikit panik karena perjalanan jauh.""Tidak! Saya diculik! Tolong saya!" Tari meronta dengan panik.Petugas itu menatap Arsen dengan curiga. "Istri Anda b

  • KETIKA ISTRIKU BERHENTI MENGELUH    Season 2 bab 161

    Fajar baru saja menyingsing ketika Tari dipaksa bangun oleh Arsen. Mata pria itu tajam, ekspresinya dingin tanpa kompromi. Jelas ada rasa takut jika Tari kabur dari sisinya. Lelaki itu seperti bukan dirinya lagi. Kegagalan berumah tangga dimasa lalu membuatnya terobsesi untuk mengulang kembali dengan perempuan yang sama. Namun, dia tidak menghitung konsekuensi atas tindakannya itu. Masa sudah berganti, kehidupan kian berlalu. Beralih ke masa depan yang seharusnya tidak ada dia disana."Bangun, Dek. Kita pergi sekarang," perintahnya singkat.Tari menggigit bibir. Dia tahu, usahanya kabur semalam membuat Arsen semakin waspada. Jika dia mencoba sesuatu lagi, risikonya lebih besar."Ke mana?" tanyanya, berusaha terdengar tenang.Arsen menarik napas dalam. "Sumatera aku punya saudara disana. Kita tidak bisa tinggal lebih lama di sini. Terlalu berisiko."Jantung Tari berdegup kencang. Sumatra? Itu berarti dia akan dibawa lebih jauh dari keluarganya, dari anak-anaknya. Jika dia tidak bertind

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status