Tian mengantar Ressa pulang ke rumah setelah dari sekolah Dea. Putrinya itu minta diantar daddy dan buba, jadi mereka berdua yang akhirnya berangkat.“Aku ke kantor dulu Sayang, kamu di sini aja temani ibu dan Aru, gak usah pulang ke rumah. Mungkin aku pulang agak malam,” pamit Tian pada istrinya.“Iya, biar nanti siang aku aja yang jemput Dea.” Ujar Ressa yang disetujui sang suami.“Bareng apa naik mobil sendiri?” tanya Tian pada Denis yang masih belum berangkat ke kantor.“Hemat BBM,” sahut Denis kemudian berpamitan pada istrinya. Tian melempar kunci mobil pada Denis yang berjalan mendekatinya. Suami Aruna itu berdecak tapi tangannya tetap menangkap kunci dengan lincah, “gue bukan supir,” desisnya. Si empunya mengedikkan bahu, mencuri satu kecupan di pipi Ressa sebelum benar-benar pergi. “Keamanan Extnet ada yang berusaha membobol lagi, padahal sejak Extnet didirikan di Indonesia itu tidak pernah terjadi. Tapi tahun ini sudah hampir dua kali kebobolan,” decak Erfan yang sedang pu
“Kenapa kalian belum ada yang bergerak mencari Dea?” Jeri datang ke ruangan Erfan disambut tiga orang pria dengan wajah tegang. Mereka fokus pada laptop masing-masing.“Keamanan Extnet diretas, kami tidak bisa meninggal perusahaan yang sedang kacau seperti ini.” Jawab Tian yang hati dan pikirannya sudah berlarian ke mana-mana.“Bodoh,” gumam Jeri. “Kalian bisa memanggil pakarnya, sekarang Dea yang sedang dalam bahaya. Pasti semua ini sudah mereka rencanakan agar kalian lengah,” pria itu berdecak. Kenapa hanya dia yang bisa berpikir jernih di saat seperti ini.“Matt, panggil pakar IT ke sini secepatnya.” Titah Jeri pada sang asisten, yang selalu ikut dengannya. Pria yang diperintahkan itu langsung mengangguk melakukan tugasnya.Jeri menyarankan Erfan untuk tetap tinggal, cukup mereka bertiga yang mencari Dea. Sebenarnya mereka tidak tinggal diam, Denis sudah memerintahkan pengawalnya untuk mencari jejak Dea.Tian membuka laptopnya kembali saat mengingat sesuatu."Mau apa lagi Tian?" Uj
"Om siapa? Lepasin Dea!!" Teriak gadis remaja itu saat matanya ditutup. Ia dibawa ke sebuah ruangan, setelah sampai baru penutup matanya dibuka. Tempat itu sama sekali tidak menyeramkan, malah seperti kamar mewah."Diam Sayang!!" Peringat Azmi, awalnya ingin membawa anak ini ke paviliun belakang, tapi karena kasihan jadilah dia bawa ke kamar."Om lepasin Dea," rengek gadis itu."Diamlah, Om tidak akan menyakitimu." Azmi tersenyum membelai rambut Deandra, "jadi nama kamu Dea?" Tanyanya."Deandra," ucap gadis remaja itu menyebutkan nama lengkapnya."Tangannya Om lepas, tapi janji jangan lari. Kalau kamu lari Om bisa langsung menembakmu." Azmi mengeluarkan pistol dari balik punggung, hanya untuk mengancam gadis kecil itu.Dea mengangguk takut dengan wajah pucat. Netra Azmi melihat liontin Deandra yang mengkilap."Kalungnya cantik, Om lihat sebentar boleh. Mau beli juga buat seseorang," ujar Azmi melepaskan liontin Dea lalu membawanya agak menjauh."Chip, pasti mereka sudah mengetahui keb
"Azmi jarang pulang ke rumah. Coba kita langsung cek ke kamarnya di atas," ajak Wijaya.Empat orang pria itu mengikuti Wijaya naik ke kamar atas. Tidak ada orang di sana, Tian menemukan chip milik Dea di lantai. “Dia sudah tau kalau Dea bisa dilacak, apa rumah ini tidak memiliki cctv?”“Tidak ada cctv yang bisa di menjangkau kamar ini.” Ujar Erfan, netranya mengamati sekeliling kamar dan berhenti di pintu lemari yang agak terbuka. Ia langsung mendekatinya dan mendorong pintu itu, ”bukan lemari. Tapi pintu rahasia ke lorong,” gumamnya. Erfan mengikuti lorong yang panjangnya hanya sepuluh meter. Lorong itu langsung terhubung ke halaman belakang. Ada satu mobil yang terparkir di sana, ia juga baru tau kalau Azmi memiliki lorong rahasia."Azmi sudah tidak ada di sini," ujar Erfan setelah kembali ke kamar.“Kemana Azmi membawa Dea pergi?” gumam Denis, bagaimana ia menjelaskan pada Aruna kalau Dea hilang.“Papi gak tau selama ini Azmi tinggal di mana?” tanya Erfan. “Enggak, coba kita car
"Siapa yang menculik Dea, Sayang?" Tanya Ressa sambil menyandarkan kepala di dada bidang Tian. Aroma tubuh suaminya itu sangat menenangkan."Azmi," jawab Tian pelan. Membawa tangannya mengusap bahu Ressa.Ressa langsung menolehkan wajahnya pada sang suami saat nama Azmi dilontarkan Tian. "Manusia brengsek itu sudah bebas dari penjara?" Gumamnya tidak percaya. Azmi, merupakan saudara angkat Erfan dan pernah beberapa kali melakukan pelecehan dan kejahatan berencana."Iya, beberapa bulan yang lalu Sayang. Chip yang aku pasang di liontin Dea ditinggalnya di rumah papinya." Jelas Tian pelan, sangat khawatir Azmi melakukan hal tidak senonoh pada putrinya. Lelaki itu terkenal dengan penjahat kelamin. Bagi Tian lebih baik membayar perempuan yang menjual tubuhnya daripada memanfaatkan orang yang tidak bersalah untuk memuaskan nafsu."Sayang, aku takut Dea kenapa-kenapa," lirih Ressa. Memikirkan hal yang sama dengan apa yang Tian pikirkan."Jangan katakan apapun Honey, aku juga takut. Aku tak
Setiap hari Azmi mencekoki Deandra dengan kasih sayang yang berbeda. Ia memperlakukan gadis itu seperti perempuan dewasa. Tidak menganggapnya anak kecil. Membuat Dea merasa nyaman dan sangat disayangi. Ia seperti mendapatkan rumah untuk tempat berlindung dan bermanja-manja.Dea menganggap itu kasih sayang yang sama seperti yang kedua daddy-nya berikan. Tidak mengerti kalau Azmi menganggapnya berbeda."Kapan Dea boleh pulang Om?" Tanya Dea saat makan, "Dea kangen sekolah.""Kapanpun kamu mau pulang Baby," Azmi tersenyum menemani gadis itu makan. Bersama Dea dia merasa sangat bahagia."Hari ini boleh?"Azmi mengangguk, takut kebablasan kalau menahan gadis itu terlalu lama. Lebih baik dia kembalikan saja. Perusahaan Erfan juga sudah berhasil ia lumpuhkan selama satu minggu ini."Setelah makan Om antar pulang."Gadis itu terlihat tidak senang mendengar Azmi akan memulangkannya. "Kenapa sedih?" Azmi membawa Dea ke kamarnya setelah selesai makan."Kalau Dea kangen Om gimana?" Rengek gadis
Tian mengangguk memeluk putrinya bergantian dengan sang istri. Netranya menemukan tanda yang seperti masih baru dibuat. Ressa mengikuti padangan Tian, dan matanya langsung membelalak lebar.“Ini apa Sayang?” tanya Tian sedikit menekan bekas kissmark itu dengan hati yang nyeri. Inikah balasan dari masa lalunya yang suka menggagahi perempuan.“Ini hadiah dari Om,” jawab Dea sumringah. Tian menatap Erfan yang mendekat ke arahnya diikuti Jeri dan Denis.“Om ngapain Dea lagi?” tanya Tian lesu. “Apa Om itu menyakiti Dea?”Putri Tian itu menggeleng, “Om nggak nyakiti Dea, Om sayang sama Dea. Om itu menemani makan, tidur, berenang, bermain. Dea senang tinggal di sana.” Jawab Deandra dengan senyuman sangat bahagia.Hati Tian semakin teriris mendengar apa yang diucapkan putrinya. Apa selama ini dia kurang memberikan cinta dan perhatian untuk putrinya itu.“Om ada bilang apa sebelum Dea pulang?” Denis berjongkok membelai rambut putri sambungnya.“Om bilang, kalau Dea kangen bisa kapan pun bertem
“Maksud Daddy, Om itu jahat?”“Kalau gak jahat, Om itu gak akan nyulik Dea Sayang.” Denis menepuk puncak kepala Dea sebelum menjalankan mobil.“Tapi Om itu gak nyatikin aku.” Bela Dea, dia tetap yakin kalau lelaki dewasa yang bersamanya itu orang baik.“Musuh yang paling berbahaya itu yang terlihat baik di depan korbannya, Honey. Kita tidak tau niat terselubung di hati mereka.” Ucap Denis singkat, tidak ingin membuat Dea berpikir terlalu banyak. “Berjanjilah sama Daddy jangan temui orang itu lagi.”“Tapi Daddy…”“Karena orang itu menculik Dea, nenek jadi sakit dan mommy terus menangis mengkhawatirkan kamu Sayang. Dea lebih sayang sama mommy atau Om itu?”Deandra tidak menjawab, sejak pulang tadi dia memang belum menemui mommy dan neneknya itu.Denis menghela napas berat, sangat terlihat jelas kalau putrinya ini sedang bimbang. Apa rasa sayang bisa muncul secepat itu di hati gadis kecil ini. Sedang ia saja bertahun tahun tidak bisa move on dari mommy-nya. Jangankan untuk memberikan ha