"Daddy, Tante Ressa juga ada di sini!"Suara anak remaja perempuan itu mengalihkan perhatian mereka semua."Dea kita pulang, Sayang." Ajak Aruna pada putrinya."Aku mau pulang kalau Daddy ikut pulang!" Deandra masuk ke dalam rumah mendekati Tian. Lelaki itu menyambutnya dengan pelukan hangat dan kecupan di kening, mencoba menenangkan putrinya."Daddy sakit!" Pekik Deandra, menatap wajah pucat ayahnya yang terlihat lemas. "Ayo kita pulang, Dea obati di rumah."Ressa semakin membenamkan wajahnya pada sang ayah, tidak tahu apalagi yang akan terjadi setelah ini. Dea mungkin akan sangat membencinya. Ia sudah cukup lelah dengan semua drama yang ada dalam rumah tangganya ini."Ayah temani Ressa di kamar, mau?" lirih Ressa sangat pelan. Matanya tidak menangis, hanya hatinya yang menangis pilu. "Iya Sayang," Amrin menuntun putrinya ke kamar melewati Tian yang sedang memeluk Dea. "Mulai sekarang Ayah akan menemani kamu," Amrin mendudukkan Ressa di sisi tempat tidur."Aku sudah besar Ayah, ti
Tian kembali ke kamar setelah ayah mertuanya pulang. "Sayang, sakit?" Tanyanya seraya meniup-niup pipi Ressa yang memar lalu mengecupnya."Sakitnya di sini," Ressa meletakkan telapak tangan Tian di dadanya. Sudah lama Tian tidak melihat tingkah manja istrinya ini."Coba sini aku lihat, berdarah gak, biar aku obatin." "Gak usah modus, aku masih marah sama kamu." Ressa menyingkirkan tangan yang bisa saja berbuat nakal.Tian menyengir lebar, sampai kapan harus puasa dengan istri mudanya ini. Sepertinya masih lama lagi waktu berbuka, mengingat rentetan kesalahan yang dilakukannya."Aku haus," Ressa beranjak ke dapur. Sebenarnya hanya untuk menghindari suaminya. Ia mengambil air putih dan membawanya ke meja makan sambil membelai pipi kirinya yang sedikit nyeri. Nyeri yang lebih banyak bersarang di dalam dadanya. Ressa membenamkan wajah di meja. Bisakah ia bertahan lebih lama lagi dan menyelamatkan rumah tangganya ini. Rasanya terlalu lelah hidup seperti ini.Tian yang masih berada di kam
Deandra sedang duduk di sudut ruangan dengan wajah cemberut dan kedua lengannya bersilang di dada. Denis yang baru saja tiba di rumah Aruna langsung mencoba mendekati Dea yang terlihat merajuk. Ia mendapat tugas untuk membujuk anak itu."Dea mau ikut Om, Sayang," ujar Denis dengan lembut, berusaha melembutkan hati gadis beranjak remaja tersebut.Namun, Deandra hanya menggeleng malas, membuang wajahnya dari Denis, seolah menunjukkan bahwa ia tidak ingin berbicara dengan siapapun.Denis tidak menyerah, ia melangkah mendekati Dea dan dengan hati-hati memindahkan gadis itu ke pangkuannya. "Ada apa, hm?" tanya Denis dengan nada suara yang penuh kelembutan, berusaha mencairkan suasana."Mau cerita sama Om sambil makan cokelat?" lanjut Denis sambil mengeluarkan sebungkus cokelat dari saku jasnya. Untung saja dia telah menyiapkan cokelat sebagai 'senjata' untuk menghadapi Dea."Kenapa istri Daddy harus Tante Ressa? Kata orang ibu tiri itu jahat,
Di dalam kamar Tian tersenyum dengan kedatangan Dea kembali ke rumahnya. "Sini Sayang," panggilnya.Dea mendekat duduk di sisi ranjang samping Tian dengan wajah ditekuk."Maafin Daddy gak jujur dari awal ya, Sayang. Daddy cuma gak mau Dea kecewa. Maaf juga kalau Daddy nanti gak bisa terus sama Mommy." Tian menggenggam erat tangan putrinya."Daddy sayang sama Dea, kalau Dea mau, Dea bisa tinggal di sini sama Daddy, Sayang.""Dea gak mau tinggal sama Tante Ressa!!" Tolak Dea lantang. "Dea mau tinggal sama Daddy, tapi gak ada Tante Ressa!" Lanjutnya dengan wajah mengeras.Tian mengelus kepala Dea dengan sayang, "kenapa?" tanyanya lembut.Ressa yang ingin masuk ke kamar samping tidak sengaja mendengar penolakan Dea. Ada goresan-goresan kecil yang menyayat hatinya, menimbulkan rasa perih."Dea gak suka Tante Ressa yang jadi istri Daddy!" Tukas Dea."Dea, Mommy gak pernah ngajarin gitukan!" Tegur Aruna yang berdiri di
Tian terpaksa melepaskan Deandra dari pelukan, menangkap pinggang Ressa agar tidak pergi meninggalkannya. Keduanya sama-sama penting, tapi membujuk istrinya ini sedikit lebih sulit."Enggak, kamu gak perlu berkorban apapun lagi untuk Dea. Kita akan sama-sama, please, jangan pergi, Honey." Mohon Tian dengan suara yang terdengar parau."Sayang, jangan pergi!" lirih Tian kembali memohon."Kita bisa membujuk Dea pelan-pelan, jangan pergi Sayang, jangan seperti ini." Pria itu tidak tahu lagi bagaimana cara membujuk istrinya ini. Padahal tadi sudah mau menurut, sekarang menjadi kacau lagi karena penolakan Dea."Lepasin Tian," Ressa menyingkirkan tangan Tian dari pinggangnya. Tidak sanggup melihat tatapan sendu keponakannya itu.Tian menggeleng pelan, "enggak, nanti kamu kabur, aku nggak mau kamu tinggalin lagi." Gumamnya semakin mengeratkan pegangan di pinggang sang istri.Denis mendekati Dea yang kembali tergugu karena sang ayah lebih
Aruna langsung menuju mobil Denis yang memang tidak pulang setelah mengantarnya ke rumah ayah, lelaki itu membawa Dea jalan-jalan lebih dulu saat ia mampir ke rumah orang tuanya. Untung Dea mau diajak meninggalkan rumah Ressa ketika perempuan yang baru saja mengalami keguguran itu tiba-tiba jatuh pingsan. Dan putrinya tidak melakukan protes lagi ketika melihat sang tante pucat seperti tak bernyawa. ***"Perutnya masih sakit, Sayang?" Tian menggenggam tangan istrinya yang terbaring lemah di brankar pasien. Saat bangun dari pingsan tadi Ressa mengeluhkan sakit dibagian perut sehingga ia kembali membawanya ke rumah sakit karena khawatir terjadi sesuatu pada istrinya ini."Sedikit, Dea mana?""Dea dibawa Denis pulang Sayang, kamu jangan pikirin mereka dulu, pikirin kesehatan kamu. Sudah ya, kita hadapi ini sama-sama, jangan minta pergi lagi. Aku yakin Dea pasti mau menerima kamu suatu saat nanti." Tutur Tian panjang lebar agar istrinya ini
Setelah dua hari menginap di rumah sakit akhirnya Ressa diperbolehkan pulang. Perempuan itu membongkar habis isi lemari lalu mempackingnya."Honey, kamu benar-benar mau pergi dariku?" tanya Tian pelan, tidak memiliki tenaga lagi. Ressa memang diizinkan keluar dari rumah sakit, namun tubuhnya sekarang yang drop. Tapi dia tidak mau dirawat, kasihan Ressa kalau diajak menginap di rumah sakit lagi."Sebaiknya memang beginikan, Sayang." Jawab Ressa seraya tersenyum manis yang membuat jantung Tian berdebar tidak karuan. Istriya ini sulit untuk ditebak pikirannya apa."Apa aku harus bersujud dan mencium kakimu dulu agar kamu tidak pergi dariku Ressa. Kita bisa menyelesaikan masalah Dea sama-sama. Apalagi sekarang ada Denis yang bisa meluluhkan hatinya." Tian bersimpuh di lantai memeluk kaki Ressa yang masih sibuk mengeluarkan pakaian dari dalam lemari."Bangun Sayang, jangan bersimpuh seperti aku ingin mengutukmu saja." Canda Ressa dengan suara tawa reny
Perempuan itu menggeleng tegas, meskipun sangat menginginkan semua itu, namun ia tidak boleh egois, ada Dea yang sangat menginginkan ayahnya. "Dia yang lebih berhak atas kamu, aku sudah sehat gak papa di rumah sendirian, kamu temani Dea.""Jangan usir aku lagi Sayang, aku mau disini sama kamu.""Enggak, kamu ke rumah Aru, atau kita pisah." Ancam Ressa yang membuat Tian tidak bisa mengelak apa-apa lagi.Seperginya sang suami Ressa membereskan pakaian-pakaiannya sendiri, tidak jadi minta bantuan Tian."Huft, gak papa, aku kuat, tapi capek!!" Gumamnya, membawa pakaian-pakaian itu ke halaman belakang dan membakarnya sedikit demi sedikit sambil melamun.Dulu pikirnya cobaan rumah tangganya hanya dari perempuan lain dan masa lalu suaminya, namun ternyata kakak dan keponakannya sendiri.***"Daddy!" seru Dea menghambur ke pelukan sang ayah. "Daddy tinggal disini kan?" tanya gadis beranjak remaja itu antusias.Tian meng