“Jika saya sudah menikah, maka saya akan mengurus adopsi Tama, Megumi, dan Jelo. Saya masih proses mencari jodoh yang mau menerima kondisi saya dan keinginan-keinginan saya.”Nami menatap kagum pada Samudra. Memang dirinya tidak salah pilih idola. Nami sangat yakin jika Tuhan sudah menyiapkan seorang wanita berkelas untuk Samudra. Dalam bayangan Nami, pasti orang itu tinggi, putih, cantik, fashionable, rambutnya indah tergerai panjang, dan memiliki hati sebaik Samudra. Hati Nami perih membayangkannya. Namun sebagai seorang penggemar, ia tidak boleh egois. Jika itu terbaik untuk Samudra, Nami akan mendoakannya. “Umm … begini, Nak Samudra … masalahnya Nona Raline juga ada keinginan untuk mengadopsi Tama, Megumi, dan Jelo. Nona Raline dan pacar barunya akan segera menikah. Sayang persyaratan keduanya belum mencukupi, karena kami mengharuskan pasangan yang ingin mengadopsi minimal menjalani pernikahan selama lima tahun. Itu pun masih ada syarat-syarat lain yang pastinya ribet.”Nami dan
“Oh, maaf, Nona!”Samudra memungut ponsel Nami yang sama persis modelnya dengan miliknya. Samudra memeriksa ponsel Nami untuk memastikan apakah benda itu baik-baik saja. Melihat sambungan telepon Nami masih terhubung, bahkan tidak sengaja mode loudspeakernya aktif. Terdengar suara Rauf yang memanggil-manggil Nami.“Nami, kamu masih di sana? Kamu sama siapa?”Karena terlalu gugup akibat ketahuan berhubungan dengan Rauf, Nami lekas merebut ponsel dan memutuskan panggilan sepihak. Samudra dan Nami sama-sama diam. Sampai menimbulkan respon senyap dari Tama, Megumi, dan Jelo yang heran melihat dua orang dewasa di hadapannya saling diam.“Ponsel saya baik-baik aja, Mas.”“Maaf sekali, Nona. Saya tadi terlalu bersemangat dan tidak memperhatikan lagi kalau nona sedang bertelepon.”Samudra tadinya kasihan dengan Nami yang hanya duduk sendirian di bangku panjang. Ia meminta izin pada Tama, Megumi, dan Jelo untuk mengajak Nami bermain. Ketiganya setuju dengan mudah dan sontak membuat Samudra te
“Chef ada perlu apa ke sini?”Nami berusaha untuk bersikap ramah, selayaknya tamu yang dipersilakan masuk ke rumah. Disajikan minuman dan cemilan serta tak lupa dipersilakan duduk. Samudra sempat menawarkan diri untuk ditemani. Namun Nami mengatakan jika ia tak masalah menghadapi Chef David sendirian. Samudra hanya khawatir jika Nami masih takut bertemu lawan jenis. “Maaf baru bisa menemui kamu. Keluarga Arvarendra sedang sibuk mempersiapkan pernikahan Nona Raline. Jadi waktu saya sangat sedikit untuk memegang ponsel.”Nami mengerti, meski ia juga tak meminta penjelasan tentang alasan David tidak membalas pesannya yang menceritakan tentang pelecehan yang ia terima. “Saya ke sini ingin melihat kondisi kamu. Maaf, karena saya terkesan menghilang begitu saja. Sungguh saya ingin sekali langsung menemui kamu saat itu. Tetapi …. ““Saya ngerti, Chef. Saya jauh lebih baik sekarang. Terima kasih sudah khawatir dan masih bersedia menemui saya.”Nami merasa bersalah, karena sempat berpikir j
Samudra memencet bell rumah Nami berulang kali. Samudra menelepon hampir ratusan kali dengan puluhan spam pesan yang tak terbaca dan tak terjawab sama sekali. Nami menghilang bak ditelan bumi. “Nona! Nona Nami! Ini saya!” Tidak ada respon dari pemilik rumah. Samudra terus menggedor dengan raut cemas bukan main. Alhasil apa yang Samudra perbuat malah menimbulkan perhatian tetangga sekitar rumah Nami yang kebetulan lewat. Si tetangga menatap hati-hati pada Samudra yang berpakaian begitu tertutup. Celana jeans, kaos oversize lengan sesiku lebih, ditambah aksesori masker, topi, dan kacamata. Itu terlihat aneh untuk ukuran anak muda yang seharusnya tahu cara memadu padankan fashion. “Maaf, anda mencari gadis yang tinggal sendiri di sini?” si tetangga mengambil sikap untuk tidak terlalu dekat. Tingkat kepercayaan masyarakat akan orang asing sedang anjlok belakangan ini. Si tetangga hanya tidak ingin kehilangan nyawa akibat orang asing yang menggedor-gedor pintu rumah orang lain. “Halo,
“Samudra, Nami kedatangan … tamu.”Samudra menerima telepon dari ibunya setelah dua jam kemudian. Ibunya Samudra mengatakan kata tamu dengan begitu hati-hati. Seakan-akan ibunya Samudra sempat mencari kata lain yang lebih pas untuk menggambarkan orang yang datang ke rumah Nami, sebelum akhirnya pasrah dengan kata tamu.“Siapa, Bu?”“Ibu sedikit sulit menjelaskannya. Nami sudah sadar?”“Iya, Bu. Dia ada di sebelahku.”Lantas Samudra mengatakan jika Nami kedatangan tamu. “Siapa?” tanya Nami yang diteruskan Samudra pada ibunya. “Nami kapan bisa pulang?”Pertanyaan ibunya, tentu cukup mencurigakan bagi Samudra. Nami yang masih lemas juga penasaran dengan tamu yang datang. “Belum tahu, Bu. Apa bisa tamunya datang lagi sekitar lusa saja? Katakan saja jika Nona Nami sedang diopname.”“Anu, Samudra. Sepertinya telah terjadi sesuatu.”Ibunya Samudra benar-benar sulit menjelaskannya. Samudra dan Nami saling melempar tatapan membingungkan. “Ibu, ada apa?”Nami meminta izin pada Samudra untuk
Samudra tahu jika Nami tidak bermaksud ingin benar-benar mati. Nami dan mereka yang menyebutkan kematian, tidaklah sungguh ingin mati. Mereka hanya lelah dan membutuhkan pertolongan akan deraan hidup yang menghantam kehidupan. Ujian naik level setiap manusia memang berbeda. Samudra sebagai manusia yang punya hati nurani, tentu tidak akan meninggalkan Nami sendirian disaat terpuruknya. Nami terpaksa harus merelakan rumah yang penuh kenangan suka dan duka bersama mendiang papanya. Entah bagaimana kelanjutannya, Nami dibawa Samudra ke suatu tempat. Nami kembali disuntik penenang agar bisa menstabilkan mentalnya yang carut marut. Jejak air mata berkumpul di wajah ayu Nami yang biasanya terlihat paling cerah saat di hadapan orang lain. “Sam, kakak kira udah cukup kamu terlalu dalam masuk ke masalah yang Nami. Yang kemarin, kakak sama ayah dan ibu masih biarin kamu mendampingi Nami, meski kamu jelas nggak salah sama sekali. Namun sekarang sudah cukup, Bro. Kamu kembali fokus sama pekerj
Samudra sadar jika masalah Nami yang sekarang sama sekali bukan tanggung jawabnya. Pria itu hanya ingin menghapus kesedihan dari wajah rapuh gadis itu. Samudra lebih suka untaian senyum Nami dibanding tangis sesaknya."Segitunya kamu sama penggemar yang satu ini.""Kenapa? Kamu cemburu?""Iya. Nanti kalau aku sedih, hibur aku juga."Samudra juga tak mengerti, sebab dirinya begitu effort melakukan itu semua untuk Nami. Padahal dirinya tidak harus menghibur sampai meminta keempat anggota Squirrel Crush yang lain untuk membantunya melakukan persiapan.Agenda itu lancar total dengan Nami yang menangis haru. Meski Nami enggan memperpanjang derai air matanya di hadapan lima pria dewasa yang datang memberi kejutan manis kepadanya. "Mas nggak perlu begini padahal. Saya banyak berhutang budi dan materi sama mas.""Ini tak seberapa. Mungkin apa yang saya berikan belum mampu membuat nona mengembalikan situasi."Nami menggeleng,"Bukan tanggung jawab mas mengembalikan itu semua. Makasih sudah mau
“Maaf, Mas. Saya …. ““Tidak masalah sama sekali. Ini hanya air. Saya dan yang lain juga sering berbagi minuman.”Nami malu bukan kepalang. Ia tidak ingin Samudra mengira dirinya sengaja melakukan itu. Nami sungguh menyesal, karena salah ambil botol. Akibat suasana yang semakin canggung, Samudra akhirnya pamit undur diri. Namun tetap saja, Samudra memastikan Nami akan baik-baik saja selama ditinggal. “Nona, nanti saya mampir lagi.”“Nggak usah, Mas. Soalnya nanti saya mau nya-“Nami sampai terpotong kalimatnya, karena saat ia spontan mengangkat wajahnya yang masih tersisa rasa malu. Nami tak sengaja melihat Samudra menjilat bibirnya. Nami menggerakkan kepalanya dengan cepat untung membuang segala pikiran negatif. Untung saja Samudra tidak melihatnya. “Iya, Nona? Kenapa?”“Uhm,” Nami jadi lupa apa yang ingin dikatakannya. “Nggak, Mas. Hati-hati di jalan.” Akhirnya Nami menyerah dengan cepat akan ucapan yang ia lupakan begitu saja. Samudra pun pergi. Setelahnya, barulah Nami ingat
"Apa ini, Bu?"Saat jam istirahat makan siang, ibunya Samudra menemui Nami secara mendadak. Nami diajak ke cafe terdekat dari kantornya untuk makan siang. Sembari menunggu pesanan disajikan ke hadapan, ibunya Nami memberikan sesuatu kepada sang menantu."Itu tiket. Nggak mungkin kamu nggak tahu." Ibunya Samudra terkekeh kemudian.Ya. Nami tahu jika itu tiket. Namun maksudnya apa memberikan tiket kepadanya?"Kamu sama anak ibu abis bertengkar, kan? Meski sekarang udah baikan, ibu sama ayah mau ngasih dua tiket ini, biar kamu dan Samudra bisa liburan berdua. Anggap bulan madu tipis-tipis.""Bu." Nami tersenyum canggung menatap tiket dan mertuanya bergantian."Kok, ayah sama ibu repot-repot?""Nggak repot sama sekali. Ibu itu kepengen kamu dan Samudra lebih lengket aja."Nami senang, karena mertuanya untuk ke sekian kali menunjukkan kebaikannya yang hangat. Namun kali ini, Nami terpaksa menolak."Ibu, terima kasih banget sudah peduli sama kami dan sayang sama aku. Aku beruntung banget b
"Maaf soal kelakuanku di mobil."Kalau dipikir-pikir sesudah kepalanya dingin, sikap seperti tadi sungguh childish. "Mas juga minta maaf, Sayang."Samudra kapok mengambil peran untuk drama romantis setelah ini. "Harusnya aku ngerti kalau mas cuma kerja. Padahal aku masih suka dengerin lagu-lagunya mas yang dipersembahkan buat Raline dulu. Tapi anehnya aku nggak cemburu dengernya."Bahkan Samudra sempat menjadikan Raline model video klipnya. Nami masih ingat adegan per adegan romantis Samudra bersama Raline. Namun ketika otaknya memutar memori video klip tersebut, ada pertentangan yang berbeda dengan perkataannya sebelum ini."Tapi kesel, ih! Kok Mas sama Raline so sweet banget? Dibikinin lagu satu album plus dijadiin model video klip lagi."Samudra cuma bisa bengong awalnya. Sampai akhirnya ia tersadar bila harus merespon untuk menenangkan Nami yang tampaknya lelah."Sayang, lagu-laguku yang terinspirasi dari kamu, sudah melebihi dua lagu dari lagu-laguku buat Raline. Kalau kamu mau
Tak ada yang bisa menandingi bagaimana panasnya hati seorang perempuan, saat mendengar atau bersentuhan sedikit dengan kata menjijikkan bernama PELAKOR. Arsya, Arsyi, dan Leony bergerak gesit mendandani Nami agar lebih mentereng dan mencuri perhatian lebih dari Aleena Kalila acara menonton bersama episode satu yang tayang serempak hari ini. “Aku sudah mengetahui tentang semua yang dikenakan Aleena hari ini. Pemilik butik tempatnya membeli gaun, berhubungan baik dengan Kiano.” Arsya merasa bangga dan puas hati, karena bisa mendapatkan gaun yang lebih wah, tidak norak, tapi tetap elegan untuk Nami. “Hair stylistnya Aleena pun, aku mengenalnya,” sambung Arsya yang memang untuk urusan seputar fashion, sudah tentu memiliki koneksi yang luas. Itu dikarenakan pekerjaannya yang memang berkutat di bidang tersebut. Nami hari itu sungguh tampil maksimal. Perutnya yang sudah sedikit membuncit tidak menjadi halangan untuknya mengenakan gaun berwarna biru malam dengan aksen manik-manik gemerlap
Syuting sudah usai. Samudra dan Nami yang sempat berseteru dalam diam, perlahan kembali menjalin untuk memperbaiki hubungan mereka yang sempat dingin. Nami gerah dan cemburu mengetahui tak sedikit para penggemar dan netizen yang malah berpendapat terang-terangan jika Samudra dan Aleena sangat serasi. Lebih gilanya lagi, Samudra dan Aleena memiliki fanclub bentukan perempuan-perempuan sinting yang secara tidak langsung, seperti mendoakan Samudra dan Aleena menjadi pasangan real saja. Yang dilakukan Samudra sudah benar. Ia lebih intens memperhatikan Nami. Komunikasi mereka juga meningkat tajam. Bila Nami tidak cepat mengangkat panggilan dan membaca pesan, justru Samudra yang ketar-ketir. Saking tidak inginnya Samudra melihat istrinya sedih dan stress saat hamil, Samudra lebih gila lagi membagikan momen-momen manis Nami yang entah sendirian atau saat bersamanya dan acara kumpul keluarga. Gara-gara hal itu, netizen seperti terbagi-bagi menjadi beberapa kubu. Kubu pertama adalah kubu o
"Sayang, maaf soal Aleena.""Iya. Nggak papa, Mas.""Serius nggak masalah? Jangan bohong.""Kesal sebenarnya." Bahkan Nami gatal sekali ingin menjambak rambut panjang Aleena, kemudian menjedotkan kepalanya ke jalan aspal. Untung saja Nami bukan psikopat. "Tapi aku tahu kalau mas nggak bakalan tertarik. Lagian kalau mas khilaf, aku bisa tinggal angkat kaki."Samudra menelan ludahnya susah payah,"Jangan, Sayang. Masa aku khilaf? Nggak percaya aku memangnya?"Nami cuma tersenyum,"Percaya, kok. Aku cuma mau ngasih tahu aja kalau laki-laki selingkuh yang ngaku khilaf itu, nggak perlu didampingi.""Nggak, Sayang. Aku nggak akan berbuat sebodoh itu. Janji." Samudra sampai mengacungkan dua jarinya. "Iya. Iya."Nami tidak ingin membahasnya lagi. Hormon kehamilannya, membuatnya jauh lebih sensitif. "Gaya bicara kamu berubah banyak, Mas." Nami selama ini jarang menyinggung hal yang satu itu. "Emmm, mas harus terbiasa, Sayang. Dialog juga kebanyakan gaya bahasa informal. Sama kru syuting dan
Syuting untuk series drama pertama Samudra pun dimulai hari ini. Syuting hari pertama berjalan cukup lancar. Meski Samudra harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sebelum ini, sebagai seorang artis, tidak dipungkiri memang urusan akting bukan hal yang pertama baginya. Namun syuting untuk series drama dengan musik video tetap ada perbedaan. Samudra harus menghapal naskah dan membangun chemistry dengan lawan mainnya lawan mainnya kali ini adalah seorang gadis bernama Aleena Kalila. Aleena memang pernah berskandal sebelumnya. Namun karena tidak terbukti, Aleena masih tetap digunakan bakatnya dalam dunia entertainment. Karena harus membangun chemistry, mau tidak mau samudra dan Aleena diharuskan lebih dekat agar proses syuting berjalan dengan baik.Tentu saja semuanya dilakukan dengan profesional. Hubungan antara Samudra dengan pemain lain dan para staf pun sangat bersahabat.Samudra juga beberapa kali mendapatkan kiriman food truck dari Mellifluous juga dari teman-teman satu grupny
“Nami.” “Eh, Arsya.” Namun Nami segera merevisi panggilannya,”Bu Arsya, selamat siang. Pak Kiano ada di dalam.” “Ck! Aku mau ngobrol bentar sama kamu. Nggak usah manggil ibu gitu, ah. Aneh dengarnya.”Nami belum mengiyakan, tapi Arsya sudah menariknya agar berdiri dari kursi kerjanya. Nami digandeng, dibawa ke cafetaria kantor. “Eh, ada Arsyi sama Leony juga. Ini mau ada apaan?”Nami akhirnya duduk bergabung bersama tiga sahabatnya. Nami merasa heran, karena ketiga temannya menatapnya dengan tatapan aneh. “Nami, kamu serius ngizinin Samudra main drama series?” tanya Leony memulai rapat dadakan yang entah bertujuan untuk apa. “I-iya.” Nami semakin heran jika pertemuan itu dilakukan hanya untuk membahas Samudra akan memulai debut akting di drama series. “Kenapa, Nam?” tanya Arsyi dengan kening berkerut dalam. “Ya, nggak kenapa-napa banget. Tapi justru kalian kenapa, deh?” “Nam, kamu harus larang Samudra. Mumpung belum syuting.” Arsya mendesak. Nami malah semakin tidak mengerti d
"Eh, tumben ada kembang api."Sebelum mereka kembali ke hotel, Nami dan samudra memutuskan untuk jalan-jalan di pusat keramaian di kota Seoul.Selain mereka, penduduk lokal juga banyak yang memilih untuk nongkrong di sana. Pertokoan dan tempat makan, lengkap ada di lokasi tersebut. Mungkin itu alasan lokasi tersebut ramai pengunjung."Mungkin ada perayaan."Samudra menggenggam erat tangan Nami. Mereka mendongak, menikmati pancaran kembang api yang berkilauan di atas sana. Banyak yang merekam momen indah tersebut, tak terkecuali Nami yang dengan cepat mengambil ponselnya. Otomatis pegangan tangan mereka terlepas. Samudra pun yang tidak ingin Nami tersenggol kerumunan, menarik pinggangnya untuk lebih rapat. Suasana yang indah itu, mampu membuat Samudra terbawa perasaan. Bukannya menikmati kembang api yang sedang mempercantik angkasa sekaligus menambahkan kadar polusi. Samudra memilih untuk memandangi sang istri yang sibuk merekam sembari menonton pertunjukkan kembang api. Berawal da
“Jangan diikat.”Samudra merebut ikat rambut Nami yang baru saja ingin disematkan sang istri ke rambut. “Kenapa, sih, Mas?”“Dingin. Rambutmu sudah pendek. Untuk apa diikat?”Memang tidak ada alasan khusus, tapi Nami heran saja pada Samudra yang melarangnya mengikat rambut. “Aku tidak suka lehermu dilihat oleh pria lain. Terutama tour guide kita.”Nami tidak begitu suka pria pencemburu sebenarnya. Tapi harus ia akui bila kejujuran Samudra serasa menggelitik dadanya. Senang juga dicemburui ternyata. “Ya, udah, Mas. Nggak jadi ngikat rambut.” “Oke. Kita pulang dulu istirahat. Besok jadi ke Namsan Tower?”“Jadi, dong. Aku mau gembokin namaku sama mas.”“Oh, tidak jadi dengan Kim Seokjin?”“Ih, Mas! Cuma bercanda. Jangan jealous.”Sesampainya di hotel. Bukannya istirahat, mereka kembali melakukan hubungan suami istri layaknya pengantin baru yang baru dimabuk cinta. Benar ternyata. Yang membuat mereka tidak enjoy saat bercinta, karena fisik dan pikiran mereka sudah lelah akibat bekerj