Share

3. PINDAH KOTA

Seorang pria terbaring di atas ranjang rumah sakit. Ranjang tersebut berada di sebuah kamar rawat inap yang luas.

VVIP 01.

Begitulah yang tertulis di bagian depan pintu utama kamar tersebut.

Terdapat beberapa buah sofa di sudut ruangannya untuk tamu atau keluarga yang menunggu. Sedangkan di sisi lain terdapat sebuah pintu yang menuju ke kamar mandi. Di dalam ruangan bernuansa putih itu pria yang sedang terbaring tersebut tidak sendirian. Di sampingnya terdapat seorang wanita dan dua orang lelaki yang setia menunggunya.

Dua hari.

Sudah dua hari berlalu tapi Allen belum sadarkan diri. Tubuhnya masih dipasang infus. Perban masih membebat di kepalanya. Dokter mengatakan bahwa Allen sedang dalam masa pemulihan.

"Kenapa belum sadar juga?" Alessia bertanya lirih kepada Allen. Tangannya menggenggam erat jemari Allen. Allen yang ditanya hanya terdiam. Wajah tampannya terlihat begitu damai.

Ronald hanya mengamati dalam diam interaksi antara Alessia dan Allen.

"Ferdy, tolong belikan makanan untuk Nak Alessia." Ronald yang duduk di sofa di sudut ruangan kamar rawat inap tersebut mengeluarkan sebuah kartu kredit dan memberikannya pada Ferdy. Ferdy segera mengambil kartu kredit tersebut dan bersiap melaksanakan tugas dari tuannya.

"Nona Alessia ingin dibelikan makanan apa?" Ferdy bertanya dengan sopan kepada Alessia.

Alessia mengalihkan pandangannya dari Allen. Ia perlahan-lahan mencerna apa yang ditanyakan oleh Ferdy kepadanya. Kondisinya yang lelah hati dan pikiran membuatnya menjadi kesulitan berpikir.

"Saya tidak lapar."

"Tapi kamu belum makan dari tadi pagi. Setidaknya isilah perutmu meskipun sedikit Nak, jangan sampai kamu pun jatuh sakit." Ronald menimpali ucapannya. Ia merasa khawatir karena melihat kondisi Alessia yang terlihat pucat.

"Hm iya, Om. Kalau begitu terserah Pak Ferdy saja mau beli apa."

"Baik Nona. Saya permisi dulu." Ferdy mengangguk singkat sebelum meninggalkan ruangan.

"Om Ronald, apa yang akan Om katakan pada Allen saat ia sudah sadar?" Alessia memulai percakapan saat Ferdy sudah pergi.

Mendengar pertanyaan Alessia, Ronald terdiam cukup lama. Sebenarnya begitu banyak yang ingin ia sampaikan pada Allen, tapi permohonan maaf dan penyesalan-lah yang mendominasi. Ia bahkan merasa ketakutan jika Allen menolak kehadirannya. Hatinya pasti akan sangat hancur.

Ronald ingin berusaha meyakinkan Allen untuk menerimanya. Tes DNA sudah Ronald lakukan. Laporan pengecekan latar belakang dan segalanya sudah ia terima. Itu semua membuktikan bahwa pria muda yang hampir kehilangan nyawa di hadapannya adalah Allen, putra kandungnya.

Semenjak beberapa hari yang lalu, Ronald mengorek informasi dari Alessia tentang apa yang sebenarnya terjadi. Alessia yang awalnya tidak mau membuka diri pada Ronald yang baru pertama kali ia temui akhirnya mengalah. Ronald menunjukkan berbagai bukti yang ia miliki pada Alessia yang membuktikan bahwa ia adalah ayah kandung Allen.

Alessia teringat pesan dari Jane sebelum ia wafat. Jane memintanya untuk membujuk Allen agar ia menerima kehadiran Ronald sebagai ayahnya apabila Ronald menemui Allen. Alessia juga melihat kesungguhan Ronald untuk melindungi putranya.

Alessia pun akhirnya memilih untuk tidak lagi bungkam. Ronald mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulutnya dengan seksama. Ronald pun mendapat informasi dari Alessia mengenai percakapan dua orang yang ia dengar saat Allen kecelakaan. Tangannya mengepal geram karena seseorang telah menyakiti putranya. Terlebih sebelumnya anak buahnya juga melaporkan kepadanya tentang kejadian Allen yang dihajar habis-habisan oleh atasannya yang bernama Anggoro.

Beraninya dia menyentuh putraku, batin Ronald penuh kemarahan.

"Cari semua informasi mengenai orang yang telah melukai putraku! Segera laporkan padaku!" Ronald segera menitahkan Ferdy.

Ferdy pada saat itu segera memerintahkan orang-orangnya untuk melakukannya. Tidak lama lagi informasi yang diminta akan segera Ronald dapatkan.

"Om Ronald?"

Suara Alessia mengembalikannya ke saat ini. Ia mulai memfokuskan pikirannya kembali. Ia teringat bahwa ia belum menjawab pertanyaan Alessia sebelumnya.

"Yang jelas permohonan maaf dan penyesalan Om karena tidak ada di sampingnya selama ini Alessia. Om sangat ingin Allen memberikan Om kesempatan untuk menebus semua kesalahan Om padanya ... dan pada Jane." Ronald menyebut nama Jane dengan begitu lirih. Hatinya begitu nelangsa mengingat wanita yang masih dicintainya tersebut telah tiada.

"MUDAH SEKALI ANDA MENGUCAPKANNYA!" ucap sebuah suara yang menyela pembicaraan keduanya. Tidak keras memang suaranya, tetapi amarah terasa begitu kental di dalamnya.

"Allen!" Alessia yang begitu mengenal suara itu segera mendekati Allen.

"Kamu sudah sadar hm?" Alessia menatap wajah Allen yang masih sedikit pucat.

"Udah. Sekarang suruh orang itu pergi dari sini Ale!"

Allen ternyata sudah sadar beberapa menit yang lalu. Ia mendengar pembicaraan singkat antara Ronald dan Alessia. Hal itu membuatnya dapat menerka siapa gerangan lelaki di hadapannya itu.

Ronald yang mendengar apa yang dikatakan Allen tidak berkutik. Mulutnya membuka dan menutup beberapa kali. Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi tidak ada satu patah kata pun yang keluar dari dalam mulutnya.

"Aku bilang pergi!" Allen mulai histeris. Ia bergerak-gerak mencoba bangun dari tempat tidurnya.

"Allen, tenang." Alessia menahan tubuh Allen.

"Pergi!" Allen masih mencoba memberontak.

"Allen!" Alessia sedikit meninggikan suaranya.

Allen yang awalnya masih meronta-ronta perlahan mulai tenang. Ia terdiam.

"Allen tenang ... dengarkan penjelasannya dulu. Kamu nggak ingat pesan Mama Jane sebelum meninggal hm?" Alessia berusaha membujuk Allen.

"Setidaknya berikan Om Ronald kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Keputusan selanjutnya ada di tangan kamu. Oke?" Allen mendengus kesal tapi tidak mengatakan apa-apa.

Alessia menoleh ke arah Ronald yang terlihat sangat gugup.

Ronald akhirnya mengambil langkah. Ia mendekati ranjang dan menatap wajah putranya tersebut.

"Maafkan Papa, semua yang terjadi adalah salah papa. Tolong beri papa kesempatan untuk menebus segalanya." Ronald mengucapkannya dengan suara dan tangan yang bergetar.

Alessia yang mendengar itu semua memilih untuk pergi ke luar ruangan. Dia ingin memberikan keduanya privasi agar bisa lebih leluasa mengungkapkan isi hatinya masing-masing. Alessia berharap keduanya bisa mendekatkan diri satu sama lain.

Bagaimana pun Om Ronald adalah ayah kandung Allen, batin Alessia.

Semua yang dilakukan ini tidak terlepas dari amanah yang diberikan oleh Jane pada Alessia sebelum Jane menghembuskan napas terakhirnya. Jane ingin Alessia membantu agar Allen dapat menerima ayah kandungnya.

Kesalahan Ronald memang fatal tetapi mengingat Jane yang bersikukuh meminta Allen dapat memaafkan Ronald, Alessia akhirnya menyanggupinya. Tidak ada salahnya dicoba.

Alessia memutuskan untuk mencari udara segar. Ia berjalan-jalan sampai akhirnya menuju ke salah satu Coffee Shop yang ada di lantai dasar rumah sakit ini.

"Selamat datang. Silakan mau pesan apa?"

"Satu hazelnut coffee hangat." Pesannya kepada seorang barista di hadapannya.

"Baik. Ada tambahan lain?"

"Hmm. Oreo cheesecake satu." Jawab Alessia yang sedang memandangi berbagai jenis cake yang ada di display. Tiba-tiba ia merasa lapar. Allen yang sudah bangun membuatnya merasa jauh lebih baik.

Gawai milik Alessia berbunyi. Ia meletakkan makanan dan minumannya di atas meja sebelum menjawab panggilan tersebut.

"Di mana?" tanya Allen.

"Ada deh." jawab Alessia ringan.

"Seriusan ditanyain juga."

"Lagi ngopi di bawah."

"Lah belum makan udah ngopi aja. Asam lambung apa kabar?"

"Ini juga sama makan cheesecake kok." Alessia mulai memotong sebagian oreo cheesecake di hadapannya dan memasukkannya ke mulut.

Hmmm enak juga, batin Alessia.

"Oh. Tapi habis ini tetep makan ya. Jangan cheesecake doang."

"Hmm," jawab Alessia sekenanya sambil melumat cheesecake di dalam mulutnya.

"Eh iya aku habis ini sekalian balik dulu ya. Mau ngecek rumah dulu. Ntar aku ambilin baju gantimu sekalian. Titip apa gitu nggak?" kata Alessia.

"Hmmm apa ya. Yaudah naik ke kamar sini aja dulu. Emang bawa kunci rumahku?"

"Bawa kayaknya ... eh di tas ternyata. Yaudah aku naik dulu aja habis ini."

"Hm, ya udah."

Telepon terputus.

Alessia merasa sedikit lebih baik setelah mengisi perutnya. Setelah selesai ia segera beranjak dan menuju ke lantai atas, kamar rawat inap Allen.

Sesampainya di depan kamar, pintunya yang sedikit terbuka membuat Alessia bisa samar-samar mendengar percakapan Allen dan Ronald di dalam.

"Jadi bagaimana, Nak?" terdengar suara Ronald yang bertanya lembut kepada Allen.

"Kamu mau kan, Nak?" Ronald kembali membujuk Allen.

Alessia yang sedang memegang gagang pintu dan hendak membukanya terhenti saat mendengar suara Allen.

"Hmm, ya sudah aku akan pindah ke ibukota sama Papa."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status