Share

Bab 6

Author: Farid-ha
last update Last Updated: 2025-01-04 08:25:24

“Mari masuk, Mbak. Maaf sudah merepotkan Mbak Sakinah.” Meskipun heran dengan kehadirannya, penasaran apa tujuan perempuan tersebut, tapi aku berusaha untuk menerimanya dengan ramah.

Aku mendahuluinya masuk ke dalam ruang tamu setelah membuka pintunya lebar-lebar. Rafa yang telah melepaskan sepatunya mengikuti langkahku, disusul oleh Sakina di belakangnya.

Aku mempersilahkan perempuan itu duduk, lalu pamit ke belakang untuk mengambilkan air minum. Beberapa menit kemudian aku kembali ke depan dengan membawa nampan yang berisi tiga gelas minuman beserta satu piring bolu ketan hitam buatanku tadi pagi, sebelum kedatangan Damar.

“Diminum dan silakan dicicipi bolu ketannya, Mbak.” Aku tersenyum seraya meletakkan nampan di atas meja di hadapan tamu tersebut.

Perempuan itu tampak mengangguk setelah mengucapkan kata terima kasih dan maaf telah merepotkan.

“Terima kasih banyak sudah mengantarkan Rafa pulang, Mbak. Tapi, kalau boleh tahu, apa yang membuat Mbak Sakina penasaran dengan saya?”

Aku menjatuhkan bobot tubuh ini di seberangnya, Meja kayu jati berbentuk bulat menjadi penghalang kami. Rafa sendiri memilih pergi ke kamarnya untuk berganti pakaian.

“Karena saya penasaran seperti apa ibu yang telah berhasil mendidik Rafa. Sehingga memiliki putra sebaik dirinya, Mbak.” Perempuan terus tersenyum.

Aku menegakkan posisi duduk, menatap Sakina dengan lekat.

“Saya masih tidak mengerti. Apa yang dimaksud oleh Mbak Sakina. Memangnya apa yang telah dilakukan oleh Rafa hingga membuat Mbak Sakina terpukau dengan anak saya?” tanyaku penasaran.

Entah apa yang dikagumi oleh perempuan tersebut? Menurutku, Rafa hanya anak kecil biasa. Rafa tumbuh seperti anak pada umumnya. Dia masih anak-anak dengan segala tingkahnya.

“Saya sangat kagum dengan Rafa, Mbak. Dia punya akhlak yang bagus. Mbak Ratih berhasil mendidiknya,” puji Sakinah.

Aku hanya menjawab dengan Ma Shaa Allah. Menurutku perempuan itu berlebihan. Sebab apa yang aku lakukan pasti dilakukan oleh semua ibu di dunia. Mengajarkan akhlak, adab kepada anaknya. Tidak ada yang istimewa.

“Ada satu hal yang membuat saya kagum, Rafa memiliki prinsip. Anak sekecil itu tidak goyah dengan pendiriannya.”

Aku mengerutkan kening.

“Memang apa yang dilakukan Rafa, Mbak?” Rasa penasaran sudah tidak terbendung lagi, menuntut jawaban.

“Rafa itu anak memegang prinsip yang kuat. Dia menolak hadiah dari saya. Padahal, Rafa telah membantu saya menemukan sesuatu yang sangat berharga dalam hidup saya, Mbak, Cincin nikah. Sebagai hadiahnya, saya memberikan jam tangan yang mahal untuknya. Tapi, ditolak. Katanya dia ikhlas membantu. Biar Allah saja yang membalasnya. Sungguh, saya tertampar dengan ucapan anak sekecil itu, Mbak. Saya salut dengan pendidikan yang Mbak Ratih berikan.”

Aku tertegun mendengar penjelasan perempuan tersebut.

“Saya yakin Mbak juga pasti mendidik putra-putrinya dengan sangat hebat.”

Perempuan di hadapanku menundukkan kepalanya. Lalu, mendongak dengan mata yang berkaca-kaca.

“Sayangnya saya tidak memiliki anak meskipun sudah sembilan tahun menikah, Mbak.” Dia menyapu sudut matanya yang mulai mengembun.

“Oh … maaf kalau kata-kata saya membuat tidak nyaman, Mbak. Sungguh, saya tidak tahu. Semoga Allah segera menghadirkan janin dalam perut Mbak Sakina,” ucapku dengan tulus, sepenuh hati.

Sungguh, aku tidak enak hati sendiri telah menyinggung soal anak di hadapan orang yang sedang mendamba kehadiran seorang anak.

Pasti berat berada di posisi Sakina. Sembilan tahun tanpa keturunan. Bisa dibayangkan bagaimana omongan saudara dan para tetangga. Bukankah sudah menjadi hal biasa di Indonesia, perempuan yang belum memiliki keturunan anak dipergunjingkan? Meskipun itu sebenarnya tidak pantas untuk dibicarakan. Sebab, keturunan adalah hak prerogatif-NYA Allah. Tidak ada satu orangpun yang bisa mempercepat atau memperlambatnya.

“Terima kasih banyak doa tulusnya, Mbak. Tapi, rasanya itu tidak mungkin terjadi, Mbak. Sebab rahim saya telah diangkat.” Sakina menjelaskan dengan mata yang berkabut.

Aku paham bagaimana perasaannya kini. Pasti sangat sedih, padahal sangat menginginkan kehadiran seorang momongan.

“Pasti selalu ada hikmah dari semua ini, Mbak. Mungkin tidak akan lahir seorang anak dari rahim Mbak Sakina sendiri, tapi saya yakin akan banyak anak yang menyayangi Mbak Sakina. Para keponakan misalnya, atau anak-anak yang diasuh oleh Mbak Sakina.” Hanya itu kata-kata yang ke luar dari bibir ini.

Asal kamu menyayanginya dengan tulus juga, sambungku di dalam hati.

“Saya pun maunya seperti itu, Mbak. Ingin mengadopsi seorang anak. Sayangnya, suami saya tidak mau mengadopsi anak orang lain, Mbak. Dia mau anak kandung. Tapi, mustahil saya kabulkan.”

Perempuan itu tidak dapat menahan isak tangisnya. Lekas kusodorkan tisu ke arahnya.

“Yang sabar, ya, Mbak.” Aku tidak tahu lagi harus berkata apa. Padahal, bisa jadi kata sabar itu bukan ucapan yang ingin didengar oleh Sakina.

Pasti dia selalu mengalami pergulatan batin setiap saat. Bagaimana tidak, suaminya menginginkan anak kandung sementara dia mustahil memberikannya. Bisa ditebak ke arah mana muara pikiran suaminya. Pasti, laki-laki itu ingin menikah lagi. Sebab, hanya itu satu-satunya cara agar memiliki keturunan secara langsung.

“Saya hanya bisa pasrah, Mbak.”

Aku hanya bisa memberikan anggukan kepala sebagai responnya.

“Ah, maaf, ya, Mbak jadi curhat saya.” Sakina berusaha tersenyum setelah menyusut air matanya.

Kembali aku mengangguk sambil membalas senyumannya.

“Tapi sungguh, saya bahagia telah dipertemukan dengan Rafa dan juga ibunya. Saya merasa tidak lagi sendirian,” ucap Sakina sebelum akhirnya berpamitan.

Aku mengantarkan Sakina sampai teras. Rafa pun turut mengantarkan setelah kupanggil.

****

Sore harinya aku mengajak Rafa ke warung seblak. Ya, aku memilih usaha warung seblak yang telah berdiri sejak enam tahun lalu. Usaha yang dirintis dari kontrakan kecil tersebut kini sudah berkembang pesat. Dulu, aku memasak dan melayani pembeli sendiri di awal berdirinya. Tapi, kini sudah dibantu dengan empat karyawan. Biasanya aku datang sejak pagi. Tapi, kedatangan Damar tadi pagi membuat hatiku hancur. Hingga aku menyerahkan pada Bela. Gadis yang kupercaya bisa untuk memasak seblak.

.

Warung yang kurintis atas idenya Bude Murni itu kini tak pernah sepi pembeli. Terlebih di saat weekend. Sore hari adalah waktu yang paling rame. Sebab, tidak sedikit karyawan dari konveksi yang terletak di seberang warung itu pada membeli untuk oleh-oleh keluarganya di rumah.

“Rame banget, ya, Bel? Ke mana Apriani? ” Aku menyapa gadis yang terlihat sedang kerepotan memasak seblak itu.

Di tempat kasir, Tia terlihat sibuk melayani pembeli yang hendak membayar. Resti terlihat sibuk membungkus yang seblak yang hendak dibawa pulang pembeli.

“Ah, iya, Bu. Ini sedang menyiapkan pesanan dua puluh bungkus. Sedikit keteteran, Apriani sedang mengantarkan ke kecamatan sebelah, Bu.”

“Alamatnya arah mana ini, Bel?”

“Kata Tia ke perumahan baru itu, Bu.” Bela mematikan kompornya, pertanda seblak sepuluh porsi itu sudah siap dibungkus.

“Oh ya, sudah biar saya saja yang mengantarkan.”

“Ibu serius?” Bela menatapku tak percaya. Tak biasanya aku membantu mengantarkan pesanan. Biasanya aku membantu di dalam warung saja.

Aku mulai membantu Bela membungkus seblak-seblak tersebut.

“Seriuslah, Bel. Lagian kalian pada kerepotan, tuh. Biar saya aja yang nganterin. Sekalian mau ada perlu ke arah sana, tulis aja alamatnya nanti saya anterin.”

****

Setelah dua belas menit berkendara, aku akhirnya sampai juga ke alamat yang dimaksud oleh Bela.

Aku mematung di depan alamat yang dimaksud, tubuhku membeku seketika. Ternyata ….

Related chapters

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 7. Kenyataan Baru

    Jantungku berdetak kencang. Tangan ini gemetar tanpa kusadari. Aku menggigit bibir bawah berusaha menahan sesuatu di dalam sini. Kenapa dunia sesempit ini? Penglihatanku tidak salah, itu benar-benar Damar. Laki-laki yang paling kubenci itu baru saja keluar dari rumah nomor 30, tetangga sebelah yang order seblak tadi. Gegas kuturunkan kaca helm agar seluruh wajah ini tertutup, aku tidak ingin Damar melihat keberadaanku di sini. Jantungku berdegup semakin kencang. Kakiku seakan terpaku di tempat, namun pikiranku terus berteriak agar laki-laki itu segera pergi dari perumahan ini. Aku sengaja tidak segera turun dari atas motor. Membiarkan dia berlalu dulu dari perumahan ini. Dari balik spion motor, aku melihat mobil Damar yang melaju pergi meninggalkan perumahan ini. Beberapa detik kemudian, aku berdiri mengetuk pintu rumah nomor 31, mengantarkan seblak untuk tetangganya Damar. “Assalamualaikum, Bu. Kami dari warung Seblak ECO.” Aku tersenyum ramah pada perempuan setengah baya yang s

    Last Updated : 2025-01-07
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 8

    “Bu, ada tamu sepertinya. Ada yang mengetuk pintu,” ucap Rafa yang hendak sarapan. Bocah sembilan tahunan itu sudah duduk manis di depan meja makan dengan seragam sekolahnya saat aku menoleh ke arahnya. “Oke, biar ibu yang membukakan pintunya. Rafa lanjut sarapannya, ya.” Aku mengelap tangan sebelum meninggalkan wastafel. Aku tersentak kaget saat membuka pintu, tamu yang sangat tidak aku inginkan. Setelah mengetahui siapa yang datang, kembali menutup pintu. “Ratih, aku hanya ingin bicara," kata Damar dari luar pintu.Damar, laki-laki yang telah kuhapus namanya kini dia datang kembali. Membuka luka lama, seolah tak pernah ada penyesalan di balik kepergiannya. Bagiku, dia sudah m4 ti. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.Aku berdiri di balik pintu, tidak berniat membukanya. "Kita ada hal yang perlu dibicarakan. Pergilah! Dan jangan pernah kembali ke rumah ini, Damar!” Sudah tidak ada lagi panggilan Mas seperti sepuluh tahun silam. Terlalu berharga sebutan tersebut untuknya. "Aku

    Last Updated : 2025-01-08
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Dia kembali

    Bab 1“Assalamualaikum." Aku yang sedang menyiram tanaman spontan mendongak, menatap pemilik suara tersebut. Aku mematung, tubuhku membeku ketika melihat siapa yang menyapaku. Detak jantungku berdetak dua kali lipat dari biasanya. Tubuhku terpaku, alat siram tanaman yang ada dalam genggaman jatuh ke tanah tanpa aku sadari. Bibirku kelu untuk sekedar menyapanya. Ternyata dia pemilik suara bariton itu. Suara yang dulu sangat aku rindukan di awal-awal kepergiannya.Seharusnya aku senang dia kembali setelah menghilang bertahun-tahun lamanya. Seharusnya aku bahagia laki-laki itu muncul kembali. Tapi, sayangnya rasa bahagia itu tidak ada sama sekali di dalam sini. Berganti dengan rasa b3nci dan amarah yang bergulung-gulung di dalam dada.“Ratih? Apa kabar?” tanya manusia di hadapanku itu tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia mengulurkan tangannya, tapi aku enggan menyambutnya meskipun masih berstatus suami. Kubiarkan tangan itu mengambang di udara. Suaranya masih sama, lembut. Tapi, su

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 2

    Di balik pintu aku menjatuhkan diri ke lantai. Memeluk lutut sambil menahan isak yang menyesakkan dada. Kedatangannya Damar yang tiba-tiba kembali membuka luka lama.Kejadian sepuluh tahun silam kembali berputar di kepala tanpa diminta. Malam itu di tengah gerimis hati ini mulai diliputi cemas. Tak biasanya Mas Damar pulang selarut ini. Bahkan jika ia lembur, selalu memberi kabar terlebih dahulu. Tetapi, hari itu berbeda. Sejak sore, aku tidak bisa menghubungi nomornya. Berkali-kali aku menekan nomornya, tapi hanya ada suara operator yang mengatakan nomor tersebut tidak aktif. "Di mana kamu, Mas?" Aku mulai memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan pikiran yang telah dipenuhi berbagai prasangka buruk. Takut-takut terjadi sesuatu dengan Mas Damar.Mungkinkah Mas Damar kecelakaan di jalan? Atau mungkin suamiku mengalami sesuatu yang buruk di tempat kerja?"Tidak mungkin. Mas Damar pasti baik-baik saja. Mungkin ponselnya hanya rusak atau baterainya habis,” Aku berusaha menenangka

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 3

    Tubuhku lunglai seketika mendengar penuturan dari Doni. Bagaimana tidak, ternyata Mas Damar sudah menyiapkan kepergiannya secara matang. Buktinya, ia sudah resign dari tempatnya kerja tanpa berkompromi dengan aku terlebih dahulu.“Berarti dia mengundurkan diri di hari kemarin, ya, Mas?” tanyaku sembari mengerjap, menghalau turunnya air mata. “Iya, Mbak. Saya sendiri tidak tahu hal ini. Kemarin dia tidak menceritakan apapun pada saya. Dan tidak berpamitan kepada siapa pun. Hanya bilang mau ada urusan pribadi makanya izin pulang awal." Allah ….Air mataku luruh. Pertahananku akhirnya jebol. Tubuhku jatuh di kursi tunggu. Aku menangis di sana. Hatiku benar-benar hancur. Bagaimana aku menjalani hari tanpa Mas Damar di sisi kami? Sementara, aku hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak punya penghasilan sendiri.Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas Damar? Kenapa kamu tega meninggalkan kami? Apa salahku? Padahal, rumah tangga kita tampak baik-baik saja. Kamu tidak pernah mengeluhkan apa

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 4

    [Mbak Ratih, karena sudah menunggak tiga bulan, Silakan mencari tempat tinggal yang lainnya. Besok tgl 1, sudah ada penghuni baru.] Pesan dari pemilik kontrakan masuk ke handphoneku setelah aku siuman usai mengetahui kepergian Rafi. Menunggak tiga bulan? “Allah … jadi Mas Damar tidak memperpanjang kontrakan? Bahkan menunggak tiga bulan lamanya? Kenapa aku tidak tahu? Di kemanakan jatah untuk kontrakan?” Aku hanya bisa bertanya di dalam hati. Tega sekali kamu, Mas! Padahal, uang itu sudah dipersiapkan setiap bulannya. Dada ini terasa semakin sebak. Masalah seolah sedang menghujani aku dari berbagai sisi. Tanpa terasa, air mata menetes kembali tanpa permisi. Allah …berat sekali ujian ini. Entah apa yang ada di pikiran Damar waktu itu sehingga tega meninggalkan aku yang sedang hamil, mengurus anak yang sedang sakit seorang diri tanpa tabungan. K3j’m nya lagi tempat tinggal pun yang telah habis masa kontraknya tidak diperpanjang lagi. Bahkan menunggak tiga bulan lamanya. Padahal

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 5

    “Nduk, bukankah itu Damar?” Jari telunjuk Bude Murni mengarah tepat ke arah teras rumah milik orang tuanya Damar.Dadaku bergemuruh hebat saat melihat laki-laki yang masih sah bergelar suamiku itu bercengkrama dengan keluarganya. Mereka tampak tertawa lepas. Di rumah mati-matian aku mengkhawatirkan dia, ternyata di sini Damar bahagia. “Benar apa yang Bude pikirkan, Nduk. Suami kamu pulang ke rumah orang tuanya. Sesuai dengan mimpi Bude." Allah.... Kenapa keluarganya tega mengatakan tidak tahu tentang kepergiannya Damar? Mengapa mereka kompak membohongi aku? Apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan? Aku memukul-mukul dada yang terasa sesak. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya agar paru-paru bisa bernapas dengan lega. Sakit? Tentu saja. Hati istri mana yang tidak sakit dibohongi oleh suami dan keluarga besarnya. Sungguh, aku tak menyangka Damar tega melakukan ini semua kepadaku. Ternyata dalam diam dia sudah menyusun rencana ini secara matang-matang. Sewaktu di rumah, ia sibuk

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 8

    “Bu, ada tamu sepertinya. Ada yang mengetuk pintu,” ucap Rafa yang hendak sarapan. Bocah sembilan tahunan itu sudah duduk manis di depan meja makan dengan seragam sekolahnya saat aku menoleh ke arahnya. “Oke, biar ibu yang membukakan pintunya. Rafa lanjut sarapannya, ya.” Aku mengelap tangan sebelum meninggalkan wastafel. Aku tersentak kaget saat membuka pintu, tamu yang sangat tidak aku inginkan. Setelah mengetahui siapa yang datang, kembali menutup pintu. “Ratih, aku hanya ingin bicara," kata Damar dari luar pintu.Damar, laki-laki yang telah kuhapus namanya kini dia datang kembali. Membuka luka lama, seolah tak pernah ada penyesalan di balik kepergiannya. Bagiku, dia sudah m4 ti. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan.Aku berdiri di balik pintu, tidak berniat membukanya. "Kita ada hal yang perlu dibicarakan. Pergilah! Dan jangan pernah kembali ke rumah ini, Damar!” Sudah tidak ada lagi panggilan Mas seperti sepuluh tahun silam. Terlalu berharga sebutan tersebut untuknya. "Aku

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 7. Kenyataan Baru

    Jantungku berdetak kencang. Tangan ini gemetar tanpa kusadari. Aku menggigit bibir bawah berusaha menahan sesuatu di dalam sini. Kenapa dunia sesempit ini? Penglihatanku tidak salah, itu benar-benar Damar. Laki-laki yang paling kubenci itu baru saja keluar dari rumah nomor 30, tetangga sebelah yang order seblak tadi. Gegas kuturunkan kaca helm agar seluruh wajah ini tertutup, aku tidak ingin Damar melihat keberadaanku di sini. Jantungku berdegup semakin kencang. Kakiku seakan terpaku di tempat, namun pikiranku terus berteriak agar laki-laki itu segera pergi dari perumahan ini. Aku sengaja tidak segera turun dari atas motor. Membiarkan dia berlalu dulu dari perumahan ini. Dari balik spion motor, aku melihat mobil Damar yang melaju pergi meninggalkan perumahan ini. Beberapa detik kemudian, aku berdiri mengetuk pintu rumah nomor 31, mengantarkan seblak untuk tetangganya Damar. “Assalamualaikum, Bu. Kami dari warung Seblak ECO.” Aku tersenyum ramah pada perempuan setengah baya yang s

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 6

    “Mari masuk, Mbak. Maaf sudah merepotkan Mbak Sakinah.” Meskipun heran dengan kehadirannya, penasaran apa tujuan perempuan tersebut, tapi aku berusaha untuk menerimanya dengan ramah. Aku mendahuluinya masuk ke dalam ruang tamu setelah membuka pintunya lebar-lebar. Rafa yang telah melepaskan sepatunya mengikuti langkahku, disusul oleh Sakina di belakangnya. Aku mempersilahkan perempuan itu duduk, lalu pamit ke belakang untuk mengambilkan air minum. Beberapa menit kemudian aku kembali ke depan dengan membawa nampan yang berisi tiga gelas minuman beserta satu piring bolu ketan hitam buatanku tadi pagi, sebelum kedatangan Damar. “Diminum dan silakan dicicipi bolu ketannya, Mbak.” Aku tersenyum seraya meletakkan nampan di atas meja di hadapan tamu tersebut.Perempuan itu tampak mengangguk setelah mengucapkan kata terima kasih dan maaf telah merepotkan. “Terima kasih banyak sudah mengantarkan Rafa pulang, Mbak. Tapi, kalau boleh tahu, apa yang membuat Mbak Sakina penasaran dengan say

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 5

    “Nduk, bukankah itu Damar?” Jari telunjuk Bude Murni mengarah tepat ke arah teras rumah milik orang tuanya Damar.Dadaku bergemuruh hebat saat melihat laki-laki yang masih sah bergelar suamiku itu bercengkrama dengan keluarganya. Mereka tampak tertawa lepas. Di rumah mati-matian aku mengkhawatirkan dia, ternyata di sini Damar bahagia. “Benar apa yang Bude pikirkan, Nduk. Suami kamu pulang ke rumah orang tuanya. Sesuai dengan mimpi Bude." Allah.... Kenapa keluarganya tega mengatakan tidak tahu tentang kepergiannya Damar? Mengapa mereka kompak membohongi aku? Apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan? Aku memukul-mukul dada yang terasa sesak. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya agar paru-paru bisa bernapas dengan lega. Sakit? Tentu saja. Hati istri mana yang tidak sakit dibohongi oleh suami dan keluarga besarnya. Sungguh, aku tak menyangka Damar tega melakukan ini semua kepadaku. Ternyata dalam diam dia sudah menyusun rencana ini secara matang-matang. Sewaktu di rumah, ia sibuk

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 4

    [Mbak Ratih, karena sudah menunggak tiga bulan, Silakan mencari tempat tinggal yang lainnya. Besok tgl 1, sudah ada penghuni baru.] Pesan dari pemilik kontrakan masuk ke handphoneku setelah aku siuman usai mengetahui kepergian Rafi. Menunggak tiga bulan? “Allah … jadi Mas Damar tidak memperpanjang kontrakan? Bahkan menunggak tiga bulan lamanya? Kenapa aku tidak tahu? Di kemanakan jatah untuk kontrakan?” Aku hanya bisa bertanya di dalam hati. Tega sekali kamu, Mas! Padahal, uang itu sudah dipersiapkan setiap bulannya. Dada ini terasa semakin sebak. Masalah seolah sedang menghujani aku dari berbagai sisi. Tanpa terasa, air mata menetes kembali tanpa permisi. Allah …berat sekali ujian ini. Entah apa yang ada di pikiran Damar waktu itu sehingga tega meninggalkan aku yang sedang hamil, mengurus anak yang sedang sakit seorang diri tanpa tabungan. K3j’m nya lagi tempat tinggal pun yang telah habis masa kontraknya tidak diperpanjang lagi. Bahkan menunggak tiga bulan lamanya. Padahal

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 3

    Tubuhku lunglai seketika mendengar penuturan dari Doni. Bagaimana tidak, ternyata Mas Damar sudah menyiapkan kepergiannya secara matang. Buktinya, ia sudah resign dari tempatnya kerja tanpa berkompromi dengan aku terlebih dahulu.“Berarti dia mengundurkan diri di hari kemarin, ya, Mas?” tanyaku sembari mengerjap, menghalau turunnya air mata. “Iya, Mbak. Saya sendiri tidak tahu hal ini. Kemarin dia tidak menceritakan apapun pada saya. Dan tidak berpamitan kepada siapa pun. Hanya bilang mau ada urusan pribadi makanya izin pulang awal." Allah ….Air mataku luruh. Pertahananku akhirnya jebol. Tubuhku jatuh di kursi tunggu. Aku menangis di sana. Hatiku benar-benar hancur. Bagaimana aku menjalani hari tanpa Mas Damar di sisi kami? Sementara, aku hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak punya penghasilan sendiri.Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas Damar? Kenapa kamu tega meninggalkan kami? Apa salahku? Padahal, rumah tangga kita tampak baik-baik saja. Kamu tidak pernah mengeluhkan apa

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 2

    Di balik pintu aku menjatuhkan diri ke lantai. Memeluk lutut sambil menahan isak yang menyesakkan dada. Kedatangannya Damar yang tiba-tiba kembali membuka luka lama.Kejadian sepuluh tahun silam kembali berputar di kepala tanpa diminta. Malam itu di tengah gerimis hati ini mulai diliputi cemas. Tak biasanya Mas Damar pulang selarut ini. Bahkan jika ia lembur, selalu memberi kabar terlebih dahulu. Tetapi, hari itu berbeda. Sejak sore, aku tidak bisa menghubungi nomornya. Berkali-kali aku menekan nomornya, tapi hanya ada suara operator yang mengatakan nomor tersebut tidak aktif. "Di mana kamu, Mas?" Aku mulai memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan pikiran yang telah dipenuhi berbagai prasangka buruk. Takut-takut terjadi sesuatu dengan Mas Damar.Mungkinkah Mas Damar kecelakaan di jalan? Atau mungkin suamiku mengalami sesuatu yang buruk di tempat kerja?"Tidak mungkin. Mas Damar pasti baik-baik saja. Mungkin ponselnya hanya rusak atau baterainya habis,” Aku berusaha menenangka

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Dia kembali

    Bab 1“Assalamualaikum." Aku yang sedang menyiram tanaman spontan mendongak, menatap pemilik suara tersebut. Aku mematung, tubuhku membeku ketika melihat siapa yang menyapaku. Detak jantungku berdetak dua kali lipat dari biasanya. Tubuhku terpaku, alat siram tanaman yang ada dalam genggaman jatuh ke tanah tanpa aku sadari. Bibirku kelu untuk sekedar menyapanya. Ternyata dia pemilik suara bariton itu. Suara yang dulu sangat aku rindukan di awal-awal kepergiannya.Seharusnya aku senang dia kembali setelah menghilang bertahun-tahun lamanya. Seharusnya aku bahagia laki-laki itu muncul kembali. Tapi, sayangnya rasa bahagia itu tidak ada sama sekali di dalam sini. Berganti dengan rasa b3nci dan amarah yang bergulung-gulung di dalam dada.“Ratih? Apa kabar?” tanya manusia di hadapanku itu tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia mengulurkan tangannya, tapi aku enggan menyambutnya meskipun masih berstatus suami. Kubiarkan tangan itu mengambang di udara. Suaranya masih sama, lembut. Tapi, su

DMCA.com Protection Status