Share

Bab 4

Author: Farid-ha
last update Last Updated: 2025-01-04 08:22:00

[Mbak Ratih, karena sudah menunggak tiga bulan, Silakan mencari tempat tinggal yang lainnya. Besok tgl 1, sudah ada penghuni baru.] Pesan dari pemilik kontrakan masuk ke handphoneku setelah aku siuman usai mengetahui kepergian Rafi.

Menunggak tiga bulan?

“Allah … jadi Mas Damar tidak memperpanjang kontrakan? Bahkan menunggak tiga bulan lamanya? Kenapa aku tidak tahu? Di kemanakan jatah untuk kontrakan?” Aku hanya bisa bertanya di dalam hati.

Tega sekali kamu, Mas! Padahal, uang itu sudah dipersiapkan setiap bulannya.

Dada ini terasa semakin sebak. Masalah seolah sedang menghujani aku dari berbagai sisi. Tanpa terasa, air mata menetes kembali tanpa permisi.

Allah …berat sekali ujian ini.

Entah apa yang ada di pikiran Damar waktu itu sehingga tega meninggalkan aku yang sedang hamil, mengurus anak yang sedang sakit seorang diri tanpa tabungan. K3j’m nya lagi tempat tinggal pun yang telah habis masa kontraknya tidak diperpanjang lagi. Bahkan menunggak tiga bulan lamanya. Padahal, dia paham betul aku tidak memiliki keluarga di tempat itu. Dan aku tahu dia memiliki uang untuk membayar kontrakan itu.

“Kenapa, Nduk?” Bude Murni menatapku dengan sendu. Jejak air mata itu masih ada di sana. Mungkin, beliau menangisi nasib keponakannya yang malang ini.

“Pemilik kontrakan mengusirku, Bude.” Aku menghapus air mata dengan kasar.

Mau tak mau, aku harus jujur pada Bude Murni. Wanita pengganti ibuku itu menggenggam tanganku.

“Sudah, jangan dipermasalahkan. Nanti kita langsung pulang ke rumah Bude. Rafi kita makamkan di sana. Sekarang hubungi pemilik kontrakan. Katakan, nitip barang-barangmu di sana, diambil beberapa hari ke depan. Setelah beres semuanya.” Bude Murni menepuk-nepuk punggung tanganku dengan senyum yang mengembang.

“Maafkan Ratih telah menyusahkan Bude.”

Aku memeluk beliau erat. Nyaman, sama seperti memeluk ibu yang kini telah tiada.

“Tidak ada yang disusahkan, Nduk. Kamu anaknya Ratna, berarti anakku juga. Kamu satu-satunya keponakan yang Bude punya. Lagian, Bude senang kamu tinggal di sana. Rumah akan rame, tidak sepi lagi. Bude ada temannya.” Bude murni menepuk-nepuk punggungku dengan penuh sayang.

*

*

*

“Kamu sudah menghubungi keluarganya Damar, Nduk? Siapa tahu mereka tahu di mana keberadaan Damar saat ini,” ucap Bude Murni waktu itu, lima hari setelah kepergiannya Rafi.

Aku yang sedang melipat baju mendongak, menatap ke arah Bude Murni. Lalu, menggeser posisi duduk, memberi tempat pada Bude.

“Sudah, Bude.”

“Lalu, apa kata mereka?” Bude Murni menjatuhkan bobot tubuhnya di sampingku.

“Mereka bilang nggak ada yang tahu di mana keberadaan Mas Damar saat ini. Bahkan, mereka seolah kaget, Bude.”

Aku menjawab sesuai dengan apa yang mereka katakan waktu itu. Tangan ini kembali melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda.

“Rasanya mustahil mereka tidak tahu, Nduk. Bude yakin mereka sengaja membohongi kamu.” Bude Murni meletakkan cangkir kopi yang sejak tadi digenggamnya.

Aku menghela napas panjang, tidak tahu harus bagaimana menanggapi ucapan Bude Murni.

“Keluarganya Damar sudah tahu tentang kepergiannya Rafi, Nduk?”

Aku menggelengkan kepala keras.

“Kenapa? Sudah seharusnya mereka tahu. Mereka harus tahu kondisi keponakannya.”

Bude Murni mengernyitkan kening, lipatan itu terlihat sangat banyak.

Tidak banyak yang aku ceritakan tentang keluarga Damar pada Bude Murni. Wajar kalau pada akhirnya Bude Murni menganggap hubungan kami baik-baik saja.

Keluarga Damar tidak pernah menganggap kami benar-benar ada.

“Buat apa, Bude? Nggak penting bagi mereka. Toh, mereka tidak ada yang peduli dengan kondisi Rafi.”

Tidak sekali dua kali Damar menceritakan kondisi Rafi kepada mereka. Tapi, tidak ada satu orang pun yang peduli.

Bude Murni menggenggam tanganku, lalu merangkul pundakku. Seolah sedang memberikan kekuatan.

“Bagaimana kalau kamu datangi keluarganya Damar secara diam-diam, Nduk. Nanti setelah tujuh harinya Rafi. Bukan untuk meminta dia balik lagi, tapi hanya untuk memastikan apakah benar dia tidak ada di sana? Entah kenapa Bude sangat yakin Damar ada di sana.” Bude Murni kembali memberikan masukan.

Aku menatap sepasang mata teduh milik Bude Murni dengan hati bertanya-tanya. Kenapa beliau begitu yakin? Apa benar Mas Damar ada di sana?

“Tidak ada salahnya dicoba, Nduk. Siapa tahu kamu akan menemukan jawaban di sana.” Tatapan Bude Murni penuh keyakinan.

***

Sesuai dengan saran dari Bude Murni, aku pergi ke desanya Damar dengan ditemani Bude, Mbak Narti dan suaminya. Aku sengaja tidak berkabar saat mendatangi rumah mereka.

Setelah menempuh perjalanan selama empat jam akhirnya sampai ke rumah orang tuanya Damar yang pada saat itu ditempati oleh kakak tertuanya. Orang tua Damar sendiri telah meninggal dunia satu tahun sebelum kepergian Rafi.

Aku meminta pada suaminya Mbak Narti untuk memarkirkan mobil tak jauh dari rumah orang tuanya Damar. Dadaku kembali terbakar amarah saat menatap ke arah rumah tersebut.

Related chapters

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 5

    “Nduk, bukankah itu Damar?” Jari telunjuk Bude Murni mengarah tepat ke arah teras rumah milik orang tuanya Damar.Dadaku bergemuruh hebat saat melihat laki-laki yang masih sah bergelar suamiku itu bercengkrama dengan keluarganya. Mereka tampak tertawa lepas. Di rumah mati-matian aku mengkhawatirkan dia, ternyata di sini Damar bahagia. “Benar apa yang Bude pikirkan, Nduk. Suami kamu pulang ke rumah orang tuanya. Sesuai dengan mimpi Bude." Allah.... Kenapa keluarganya tega mengatakan tidak tahu tentang kepergiannya Damar? Mengapa mereka kompak membohongi aku? Apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan? Aku memukul-mukul dada yang terasa sesak. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya agar paru-paru bisa bernapas dengan lega. Sakit? Tentu saja. Hati istri mana yang tidak sakit dibohongi oleh suami dan keluarga besarnya. Sungguh, aku tak menyangka Damar tega melakukan ini semua kepadaku. Ternyata dalam diam dia sudah menyusun rencana ini secara matang-matang. Sewaktu di rumah, ia sibuk

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 6

    “Mari masuk, Mbak. Maaf sudah merepotkan Mbak Sakinah.” Meskipun heran dengan kehadirannya, penasaran apa tujuan perempuan tersebut, tapi aku berusaha untuk menerimanya dengan ramah. Aku mendahuluinya masuk ke dalam ruang tamu setelah membuka pintunya lebar-lebar. Rafa yang telah melepaskan sepatunya mengikuti langkahku, disusul oleh Sakina di belakangnya. Aku mempersilahkan perempuan itu duduk, lalu pamit ke belakang untuk mengambilkan air minum. Beberapa menit kemudian aku kembali ke depan dengan membawa nampan yang berisi tiga gelas minuman beserta satu piring bolu ketan hitam buatanku tadi pagi, sebelum kedatangan Damar. “Diminum dan silakan dicicipi bolu ketannya, Mbak.” Aku tersenyum seraya meletakkan nampan di atas meja di hadapan tamu tersebut.Perempuan itu tampak mengangguk setelah mengucapkan kata terima kasih dan maaf telah merepotkan. “Terima kasih banyak sudah mengantarkan Rafa pulang, Mbak. Tapi, kalau boleh tahu, apa yang membuat Mbak Sakina penasaran dengan say

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 7. Kenyataan Baru

    Jantungku berdetak kencang. Tangan ini gemetar tanpa kusadari. Aku menggigit bibir bawah berusaha menahan sesuatu di dalam sini. Kenapa dunia sesempit ini? Penglihatanku tidak salah, itu benar-benar Damar. Laki-laki yang paling kubenci itu baru saja keluar dari rumah nomor 30, tetangga sebelah yang order seblak tadi. Gegas kuturunkan kaca helm agar seluruh wajah ini tertutup, aku tidak ingin Damar melihat keberadaanku di sini. Jantungku berdegup semakin kencang. Kakiku seakan terpaku di tempat, namun pikiranku terus berteriak agar laki-laki itu segera pergi dari perumahan ini. Aku sengaja tidak segera turun dari atas motor. Membiarkan dia berlalu dulu dari perumahan ini. Dari balik spion motor, aku melihat mobil Damar yang melaju pergi meninggalkan perumahan ini. Beberapa detik kemudian, aku berdiri mengetuk pintu rumah nomor 31, mengantarkan seblak untuk tetangganya Damar. “Assalamualaikum, Bu. Kami dari warung Seblak ECO.” Aku tersenyum ramah pada perempuan setengah baya yang s

    Last Updated : 2025-01-07
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 8

    “Bu, ada tamu sepertinya. Ada yang mengetuk pintu,” ucap Rafa yang hendak sarapan. Bocah sembilan tahunan itu sudah duduk manis di depan meja makan dengan seragam sekolahnya saat aku menoleh ke arahnya. “Oke, biar ibu yang membukakan pintunya. Rafa lanjut sarapannya, ya.” Aku mengelap tangan sebelum meninggalkan wastafel. Aku tersentak kaget saat membuka pintu, tamu yang sangat tidak aku inginkan. Setelah mengetahui siapa yang datang, kembali menutup pintu. “Ratih, aku hanya ingin bicara," kata Damar dari luar pintu. Damar, laki-laki yang telah kuhapus namanya kini dia datang kembali. Membuka luka lama, seolah tak pernah ada penyesalan di balik kepergiannya. Bagiku, dia sudah m4 ti. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Aku berdiri di balik pintu, tidak berniat membukanya. "Kita ada hal yang perlu dibicarakan. Pergilah! Dan jangan pernah kembali ke rumah ini, Damar!” Sudah tidak ada lagi panggilan Mas seperti sepuluh tahun silam. Terlalu berharga sebutan tersebut untuk

    Last Updated : 2025-01-08
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 9

    Bab 9POV Damar Aku berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu Rafa keluar. Dari kejauhan, ia melihat bocah itu berjalan riang bersama teman-temannya. Wajahnya bersinar, mirip sekali dengan wajah Rafi dulu. Dadaku sesak, emosi bergulung seperti ombak yang siap menghantam. Ini adalah kesempatan pertamaku mendekati anakku, dan aku tak boleh menyia-nyiakannya.Maafkan ayah yang telah menyia-nyiakan kamu, Nak. “Rafa,” panggilku ketika bocah itu melewati gerbang. Suaraku bergetar saat menyebut namanya. Rafa berhenti dan menoleh, matanya menatap heran padaku, pria asing yang sejak kemarin mencarinya. Pria asing yang selama ini tidak pernah hadir dalam hidupnya.“Siapa, ya?” Rafa bertanya sopan, langkahnya ragu. Jantungku berdetak tak karuan saat jarak kami semakin dekat. Aku tersenyum, ingin rasanya berkata, aku ayahmu, Nak. Tapi, aku tahu ini belum saatnya. “Om, siapa? Om kenal aku?” Pertanyaan Rafa menyadarkanku. “Aku… teman Ibumu. Aku ingin bicara sebentar, boleh?” “Teman Ibu?”

    Last Updated : 2025-01-14
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Dia kembali

    Bab 1“Assalamualaikum." Aku yang sedang menyiram tanaman spontan mendongak, menatap pemilik suara tersebut. Aku mematung, tubuhku membeku ketika melihat siapa yang menyapaku. Detak jantungku berdetak dua kali lipat dari biasanya. Tubuhku terpaku, alat siram tanaman yang ada dalam genggaman jatuh ke tanah tanpa aku sadari. Bibirku kelu untuk sekedar menyapanya. Ternyata dia pemilik suara bariton itu. Suara yang dulu sangat aku rindukan di awal-awal kepergiannya.Seharusnya aku senang dia kembali setelah menghilang bertahun-tahun lamanya. Seharusnya aku bahagia laki-laki itu muncul kembali. Tapi, sayangnya rasa bahagia itu tidak ada sama sekali di dalam sini. Berganti dengan rasa b3nci dan amarah yang bergulung-gulung di dalam dada.“Ratih? Apa kabar?” tanya manusia di hadapanku itu tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia mengulurkan tangannya, tapi aku enggan menyambutnya meskipun masih berstatus suami. Kubiarkan tangan itu mengambang di udara. Suaranya masih sama, lembut. Tapi, su

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 2

    Di balik pintu aku menjatuhkan diri ke lantai. Memeluk lutut sambil menahan isak yang menyesakkan dada. Kedatangannya Damar yang tiba-tiba kembali membuka luka lama.Kejadian sepuluh tahun silam kembali berputar di kepala tanpa diminta. Malam itu di tengah gerimis hati ini mulai diliputi cemas. Tak biasanya Mas Damar pulang selarut ini. Bahkan jika ia lembur, selalu memberi kabar terlebih dahulu. Tetapi, hari itu berbeda. Sejak sore, aku tidak bisa menghubungi nomornya. Berkali-kali aku menekan nomornya, tapi hanya ada suara operator yang mengatakan nomor tersebut tidak aktif. "Di mana kamu, Mas?" Aku mulai memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan pikiran yang telah dipenuhi berbagai prasangka buruk. Takut-takut terjadi sesuatu dengan Mas Damar.Mungkinkah Mas Damar kecelakaan di jalan? Atau mungkin suamiku mengalami sesuatu yang buruk di tempat kerja?"Tidak mungkin. Mas Damar pasti baik-baik saja. Mungkin ponselnya hanya rusak atau baterainya habis,” Aku berusaha menenangka

    Last Updated : 2025-01-04
  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 3

    Tubuhku lunglai seketika mendengar penuturan dari Doni. Bagaimana tidak, ternyata Mas Damar sudah menyiapkan kepergiannya secara matang. Buktinya, ia sudah resign dari tempatnya kerja tanpa berkompromi dengan aku terlebih dahulu.“Berarti dia mengundurkan diri di hari kemarin, ya, Mas?” tanyaku sembari mengerjap, menghalau turunnya air mata. “Iya, Mbak. Saya sendiri tidak tahu hal ini. Kemarin dia tidak menceritakan apapun pada saya. Dan tidak berpamitan kepada siapa pun. Hanya bilang mau ada urusan pribadi makanya izin pulang awal." Allah ….Air mataku luruh. Pertahananku akhirnya jebol. Tubuhku jatuh di kursi tunggu. Aku menangis di sana. Hatiku benar-benar hancur. Bagaimana aku menjalani hari tanpa Mas Damar di sisi kami? Sementara, aku hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak punya penghasilan sendiri.Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas Damar? Kenapa kamu tega meninggalkan kami? Apa salahku? Padahal, rumah tangga kita tampak baik-baik saja. Kamu tidak pernah mengeluhkan apa

    Last Updated : 2025-01-04

Latest chapter

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 9

    Bab 9POV Damar Aku berdiri di depan gerbang sekolah, menunggu Rafa keluar. Dari kejauhan, ia melihat bocah itu berjalan riang bersama teman-temannya. Wajahnya bersinar, mirip sekali dengan wajah Rafi dulu. Dadaku sesak, emosi bergulung seperti ombak yang siap menghantam. Ini adalah kesempatan pertamaku mendekati anakku, dan aku tak boleh menyia-nyiakannya.Maafkan ayah yang telah menyia-nyiakan kamu, Nak. “Rafa,” panggilku ketika bocah itu melewati gerbang. Suaraku bergetar saat menyebut namanya. Rafa berhenti dan menoleh, matanya menatap heran padaku, pria asing yang sejak kemarin mencarinya. Pria asing yang selama ini tidak pernah hadir dalam hidupnya.“Siapa, ya?” Rafa bertanya sopan, langkahnya ragu. Jantungku berdetak tak karuan saat jarak kami semakin dekat. Aku tersenyum, ingin rasanya berkata, aku ayahmu, Nak. Tapi, aku tahu ini belum saatnya. “Om, siapa? Om kenal aku?” Pertanyaan Rafa menyadarkanku. “Aku… teman Ibumu. Aku ingin bicara sebentar, boleh?” “Teman Ibu?”

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 8

    “Bu, ada tamu sepertinya. Ada yang mengetuk pintu,” ucap Rafa yang hendak sarapan. Bocah sembilan tahunan itu sudah duduk manis di depan meja makan dengan seragam sekolahnya saat aku menoleh ke arahnya. “Oke, biar ibu yang membukakan pintunya. Rafa lanjut sarapannya, ya.” Aku mengelap tangan sebelum meninggalkan wastafel. Aku tersentak kaget saat membuka pintu, tamu yang sangat tidak aku inginkan. Setelah mengetahui siapa yang datang, kembali menutup pintu. “Ratih, aku hanya ingin bicara," kata Damar dari luar pintu. Damar, laki-laki yang telah kuhapus namanya kini dia datang kembali. Membuka luka lama, seolah tak pernah ada penyesalan di balik kepergiannya. Bagiku, dia sudah m4 ti. Tidak ada lagi yang perlu dibicarakan. Aku berdiri di balik pintu, tidak berniat membukanya. "Kita ada hal yang perlu dibicarakan. Pergilah! Dan jangan pernah kembali ke rumah ini, Damar!” Sudah tidak ada lagi panggilan Mas seperti sepuluh tahun silam. Terlalu berharga sebutan tersebut untuk

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 7. Kenyataan Baru

    Jantungku berdetak kencang. Tangan ini gemetar tanpa kusadari. Aku menggigit bibir bawah berusaha menahan sesuatu di dalam sini. Kenapa dunia sesempit ini? Penglihatanku tidak salah, itu benar-benar Damar. Laki-laki yang paling kubenci itu baru saja keluar dari rumah nomor 30, tetangga sebelah yang order seblak tadi. Gegas kuturunkan kaca helm agar seluruh wajah ini tertutup, aku tidak ingin Damar melihat keberadaanku di sini. Jantungku berdegup semakin kencang. Kakiku seakan terpaku di tempat, namun pikiranku terus berteriak agar laki-laki itu segera pergi dari perumahan ini. Aku sengaja tidak segera turun dari atas motor. Membiarkan dia berlalu dulu dari perumahan ini. Dari balik spion motor, aku melihat mobil Damar yang melaju pergi meninggalkan perumahan ini. Beberapa detik kemudian, aku berdiri mengetuk pintu rumah nomor 31, mengantarkan seblak untuk tetangganya Damar. “Assalamualaikum, Bu. Kami dari warung Seblak ECO.” Aku tersenyum ramah pada perempuan setengah baya yang s

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 6

    “Mari masuk, Mbak. Maaf sudah merepotkan Mbak Sakinah.” Meskipun heran dengan kehadirannya, penasaran apa tujuan perempuan tersebut, tapi aku berusaha untuk menerimanya dengan ramah. Aku mendahuluinya masuk ke dalam ruang tamu setelah membuka pintunya lebar-lebar. Rafa yang telah melepaskan sepatunya mengikuti langkahku, disusul oleh Sakina di belakangnya. Aku mempersilahkan perempuan itu duduk, lalu pamit ke belakang untuk mengambilkan air minum. Beberapa menit kemudian aku kembali ke depan dengan membawa nampan yang berisi tiga gelas minuman beserta satu piring bolu ketan hitam buatanku tadi pagi, sebelum kedatangan Damar. “Diminum dan silakan dicicipi bolu ketannya, Mbak.” Aku tersenyum seraya meletakkan nampan di atas meja di hadapan tamu tersebut.Perempuan itu tampak mengangguk setelah mengucapkan kata terima kasih dan maaf telah merepotkan. “Terima kasih banyak sudah mengantarkan Rafa pulang, Mbak. Tapi, kalau boleh tahu, apa yang membuat Mbak Sakina penasaran dengan say

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 5

    “Nduk, bukankah itu Damar?” Jari telunjuk Bude Murni mengarah tepat ke arah teras rumah milik orang tuanya Damar.Dadaku bergemuruh hebat saat melihat laki-laki yang masih sah bergelar suamiku itu bercengkrama dengan keluarganya. Mereka tampak tertawa lepas. Di rumah mati-matian aku mengkhawatirkan dia, ternyata di sini Damar bahagia. “Benar apa yang Bude pikirkan, Nduk. Suami kamu pulang ke rumah orang tuanya. Sesuai dengan mimpi Bude." Allah.... Kenapa keluarganya tega mengatakan tidak tahu tentang kepergiannya Damar? Mengapa mereka kompak membohongi aku? Apa yang sebenarnya sedang mereka rencanakan? Aku memukul-mukul dada yang terasa sesak. Meraup oksigen sebanyak-banyaknya agar paru-paru bisa bernapas dengan lega. Sakit? Tentu saja. Hati istri mana yang tidak sakit dibohongi oleh suami dan keluarga besarnya. Sungguh, aku tak menyangka Damar tega melakukan ini semua kepadaku. Ternyata dalam diam dia sudah menyusun rencana ini secara matang-matang. Sewaktu di rumah, ia sibuk

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 4

    [Mbak Ratih, karena sudah menunggak tiga bulan, Silakan mencari tempat tinggal yang lainnya. Besok tgl 1, sudah ada penghuni baru.] Pesan dari pemilik kontrakan masuk ke handphoneku setelah aku siuman usai mengetahui kepergian Rafi. Menunggak tiga bulan? “Allah … jadi Mas Damar tidak memperpanjang kontrakan? Bahkan menunggak tiga bulan lamanya? Kenapa aku tidak tahu? Di kemanakan jatah untuk kontrakan?” Aku hanya bisa bertanya di dalam hati. Tega sekali kamu, Mas! Padahal, uang itu sudah dipersiapkan setiap bulannya. Dada ini terasa semakin sebak. Masalah seolah sedang menghujani aku dari berbagai sisi. Tanpa terasa, air mata menetes kembali tanpa permisi. Allah …berat sekali ujian ini. Entah apa yang ada di pikiran Damar waktu itu sehingga tega meninggalkan aku yang sedang hamil, mengurus anak yang sedang sakit seorang diri tanpa tabungan. K3j’m nya lagi tempat tinggal pun yang telah habis masa kontraknya tidak diperpanjang lagi. Bahkan menunggak tiga bulan lamanya. Padahal

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 3

    Tubuhku lunglai seketika mendengar penuturan dari Doni. Bagaimana tidak, ternyata Mas Damar sudah menyiapkan kepergiannya secara matang. Buktinya, ia sudah resign dari tempatnya kerja tanpa berkompromi dengan aku terlebih dahulu.“Berarti dia mengundurkan diri di hari kemarin, ya, Mas?” tanyaku sembari mengerjap, menghalau turunnya air mata. “Iya, Mbak. Saya sendiri tidak tahu hal ini. Kemarin dia tidak menceritakan apapun pada saya. Dan tidak berpamitan kepada siapa pun. Hanya bilang mau ada urusan pribadi makanya izin pulang awal." Allah ….Air mataku luruh. Pertahananku akhirnya jebol. Tubuhku jatuh di kursi tunggu. Aku menangis di sana. Hatiku benar-benar hancur. Bagaimana aku menjalani hari tanpa Mas Damar di sisi kami? Sementara, aku hanya seorang ibu rumah tangga yang tidak punya penghasilan sendiri.Apa yang sedang kamu rencanakan, Mas Damar? Kenapa kamu tega meninggalkan kami? Apa salahku? Padahal, rumah tangga kita tampak baik-baik saja. Kamu tidak pernah mengeluhkan apa

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Bab 2

    Di balik pintu aku menjatuhkan diri ke lantai. Memeluk lutut sambil menahan isak yang menyesakkan dada. Kedatangannya Damar yang tiba-tiba kembali membuka luka lama.Kejadian sepuluh tahun silam kembali berputar di kepala tanpa diminta. Malam itu di tengah gerimis hati ini mulai diliputi cemas. Tak biasanya Mas Damar pulang selarut ini. Bahkan jika ia lembur, selalu memberi kabar terlebih dahulu. Tetapi, hari itu berbeda. Sejak sore, aku tidak bisa menghubungi nomornya. Berkali-kali aku menekan nomornya, tapi hanya ada suara operator yang mengatakan nomor tersebut tidak aktif. "Di mana kamu, Mas?" Aku mulai memejamkan mata sejenak, berusaha menenangkan pikiran yang telah dipenuhi berbagai prasangka buruk. Takut-takut terjadi sesuatu dengan Mas Damar.Mungkinkah Mas Damar kecelakaan di jalan? Atau mungkin suamiku mengalami sesuatu yang buruk di tempat kerja?"Tidak mungkin. Mas Damar pasti baik-baik saja. Mungkin ponselnya hanya rusak atau baterainya habis,” Aku berusaha menenangka

  • KEMBALINYA SUAMI YANG HILANG    Dia kembali

    Bab 1“Assalamualaikum." Aku yang sedang menyiram tanaman spontan mendongak, menatap pemilik suara tersebut. Aku mematung, tubuhku membeku ketika melihat siapa yang menyapaku. Detak jantungku berdetak dua kali lipat dari biasanya. Tubuhku terpaku, alat siram tanaman yang ada dalam genggaman jatuh ke tanah tanpa aku sadari. Bibirku kelu untuk sekedar menyapanya. Ternyata dia pemilik suara bariton itu. Suara yang dulu sangat aku rindukan di awal-awal kepergiannya.Seharusnya aku senang dia kembali setelah menghilang bertahun-tahun lamanya. Seharusnya aku bahagia laki-laki itu muncul kembali. Tapi, sayangnya rasa bahagia itu tidak ada sama sekali di dalam sini. Berganti dengan rasa b3nci dan amarah yang bergulung-gulung di dalam dada.“Ratih? Apa kabar?” tanya manusia di hadapanku itu tanpa rasa bersalah sama sekali. Ia mengulurkan tangannya, tapi aku enggan menyambutnya meskipun masih berstatus suami. Kubiarkan tangan itu mengambang di udara. Suaranya masih sama, lembut. Tapi, su

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status