Share

PART 2

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Mama," katanya tiba tiba. Seketika jantungku seperti berhenti berdetak. Anakku mengenaliku? Bagaimana ini? Padahal ini baru permulaanku melancarkan aksiku. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan sekarang? 

.

.

.

Suasana mendadak tegang. Dibalik meja kerjanya kulihat Mas Adjie memperhatikanku tak berkedip, sementara wanita licik di sebelahnya mengerutkan dahinya, menatap bergantian ke arahku dan Mas Adjie. 

 

Sejenak kupejamkan mata untuk menata hatiku. Kutahan untuk tak menghela nafas berat agar tak terlihat gurat frustasi di wajahku. Senyum tetap kupasang dengan sempurna. 

 

"Tante mirip sama Mamanya Joe ya?" tanyaku sedikit berani sambil balik mengusap pipi halusnya. "Terima kasih ya, Sayang, pujiannya untuk Tante. Tapi kan ... Mama Joe jauuuh lebih cantik dari Tante. Itu!" Aku membalikkan badan bocah kecil itu menghadap ke arah Afika. "Cantik kan Mamanya Joe?"  kataku sambil terus mengembangkan senyum. 

 

Mungkin karena menyadari ada sesuatu yang salah, Mas Adjie pun segera bangkit dan menghampiri Kami.

 

"Ini Tante Livia namanya. Bukan Mama, Sayang. Ayo, Joe ikut Mama pulang saja sekarang, tunggu Papa di rumah.  Okay?" kata Mas Adjie meyakinkan anaknya. Entah apakah dia sebenarnya curiga dengan peristiwa tadi atau tidak. Tapi menurutku, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa aku adalah Ana, istrinya yang telah dibuang setahun yang lalu.

 

Mas Adjie menggandeng tangan Joe menuju Afika, lalu berkata lirih pada wanita itu. 

 

"Ajak Joe pulang. Sebentar lagi aku pulang kok," katanya pada istri barunya itu. Kata-katanya sangat lembut pada Afika sambil menyentuhkan tangannya ke punggung wanita itu. Sangat berbeda sekali saat dia denganku dulu. Bahkan seringnya dia justru menghindar untuk berdekatan denganku. Dan aku tahu kenapa. Karena dia hanya menikahiku karena harta keluargaku. Setelah dia mendapatkan semuanya, maka disingkirkannya aku dari kehidupannya. Benar-benar sangat licik.

 

Afika bergegas meninggalkan ruangan setelah berciuman mesra dengan Mas Adjie, membuat darahku terasa mendidih seketika. Wanita itu lalu menggandeng anakku keluar. 

 

Sambil berjalan mengikuti langkah Afika yang lumayan cepat, Joe tak hentinya terus menoleh ke arahku hingga kulihat wanita itu sedikit menyentakkan tangan anakku.

 

"Ayo Joe, cepat!" katanya sambil menatap ke arahku dengan pandangan sangat tidak bersahabat. 

 

"Selamat jalan, Bu. Sampai jumpa," kataku sambil membungkuk padanya. 

 

Setelah anak dan istri barunya pergi, Mas Adjie mendekatiku. Dia berjalan semakin dekat dan berhenti tepat di hadapanku. Kenapa dia? Apakah dia mencurigai sesuatu?

 

Dengan gerakan refleks, aku sedikit mendongak menjauhkan wajah dari suamiku itu. Dari tempatnya berdiri yang hanya kurang dari setengah meter saja dariku, dia memandangiku dengan sorot mata tajamnya yang seolah ingin menemukan sesuatu. 

 

Jantungku berdegup kencang lagi. Apakah penyamaranku telah diketahui olehnya?

 

"Livia, Maafkan ulah anakku tadi," katanya tiba-tiba sambil mengerjapķan matanya beberapa kali. "Dia hanya ngawur. Biasa kan anak kecil," katanya sambil terkekeh. 

 

Aku sedikit kaget kenapa dia tiba-tiba berkata seperti itu. Tapi sangat lega mengetahui bahwa dia ternyata tidak sedang mencurigaiku.

 

"Ee, tidak apa apa, Pak. Biasa saja. Saya sering menjumpai anak yang seperti itu." 

 

"Ya, Kamu benar. Tidak mungkin juga Kamu mama kandungnya Joe. Kamu jauh lebih cantik dari mamanya Joe," katanya kemudian. Lalu memiringkan senyum ke arahku dan meletakkan dua tangannya di pinggang. Sepertinya sedang ingin membuatku terpesona.

 

"Terima kasih atas pujiannya, Pak. Saya tersanjung." ucapku berpura-pura. 

 

Andai saja Kamu tahu siapa aku, Mas. Mungkinkah kamu akan tetap berkata bahwa aku jauh lebih cantik dari Ana-mu dulu?

 

"Oya, kalau begitu kembalilah ke ruanganmu sekarang. Sebentar lagi aku akan pulang. Hari ini istriku sedang berulang tahun, jadi kami akan bersiap siap merayakannya," jelasnya. "Kamu sudah meninggalkan nomer ponsel dan alamat tinggalmu ke bagian HRD kan?" tanyanya kemudian. 

 

"Sudah, Pak."

 

"Bagus! Siap-siap saja jika sewaktu-waktu aku memanggilmu." 

 

"Baik, Pak." Aku mengangguk saat dia kemudian berlalu pergi meninggalkanku di ruangannya. 

 

Huffft!!! Lega rasanya. Jelas sekali Mas Adjie memang tidak mengenaliku.

 

Aku melirik jam di pergelangan tanganku. Masih lumayan siang. Dan sekarang saatnya aku akan menjalankan misiku selanjutnya. 

.

.

.

Bergegas aku menuju ruang arsip perusahaan. Seperti yang kutahu, di ruangan itulah tempat menyimpan berbagai dokumen perusahaan yang sudah lampau, termasuk rekaman CCTV yang sudah dijadikan file dari tahun ke tahun. 

 

Seorang petugas bagian arsip menyambutku saat aku datang. 

 

"Selamat pagi, ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanyanya. 

 

"Saya Livia, Pak. Sekretaris baru Pak Direktur. Pak Adjie menyuruh saya mengambil dokumen laporan penjualan tahun kemarin. Apa bisa diambilkan?" pintaku dengan sopan.

 

"Oh, ya tentu. Tunggu sebentar, Bu Livia," kata si petugas.

 

Petugas lelaki berusia 30-an tahun itu segera masuk ke dalam ruangan. Saat dia sedang sibuk di dalam, aku berpura-pura menyusulnya.

 

"Pak, bagaimana, apa sudah ketemu? Boleh saya bantu?" Kataku sambil berjalan masuk ke ruangan.

 

"Sebentar, Bu. Saya sedang memeriksanya. Oh ini sudah ketemu kok tinggal diperiksa saja," katanya.

 

"Wah, ruangannya besar juga ya, Pak? Bapak sendirian saja mengerjakan tugas di sini?" tanyaku basa basi.

 

"Ada 2 orang, Bu. Kebetulan teman saya sedang libur." Dia nampak tersenyum ramah. Sepertinya senang dengan gaya ramah dan perhatian yang kutunjukkan.

 

Agar tak menimbulkan kecurigaan, aku terus saja mengajaknya bicara. Sambil berjalan mengitari ruangan itu, mataku tak henti berputar mancari dimana latak arsip rekaman CCTV berada. 

 

Aku terus berkelling sambil tak henti mengajaknya bicara hingga akhirnya, kutemukan juga akhirnya. Dipojok ruangan, arsip itu disimpan. Dengan langkah tak mencurigakan aku bergerak ke arah itu untuk kemudian mengambil kotak kecil dengan tulisan tahun paling akhir, tahun dimana aku dinyatakan meninggal dalam sebuah kecelakaan.

 

Dengan cepat kumasukkan kotak kecil berisi disk itu ke saku jasku, dan bergegas aku kembali ke tempat si petugas arsip berada. 

 

"Sudah selesai, Bu Livia. Silahkan, ini dokumen yang anda minta," katanya sopan menyerahkan setumpuk laporan yang kuminta.

 

"Baik. Terima kasih, Pak. Saya akan kembalikan segera setelah selesai," kataku. 

 

'Dan saya juga akan kembalikan disk nya setelah selesai meng-copynya,' lanjutku dalam hati. 

 

Dengan lega, akhirnya aku meninggalkan tempat itu. Aku yakin petugas itu tak akan menyadari ada sebuah disk yang hilang dari ruangan yang ditunggunya karena benda ini terlalu kecil untuk bisa menarik perhatian orang yang masuk ke ruangan itu.

 

Bab terkait

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 3

    Sepulang dari kantor, aku langsung menuju ke rumah Mas Bondan. Dia adalah sahabat suamiku. Tapi entah kenapa, justru dia lah yang waktu itu menyelamatkanku dari kecelakaan yang telah direncanakan oleh Afika dan Mas Adjie itu.Turun dari taksi online, aku bergegas masuk ke dalam rumah seperti biasa. Aku tak perlu khawatir jika ada orang yang melihatku di rumah ini, bahkan jika itu Mas Adjie sekalipun. Karena setahu orang-orang di kompleks ini, aku adalah saudara jauh Mas Bondan yang datang dari luar kota.Saat mobilku disabotase waktu itu dan aku mengalami kecelakaan dalam perjalananku menuju tempat Mas Adjie mengajakku untuk bertemu, Mas Bondan yang pernah secara tidak sengaja mendengar percakapan rahasia antara suamiku dan Afika pun ternyata membuntutiku.Tepat saat mobilku hilang kendali di jalanan pegunungan lalu jatuh ke jurang hingga membuatku terluka parah, Mas Bondan yang tela

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 4

    Aku sudah tidak heran ketika mobil yang dikendarai Mas Adjie ternyata berhenti di depan sebuah hotel. Seorang petugas valet segera menyambut kami dan menggantikan posisi Mas Adjie yang segera turun, lalu mengulurkan tangannya ke arahku yang juga sudah keluar dari mobil beberapa saat sebelumnya."Kita ketemu klien di sini, Pak?" tanyaku basa-basi."Iya, Livia. Aku sudah siapkan ruangan untuk meeting kita. Ayo!" ajaknya kemudian. Lalu kami pun beriringan menuju lobby hotel.Saat aku dan Mas Adjie sampai di depan counter receptionist, seorang petugas cantik segera menyambut suamiku dengan ramah. Dan ternyata benar, Mas Adjie segera menerima kartu akses yang disodorkan petugas itu padanya.Tak berapa lama kemudian, kami pun telah berada di sebuah ruangan kamar presiden suite di hotel tersebut. Aku sedikit ragu ketika tadinya Mas Adjie membuka kamar dan

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 5

    "Mas Bondan?"Lelaki bertubuh atletis di depanku itu tersenyum sedikit aneh."Kamu di sini rupanya, Liv?" tanyanya seperti sedang berpura-pura, karena kulihat kedua matanya seperti mengisyaratkan sesuatu padaku. "Apa memangnya yang dilakukan bos kamu tengah malam gini di kamar hotel?" tanyanya lagi sambil terkekeh pelan dan berjalan memasuki ruangan."Jangan bikin gosip. Kemarilah, Dan!" ujar Mas Adjie dari sofanya. Perlahan akupun menutup pintu kamar dan bergabung bersama mereka."Kupikir penyakitmu udah sembuh, Ji. Ternyata belum." Mas Bondan nampak kembali terkekeh. Kini lebih keras."Ngomong apa sih kamu?" Wajah Mas Adjie kulihat bersemu merah. Aku tahu kelakar apa yang sedang diucapkan Mas Bondan itu. Dia pasti sedang menyindir Mas Adjie karena ternyata sampai sekarang masih saja bermain-main dengan para sekretaris di bel

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 6 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Kok baru pulang sih jam segini, Pa?" Afika menyambut suaminya dengan wajah cemberut di pintu kamar tamu. Hampir semalaman dia tidak bisa tidur menunggu suaminya itu pulang. "Kan sudah kubilang aku lagi sama Bondan bahas proyek baru, Ma." "Iya, tapi apa nggak bisa siang aja. Kenapa mesti malem-malem gini sih meeting? Sampai hampir pagi." Afika makin cemberut. "Jangan curigaan terus dong, Sayang. Aku jadi nggak nyaman kerja kalau terus dicurigai seperti ini." Adjie mulai protes. Kebiasaan Afika jika dia pulang telat memang seperti itu, curiga dan selalu mengomel. "Bukan sama sekretaris baru kamu itu kan?" sindir Afika. "Siapa? Livia?" "Nggak tau lah siapa namanya itu." Afika melengos. Lalu mengikuti suaminya berjalan menuju kamar mereka.

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 7 (AUTHOR'S P.O.V)

    Lega akhirnya ketika Ana berhasil mengembalikan kembali rekaman CCTV kantor itu ke tempat penyimpanannya. Dengan langkah pasti wanita itu pun kembali ke ruangannya.Beberapa staf yang menempati satu ruangan dengannya nampak menyapanya ramah saat dia datang. Itu pemandangan yang sudah biasa di kantor itu. Sekretaris pribadi direktur, apalagi dengan status masih single dan memiliki paras cantik akan jadi sasaran karyawan lain untuk berlomba mendekati. Dekat dengan sekretaris kesayangan bos, artinya punya akses lebih ke atasan mereka. Setidaknya mereka bisa mengandalkannya untuk menyampaikan segala keinginan lewat wanita kesayangan itu.Tapi ini baru hari kedua Ana memulai pekerjaannya. Sepertinya masih terlalu dini bagi mereka untuk mengatakan bahwa dia akan menjadi kesayangan seperti desas-desus yang beredar."Livia, pulang kerja kita mau hangout di White Park Cafe. Kamu mau gab

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 8 (AUTHOR'S P.O.V)

    Afika memasuki ruang kerja Bondan dengan langkah cepat. Bahkan sekretaris lelaki itu pun dengan sangat tak enak hati harus mengejarnya sampai ke depan meja kerja atasannya.Bondan yang sedang sibuk dengan layar laptop di depannya terlihat begitu kaget melihat kedatangan Afika. Dengan refleks di tutupnya benda pipih di depannya seolah takut sesuatu akan diketahui oleh wanita cantik istri dari sahabatnya itu."Maaf, Pak Bondan. Saya sudah mencegah ibu ini masuk, tapi dia memaksa," kata sang sekretaris dengan rasa bersalahnya."It's okay. Kamu boleh kembali," ucap Bondan tenang. Andai saja dia tidak ingin membuat Afika tidak bertambah curiga dengan sikap paniknya atas kehadirannya, mungkin Bondan akan benar-benar sangat marah dengan sekretaris cantiknya itu."Silakan duduk, Afika. Ada apa? Tumben?" kata lelaki itu mempersilakan istri sahabatnya saat di

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 9 (AUTHOR'S P.O.V)

    Malam sudah kian larut saat Livia memasuki ruang apartemennya. Tubuhnya lelah, tapi ketiga teman barunya tadi lumayan menghiburnya. Mereka tidak begitu buruk, mungkin hanya sedikit kekanakan. Livia yakin diantara ketiganya belum ada yang pernah mengalami nasib tragis seperti yang dialaminya. Hidup mereka terlihat sangat baik-baik saja.Sejenak bersama ketiganya tadi, nyaris membuat Livia lupa bahwa dia memiliki tujuan berada di tempat ini. Dia tidak sedang bekerja untuk sekedar bertahan hidup atau hanya mencari pengalaman seperti apa yang dilakukan oleh teman-temannya. Bahkan hidup dan matinya sekarang dipertaruhkan di sini. Di perusahaan yang dulunya merupakan peninggalan orang tuanya untuknya, namun dengan mudahnya sekarang beralih ke tangan orang lain.Di bawah guyuran air hangat dari shower di kamar mandinya, Livia bisa sedikit rileks. Selepas mandi dia masih punya waktu beberapa jam untuk beristirahat, sebelum ke

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 10

    "Kenapa?" Mas Bondan langsung bisa membaca kebingunganku."Mas Adjie ingin aku ke sana. Katanya ada file yang harus kubawa ke kantor."Tapi aku keheranan mendengar lelaki itu justru terkekeh aneh."Kenapa tertawa, Mas?""Aku antar kamu.""Harus diantar?" tanyaku keheranan."Iya, kecuali kamu yakin tidak akan terjadi drama di rumah kamu itu.""Mas khawatir aku tidak akan kuat berada di sana?" Aku menatapnya dengan sedikit tak suka."Tentu saja. Kamu belum pernah kembali ke rumah itu lagi sejak kamu dinyatakan mati, An. Ingat?" Dia balas menatapku tajam."Jadi Mas Bondan masih meragukan kemampuanku? Aku berhasil melakukannya dengan baik di kantor kan, Mas?""Itu beda, An. Seumur hidup k

Bab terbaru

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 25

    Aku baru saja turun dari mobil yang membawaku pulang malam itu. Seperti biasa, sopir pribadiku, pak Hilman, langsung kusuruh membawa mobil itu pulang ke rumahnya."Besok jangan lupa ke sini pagi-pagi ya, Pak. Saya ada meeting lebih awal," ujarku mengingatkannya. Lelaki paruh baya itu pun mengangguk paham."Baik, Bu Ana. Siap," katanya patuh.Hari ini adalah tepat satu tahun setelah putusan hukuman 18 tahun penjara untuk mas Adjie dan Afika. Sebulan setelah sidang keputusan itu, mas Bondan pun seperti hilang ditelan bumi.Terakhir kami bertemu saat Joe berulang berulang tahun ke 7. Waktu itu dia datang dengan setelan celana abu dan kemeja linen warna putih yang membuatnya terlihat begitu gagah. Dia menghadiahi Joe sebuah jam tangan branded dengan harga fantastis.Berbulan-bulan kemudian Joe bahkan tak pernah m

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 24

    Beberapa hari setelah penangkapan mas Adjie dan Afika, mas Bondan membuktikan janjinya. Dia datang ke apartemen siang itu menemuiku dan anakku dengan membawa banyak kabar baik, tentang perusahaan dan juga tentang kabar terbaru kasus mas Adjie dan Afika."Aku sudah menunjuk pengacara untuk mengurus pemindahtanganan kekayaanmu dari suamimu, An. Juga masalah perceraian kalian.""Perceraian?" Aku mengerutkam dahi mendengar kata perceraian. Aku ingat, sebagai istri mas Adjie, statusku memang bukan janda, tapi meninggal."Iya, karena identitas kamu nantinya akan kembali ke identitasmu yang dulu. Bagaimanapun kamu tetap masih istri dari Adjie. Surat kematianmu waktu itu juga akan dihapuskan. Tapi kamu tenang saja, semua sudah ada yang mengurusnya. Aku sudah menunjuk beberapa orang untuk mengurus semuanya.""Terima kasih, Mas. Maaf aku selalu merepotkanmu."

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 23 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Bu, Pak Adjie dan Bu Afika dibawa polisi," suara wanita di seberang sana dengan nada tergesa. Bondan yang menerima panggilan telepon itu pun menghela nafas lega."Ini aku, Bondan. Sebentar lagi aku dan Ana akan ke sana, Bi," kata lelaki itu pada wanita di seberang telepon."Oh Pak Bondan, maaf pak saya kira bu Ana, eh maksud saya bu Livia," wanita itu mendadak gugup saat menyadari salah menyebutkan nama.Bondan pun terkekeh kecil mendengarnya."It's okay. Nggak apa-apa, Bi. Ana atau Livia sama saja," kata lelaki itu, masih dengan kekehannya yang khas."Jadi pak Bondan juga sudah tau kalau bu Livia itu ..." Murni tak segera melanjutkan kalimatnya."Tentu saja aku tau. Ya sudah, tunggu ya, kami segera datang.""Baik, terima kasih, Pak." 

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 22 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Semua bukti sudah lengkap, Pak Bondan. Para tersangka juga sudah mengakui siapa dalang dibalik semua ini. Kita akan segera limpahkan ke pengadilan setelah kita memeriksa Pak Adjie dan Istrinya."Itu kalimat terakhir yang terus terngiang di telinga Livia. Bahkan sampai dia kembali ke apartemen lagi setelah menyelesaikan semua urusannya di kantor polisi.Merebahkan tubuh lelahnya di sofa usai menyelesaikan rutinitas mandi malamnya, Livia dikejutkan dengan ketukan di pintu apartemen. Dengan gerakan refleks, wanita itu bangkit dengan kewaspadaan tinggi. Nampaknya rasa takutnya dengan peristiwa yang baru saja dialaminya bersama bondan beberapa jam yang lalu masih begitu membekas dalam dirinya.Masih dengan sikap waspada, Livia mendekat ke arah pintu, mengintip sebentar dari layar kamera, dan segera bernafas lega saat dilihatnya wajah lelaki yang sangat dikenalnya itu ternyata yang

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 21 (AUTHOR'S P.O.V)

    Entah kenapa Livia merasa dirinya sedang diawasi malam itu. Di pusat perbelanjaan dimana dia berencana membeli beberapa potong pakaian, sedari tadi gerakannya terlihat tidak tenang. Ada beberapa orang yang seperti mengikutinya terus kemana pun dia melangkah.Berhenti sejenak di salah satu stand pakaian dalam, diliriknya arloji mungil di pergelangan tangannya. Tepat jam 9 malam. Dia menarik nafas sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubungi seseorang di ponselnya."Mas Bondan dimana?" ucapnya lirih di telepon."Ada apa?" Suara berat Bondan dari seberang nampak sedikit khawatir."Bisa jemput aku di mall nggak? Aku agak takut, kayak ada yang ngikutin aku dari tadi, Mas," ucapnya lirih sambil menutup mulutnya yang menempel di ponselnya."Oke, kalau gitu kamu tetap di dalam mall saja, An. Jangan keluar dulu, aku dat

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 20 ( AUTHOR'S P.O.V )

    Dengan bantuan salah satu orang kepercayaannya, Adjie berhasil membuat kesepakatan dengan orang bayaran yang lumayan bernama besar di kota itu."Serahkan semuanya pada kami, anda tidak perlu khawatir, Pak Adjie. Semua perkembangan akan Kami laporkan sesegera mungkin pada anda," kata lelaki tinggi besar yang baru saja menerima sejumlah uang dengan nominal tak main-main dari Adjie itu."Oke, tapi jangan terlalu sering menghubungiku jika itu bukan kabar yang terlalu penting. Kamu tahu kan maksudku?" ujar Adjie."Tentu, Pak. Anda jangan ragukan kerja kami. Semuanya akan beres tanpa jejak," ujar lelaki itu dengan sombongnya."Oke kalau begitu aku tunggu kabar baik dari kalian secepatnya."Usai berkata seperti itu, Adjie pun segera meninggalkan tempat bertemunya dia dengan orang bayarannya itu. Kini dia bisa sedikit bernafas lega te

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 19 (AUTHOR'S P.O.V)

    Mobil mewah Adjie melaju menembus jalanan malam yang sudah mulai agak lengang. Sedari sore sejak Livia pulang dari rumahnya, dia sudah menunggu Afika di rumah mereka. Namun istrinya itu tak kunjung datang. Entah dimana dia sekarang. Mungkin sedang berada di rumah salah satu teman sosialitanya atau di hotel untuk bersenang-senang dengan siapa, entahlah, Adjie sudah tak begitu peduli lagi.Adjie menghentikan mobilnya tepat di sebuah bangunan rumah yang tentu masih sangat dia ingat. Afika mengenalkan seorang lelaki bernama Dito itu padanya kira kira setahun yang lalu. Dialah yang akhirnya menghabisi nyawa istrinya, Ana, waktu itu."Apa kabar, Pak Adjie?" Dito ternyata menyambutnya dengan baik dan masih sangat mengingatnya. Mereka berdua memang sudah lost contact sejak rencanyanya menyingkirkan Ana berhasil. Keduanya tak lagi saling berhubungan setelah Adjie menyelesaikan pembayarannya untuk tugas lelaki itu. "Tumben Anda

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 18 (AUTHOR'S P.O.V)

    Livia turun dengan percaya diri dari taksi online yang membawanya menuju rumah Adjie. Kali ini tidak ada alasan dia untuk berpura-pura takut pada wanita bernama Afika itu."Eh, Bu Livia. Silakan masuk," Murni menyambutnya di teras bersama Joe yang langsung saja menggandeng tangan Livia akrab.Hari minggu ini Livia memang sengaja berkunjung ke rumah keluarga itu. Sebenarnya Adjie semalam sudah berkata akan menjemputnya, namun Livia lebih memilih untuk datang sendiri.Sampai di ruang tamu, Adjie sudah menyambutnya dengan semangat. Wajahnya nampak sumringah melihat wanita yang dinantinya datang. Sementara itu dari tangga lantai atas, Afika memperhatikan adegan dibawahnya dengan senyum kecut."Sudah datang, Sayang?" Tangan kokoh itu segera merengkuh tubuh langsing Livia, membuat wanita itu sedikit risih karena matanya segera tahu ada sosok yang me

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 17 (AUTHOR'S P.O.V)

    Pagi itu saat mobil sang majikan sudah meninggalkan halaman rumah untuk berangkat ke kantor, disusul si nyonya rumah yang terburu-buru pergi dengan sopir pribadi keluarga itu, Murni bergegas memasuki kamar utama rumah tersebut dengan membawa alat kebersihannya seperti biasa.Namun saat berada di dalam kamar, bukannya membersihkan ruangan yang dia lakukan, namun justru mengambil benda kecil yang dia letakkan hari sebelumnya di sebuah sudut yang diq yakin tak akan pernah disadari oleh pemilik kamar.Buru-buru disimpannya benda kecil yang rupanya adalah alat perekam itu ke dalam saku seragam kerjanya. Lalu dia baru mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya untuk membersihkan kamar majikannya itu....Hari sudah menjelang siang saat Murni telah bersiap pergi dengan membawa kertas berisi daftar belanjaan yang panjang.Hari ini haru

DMCA.com Protection Status