Share

PART 6 (AUTHOR'S P.O.V)

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Kok baru pulang sih jam segini, Pa?" Afika menyambut suaminya dengan wajah cemberut di pintu kamar tamu. Hampir semalaman dia tidak bisa tidur menunggu suaminya itu pulang. 

 

"Kan sudah kubilang aku lagi sama Bondan bahas proyek baru, Ma."

 

"Iya, tapi apa nggak bisa siang aja. Kenapa mesti malem-malem gini sih meeting? Sampai hampir pagi." Afika makin cemberut.

 

"Jangan curigaan terus dong, Sayang. Aku jadi nggak nyaman kerja kalau terus dicurigai seperti ini." Adjie mulai protes. Kebiasaan Afika jika dia pulang telat memang seperti itu, curiga dan selalu mengomel. 

 

"Bukan sama sekretaris baru kamu itu kan?" sindir Afika.

 

"Siapa? Livia?"

 

"Nggak tau lah siapa namanya itu." Afika melengos. Lalu mengikuti suaminya berjalan menuju kamar mereka.

 

"Nggak usah cemburu gitu. Livia itu saudaranya Bondan. Bondan yang merekomendasikannya ke perusahaan kita,"jelas aqdjie sambil mulai melepas dasi dan kemejanya.

 

"Tapi Joe kayaknya seneng sama orang itu. Sepertinya wanita itu mengingatkan pada ibunya. Seharian tadi anakmu itu nggak berhenti mengoceh soal mantan istrimu, Pa." 

 

Adjie berdecak, sekilas memandang ke wajah sang istri yang sudah berbaring lagi di tempat tidur mereka.

 

"Joe itu hanya anak kecil. Nggak usah diambil pusing, Ma. Lagipula kamu lihat sendiri kan Ana sama Livia. Menurut kamu apa ada mirip-miripnya? Enggak kan?" Adjie terkekeh pelan.

 

"Ya memang enggak. Tapi kan sekretaris baru kamu itu cantik, Pa."

 

"Ooooh, jadi Mama cemburu nih?" godanya.

 

"Bisa nggak sih ambil sekretaris yang lain aja, J

jangan dia. Nggak usah juga yang cantik. Bikin masalah aja nanti," ujar wanita yang sekarang sudah bergelung dengan selimut tebalnya itu sewot.

 

"Dari dulu sekretarisku kan memang cantik-cantik termasuk kamu. Tapi kamu nggak pernah cemburu kayak gini lho sebelumnya, Ma. Kenapa sekarang jadi gini?" Lagi-lagi Adjie terkekeh menggoda sang istri.

 

"Yang lainnya ggak secantik yang sekarang. Lagipula dia single kan? Dua sekretarismu sebelumnya semua sudah berkeluarga. Beda dong,"protes Afika.

 

"Hmmmm, jadi maunya gimana?"

 

"Pecat aja lah, cari yang lain. Biar aku yang seleksi nanti."

 

"Nggak bisa gitu dong, Ma. Ini referensi dari Bondan. Nggak enak lah aku. Lagian proyek kami yang mau jalan bakalan besar nanti. Masa' gagal hanya karena masalah sepele aku memecat saudaranya? Nggak lucu ah."

 

"Bodo ah, Pa. Pokoknya aku nggak suka wanita itu jadi sekretaris kamu. Rasanya ada yang aneh aja sama wanita itu."

 

"Tuh kan malah kamu yang mulai aneh. Ada apa sih? Apa cuma gara-gara Joe bilang dia mirip sama mamanya trus kamu jadi uring-uringan kayak gini? Kamu masih cemburu sama Ana? Orangnya udah nggak ada lho." Adjie terus saja berusaha menggoda Afika agar berhenti dari amarahnya.

 

"Nggak tau ah bodo'." Wanita itu pun segera membalikkan badan membelakangi arah sang suami. 

 

"Ya udah tidur aja. Ngantuk itu kamu kayaknya, Ma," kekeh Adjie untuk kesekian kali.

 

Saat Afika sudah tidak menyahut kalimatnya lagi, Adjie pun mulai menuju kamar mandi privat mereka untuk membersihkan diri.

 

Pikirannya segera saja melayang pada Livia. Andai saja tadi Bondan tidak mengajak saudaranya itu pulang bersamanya, malam ini Livia pasti sudah menjadi miliknya. Jadilah sia-sia saja kamar hotel mahal yang sudah dipesannya itu malam ini. Dia harus pulang ke rumah dan kembali mendengar Afika mengoceh seperti biasa. 

 

Satu tahun hidup bersama wanita yang mendukungnya untuk menyingkirnya istri pertamanya itu, ternyata tak lantas membuat Adjie menjadi puas. Hidup satu atap dengan Afika setiap hari, melihat segala tingkah lakunya yang menurutnya kadang terlalu cerewet dan pengatur semakin lama justru membuatnya sedikit tidak betah di rumah. Satu hal lagi kenyataan tentang vonis dokter yang menyatakan bahwa Afika tidak akan bisa memberikannya keturunan membuat Adjie merasa tidak sempurna menjadi seorang suami dan laki-laki. Jiwa penguasa dan ketamakannya mulai memberontak. 

 

Usai membersihkan diri dan berganti pakaian dengan piyamanya, Adjie bergegas menuju kamar sang buah hati. 

 

Di dalam kamarnya, dilihatnya Joe sedang tertidur pulas di tempat tidurnya dengan memeluk guling berbentuk robot yang sampai sekarang tak pernah bisa lepas darinya. 

 

Guling itu dulu Ana yang membelinya saat Joe masih dalam kandungan. Lalu menjadi teman tidur Joe hingga dia tumbuh besar. Setiap malam benda itu yang menemaninya dan menjadi yang tersulit dipisahkan dari anak semata wayangnya itu. Bahkan saat akhirnya Ana pergi untuk selamanya, dan Afika mulai menyingkirkan benda-benda yang berhubungan dengan Ana di rumah ini, hanya benda itu yang tidak bisa diambil dari Joe. 

 

Pernah suatu ketika Afika memaksa pengasuh Joe untuk mengambil benda kesayangan itu dan membuangnya. Tapi kemudian hari berikutnya Joe demam dan terus saja mencari guling robotnya. Beruntung sang asisten rumah tangga yang mengasuh Joe dari kecil itu dengan cerdas menyimpan benda itu dan tidak melaksanakan perintah sang nyonya untuk membuangnya ke tempat sampah. Hingga Joe akhirnya bisa tidur dengan nyenyak lagi. Sejak itulah, Afika tak lagi mempermasalahkan benda kesayangan anak tirinya itu. 

 

Dengan lembut, Adjie mengusap pipi sang buah hati, lalu membenarkan letak selimutnya yang berantakan. Memandang Joe memang selalu mengingatkannnya pada sosok Ana. Bukan pada perasaan cintanya, karena sesungguhnya Adjie memang tak pernah mencintai wanita itu. Satu-satunya alasan dia menikahi Ana adalah harta warisan yang ditinggalkan orang tua Ana pada anak perempuan semata wayang itu. 

 

Ana dan Afika adalah sahabat dekat saat mereka kuliah. Seluruh kehidupan Ana semuanya diketahui oleh Afika. Hingga kemudian muncullah ide gila Afika untuk merebut apa yang dipunyai sahabatnya. Adjie adalah kekasihnya yang diajaknya untuk bekerja sama menyingkirkan Ana dengan cara menikahinya terlebih dahulu. 

 

Bukan rasa cinta yang membuat Adjie terkadang masih mengingat istri pertamanya itu. Tapi lebih karena rasa iba melihat anak lelakinya yang sudah tidak memiliki ibu kandung lagi sejak Ana dinyatakan meninggal waktu itu. Kadang hatinya teriris saat Joe menanyakan keberadaan sang ibu. Kerinduan anak itu seolah tak pernah hilang pada sosok Ana. Dan mungkin itulah kenapa dia tidak pernah bisa dekat dengan Afika sampai detik ini. 

 

Mungkin juga, karena Afika dan Ana adalah dua sosok yang memiliki karakter sangat berbeda. Ana adalah sosok wanita yang lemah lembut, penurut dan penyayang. Sementara Afika lebih keras dan mudah tersulut emosi. 

 

"Papa," Adjie mengerutkan dahinya saat menyadari ternyata anak lelakinya telah membuka mata di depannya. 

 

"Hei, kenapa bangun, Jagoan?" sapanya pada Joe. 

 

"Papa kenapa pulangnya lama? Joe menunggu papa." Suara serak khas bangun tidur anak itulah yang membuat Adjie selalu rindu. 

 

"Ada apa menunggu papa?" 

 

Joe kemudian bangkit dan membuka laci nakas di sebelah tempat tidurnya. Mengambil satu barang yang disimpannya di dalam laci itu. Lalu menyerahkannya pada sang papa. 

 

"Apa ini?" Adjie manerima benda itu dan mengamatinya dengan seksama. 

 

"Bibi tadi siang bersih-bersih kamar Joe, lalu menemukan itu. Kata Bibi, itu milik mama. Benar, Pa?"

 

Mendengar cerita Joe, Adjie semakin serius mengamati benda itu. Adjie tidak pernah melihat benda itu sebelumnya. Atau dia memang tidak pernah memperhatikannya selama ini?

 

"Bukalah, Pa. Ada foto mama sama aku di dalam situ," kata anak itu. 

 

Adjie pun segera membuka benda itu. Rupanya sebuah kotak musik. Saat benda itu dibukanya, suara musik classic segera mengalun mendayu memenuhi ruangan. Sementara ditengahnya foto Ana yang sedang menggendong Joe bayi terbingkai dengan benda semacam acrylic bening berputar-putar seolah sedang menari dengan iringan musik. Dan entah kenapa hati Adjie mendadak bergetar menyaksikan semua itu. 

Bab terkait

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 7 (AUTHOR'S P.O.V)

    Lega akhirnya ketika Ana berhasil mengembalikan kembali rekaman CCTV kantor itu ke tempat penyimpanannya. Dengan langkah pasti wanita itu pun kembali ke ruangannya.Beberapa staf yang menempati satu ruangan dengannya nampak menyapanya ramah saat dia datang. Itu pemandangan yang sudah biasa di kantor itu. Sekretaris pribadi direktur, apalagi dengan status masih single dan memiliki paras cantik akan jadi sasaran karyawan lain untuk berlomba mendekati. Dekat dengan sekretaris kesayangan bos, artinya punya akses lebih ke atasan mereka. Setidaknya mereka bisa mengandalkannya untuk menyampaikan segala keinginan lewat wanita kesayangan itu.Tapi ini baru hari kedua Ana memulai pekerjaannya. Sepertinya masih terlalu dini bagi mereka untuk mengatakan bahwa dia akan menjadi kesayangan seperti desas-desus yang beredar."Livia, pulang kerja kita mau hangout di White Park Cafe. Kamu mau gab

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 8 (AUTHOR'S P.O.V)

    Afika memasuki ruang kerja Bondan dengan langkah cepat. Bahkan sekretaris lelaki itu pun dengan sangat tak enak hati harus mengejarnya sampai ke depan meja kerja atasannya.Bondan yang sedang sibuk dengan layar laptop di depannya terlihat begitu kaget melihat kedatangan Afika. Dengan refleks di tutupnya benda pipih di depannya seolah takut sesuatu akan diketahui oleh wanita cantik istri dari sahabatnya itu."Maaf, Pak Bondan. Saya sudah mencegah ibu ini masuk, tapi dia memaksa," kata sang sekretaris dengan rasa bersalahnya."It's okay. Kamu boleh kembali," ucap Bondan tenang. Andai saja dia tidak ingin membuat Afika tidak bertambah curiga dengan sikap paniknya atas kehadirannya, mungkin Bondan akan benar-benar sangat marah dengan sekretaris cantiknya itu."Silakan duduk, Afika. Ada apa? Tumben?" kata lelaki itu mempersilakan istri sahabatnya saat di

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 9 (AUTHOR'S P.O.V)

    Malam sudah kian larut saat Livia memasuki ruang apartemennya. Tubuhnya lelah, tapi ketiga teman barunya tadi lumayan menghiburnya. Mereka tidak begitu buruk, mungkin hanya sedikit kekanakan. Livia yakin diantara ketiganya belum ada yang pernah mengalami nasib tragis seperti yang dialaminya. Hidup mereka terlihat sangat baik-baik saja.Sejenak bersama ketiganya tadi, nyaris membuat Livia lupa bahwa dia memiliki tujuan berada di tempat ini. Dia tidak sedang bekerja untuk sekedar bertahan hidup atau hanya mencari pengalaman seperti apa yang dilakukan oleh teman-temannya. Bahkan hidup dan matinya sekarang dipertaruhkan di sini. Di perusahaan yang dulunya merupakan peninggalan orang tuanya untuknya, namun dengan mudahnya sekarang beralih ke tangan orang lain.Di bawah guyuran air hangat dari shower di kamar mandinya, Livia bisa sedikit rileks. Selepas mandi dia masih punya waktu beberapa jam untuk beristirahat, sebelum ke

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 10

    "Kenapa?" Mas Bondan langsung bisa membaca kebingunganku."Mas Adjie ingin aku ke sana. Katanya ada file yang harus kubawa ke kantor."Tapi aku keheranan mendengar lelaki itu justru terkekeh aneh."Kenapa tertawa, Mas?""Aku antar kamu.""Harus diantar?" tanyaku keheranan."Iya, kecuali kamu yakin tidak akan terjadi drama di rumah kamu itu.""Mas khawatir aku tidak akan kuat berada di sana?" Aku menatapnya dengan sedikit tak suka."Tentu saja. Kamu belum pernah kembali ke rumah itu lagi sejak kamu dinyatakan mati, An. Ingat?" Dia balas menatapku tajam."Jadi Mas Bondan masih meragukan kemampuanku? Aku berhasil melakukannya dengan baik di kantor kan, Mas?""Itu beda, An. Seumur hidup k

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 11

    "Mama ..."Dia menatapku sambil tersenyum dengan sangat manis. Panggilannya kali ini entah kenapa kurasakan begitu lain dari ketika kami bertemu di kantor waktu itu. Mungkin saja aku memang benar-benar tengah terbawa perasaan karena saat ini kami sedang berada di rumah.Dalam kebingunganku bagaimana menanggapi Joe, tiba-tiba anak itu menoleh ke arah Mas Adjie."Ini mama yang di kantor papa kan?" tanyanya tiba-tiba. Dan seketika berubahlah ketegangan jadi gelak tawa Mas Adjie dan Mas Bondan."Hei, Jagoan! Kamu kangen ya sama mama?" Mas Bondan meraih pundak kurus anakku lalu diangkatnya ke pangkuan. Joe mengangguk pasti lalu menundukkan kepalanya dengan sedih. Aku menatapnya dengan senyum yang coba kupaksakan. Ingin rasanya kudekap puyra semata wayangku itu dalam pelukan."Kamu bisa main sebentar sama Tante Livia, Jo

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 12

    Kepergian Afika untuk berlibur bersama teman-teman sosialitanya ke Eropa ternyata dimanfaatkan Mas Adjie dengan baik untuk mendekatiku.Entah apakah dia benar-benar sudah jatuh hati pada istri pertama yang sekarang menjadi sekretarisnya ini, atau hanya ingin bersenang-senang saja denganku , aku masih belum terlalu paham."Kamu tidak perlu pedulikan perasaan Adjie padamu. Yang jelas ini kesempatan kamu untuk membuatnya bertekuk lutut, An. Jangan sia-siakan itu!" kata Mas Bondan berapi-api."Iya, Mas." Seperti biasa aku hanya mengangguk mengiyakan yang dia perintahkan. Diam-diam kupandangi wajah lelaki yang saat ini sedang duduk di depanku itu dengan seksama. Ada sedikit perasaan aneh di dalam dadaku.Campuran antara rasa kagum dan perasaan semacam ngeri. Dulu setahuku Mas Bondan sudah seperti saudara dengan suamiku itu. Namun ternyata setelah a

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 13

    Hari ke empat kepergian Afika, seperti biasa Mas Adjie sudah memberikan sinyal padaku untuk langsung ke ruang kerjanya selepas jam kerja."Aku antar ke apartemen ya, setelah itu aku akan mengajakmu ke suatu tempat untuk makan malam," katanya saat melihatku datang."Maaf, kita mau kemana ya, Pak?" tanyaku basa-basi."Aku ingin menghabiskan malam ini sama kamu, Liv," jawabnya dengan penuh percaya diri."Apakah ibu belum pulang hari ini?" tanyaku lagi dengan lebih berani."Afika seminggu di luar negeri. Hari Senin besok dia baru pulang."Entah kenapa aku terlonjak mendengar perkataannya itu."Bolehkah kita menghabiskan waktu di rumah anda saja, Pak?" tanyaku buru-buru saat melihat Mas Adjie sudah bangkit dari kursi kerjanya, bersiap mengajakku meninggalka

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 14

    Sepulangnya Afika dari luar negeri, Mas Adjie nampak sedikit menjaga jarak denganku. Namun setiap saat aplikasi perpesananku tak pernah absen dari sapaannya. Sepertinya dia memang sudah terpikat dengan wanita bernama Livia ini.Satu hal yang menguntungkanku saat beberapa waktu yang lalu aku berhasil kembali ke rumah itu adalah akhirnya aku tahu bahwa para asisten rumah tanggaku yang dulu ternyata masih sangat setia padaku, terutama Murni. Dan diam-diam aku sudah memberitahukan padanya tentang rahasia terbesarku.Tentu saja waktu kukatakan itu dia begitu shock, karena majikan yang dia kira telah meninggal selama ini ternyata masih hidup dan sudah kembali. Dia langsung memelukku penuh haru saat akhirnya kuceritakan kejadiannya secara garis besar. Wajah bahagia terpancar jelas di wajah wanita setia itu. Dan dia pun berjanji akan membantuku membongkar kejahatan mas Adjie dan Afika...

Bab terbaru

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 25

    Aku baru saja turun dari mobil yang membawaku pulang malam itu. Seperti biasa, sopir pribadiku, pak Hilman, langsung kusuruh membawa mobil itu pulang ke rumahnya."Besok jangan lupa ke sini pagi-pagi ya, Pak. Saya ada meeting lebih awal," ujarku mengingatkannya. Lelaki paruh baya itu pun mengangguk paham."Baik, Bu Ana. Siap," katanya patuh.Hari ini adalah tepat satu tahun setelah putusan hukuman 18 tahun penjara untuk mas Adjie dan Afika. Sebulan setelah sidang keputusan itu, mas Bondan pun seperti hilang ditelan bumi.Terakhir kami bertemu saat Joe berulang berulang tahun ke 7. Waktu itu dia datang dengan setelan celana abu dan kemeja linen warna putih yang membuatnya terlihat begitu gagah. Dia menghadiahi Joe sebuah jam tangan branded dengan harga fantastis.Berbulan-bulan kemudian Joe bahkan tak pernah m

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 24

    Beberapa hari setelah penangkapan mas Adjie dan Afika, mas Bondan membuktikan janjinya. Dia datang ke apartemen siang itu menemuiku dan anakku dengan membawa banyak kabar baik, tentang perusahaan dan juga tentang kabar terbaru kasus mas Adjie dan Afika."Aku sudah menunjuk pengacara untuk mengurus pemindahtanganan kekayaanmu dari suamimu, An. Juga masalah perceraian kalian.""Perceraian?" Aku mengerutkam dahi mendengar kata perceraian. Aku ingat, sebagai istri mas Adjie, statusku memang bukan janda, tapi meninggal."Iya, karena identitas kamu nantinya akan kembali ke identitasmu yang dulu. Bagaimanapun kamu tetap masih istri dari Adjie. Surat kematianmu waktu itu juga akan dihapuskan. Tapi kamu tenang saja, semua sudah ada yang mengurusnya. Aku sudah menunjuk beberapa orang untuk mengurus semuanya.""Terima kasih, Mas. Maaf aku selalu merepotkanmu."

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 23 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Bu, Pak Adjie dan Bu Afika dibawa polisi," suara wanita di seberang sana dengan nada tergesa. Bondan yang menerima panggilan telepon itu pun menghela nafas lega."Ini aku, Bondan. Sebentar lagi aku dan Ana akan ke sana, Bi," kata lelaki itu pada wanita di seberang telepon."Oh Pak Bondan, maaf pak saya kira bu Ana, eh maksud saya bu Livia," wanita itu mendadak gugup saat menyadari salah menyebutkan nama.Bondan pun terkekeh kecil mendengarnya."It's okay. Nggak apa-apa, Bi. Ana atau Livia sama saja," kata lelaki itu, masih dengan kekehannya yang khas."Jadi pak Bondan juga sudah tau kalau bu Livia itu ..." Murni tak segera melanjutkan kalimatnya."Tentu saja aku tau. Ya sudah, tunggu ya, kami segera datang.""Baik, terima kasih, Pak." 

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 22 (AUTHOR'S P.O.V)

    "Semua bukti sudah lengkap, Pak Bondan. Para tersangka juga sudah mengakui siapa dalang dibalik semua ini. Kita akan segera limpahkan ke pengadilan setelah kita memeriksa Pak Adjie dan Istrinya."Itu kalimat terakhir yang terus terngiang di telinga Livia. Bahkan sampai dia kembali ke apartemen lagi setelah menyelesaikan semua urusannya di kantor polisi.Merebahkan tubuh lelahnya di sofa usai menyelesaikan rutinitas mandi malamnya, Livia dikejutkan dengan ketukan di pintu apartemen. Dengan gerakan refleks, wanita itu bangkit dengan kewaspadaan tinggi. Nampaknya rasa takutnya dengan peristiwa yang baru saja dialaminya bersama bondan beberapa jam yang lalu masih begitu membekas dalam dirinya.Masih dengan sikap waspada, Livia mendekat ke arah pintu, mengintip sebentar dari layar kamera, dan segera bernafas lega saat dilihatnya wajah lelaki yang sangat dikenalnya itu ternyata yang

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 21 (AUTHOR'S P.O.V)

    Entah kenapa Livia merasa dirinya sedang diawasi malam itu. Di pusat perbelanjaan dimana dia berencana membeli beberapa potong pakaian, sedari tadi gerakannya terlihat tidak tenang. Ada beberapa orang yang seperti mengikutinya terus kemana pun dia melangkah.Berhenti sejenak di salah satu stand pakaian dalam, diliriknya arloji mungil di pergelangan tangannya. Tepat jam 9 malam. Dia menarik nafas sebentar sebelum akhirnya memutuskan untuk menghubungi seseorang di ponselnya."Mas Bondan dimana?" ucapnya lirih di telepon."Ada apa?" Suara berat Bondan dari seberang nampak sedikit khawatir."Bisa jemput aku di mall nggak? Aku agak takut, kayak ada yang ngikutin aku dari tadi, Mas," ucapnya lirih sambil menutup mulutnya yang menempel di ponselnya."Oke, kalau gitu kamu tetap di dalam mall saja, An. Jangan keluar dulu, aku dat

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 20 ( AUTHOR'S P.O.V )

    Dengan bantuan salah satu orang kepercayaannya, Adjie berhasil membuat kesepakatan dengan orang bayaran yang lumayan bernama besar di kota itu."Serahkan semuanya pada kami, anda tidak perlu khawatir, Pak Adjie. Semua perkembangan akan Kami laporkan sesegera mungkin pada anda," kata lelaki tinggi besar yang baru saja menerima sejumlah uang dengan nominal tak main-main dari Adjie itu."Oke, tapi jangan terlalu sering menghubungiku jika itu bukan kabar yang terlalu penting. Kamu tahu kan maksudku?" ujar Adjie."Tentu, Pak. Anda jangan ragukan kerja kami. Semuanya akan beres tanpa jejak," ujar lelaki itu dengan sombongnya."Oke kalau begitu aku tunggu kabar baik dari kalian secepatnya."Usai berkata seperti itu, Adjie pun segera meninggalkan tempat bertemunya dia dengan orang bayarannya itu. Kini dia bisa sedikit bernafas lega te

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 19 (AUTHOR'S P.O.V)

    Mobil mewah Adjie melaju menembus jalanan malam yang sudah mulai agak lengang. Sedari sore sejak Livia pulang dari rumahnya, dia sudah menunggu Afika di rumah mereka. Namun istrinya itu tak kunjung datang. Entah dimana dia sekarang. Mungkin sedang berada di rumah salah satu teman sosialitanya atau di hotel untuk bersenang-senang dengan siapa, entahlah, Adjie sudah tak begitu peduli lagi.Adjie menghentikan mobilnya tepat di sebuah bangunan rumah yang tentu masih sangat dia ingat. Afika mengenalkan seorang lelaki bernama Dito itu padanya kira kira setahun yang lalu. Dialah yang akhirnya menghabisi nyawa istrinya, Ana, waktu itu."Apa kabar, Pak Adjie?" Dito ternyata menyambutnya dengan baik dan masih sangat mengingatnya. Mereka berdua memang sudah lost contact sejak rencanyanya menyingkirkan Ana berhasil. Keduanya tak lagi saling berhubungan setelah Adjie menyelesaikan pembayarannya untuk tugas lelaki itu. "Tumben Anda

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 18 (AUTHOR'S P.O.V)

    Livia turun dengan percaya diri dari taksi online yang membawanya menuju rumah Adjie. Kali ini tidak ada alasan dia untuk berpura-pura takut pada wanita bernama Afika itu."Eh, Bu Livia. Silakan masuk," Murni menyambutnya di teras bersama Joe yang langsung saja menggandeng tangan Livia akrab.Hari minggu ini Livia memang sengaja berkunjung ke rumah keluarga itu. Sebenarnya Adjie semalam sudah berkata akan menjemputnya, namun Livia lebih memilih untuk datang sendiri.Sampai di ruang tamu, Adjie sudah menyambutnya dengan semangat. Wajahnya nampak sumringah melihat wanita yang dinantinya datang. Sementara itu dari tangga lantai atas, Afika memperhatikan adegan dibawahnya dengan senyum kecut."Sudah datang, Sayang?" Tangan kokoh itu segera merengkuh tubuh langsing Livia, membuat wanita itu sedikit risih karena matanya segera tahu ada sosok yang me

  • KEMBALINYA ISTRI YANG TERBUANG   PART 17 (AUTHOR'S P.O.V)

    Pagi itu saat mobil sang majikan sudah meninggalkan halaman rumah untuk berangkat ke kantor, disusul si nyonya rumah yang terburu-buru pergi dengan sopir pribadi keluarga itu, Murni bergegas memasuki kamar utama rumah tersebut dengan membawa alat kebersihannya seperti biasa.Namun saat berada di dalam kamar, bukannya membersihkan ruangan yang dia lakukan, namun justru mengambil benda kecil yang dia letakkan hari sebelumnya di sebuah sudut yang diq yakin tak akan pernah disadari oleh pemilik kamar.Buru-buru disimpannya benda kecil yang rupanya adalah alat perekam itu ke dalam saku seragam kerjanya. Lalu dia baru mengerjakan apa yang menjadi kewajibannya untuk membersihkan kamar majikannya itu....Hari sudah menjelang siang saat Murni telah bersiap pergi dengan membawa kertas berisi daftar belanjaan yang panjang.Hari ini haru

DMCA.com Protection Status