Dor!"Jatuhkan senjatamu!" Laki-laki yang tadi berada di belakang kemudi, tersenyum mengejek mendengar perintah konyol itu. Dia tidak menghiraukan peringatan Elang, tetapi justru turun dari mobil dan mengarahkan senjata pada Elang."Bayu!" ucap Bagaskara tanpa sadar.Senyum laki-laki itu mengembang melihat kehadiran Elang. Ternyata "anak ingusan bermulut judes" itu masih peduli padanya. Sementara itu, Elang, seperti biasa menunjukkan sikap datar tanpa ekspresi.Namun, senyum Bagaskara pudar ketika melihat siapa yang berada di samping Elang. Julio. Iya, laki-laki muda yang menjadi kepercayaan Bagaskara selama lebih dari tiga tahun. Kini, Julio bersama Elang? Bagaskara terdiam, otaknya mendadak kosong seolah tidak berfungsi. Bagaskara tidak habis mengerti, permainan apa yang tengah dijalankan oleh mantan anak sambungnya itu.Dor!Sebuah tembakan kembali meletus. Kali ini tidak mengenai sasaran. Bagaskara yang masih fokus dengan lamunan, tersentak ketika tubuhnya didorong kuat Julio seh
Bodyguard itu kembali meminta Aruna segera memasuki mobil, ketika ada mobil lain melaju ke arah mereka dan berhenti tepat di samping mobil Alphard hitam itu.Seketika, wajah Aruna berubah pucat ketakutan. Dia menunduk sambil menutup wajah dengan telapak tangan. Di luar mobil, dua orang bodyguard menodongkan senjata ke arah mobil SUV berwarna navy itu. Namun, sesaat kemudian, mereka kompak menyimpan kembali senjatanya.Kedua bodyguard itu mengangguk hormat pada Elang dan dua orang pengawalnya yang turun dari mobil. Elang segera membuka pintu mobil di samping Aruna."Aarrgh! Jangan mendekat!" pekik Aruna tanpa membuka matanya."Runa, turun! Kamu ikut Kakak!" perintah Elang sambil menarik telapak tangan adiknya yang masih menutup wajah.Aruna mengerjapkan mata. Raut ketakutan berubah menjadi kebingungan. "Ke mana, Kak?" tanyanya."Ke bandara!" jawab Elang singkat."Ban-bandara, Kak?" ulang Aruna bingung.Elang mengangguk. Lalu, pandangan laki-laki berusia 30 tahun itu, tertuju pada Isma
Bagaskara terus menggerakkan tubuh supaya menimbulkan suara. Tatapannya bergantian menatap benda yang berada di dekat tumpukan batu bata di bawah sana. Lalu, beralih pada kedua anak buahnya yang masih mondar-mandir mencarinya."Hmmmph--" Bagaskara menoleh kanan kiri, berusaha melepaskan ikatan di mulutnya."Tuan, apa Anda dengar kami?" Kedua anak buah Bagaskara berpencar. Salah satu dari mereka berlari menjauh, lalu melambaikan tangan ke arah satu mobil kepolisian yang melaju mengejar mobil Whu."Tolong, Pak! Berhenti!" teriak pengawal Bagaskara dengan tangan terentang."Tunggu, siapa dia?""Di mana Pak Bagaskara? Bukankah dia melaporkan malam ini mereka diculik dan dibawa ke tempat ini?" tanya balik satu anggota kepolisian."Pak, cepat! Ada bom di dalam, tapi kami tidak bisa menemukan Tuan Bagaskara. Kami tidak tahu, Tuan Bagaskara dan Mbak Aruna disekap di sebelah mana. Tolong, Pak, waktunya sudah mau habis!" ucap laki-laki itu dengan ketakutan.Polisi dari pasukan Gegana itu, denga
Sheremetyevo International Airport, MoscowSetelah hampir lima jam terjebak dalam badan burung besi, akhirnya, para penumpang pesawat dari Istanbul-Moscow pun mendarat di Bandara Sheremetyevo.Aruna menatap ke luar jendela pesawat dengan hati berdebar-debar. Pemandangan di luar sana, dengan daun-daun menguning menjadi ciri khas musim gugur. Aruna merapatkan jaket begitu keluar dari pintu kedatangan. Udara dingin langsung menyambut wanita hamil itu."Good evening, Aruna!"Aruna mengangguk. "Good evening, Sir!" balasnya.Dia hanya menurut ketika laki-laki itu memerintahkan memasuki mobil. Aruna tidak tahu ke mana dirinya akan dibawa. Dia memang masih asing dengan negara ini. Aruna memang pernah datang ke Russia, itu pun ketika mengikuti ajang Miss World tiga tahun lalu.Mobil pun terus melaju semakin jauh meninggalkan Bandara Sheremetyevo. Karena rasa lelah yang luar biasa, setelah menempuh perjalanan udara sekitar 16 jam, Aruna pun meminta izin tidur di dalam mobil. Sopir pribadi itu m
"Nona Aruna, sudah waktunya makan malam. Tuan dan Nyonya menunggu Anda!" Janes melongokkan kepala di ambang pintu. Aruna yang sejak tadi berdiri di tepi jendela, tersentak lalu mengangguk."Thank you, Janes. Aku segera turun!" jawab Aruna pelan.Janes mengangguk, kemudian kembali pamit. Sepeninggal perempuan itu, Aruna kembali menatap ke luar jendela. Dari situ, Aruna bisa melihat ke arah pekarangan depan.Sekali dua kali, terlihat mobil melintas. Tidak ada satu pun motor yang melintas semenjak tadi. Sangat jauh berbeda dengan Indonesia. Aruna menarik napas panjang, berharap salah satu mobil yang melintas itu berbelok ke pekarangan rumah ini. "Sebenarnya kamu di mana, Alexei? Kenapa mereka membawaku ke sini dan nggak memberitahu di mana keberadaanmu?" tanya Aruna lirih sambil mengusap kedua sudut matanya yang mengembun.Suasana makan malam terasa hening. Hanya dentingan sendok, garpu, dan pisau sesekali terdengar lirih beradu dengan piring. Catarina melirik Aruna yang duduk tepat di
"Kamu benar, Alexei! Da, nikakikh vyvodov, vtorykh neudach i moshennichestva. Vy po-prezhnemu prodolzhayete vypolnyat' svoi obyazannosti za odin raz. Yesli u vas ne poluchitsya, my zaberem vashego rebenka, a kuda vy khotite poyti, zavisit ot vas s Arunoy!" (Ya, tidak ada pengunduran diri, tidak ada kegagalan kedua, dan kecurangan. Kamu tetap bisa melanjutkan tugasmu. Jika kamu gagal, kami akan mengambil anakmu. Terserah kamu dan Aruna pergi ke mana!)"Shit!" umpat Alexei sambil melempar batu sebesar kepalan tangan ke tengah danau setengah beku.Alexei mengusap kepalanya kasar. Kesepakatan dan kesempatan kedua itu, membuatnya tidak punya pilihan. Alexei terpaksa mengangguk karena dia paham sifat papanya. Percuma dia melawan, bisa-bisa Ruslanov Yevgeny kembali mengirimnya ke penjara bawah tanah. Alexei tidak ingin terjebak dalam peristiwa konyol itu lagi."Miris sekali nasibmu Alexei! Kamu tidak ubahnya seperti boneka orang tuamu! Haaah!" teriak pria tampan bermanik kebiruan itu. Selanj
"Apa yang kamu ketahui dari peristiwa itu, Janes? Apakah kamu tahu orang yang terlibat?" tanya Aruna mulai khawatir.Tiba-tiba Aruna mengkhawatirkan Bagaskara. Meskipun laki-laki itu bukan ayah kandungnya, tetapi Aruna tidak ingin sang ayah terlibat kasus hukum. Akan tetapi, penemuan beberapa angka rahasia itu selalu menghantui benak Aruna. Siapa sebenarnya pembunuh Alenadra dan apa hubungannya dengan angka itu?Janes tersenyum kecut. "Kalau saya tahu, kasus ini sudah terungkap tiga tahun yang lalu, Nona. Bahkan, detektif dari negara ini saja gagal menemukan keberadaan orang itu. Maka dari itu, Tuan Ruslanov memintaku tetap di sini. Mereka tidak ingin saya menjadi korban orang jahat itu!" jawabnya terdengar serak."Semoga Alexei bisa menemukan mereka, Janes!""Saya harap juga begitu, Nona. Tanggal lima Mei adalah hari yang tidak bisa dilupakan keluarga ini. Saya juga tidak tahu bagaimana bisa Nona Alenadra berkencan dengan pria itu. Mereka seperti pasangan paling bahagia. Tetapi anehny
"Wait, Miss Aruna Yevgeny! Just one minute!" Aruna menghentikan langkah, bukan karena semata panggilan itu. Akan tetapi, Aruna tidak ingin dipandang semakin aneh karena berwajah sembab.Gorgory segera mendekat. Dia mengulurkan sebuah amplop pada Aruna yang masih bergeming. Aruna memalingkan wajah dari pria berbadan tinggi besar itu. Sekali lagi, Gorgory menyodorkan amplop tersebut lebih mendekat."Di sini Anda akan tahu alasannya kenapa saya bicara begitu, Nona. Hati-hati, semoga perjalanan Anda ke Kota Volgograd menyenangkan." Aruna menatap Gorgory. Aneh, laki-laki itu sekarang menyunggingkan senyum, tidak seperti tadi yang bersikap bengis. Aruna tidak ingin terjebak oleh perubahan sikap orang di depannya ini. Dia sekarang benar-benar tidak bisa lagi membedakan mana orang baik dan munafik."Maafkan saya, Nona. Sampai jumpa," ucap Gorgory menyentak lamunan Aruna.Wanita itu tersenyum kaku. Kemudian tanpa bicara sepatah kata pun mengambil amplop dari tangan Gorgory. Aruna menatap seki