"Saya yang jadi wali nikah Aruna, Pak Halim!" Aruna masih melongo. Dia melirik Alexei yang justru menunjukkan sikap tanpa ekspresi. Elang mendekat. Laki-laki berwajah rupawan itu menatap manik hitam Aruna dengan tatapan berkabut."Jangan mendekat!" cegah Aruna sembari beringsut mundur. "Hentikan kegilaan kamu, Elang! Aku nggak pernah mengundangmu ke sini!" ucapnya setengah berteriak.Elang mengangguk samar. "Tapi aku yang menyiapkan semua tempat di sini, Aruna. Resort depan itu milikku. Perkebunan teh dan rumah itu juga milikku!" ucapnya santai.Aruna tersenyum miring. "Hh, mulai ngaco! Atau memang hobi kotormu merebut milik penduduk desa ini?" cibirnya sewot.Terdengar decakan dari mulut Elang. "Aku nggak sekotor itu, Aruna!" bantah laki-laki itu ketus."Kalau begitu, aku akan pergi dari sini. Aku bisa menikah di tempat lain!" sergah Aruna dengan suara bergetar. Gadis itu segera menarik tangan Alexei. Alexei menggeleng pelan dan justru bergeming. Aruna mengerutkan kening mendapati s
"Aruna..." Alexei menatap wanita yang belum genap 24 jam menjadi istrinya itu tak berkedip. Aruna menunduk malu-malu, sedangkan jemarinya saling meremas. Di samping Alexei, Elang memindai penampilan sang adik.Sesaat kemudian, Aruna mendongak menatap ketiganya bergantian. "Eng ... ke-napa dengan kalian? Jelek ya, Gospodin Alexei, Kak Elang, Neng?" tanyanya, lalu menggigit bibir.Alexei tidak menjawab. Dia justru mendekat dan memeluk tubuh ramping yang terbalut celana panjang, blouse lengan panjang, dan hijab. Iya, Aruna memutuskan meninggalkan semua pakaian seksinya. "Milyy, kamu lakukan ini demi siapa?" tanya Alexei sambil menciumi kepala istrinya.Elang mengusap kepala sang adik. Isma masih diam memperhatikan interaksi pengantin baru itu. Aruna mendongak menatap wajah Alexei. Kedua lengannya sedikit terangkat dan mengusap kedua belah pipi Alexei."Aku ingin mulai dari awal, Alex. Aku ingin menjadi istrimu yang baik. Aku ingin menjadi muslimah yang baik. Kita mulai sama-sama supaya
Bagaskara kembali terperangah. Tidak tahan lagi, laki-laki itu menggebrak meja. Brakk!Elang masih bersikap santai menatap laki-laki yang mulai terpancing emosi itu. "Apa Anda tidak mengerti aturan berbisnis Saudara Elang? Kita sudah tanda tangan di atas berkas itu!" Elang mengangguk-angguk. "Anda salah, Pak Tua! Saya sangat memahami bisnis. Berkas itu hanya sampah, tidak ada nilainya sama sekali bagi saya!" ejeknya lagi.Kedua tangan Bagaskara terkepal erat. "Kurang ajar sekali, Anda. Saya akan bawa kasus ini ke jalur hukum!" Bagaskara mulai mengancam.Lagi-lagi, Elang bergeming dengan ancaman Bagaskara. Laki-laki sebaya Gerald itu hanya terkekeh sembari menggigit ujung ballpoint. Bagaskara tertegun melihat hal itu. Laki-laki tua itu menatap manik hitam pemuda kurang ajar di depannya."Sudahlah, katakan tujuan Anda ke sini, Saudara Elang!" ucap Bagaskara melunak.Elang sedikit mencondongkan badan ke arah Bagaskara. Dua pasang mata itu saling tatap mewakili pikiran masing-masing. Di
"Jalan!" perintah Coky pada laki-laki di belakang kemudi.Coky melirik tubuh Isma yang tergolek di jok belakang. Laki-laki itu terkekeh pelan. Mobil terus melaju sampai pada sebuah rumah. Coky segera menelepon seseorang.Byur!Isma mengerjap, merasakan air dingin mengguyur wajah dan kepalanya. Gadis itu memegangi kepalanya yang terasa berat. Lalu, menatap silau pada cahaya lampu ruangan itu.Pandangan Isma lantas berhenti pada tiga orang yang duduk santai di sofa seberangnya. Isma berusaha menggerakkan kaki dan tangan, namun dia sadar kaki dan tangannya ternyata diikat."Lepaskan aku! Siapa kalian?" Isma berteriak sambil terus berusaha menggerakkan kaki dan tangan. Berharap ikatan itu lepas. Coky terkekeh. "Semakin kamu bergerak, tali itu semakin melukaimu, Manis! Ck, nggak nyangka aku. Aruna punya asisten yang lumayan manis!" ucap Coky sambil mendekat."Jangan sentuh aku! Mau apa kamu?" Tangan Coky terulur dan mengusap pipi Isma. Isma segera memalingkan wajah. "Kamu pasti tahu kan,
Belum hilang rasa terkejutnya, Alexei kembali dikejutkan keadaan Aruna yang pingsan. Laki-laki itu segera menggendong Aruna dan membawanya kembali ke tempat tidur."Milyy, bangun!" Alexei menepuk pelan pipi istrinya. "Milyy, ya Allah, kamu kenapa?" Laki-laki itu mulai panik.Alexei hendak mengganti baju Aruna, bermaksud membawa sang istri ke klinik terdekat. Namun, terdengar rintihan lirih dari mulut wanita itu.Aruna mengerjap dan kembali menangis histeris. Dia tidak tahu, mengapa Julio yang selama ini dikenalnya begitu baik bisa membunuh Isma.Alexei mendekat sambil mengulurkan segelas air putih."Kita tidak tahu yang sebenarnya. Kamu tenanglah, aku akan menghubungi Julio lagi!" ujarnya menenangkan.Aruna mengubah posisi menjadi duduk dan meraih gelas dengan tangan gemetar. "Kita harus kembali ke Jakarta, Alex!" ucapnya tanpa bisa menghentikan air mata yang terus menetes."Besok pagi-pagi kita ke Jakarta. Sekarang, kamu tidurlah!" titah Alexei tegas."Mana bisa aku tidur, Alex? Aku
"Halah, nggak usah sok-sokan main rahasia untuk membenarkan kesalahanmu, Julio!" sembur Elang jengkel.Merasa diremehkan, Julio berdecak lirih. "Kamu akan mengucapkan terima kasih padaku nanti, Lang. Sudah, aku harus mengurus kedatangan Whu!" ujarnya tak ingin lagi berdebat.Mendengar nama Whu, Elang melunak. Laki-laki itu duduk di samping Julio dan... Plak! Menepuk keras lengan kekar sahabatnya itu. Julio mengumpat lirih, "Sialan. Kamu benar-benar pengin bunuh aku, ya?" todongnya sinis."Biar kamu bisa merasakan apa yang Isma rasakan!" Elang kembali mengungkit perihal Isma. "Katakan padaku, ngapain Tua Bangka Whu itu datang ke sini? Ingin menyerahkan diri pada polisi?" tanya Elang tanpa menghiraukan desisan ngilu Julio."Ingat, Bagaskara sudah curiga siapa kamu, Bay. Kamu harus lebih pintar lagi. Sebenarnya apa lagi yang akan kamu ambil dari papamu itu?" tanya Julio.Elang tersenyum penuh arti. "Semuanya. Karena itu milik Aruna. Aku akan kembalikan pada Aruna!" jawabnya santai."In
"Apa maksudmu, Milyy. Aku sudah mandi!" Aruna langsung menjauh. Tiba-tiba perasaannya begitu kesal melihat Alexei yang membantahnya. Alexei menoleh dan menggelengkan kepala samar. Dia menarik ujung lengan kaosnya, lalu mengendus kain itu. Tidak ada yang aneh.Alexei mengangkat bahu tak acuh. Dia justru sibuk berpikir mengenai nama Tiger yang baru ditemukannya. Alexei mengacak rambutnya kasar. Ternyata serumit itu mencari pembunuh Alenadra. Namun, dia tidak akan menyerah. Laki-laki tampan itu menarik napas panjang. Sekali lagi, Alexei melirik ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka.Di dalam sana, Aruna memilih shalat Isya' sendirian tanpa menunggu suaminya. Aruna malas melihat Alexei yang bersikap menyebalkan dan tidak peka sedikit pun."Apa menurutmu, Tiger itu nama lain dari orang Indonesia itu, Lang?" Terdengar suara samar Alexei sibuk berbicara di telepon.Berkali-kali Aruna mendengus kasar. Dasar suami menyebalkan! Makinya dalam hati. Aruna segera merebahkan diri di tempat tidu
Pagi-pagi sekali, Alexei dan Aruna berpamitan pada Pak Halim juga para tetangga terdekat secara diam-diam. Mereka memang tidak bisa terus berada di Desa Semanding. Di mana pun, Aruna tetap mendapatkan teror dari orang-orang yang berniat membunuhnya."Apa keputusan kita pergi dari desa ini sudah benar, Alex?" tanya Aruna sambil memperhatikan hamparan sawah di sisi kiri jalan.Alexei menarik napas panjang dan tetap fokus mengemudi. "Benar tidak benar, kita harus kembali, Milyy. Keselamatan kamu memang penting, sama pentingnya dengan keselamatan papamu. Apalagi keberadaan kita di sini juga sudah tidak aman. Aku curiga dengan laki-laki yang semalam itu. Kalau dia tidak ada yang menyuruh, mana punya nyali?" jawabnya tanpa menoleh."Iya, kamu benar. Kenapa baru semalam dia membuat ulah, ya?" Aruna balik bertanya."Itulah yang terus aku pikirkan. Sepertinya dia bukan suruhan papamu, Milyy. Dia hanya orang desa yang polos. Ini sangat aneh, kenapa dia tiba-tiba berulah tepat ketika ada kabar W
Dor!Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu."Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar."Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya.Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya."Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!" teria
Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana."Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati.Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu."Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin jika
"Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara."Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!"Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia."Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's me g
Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama?Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna."Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau.Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna."Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Ruslanov tah
"Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters
"Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!""Satu ... dua ... tiga!"Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong.Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!"Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga.Tok ... tok ... tok!Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah!Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu masih sa
Mendengar tembakan itu, Bagaskara tertegun. Laki-laki itu kembali turun dari mobil dan melangkah cepat menuju ke tempat di mana Alenadra merengang nyawa.Di tumpukan kardus itu, Alenadra meringkuk sambil terus memegangi perutnya. "Mne zhal', chto ya ne smog zashchitit' tebya. Pozzhe rasskazhi svoyemu Angelu, kto eto s nami sdelal." (Maafkan aku tidak bisa melindungimu. Kelak katakan pada malaikat, siapa yang melakukan ini pada kita.") Bibir Alenadra bergerak pelan. Suara lirih itu mampu ditangkap telinga Bagaskara."Alenadra!" Bagaskara menatap nanar ke arah gadis di depannya. Alenadra menatapnya sayu, lalu menyunggingkan senyum. "Thanks for loving me!" ucapnya lalu memejamkan mata. "Moy brat podberet menya i spaset nas," (Kakakku akan datang menjemputku, dia akan menyelamatkan kami) lanjutnya sangat lemah.Bagaskara dan anak buahnya kompak saling pandang. "Tuan, ada mobil ke sini. Kita tinggalkan tempat ini. We go now!" seru salah satu dari mereka.Bagaskara menatap sekali lagi pad
"Aku tadinya nggak percaya, Alex. Tapi itulah fakta yang terkuak tentang mertuamu." "Kasihan sekali Elang dan Aruna," sesal Alexei lirih. Julio mengangguk samar, lalu menepuk pelan bahu Alexei. Julio segera membereskan beberapa barangnya ke dalam ransel. Dia kembali membantu Alexei untuk berbaring. "Alex, aku pergi dulu. Aku harus mengurus beberapa dokumenmu. Setelah kamu kuat, cepat kembalilah ke Russia.""Spasibo, Julio."Julio kembali mengangguk dan menoleh sekali lagi pada sahabatnya. Laki-laki itu menggantung ransel ke bahunya kemudian benar-benar pergi dari ruang perawatan Alexei."Kamu harus menerima semua yang kamu perbuat, Bagaskara. Aku tidak menyangka kamu adalah iblis. Alenadra dan Hendra Langit tidak akan tenang selama kamu masih berkeliaran."Alexei mengambil handphone yang sejak tadi dianggurkan di atas nakas. Alexei segera membuka galeri foto. Hal pertama yang dicari adalah foto Aruna. Namun, Alexei tidak punya keberanian untuk menghubungi istrinya itu meskipun rasa
"Hidupnya siapa, Mama? Coba aku lihat, Mama lagi bicara sama siapa?" tanya Aruna dengan tangan terulur.Tatapan mata wanita itu tertuju pada kantong baju Kinasih. Kinasih yang tidak bisa berkelit lagi, menarik napas pelan dan mengambil handphone. Diberikannya benda berwarna hitam itu dengan ragu.Aruna membuka log panggilan. Tidak menemukan hal yang dicari di situ. Lalu, jari telunjuk Aruna membuka room chat. Elang sedang mengetik pesan....Aruna segera membuka pesan singkat dari kakaknya itu. Dua baris kalimat yang mengabarkan Bagaskara dan Alexei sama-sama berada di rumah sakit. Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Aruna. "Alexei? Jadi, jadi ... dia ...." Jari-jari Aruna masih mengambang di atas handphone.Aruna menatap Kinasih dengan tatapan menuntut jawaban. Kinasih hanya menggeleng lemah karena memang dirinya tidak tahu menahu tentang kepergian Alexei ke Indonesia. "Mama juga tidak tahu, Sayang. Sepertinya ada sesuatu sehingga Alexei pergi ke sana. Mama juga heran, kenapa dia