"Halah, nggak usah sok-sokan main rahasia untuk membenarkan kesalahanmu, Julio!" sembur Elang jengkel.Merasa diremehkan, Julio berdecak lirih. "Kamu akan mengucapkan terima kasih padaku nanti, Lang. Sudah, aku harus mengurus kedatangan Whu!" ujarnya tak ingin lagi berdebat.Mendengar nama Whu, Elang melunak. Laki-laki itu duduk di samping Julio dan... Plak! Menepuk keras lengan kekar sahabatnya itu. Julio mengumpat lirih, "Sialan. Kamu benar-benar pengin bunuh aku, ya?" todongnya sinis."Biar kamu bisa merasakan apa yang Isma rasakan!" Elang kembali mengungkit perihal Isma. "Katakan padaku, ngapain Tua Bangka Whu itu datang ke sini? Ingin menyerahkan diri pada polisi?" tanya Elang tanpa menghiraukan desisan ngilu Julio."Ingat, Bagaskara sudah curiga siapa kamu, Bay. Kamu harus lebih pintar lagi. Sebenarnya apa lagi yang akan kamu ambil dari papamu itu?" tanya Julio.Elang tersenyum penuh arti. "Semuanya. Karena itu milik Aruna. Aku akan kembalikan pada Aruna!" jawabnya santai."In
"Apa maksudmu, Milyy. Aku sudah mandi!" Aruna langsung menjauh. Tiba-tiba perasaannya begitu kesal melihat Alexei yang membantahnya. Alexei menoleh dan menggelengkan kepala samar. Dia menarik ujung lengan kaosnya, lalu mengendus kain itu. Tidak ada yang aneh.Alexei mengangkat bahu tak acuh. Dia justru sibuk berpikir mengenai nama Tiger yang baru ditemukannya. Alexei mengacak rambutnya kasar. Ternyata serumit itu mencari pembunuh Alenadra. Namun, dia tidak akan menyerah. Laki-laki tampan itu menarik napas panjang. Sekali lagi, Alexei melirik ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka.Di dalam sana, Aruna memilih shalat Isya' sendirian tanpa menunggu suaminya. Aruna malas melihat Alexei yang bersikap menyebalkan dan tidak peka sedikit pun."Apa menurutmu, Tiger itu nama lain dari orang Indonesia itu, Lang?" Terdengar suara samar Alexei sibuk berbicara di telepon.Berkali-kali Aruna mendengus kasar. Dasar suami menyebalkan! Makinya dalam hati. Aruna segera merebahkan diri di tempat tidu
Pagi-pagi sekali, Alexei dan Aruna berpamitan pada Pak Halim juga para tetangga terdekat secara diam-diam. Mereka memang tidak bisa terus berada di Desa Semanding. Di mana pun, Aruna tetap mendapatkan teror dari orang-orang yang berniat membunuhnya."Apa keputusan kita pergi dari desa ini sudah benar, Alex?" tanya Aruna sambil memperhatikan hamparan sawah di sisi kiri jalan.Alexei menarik napas panjang dan tetap fokus mengemudi. "Benar tidak benar, kita harus kembali, Milyy. Keselamatan kamu memang penting, sama pentingnya dengan keselamatan papamu. Apalagi keberadaan kita di sini juga sudah tidak aman. Aku curiga dengan laki-laki yang semalam itu. Kalau dia tidak ada yang menyuruh, mana punya nyali?" jawabnya tanpa menoleh."Iya, kamu benar. Kenapa baru semalam dia membuat ulah, ya?" Aruna balik bertanya."Itulah yang terus aku pikirkan. Sepertinya dia bukan suruhan papamu, Milyy. Dia hanya orang desa yang polos. Ini sangat aneh, kenapa dia tiba-tiba berulah tepat ketika ada kabar W
"Aruna, Alexei, tunggu! Tunggu Papa, Nak!"Aruna langsung menunduk takut. Dia menggeser tubuhnya di belakang Alexei. Sepasang mata wanita itu berkaca-kaca. Kata-kata makian dan tamparan Bagaskara kembali memenuhi memori Aruna.Alexei menoleh sekilas pada istrinya, lalu menatap tanpa ekspresi ke arah Bagaskara. Alexei merasakan tangan sang istri berkeringat. Lalu, Alexei mengeratkan genggaman tangannya, menguatkan wanita itu."Jangan takut, Milyy," bisik laki-laki berwajah rupawan itu menenangkan.Bagaskara berdiri canggung di depan Alexei. Laki-laki tua itu menatap tangan Aruna dalam genggaman Alexei. Kemudian, pandangan Bagaskara tertuju pada cincin paladium berwarna perak yang melingkari jari manis Alexei. Bagaskara menyunggingkan senyum samar melihat penampilan baru Aruna yang tertutup.Beberapa detik kemudian, terdengar deheman lirih dari mulut Bagaskara. "Maaf, boleh Papa bicara?" tanyanya sambil menatap Alexei dan Aruna.Alexei menarik napas panjang kemudian mengangguk. "Ada apa
"Arrrgh!"Seorang laki-laki yang berdiri di antara kerumunan wartawan itu mengaduh sambil memegangi dahinya yang bocor. Darah menetes dari dahi atasnya akibat lemparan mic yang cukup keras. Dia mendesis sambil menatap benci pada Alexei. Sementara di depannya, tergeletak sebuah pistol yang tadi hendak digunakan menembak Aruna. "Tangkap dia! Isma, Ery, lindungi istriku!" teriak Alexei lalu mendekati laki-laki yang sudah diamankan oleh securitySemua orang terbelalak dengan wajah pucat. Ery segera menghubungi polisi. Alexei menatap nyalang pada pria yang masih meliriknya. Laki-laki itu meludah ke depan sembari menyeringai sinis.Beberapa wartawan mengarahkan kamera pada wartawan gadungan dan pistol di lantai bergantian.Di dekat meja, Aruna menatap ketakutan ke arah pistol yang masih teronggok di lantai.Ery menghalangi pandangan Aruna supaya tidak bersitatap dengan pria pembunuh bayaran itu. Selanjutnya, Isma segera membawa Aruna memasuki sebuah ruangan. Kedua wanita itu menangis ketak
"Alex, menurutmu kenapa Mister Whu terobsesi membunuhku?" tanya Aruna sambil melepaskan diri dari pelukan Alexei.Alexei mengerjap kemudian menggeleng kaku. Dia semakin yakin aksi teror itu ada hubungannya dengan kerjasama bisnis antara Bagaskara dan pria Macau itu.Tak kunjung mendapatkan jawaban memuaskan, Aruna mendengus. Dia ingin beranjak dari Alexei, tetapi laki-laki itu justru memeluk erat pinggangnya."Apa Elang dan Papa memiliki masalah dengan Whu?" Aruna kembali bertanya.Sontak Alexei terkejut. Dia juga baru ingat jika Elang berkali-kali menggagalkan rencana pengiriman barang dari China ke Indonesia. "Aku tidak yakin, Milyy. Tapi, itu tidak menutup kemungkinan. Makanya aku harus menyelidiki hal ini. Apa ini lagi-lagi sebuah kebetulan karena kamu istriku? Tetapi itu jauh tidak mungkin. Whu sudah mengetahui tentang aku sebelum kita menikah!" Alexei berusaha menganalisa."Kalau begitu, apa mungkin ada hubungannya dengan Alenadra, Alex?" tanya Aruna lagi."Aku berpikir begitu,
"Kenapa kamu diam, Alex? Apa kamu ikhlas begitu saja ketika seseorang merenggut nyawa Alenadra? Nggak, kan?" cecar Elang dengan suara serak.Alexei menghembuskan napas pelan, kemudian mengangguk samar. "Stop, Lang. Jangan ajari aku tentang hal itu. Aku membenci pembunuh itu. Bahkan termasuk keturunannya. Tapi aku tidak ingin Aruna kecewa denganmu, Lang! Silakan kamu balas dendam, tapi ingat, ada perasaan Aruna yang harus kamu jaga!" Akhirnya Alexei bersuara.Elang mengangguk-angguk. Rasa sayang pada Aruna sama besarnya dengan rasa benci pada Bagaskara saat ini. Meskipun tidak bisa dipungkiri laki-laki itu pernah berjasa menjadi pelindungnya. Mencintai dan memberikan kasih sayang tulus padanya sebelum peristiwa perselingkuhan itu terjadi.Alexei melemparkan botol kosong ke tempat sampah. Laki-laki muda itu kembali menatap tanpa ekspresi pada Elang yang masih bergeming di belakang meja kerjanya."Aruna sangat terpukul ketika tahu Tuan Bagaskara bukan ayah kandungnya. Dia merasa ketakuta
Aku memang munafik. Satu sisi hatiku sangat membenci Bagaskara, tetapi di sisi kanan hatiku, meminta untuk memaafkannya. Meskipun kesalahan Bagaskara terlalu besar, bahkan seandainya nyawanya diberikan pada kami maka tidak cukup untuk menebus dosa itu.Dua puluh empat tahun lalu, aku diceraikan oleh laki-laki yang diangkat derajatnya oleh Papa. Bagaskara dulu hanyalah seorang manager pemasaran di kantor Bumi Perkasa. Karena kegigihan dan kejujurannya dalam bekerja, dia dijodohkan denganku. Padahal saat itu aku masih berstatus istrinya Mas Hendra Langit. Hanya karena Mas Hendra tidak memiliki latar pendidikan tinggi dan bekerja sebagai sopir.Karena penolakan dan ancaman bertubi-tubi dari Papa, terpaksa Mas Hendra menyerah. Suamiku itu pergi setelah menceraikan aku."Bagaskara jauh lebih baik daripada Hendra, Asih. Papa butuh keturunanmu untuk meneruskan bisnis ini. Kamu putri Papa satu-satunya. Bagaimana bisa seorang sopir yang hanya tamatan sekolah menengah bisa menghasilkan keturun