"Alex, menurutmu kenapa Mister Whu terobsesi membunuhku?" tanya Aruna sambil melepaskan diri dari pelukan Alexei.Alexei mengerjap kemudian menggeleng kaku. Dia semakin yakin aksi teror itu ada hubungannya dengan kerjasama bisnis antara Bagaskara dan pria Macau itu.Tak kunjung mendapatkan jawaban memuaskan, Aruna mendengus. Dia ingin beranjak dari Alexei, tetapi laki-laki itu justru memeluk erat pinggangnya."Apa Elang dan Papa memiliki masalah dengan Whu?" Aruna kembali bertanya.Sontak Alexei terkejut. Dia juga baru ingat jika Elang berkali-kali menggagalkan rencana pengiriman barang dari China ke Indonesia. "Aku tidak yakin, Milyy. Tapi, itu tidak menutup kemungkinan. Makanya aku harus menyelidiki hal ini. Apa ini lagi-lagi sebuah kebetulan karena kamu istriku? Tetapi itu jauh tidak mungkin. Whu sudah mengetahui tentang aku sebelum kita menikah!" Alexei berusaha menganalisa."Kalau begitu, apa mungkin ada hubungannya dengan Alenadra, Alex?" tanya Aruna lagi."Aku berpikir begitu,
"Kenapa kamu diam, Alex? Apa kamu ikhlas begitu saja ketika seseorang merenggut nyawa Alenadra? Nggak, kan?" cecar Elang dengan suara serak.Alexei menghembuskan napas pelan, kemudian mengangguk samar. "Stop, Lang. Jangan ajari aku tentang hal itu. Aku membenci pembunuh itu. Bahkan termasuk keturunannya. Tapi aku tidak ingin Aruna kecewa denganmu, Lang! Silakan kamu balas dendam, tapi ingat, ada perasaan Aruna yang harus kamu jaga!" Akhirnya Alexei bersuara.Elang mengangguk-angguk. Rasa sayang pada Aruna sama besarnya dengan rasa benci pada Bagaskara saat ini. Meskipun tidak bisa dipungkiri laki-laki itu pernah berjasa menjadi pelindungnya. Mencintai dan memberikan kasih sayang tulus padanya sebelum peristiwa perselingkuhan itu terjadi.Alexei melemparkan botol kosong ke tempat sampah. Laki-laki muda itu kembali menatap tanpa ekspresi pada Elang yang masih bergeming di belakang meja kerjanya."Aruna sangat terpukul ketika tahu Tuan Bagaskara bukan ayah kandungnya. Dia merasa ketakuta
Aku memang munafik. Satu sisi hatiku sangat membenci Bagaskara, tetapi di sisi kanan hatiku, meminta untuk memaafkannya. Meskipun kesalahan Bagaskara terlalu besar, bahkan seandainya nyawanya diberikan pada kami maka tidak cukup untuk menebus dosa itu.Dua puluh empat tahun lalu, aku diceraikan oleh laki-laki yang diangkat derajatnya oleh Papa. Bagaskara dulu hanyalah seorang manager pemasaran di kantor Bumi Perkasa. Karena kegigihan dan kejujurannya dalam bekerja, dia dijodohkan denganku. Padahal saat itu aku masih berstatus istrinya Mas Hendra Langit. Hanya karena Mas Hendra tidak memiliki latar pendidikan tinggi dan bekerja sebagai sopir.Karena penolakan dan ancaman bertubi-tubi dari Papa, terpaksa Mas Hendra menyerah. Suamiku itu pergi setelah menceraikan aku."Bagaskara jauh lebih baik daripada Hendra, Asih. Papa butuh keturunanmu untuk meneruskan bisnis ini. Kamu putri Papa satu-satunya. Bagaimana bisa seorang sopir yang hanya tamatan sekolah menengah bisa menghasilkan keturun
"Penting?" ulang Aruna dengan mata menyipit. Bagaskara mengangguk samar. Laki-laki itu menatap Aruna dalam. Meskipun terpaksa menggadaikan rasa malu dan harga diri, Bagaskara harus memohon pada Aruna, putri yang sudah dikecewakan begitu dalam."Kamu pasti sudah paham kan, Sayang, kalau Bumi Perkasa sekarang dalam masalah besar?" Bagaskara bertanya tanpa berani menatap Aruna. Sebenarnya, pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban Aruna. Karena Aruna sudah mengetahui tentang nasib Bumi Perkasa semenjak Elang Angkasa berdiri. Aruna tersenyum dalam hati, mentertawakan ayah angkatnya itu. Namun, di sisi lain, Aruna juga kasihan melihat keterpurukan Bagaskara. Bagaimanapun, laki-laki inilah yang merawatnya penuh kasih sayang. Bagaskara juga mengorbankan banyak hal untuk Aruna sampai dia mampu berdiri sendiri dan memiliki karier yang gemilang.Aruna menarik napas panjang, lalu menyandarkan punggung di sandaran sofa. "Lalu apa yang akan Papa lakukan? Seandainya Papa mau tunduk pada Elang Angk
Tatapan nanar Alexei berubah mengembun. Laki-laki jangkung itu melepaskan pegangan tangan Aruna dan bergerak mendekati Bagaskara. Dia berdiri di depan sang mertua dengan tatapan menuntut jawaban."Answer me, Mister Bagaskara!" tuntut Alexei dengan suara berat. "Apa yang Anda ketahui tentang keluarga saya dan angka rahasia yang diucapkan Alenadra sebelum meninggal?" lanjutnya dengan suara meninggi.Perlahan Bagaskara bangkit hanya untuk mempersilakan Alexei duduk seperti layaknya pada tamu. Alexei melirik sekilas pergerakan tangan Bagaskara. Namun, dia bergeming. Pandangan Alexei kembali tertuju pada Bagaskara."Duduklah dulu, Alexei. Kita bicarakan baik-baik. Sepertinya di sini ada kesalahpahaman!" jelas Bagaskara berusaha meredam rasa penasaran Alexei.Alexei tersenyum satu sudut sekilas. "Anda kira saya bodoh? Dan kamu, Aruna ..." ucapnya terjeda sembari melirik sang istri. "Sejak kapan kamu mengetahui hal ini, hm? Kenapa kamu sembunyikan dariku, Milyy? Katakan!" tuntut Alexei pada A
Elang dan Alexei terkejut. Kedua laki-laki itu menatap Aruna tak percaya. Aruna mengangguk sekali lagi, lalu memegang telapak tangan Elang dengan erat. Hatinya teramat sakit, sekuat tenaga Aruna menahan emosi di dadanya."Kak Bayu, aku nggak pantas masuk dalam kehidupan Alex, lagi. Aku sudah mengecewakan dia berkali-kali. Kumohon bantu kami, Kak!" pinta wanita itu lagi sambil berusaha untuk tidak menangis.Dada Aruna terasa nyeri, lebih nyeri ketika berpisah dengan Alexei dulu. Aruna tahu, dalam waktu tujuh bulan ke depan, akan berjuang sendiri dengan tidak mudah. Aruna menunduk, menatap miris ke arah perutnya. Janin yang baru memasuki usia dua bulan itu harus menerima takdir apes. Perpisahan orang tuanya, seperti yang Aruna rasakan dulu.Di depannya, Alexei menggeleng pelan, mendengar ucapan Aruna meskipun dia tidak paham sepenuhnya. Alexei menatap tanpa ekspresi pada sang istri. Memang, apa yang diucapkan Aruna mengenai kata perpisahan akan kembali menyakitinya.Namun, Alexei juga t
"Jawab aku, Julio! Kenapa diam?" Aruna merangsek dan mendorong tubuh besar Julio. Tangisnya kembali tumpah.Elang segera memeluk adiknya, tetapi Aruna juga mendorong tubuh sang kakak dengan kasar. Melihat keadaan Aruna yang seperti itu, Alexei tak tega. Laki-laki itu segera memeluk erat sang istri untuk menenangkan."Kalian semua pembohong! Kalian semua penipu! Apa aku memang sengaja dibuang dan dititipkan pada ayah angkatku yang nggak punya hati itu?" teriak Aruna histeris."Milyy, Milyy! Tenang, kamu tengah hamil, Milyy!" Alexei mengusap kepala Aruna dengan tangan bergetar."Apa pedulimu juga, Alex? Kamu hanya mempedulikan kehamilanku! Kamu nggak peduli akan perasaanku, Alex!" sergah Aruna. Dia terus memberontak berusaha melepaskan diri dari pelukan Alexei."Aku bilang diam, apa kamu tidak dengar? Kenapa kamu tetap keras kepala, seolah kamu yang paling terluka?" bentak Alexei emosi.Aruna termangu di pelukan laki-laki itu. Dia mendongak menatap nanar pada Alexei dan mengusap air mat
"Alex, jangan siksa aku dengan sikapmu ini. Aku ingin kamu pergi dari sini demi kebaikan kita. Pergilah!" tegas Aruna lagi."Milyy, maafkan kata-kataku. Aku tidak bermaksud membuatmu menjadi orang kedua di hatiku. Kamu dan Alenadra memiliki tempat berbeda, tapi sama-sama istimewa. Setelah pembunuh Alenadra masuk penjara, kami baru bisa tenang. Kita bisa fokus pada masa depan kita bertiga," ucap Alexei sambil mengusap perut Aruna.Aruna menatap manik indah suaminya, lalu mengangguk. "Aku sudah memaafkannya. Kamu nggak salah, Alex. Maafkan Papa. Aku berharap, Papa benar-benar nggak tahu soal Alenadra, Alex!" ucapnya kemudian menunduk dalam.Alexei kembali memeluk istrinya. Mendekap erat tubuh Aruna yang kembali berguncang karena tangis. Berkali-kali, Alexei menciumi kepala Aruna sembari meminta maaf. "Sakit sekali rasanya, Milyy. Sakit sekali, bahkan lebih sakit ketika kamu mengusirku waktu itu," bisik laki-laki jangkung itu dengan suara bergetar. "Tapi aku juga tidak bisa membawamu se