"Alex, jangan siksa aku dengan sikapmu ini. Aku ingin kamu pergi dari sini demi kebaikan kita. Pergilah!" tegas Aruna lagi."Milyy, maafkan kata-kataku. Aku tidak bermaksud membuatmu menjadi orang kedua di hatiku. Kamu dan Alenadra memiliki tempat berbeda, tapi sama-sama istimewa. Setelah pembunuh Alenadra masuk penjara, kami baru bisa tenang. Kita bisa fokus pada masa depan kita bertiga," ucap Alexei sambil mengusap perut Aruna.Aruna menatap manik indah suaminya, lalu mengangguk. "Aku sudah memaafkannya. Kamu nggak salah, Alex. Maafkan Papa. Aku berharap, Papa benar-benar nggak tahu soal Alenadra, Alex!" ucapnya kemudian menunduk dalam.Alexei kembali memeluk istrinya. Mendekap erat tubuh Aruna yang kembali berguncang karena tangis. Berkali-kali, Alexei menciumi kepala Aruna sembari meminta maaf. "Sakit sekali rasanya, Milyy. Sakit sekali, bahkan lebih sakit ketika kamu mengusirku waktu itu," bisik laki-laki jangkung itu dengan suara bergetar. "Tapi aku juga tidak bisa membawamu se
Coky menggaruk pelipis dan justru bingung mendengar jawaban tegas Elang. Dia menatap laki-laki muda berwibawa itu, memastikan sekali lagi. Namun, semenjak Elang menjadi bosnya, tidak sekalipun dia membohongi Coky. Elang juga selalu membayar jasa Coky dengan jumlah besar tepat waktu, bahkan memberinya bonus besar.Merasa diperhatikan, Elang menaikkan sebelah alis. "Kenapa, Coky? Kamu masih berpikir soal rencana pembunuhan pada Bagaskara?" tebaknya telak.Coky mengangguk gugup. "Be-benar, Tuan. Kalau begitu, siapa kira-kira yang melakukannya? Apa mungkin Alexei, Tuan?" Coky berusaha menebak.Elang menaikkan bahu tak acuh. Dia memang tidak ada kepentingan dengan orang yang akan membunuh Bagaskara. Jika orang itu adalah Mr. Whu maka Elang akan melawannya. Namun jika orang itu adalah Alexei? Tanpa terasa, Elang menggeleng tegas. Tidak mungkin Alexei melakukan hal itu sebelum Bagaskara benar-benar terbukti terlibat kematian Alenadra."Aku tidak tahu, sebaiknya kamu cari tahu. Paksa Belinda
"Iya, suamimu itu yang meminta kami menghabisimu dan papamu!" sahut salah satu dari kelima laki-laki itu.Aruna termangu mendengarnya. "Alexei?" ulangnya tak percaya. Dia melirik ke arah Pak Amir yang masih beradu pukul dengan orang-orang suruhan "Alexei" itu. Isma segera menarik Aruna untuk menyingkir supaya tidak melanjutkan perkelahian, mengingat wanita itu tengah hamil."Mbak, sudah! Ayo, masuk mobil!" ajak Isma sambil menarik tangan Aruna.Aruna melepaskan pegangan tangan Isma dan kembali berkelahi. Aruna lumayan mahir berkelahi, bahkan dia melumpuhkan salah satu dari mereka."Arrrgh, sialan kamu!" maki laki-laki itu.Aruna menginjak kuat bahu laki-laki yang telah tengkurap di aspal itu. "Apa kamu pikir aku percaya dengan bualanmu? Katakan dengan jujur, siapa sebenarnya yang menyuruh kalian terus menterorku!" sentak Aruna sambil memelintir kuat lengan laki-laki yang langsung mengerang kesakitan merasakan ngilu."Aku, ak-ku, nggak bohong, Aruna!" jawabnya.Aruna mengikat kedua tan
"Aruna! Chto sluchilos' s toboy, Milyy?" Teriakan Alexei membuat seorang laki-laki berbadan kekar membuka pintu. Alexei mendongak menatap laki-laki berambut pirang itu dengan tatapan dingin. Dia mengeratkan kepalan tangannya yang menyatu di belakang tubuh. Alexei tidak menghiraukan rasa perih di kulit pergelangan tangannya akibat gesekan dengan tali pengikat berulang kali."Chto sluchilos' s toboy, Gospodin?" (Apa yang terjadi, Tuan?) tanya pengawal itu mendekat.Alexei tidak menjawab. Dia melirik sekilas laki-laki itu, kemudian beralih ke arah nampan berisi makan malam di atas meja kecil di pojok ruangan."Tolong bawa keluar makanan itu!" perintah Alexei dengan nada dingin. "Aku mual mencium baunya!" lanjutnya lagi.Pengawal itu tampak berpikir sejenak, lalu melangkah mendekat. "Tapi Anda belum makan, Tuan. Saya bisa mendapatkan hukuman dari jenderal jika Anda sakit!" jawab laki-laki tersebut ragu.Alexei tersenyum miring sekilas. "Kalian menyediakan makanan untukku, tetapi selalu me
Bagaskara meraih bahu Pak Amir yang hendak menghindarinya. "Kenapa kamu nggak jawab aku, Pak Amir? Kamu tahu, kan, di mana Bayu selama ini? Lalu, di mana Kinasih?" tanyanya dengan tatapan memohon.Pak Amir menggeleng pelan. Dia menantang tatapan mata bosnya itu sembari tersenyum penuh arti. "Anda tidak perlu mencari keberadaan Nyonya Kinasih lagi, Tuan. Bukankah itu yang Anda inginkan dari dulu?" tanyanya mengejek.Kedua mata Bagaskara terbelalak mendengar ucapan pedas itu. Meskipun apa yang dikatakan Pak Amir benar adanya. Dia yang menginginkan Kinasih pergi, membuangnya seperti sampah demi bunglon berwujud manusia, bernama Belinda.Kini, penyesalan itu rupanya belum beranjak dari sudut hati Bagaskara. Bahkan, niatnya bertemu dengan wanita yang dia cintai itu masih begitu kuat. Jika ada kesempatan kedua, Bagaskara ingin memulai segalanya dari awal bersama Kinasih meskipun terlebih dahulu dia harus bersujud di kaki wanita itu."Terserah Pak Amir bilang apa, aku ingin bertemu Kinasih, d
Bagaskara terus melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Laki-laki itu mencengkeram setir mobil dengan kuat. Rasanya, ingin sekali meremukkan benda itu. Tidak kurang dari tiga puluh menit, mobil berhenti kasar di pekarangan sebuah rumah megah.Bagaskara mengerutkan kening melihat sebuah sedan mewah terparkir gagah di garasi yang pintunya terbuka lebar. Dengan sikap tak acuh, Bagaskara menggedor pintu depan."Belinda, buka pintunya!" perintahnya geram.Rumah megah itu terlihat sepi. Sekali lagi, Bagaskara melirik ke arah garasi. Dalam kepalanya sempat terlintas pemilik mobil itu, namun sebelum pertanyaan itu mendapatkan jawaban, pintu keburu dibuka dari dalam.Senyum Belinda memudar melihat kehadiran mantan suaminya. Dia hendak kembali menutup pintu, tetapi Bagaskara segera mendorongnya dengan kuat sehingga pintu terbuka lebar.Brak!Bunyi daun pintu membentur dinding dalam rumah. Bagaskara memindai penjuru ruangan yang sepi. Rumah megah yang diberikan pada Belinda ketika mereka masih s
"Kenapa Papa masih mendatangi perempuan itu? Bukankah Papa sudah bercerai dan Kak Gerald nggak tinggal di rumah itu lagi?" "Ya, pastinya ingin melakukan sesuatu. Iya, kali, ke sana mau kembali selingkuh dengan mantan istrinya, Run!" sahut Elang seenaknya.Bagaskara langsung menatap tajam pada Elang yang menunjukkan sikap tidak peduli. Laki-laki muda itu menyilangkan kedua lengan di depan dada dengan tatapan mengejek."Memang, Papa ingin memberikan pelajaran pada Belinda supaya mengaku, siapa yang sudah membayarnya. Tapi ternyata, di sana ada pacarnya Belinda. Laki-laki itu menusuk Belinda dengan pisau, niatnya pisau itu ditusukkan ke Papa. Tapi, Papa menghindar!""Dari dulu, aku sudah bilang ke Papa supaya menjauhi Whu Li. Tapi, Papa nggak pernah menghiraukan peringatanku dan Alexei. Bagaimana kalau laki-laki itu mengatakan Papa terlibat pembunuhan Belinda?""Kamu jangan khawatir, Papa datang hanya sebagai saksi. Sidik jari laki-laki itu ada di pisau.""Baguslah. Karena urusan kita be
"Podnimite ruki, Alexei!" ulang laki-laki di belakangnya sembari menodongkan senjata pada Alexei.Alexei mengumpat lirih, "Govno!!" Lalu, dengan malas dia berbalik. Alexei memandang dua orang di depannya dengan tatapan tanpa ekspresi. Mereka lantas mendekat dengan waspada. Meskipun Alexei tidak bersenjata, mereka tahu, laki-laki di depannya ini sangatlah cerdik."Jongkok dan jangan melawan, Alex!" perintah salah satu dari mereka.Terpaksa Alexei menurut meskipun dia tahu akan kembali masuk ke "kandang beruang". Namun, seandainya dia memaksa tetap kabur, sudah pasti dia akan menghadapi masalah lebih besar. Alexei hanya pasrah ketika kedua tangannya kembali disatukan di belakang tubuh menggunakan borgol. Diperlakukan layaknya penjahat sangatlah memalukan! Hal inilah yang dialami Alexei ketika baru saja mendarat di Bandara Domodedovo hampir tiga bulan yang lalu. Dia langsung disambut anggota militer Russia dan mengawalnya dengan sigap seperti halnya penjahat negara. Memang, Ruslanov Ye