Pagi-pagi sekali, Alexei dan Aruna berpamitan pada Pak Halim juga para tetangga terdekat secara diam-diam. Mereka memang tidak bisa terus berada di Desa Semanding. Di mana pun, Aruna tetap mendapatkan teror dari orang-orang yang berniat membunuhnya."Apa keputusan kita pergi dari desa ini sudah benar, Alex?" tanya Aruna sambil memperhatikan hamparan sawah di sisi kiri jalan.Alexei menarik napas panjang dan tetap fokus mengemudi. "Benar tidak benar, kita harus kembali, Milyy. Keselamatan kamu memang penting, sama pentingnya dengan keselamatan papamu. Apalagi keberadaan kita di sini juga sudah tidak aman. Aku curiga dengan laki-laki yang semalam itu. Kalau dia tidak ada yang menyuruh, mana punya nyali?" jawabnya tanpa menoleh."Iya, kamu benar. Kenapa baru semalam dia membuat ulah, ya?" Aruna balik bertanya."Itulah yang terus aku pikirkan. Sepertinya dia bukan suruhan papamu, Milyy. Dia hanya orang desa yang polos. Ini sangat aneh, kenapa dia tiba-tiba berulah tepat ketika ada kabar W
"Aruna, Alexei, tunggu! Tunggu Papa, Nak!"Aruna langsung menunduk takut. Dia menggeser tubuhnya di belakang Alexei. Sepasang mata wanita itu berkaca-kaca. Kata-kata makian dan tamparan Bagaskara kembali memenuhi memori Aruna.Alexei menoleh sekilas pada istrinya, lalu menatap tanpa ekspresi ke arah Bagaskara. Alexei merasakan tangan sang istri berkeringat. Lalu, Alexei mengeratkan genggaman tangannya, menguatkan wanita itu."Jangan takut, Milyy," bisik laki-laki berwajah rupawan itu menenangkan.Bagaskara berdiri canggung di depan Alexei. Laki-laki tua itu menatap tangan Aruna dalam genggaman Alexei. Kemudian, pandangan Bagaskara tertuju pada cincin paladium berwarna perak yang melingkari jari manis Alexei. Bagaskara menyunggingkan senyum samar melihat penampilan baru Aruna yang tertutup.Beberapa detik kemudian, terdengar deheman lirih dari mulut Bagaskara. "Maaf, boleh Papa bicara?" tanyanya sambil menatap Alexei dan Aruna.Alexei menarik napas panjang kemudian mengangguk. "Ada apa
"Arrrgh!"Seorang laki-laki yang berdiri di antara kerumunan wartawan itu mengaduh sambil memegangi dahinya yang bocor. Darah menetes dari dahi atasnya akibat lemparan mic yang cukup keras. Dia mendesis sambil menatap benci pada Alexei. Sementara di depannya, tergeletak sebuah pistol yang tadi hendak digunakan menembak Aruna. "Tangkap dia! Isma, Ery, lindungi istriku!" teriak Alexei lalu mendekati laki-laki yang sudah diamankan oleh securitySemua orang terbelalak dengan wajah pucat. Ery segera menghubungi polisi. Alexei menatap nyalang pada pria yang masih meliriknya. Laki-laki itu meludah ke depan sembari menyeringai sinis.Beberapa wartawan mengarahkan kamera pada wartawan gadungan dan pistol di lantai bergantian.Di dekat meja, Aruna menatap ketakutan ke arah pistol yang masih teronggok di lantai.Ery menghalangi pandangan Aruna supaya tidak bersitatap dengan pria pembunuh bayaran itu. Selanjutnya, Isma segera membawa Aruna memasuki sebuah ruangan. Kedua wanita itu menangis ketak
"Alex, menurutmu kenapa Mister Whu terobsesi membunuhku?" tanya Aruna sambil melepaskan diri dari pelukan Alexei.Alexei mengerjap kemudian menggeleng kaku. Dia semakin yakin aksi teror itu ada hubungannya dengan kerjasama bisnis antara Bagaskara dan pria Macau itu.Tak kunjung mendapatkan jawaban memuaskan, Aruna mendengus. Dia ingin beranjak dari Alexei, tetapi laki-laki itu justru memeluk erat pinggangnya."Apa Elang dan Papa memiliki masalah dengan Whu?" Aruna kembali bertanya.Sontak Alexei terkejut. Dia juga baru ingat jika Elang berkali-kali menggagalkan rencana pengiriman barang dari China ke Indonesia. "Aku tidak yakin, Milyy. Tapi, itu tidak menutup kemungkinan. Makanya aku harus menyelidiki hal ini. Apa ini lagi-lagi sebuah kebetulan karena kamu istriku? Tetapi itu jauh tidak mungkin. Whu sudah mengetahui tentang aku sebelum kita menikah!" Alexei berusaha menganalisa."Kalau begitu, apa mungkin ada hubungannya dengan Alenadra, Alex?" tanya Aruna lagi."Aku berpikir begitu,
"Kenapa kamu diam, Alex? Apa kamu ikhlas begitu saja ketika seseorang merenggut nyawa Alenadra? Nggak, kan?" cecar Elang dengan suara serak.Alexei menghembuskan napas pelan, kemudian mengangguk samar. "Stop, Lang. Jangan ajari aku tentang hal itu. Aku membenci pembunuh itu. Bahkan termasuk keturunannya. Tapi aku tidak ingin Aruna kecewa denganmu, Lang! Silakan kamu balas dendam, tapi ingat, ada perasaan Aruna yang harus kamu jaga!" Akhirnya Alexei bersuara.Elang mengangguk-angguk. Rasa sayang pada Aruna sama besarnya dengan rasa benci pada Bagaskara saat ini. Meskipun tidak bisa dipungkiri laki-laki itu pernah berjasa menjadi pelindungnya. Mencintai dan memberikan kasih sayang tulus padanya sebelum peristiwa perselingkuhan itu terjadi.Alexei melemparkan botol kosong ke tempat sampah. Laki-laki muda itu kembali menatap tanpa ekspresi pada Elang yang masih bergeming di belakang meja kerjanya."Aruna sangat terpukul ketika tahu Tuan Bagaskara bukan ayah kandungnya. Dia merasa ketakuta
Aku memang munafik. Satu sisi hatiku sangat membenci Bagaskara, tetapi di sisi kanan hatiku, meminta untuk memaafkannya. Meskipun kesalahan Bagaskara terlalu besar, bahkan seandainya nyawanya diberikan pada kami maka tidak cukup untuk menebus dosa itu.Dua puluh empat tahun lalu, aku diceraikan oleh laki-laki yang diangkat derajatnya oleh Papa. Bagaskara dulu hanyalah seorang manager pemasaran di kantor Bumi Perkasa. Karena kegigihan dan kejujurannya dalam bekerja, dia dijodohkan denganku. Padahal saat itu aku masih berstatus istrinya Mas Hendra Langit. Hanya karena Mas Hendra tidak memiliki latar pendidikan tinggi dan bekerja sebagai sopir.Karena penolakan dan ancaman bertubi-tubi dari Papa, terpaksa Mas Hendra menyerah. Suamiku itu pergi setelah menceraikan aku."Bagaskara jauh lebih baik daripada Hendra, Asih. Papa butuh keturunanmu untuk meneruskan bisnis ini. Kamu putri Papa satu-satunya. Bagaimana bisa seorang sopir yang hanya tamatan sekolah menengah bisa menghasilkan keturun
"Penting?" ulang Aruna dengan mata menyipit. Bagaskara mengangguk samar. Laki-laki itu menatap Aruna dalam. Meskipun terpaksa menggadaikan rasa malu dan harga diri, Bagaskara harus memohon pada Aruna, putri yang sudah dikecewakan begitu dalam."Kamu pasti sudah paham kan, Sayang, kalau Bumi Perkasa sekarang dalam masalah besar?" Bagaskara bertanya tanpa berani menatap Aruna. Sebenarnya, pertanyaan itu tidak membutuhkan jawaban Aruna. Karena Aruna sudah mengetahui tentang nasib Bumi Perkasa semenjak Elang Angkasa berdiri. Aruna tersenyum dalam hati, mentertawakan ayah angkatnya itu. Namun, di sisi lain, Aruna juga kasihan melihat keterpurukan Bagaskara. Bagaimanapun, laki-laki inilah yang merawatnya penuh kasih sayang. Bagaskara juga mengorbankan banyak hal untuk Aruna sampai dia mampu berdiri sendiri dan memiliki karier yang gemilang.Aruna menarik napas panjang, lalu menyandarkan punggung di sandaran sofa. "Lalu apa yang akan Papa lakukan? Seandainya Papa mau tunduk pada Elang Angk
Tatapan nanar Alexei berubah mengembun. Laki-laki jangkung itu melepaskan pegangan tangan Aruna dan bergerak mendekati Bagaskara. Dia berdiri di depan sang mertua dengan tatapan menuntut jawaban."Answer me, Mister Bagaskara!" tuntut Alexei dengan suara berat. "Apa yang Anda ketahui tentang keluarga saya dan angka rahasia yang diucapkan Alenadra sebelum meninggal?" lanjutnya dengan suara meninggi.Perlahan Bagaskara bangkit hanya untuk mempersilakan Alexei duduk seperti layaknya pada tamu. Alexei melirik sekilas pergerakan tangan Bagaskara. Namun, dia bergeming. Pandangan Alexei kembali tertuju pada Bagaskara."Duduklah dulu, Alexei. Kita bicarakan baik-baik. Sepertinya di sini ada kesalahpahaman!" jelas Bagaskara berusaha meredam rasa penasaran Alexei.Alexei tersenyum satu sudut sekilas. "Anda kira saya bodoh? Dan kamu, Aruna ..." ucapnya terjeda sembari melirik sang istri. "Sejak kapan kamu mengetahui hal ini, hm? Kenapa kamu sembunyikan dariku, Milyy? Katakan!" tuntut Alexei pada A