Alexei langsung panik. Dia melihat siluet tubuh Aruna terus meluncur turun bersama tanah becek. "Aruna! Where are you?" tanya Alexei sembari berlari turun.Laki-laki itu tidak menghiraukan kakinya menginjak-injak tanaman padi. Dia terus berlari mencari keberadaan Aruna.Sementara itu, tubuh Aruna tertahan pohon pisang yang telah roboh. "Arrrgh! Alex, help me!" teriaknya.Suara Aruna menggema di antara area persawahan yang miring. Aruna menatap sekitar dengan ngeri. Dia mengusap kakinya yang terasa perih. Berkali-kali gadis itu mendesis merasakan sakit di dekat mata kakinya."Aruna! Aruna, can you hear me?" tanya Alexei di atas sana.Dari tempatnya berdiri, Alexei mengedarkan pandangan ke segala penjuru. Matanya menelisik keadaan sekitar, takut Aruna terancam bahaya. Nihil.Tempat itu hanya area persawahan dan jalan setapak berkelok. Tidak ada manusia, hanya lampu temaram 5 watt berwarna kuning sebagai penerang jalan, terombang-ambing angin. Di sekeliling, hamparan padi dihiasi orang-o
"Saya yang jadi wali nikah Aruna, Pak Halim!" Aruna masih melongo. Dia melirik Alexei yang justru menunjukkan sikap tanpa ekspresi. Elang mendekat. Laki-laki berwajah rupawan itu menatap manik hitam Aruna dengan tatapan berkabut."Jangan mendekat!" cegah Aruna sembari beringsut mundur. "Hentikan kegilaan kamu, Elang! Aku nggak pernah mengundangmu ke sini!" ucapnya setengah berteriak.Elang mengangguk samar. "Tapi aku yang menyiapkan semua tempat di sini, Aruna. Resort depan itu milikku. Perkebunan teh dan rumah itu juga milikku!" ucapnya santai.Aruna tersenyum miring. "Hh, mulai ngaco! Atau memang hobi kotormu merebut milik penduduk desa ini?" cibirnya sewot.Terdengar decakan dari mulut Elang. "Aku nggak sekotor itu, Aruna!" bantah laki-laki itu ketus."Kalau begitu, aku akan pergi dari sini. Aku bisa menikah di tempat lain!" sergah Aruna dengan suara bergetar. Gadis itu segera menarik tangan Alexei. Alexei menggeleng pelan dan justru bergeming. Aruna mengerutkan kening mendapati s
"Aruna..." Alexei menatap wanita yang belum genap 24 jam menjadi istrinya itu tak berkedip. Aruna menunduk malu-malu, sedangkan jemarinya saling meremas. Di samping Alexei, Elang memindai penampilan sang adik.Sesaat kemudian, Aruna mendongak menatap ketiganya bergantian. "Eng ... ke-napa dengan kalian? Jelek ya, Gospodin Alexei, Kak Elang, Neng?" tanyanya, lalu menggigit bibir.Alexei tidak menjawab. Dia justru mendekat dan memeluk tubuh ramping yang terbalut celana panjang, blouse lengan panjang, dan hijab. Iya, Aruna memutuskan meninggalkan semua pakaian seksinya. "Milyy, kamu lakukan ini demi siapa?" tanya Alexei sambil menciumi kepala istrinya.Elang mengusap kepala sang adik. Isma masih diam memperhatikan interaksi pengantin baru itu. Aruna mendongak menatap wajah Alexei. Kedua lengannya sedikit terangkat dan mengusap kedua belah pipi Alexei."Aku ingin mulai dari awal, Alex. Aku ingin menjadi istrimu yang baik. Aku ingin menjadi muslimah yang baik. Kita mulai sama-sama supaya
Bagaskara kembali terperangah. Tidak tahan lagi, laki-laki itu menggebrak meja. Brakk!Elang masih bersikap santai menatap laki-laki yang mulai terpancing emosi itu. "Apa Anda tidak mengerti aturan berbisnis Saudara Elang? Kita sudah tanda tangan di atas berkas itu!" Elang mengangguk-angguk. "Anda salah, Pak Tua! Saya sangat memahami bisnis. Berkas itu hanya sampah, tidak ada nilainya sama sekali bagi saya!" ejeknya lagi.Kedua tangan Bagaskara terkepal erat. "Kurang ajar sekali, Anda. Saya akan bawa kasus ini ke jalur hukum!" Bagaskara mulai mengancam.Lagi-lagi, Elang bergeming dengan ancaman Bagaskara. Laki-laki sebaya Gerald itu hanya terkekeh sembari menggigit ujung ballpoint. Bagaskara tertegun melihat hal itu. Laki-laki tua itu menatap manik hitam pemuda kurang ajar di depannya."Sudahlah, katakan tujuan Anda ke sini, Saudara Elang!" ucap Bagaskara melunak.Elang sedikit mencondongkan badan ke arah Bagaskara. Dua pasang mata itu saling tatap mewakili pikiran masing-masing. Di
"Jalan!" perintah Coky pada laki-laki di belakang kemudi.Coky melirik tubuh Isma yang tergolek di jok belakang. Laki-laki itu terkekeh pelan. Mobil terus melaju sampai pada sebuah rumah. Coky segera menelepon seseorang.Byur!Isma mengerjap, merasakan air dingin mengguyur wajah dan kepalanya. Gadis itu memegangi kepalanya yang terasa berat. Lalu, menatap silau pada cahaya lampu ruangan itu.Pandangan Isma lantas berhenti pada tiga orang yang duduk santai di sofa seberangnya. Isma berusaha menggerakkan kaki dan tangan, namun dia sadar kaki dan tangannya ternyata diikat."Lepaskan aku! Siapa kalian?" Isma berteriak sambil terus berusaha menggerakkan kaki dan tangan. Berharap ikatan itu lepas. Coky terkekeh. "Semakin kamu bergerak, tali itu semakin melukaimu, Manis! Ck, nggak nyangka aku. Aruna punya asisten yang lumayan manis!" ucap Coky sambil mendekat."Jangan sentuh aku! Mau apa kamu?" Tangan Coky terulur dan mengusap pipi Isma. Isma segera memalingkan wajah. "Kamu pasti tahu kan,
Belum hilang rasa terkejutnya, Alexei kembali dikejutkan keadaan Aruna yang pingsan. Laki-laki itu segera menggendong Aruna dan membawanya kembali ke tempat tidur."Milyy, bangun!" Alexei menepuk pelan pipi istrinya. "Milyy, ya Allah, kamu kenapa?" Laki-laki itu mulai panik.Alexei hendak mengganti baju Aruna, bermaksud membawa sang istri ke klinik terdekat. Namun, terdengar rintihan lirih dari mulut wanita itu.Aruna mengerjap dan kembali menangis histeris. Dia tidak tahu, mengapa Julio yang selama ini dikenalnya begitu baik bisa membunuh Isma.Alexei mendekat sambil mengulurkan segelas air putih."Kita tidak tahu yang sebenarnya. Kamu tenanglah, aku akan menghubungi Julio lagi!" ujarnya menenangkan.Aruna mengubah posisi menjadi duduk dan meraih gelas dengan tangan gemetar. "Kita harus kembali ke Jakarta, Alex!" ucapnya tanpa bisa menghentikan air mata yang terus menetes."Besok pagi-pagi kita ke Jakarta. Sekarang, kamu tidurlah!" titah Alexei tegas."Mana bisa aku tidur, Alex? Aku
"Halah, nggak usah sok-sokan main rahasia untuk membenarkan kesalahanmu, Julio!" sembur Elang jengkel.Merasa diremehkan, Julio berdecak lirih. "Kamu akan mengucapkan terima kasih padaku nanti, Lang. Sudah, aku harus mengurus kedatangan Whu!" ujarnya tak ingin lagi berdebat.Mendengar nama Whu, Elang melunak. Laki-laki itu duduk di samping Julio dan... Plak! Menepuk keras lengan kekar sahabatnya itu. Julio mengumpat lirih, "Sialan. Kamu benar-benar pengin bunuh aku, ya?" todongnya sinis."Biar kamu bisa merasakan apa yang Isma rasakan!" Elang kembali mengungkit perihal Isma. "Katakan padaku, ngapain Tua Bangka Whu itu datang ke sini? Ingin menyerahkan diri pada polisi?" tanya Elang tanpa menghiraukan desisan ngilu Julio."Ingat, Bagaskara sudah curiga siapa kamu, Bay. Kamu harus lebih pintar lagi. Sebenarnya apa lagi yang akan kamu ambil dari papamu itu?" tanya Julio.Elang tersenyum penuh arti. "Semuanya. Karena itu milik Aruna. Aku akan kembalikan pada Aruna!" jawabnya santai."In
"Apa maksudmu, Milyy. Aku sudah mandi!" Aruna langsung menjauh. Tiba-tiba perasaannya begitu kesal melihat Alexei yang membantahnya. Alexei menoleh dan menggelengkan kepala samar. Dia menarik ujung lengan kaosnya, lalu mengendus kain itu. Tidak ada yang aneh.Alexei mengangkat bahu tak acuh. Dia justru sibuk berpikir mengenai nama Tiger yang baru ditemukannya. Alexei mengacak rambutnya kasar. Ternyata serumit itu mencari pembunuh Alenadra. Namun, dia tidak akan menyerah. Laki-laki tampan itu menarik napas panjang. Sekali lagi, Alexei melirik ke arah pintu kamar yang sedikit terbuka.Di dalam sana, Aruna memilih shalat Isya' sendirian tanpa menunggu suaminya. Aruna malas melihat Alexei yang bersikap menyebalkan dan tidak peka sedikit pun."Apa menurutmu, Tiger itu nama lain dari orang Indonesia itu, Lang?" Terdengar suara samar Alexei sibuk berbicara di telepon.Berkali-kali Aruna mendengus kasar. Dasar suami menyebalkan! Makinya dalam hati. Aruna segera merebahkan diri di tempat tidu