Alexei tersenyum sekilas, kemudian memilih bangkit. Laki-laki itu meninggalkan ruang makan dan melangkah cepat menuju kamarnya. Alexei menyibak sedikit gorden jendela ketika mendengar suara mobil Bagaskara meninggalkan rumah."Alex!" Panggilan Aruna dari depan pintu kamar, membuat laki-laki itu menoleh.."Come in!" Aruna mengangguk. Gadis itu duduk di sofa yang terletak di samping tempat tidur Alexei. Alexei kembali menyodorkan handphone. Aruna mengamati sekilas kemudian mengangkat wajahnya menatap Alexei."Apa rencanamu, Alex?" tanya gadis itu."Nanti kamu tahu sendiri, Aruna. Oh, ya, Isma bilang minggu depan kamu akan menghadiri acara ulang tahun teman kamu. Itu benar?"Aruna mengangguk pelan. "Iya, sudah masuk schedule!" jawabnya."Hati-hati, Aruna!"Kening Aruna berkerut. Sedangkan Alexei malah sibuk menyiapkan beberapa keperluan dan dimasukkan ke dalam ransel. Tidak ada sahutan dari Aruna, Alexei menghentikan kegiatan dan menoleh.Alis laki-laki itu terangkat. "Tidak biasanya kam
"Pak! Tolong antar aku ke tempat badminton, bisa?"Pak Amir terperanjat. Laki-laki yang tadi fokus pada layar handphone itu sontak memasukkan benda pipih itu ke saku celana. Aruna tersenyum melihat keterkejutan di wajah sopir yang sertia bersamanya semenjak dia kecil itu.Aruna tersenyum canggung. "Maaf, Pak. Aku ngagetin Bapak. Lagi teleponan sama istri, ya?" tebaknya."Ah, eh ... I-iya Non. Ayo. Mister Alexei tidak ikut?" tanya Pak Amir gelagapan.Laki-laki yang dibicarakan ternyata sudah berada di teras. Alexei menatap sekilas pada Pak Amir dan Aruna, kemudian mendekat.Mereka bertiga segera menuju tempat badminton. Olahraga itu sudah menjadi rutinitas mingguan Aruna jika tidak punya kegiatan lain. Maka malam ini, gadis itu mengajak Alexei bermain badminton.Ternyata Alexei tidak sejago Aruna dalam bermain badminton. Karena laki-laki itu lebih menggemari olahraga berkuda dan karate. Akhirnya Alexei menyerah dan memilih duduk menunggu bosnya bermain dengan Isma.Aruna dan Isma memil
Tatapan Aruna belum beralih dari kedua orang di depannya. Aruna memang pernah melihat pemuda itu. Tetapi, entah di mana? Aruna lupa. Aruna semakin merasa aneh setelah menyadari wajah keduanya memiliki garis yang mirip."Bisakah kalian jelaskan sesuatu?" tanya Aruna lirih. Dia menatap ayahnya dan Gerald bergantian. "Papa, dan kamu ... Ada apa sebenarnya antara kamu dan Papa?" ulangnya menuntut jawaban.Gerald menatap datar pada Bagaskara yang masih terlihat gugup. Ingin rasanya Gerald ertawa terbahak melihat wajah kebingungan laki-laki tua di depannya. Bagaskara mengusap dahinya yang berkeringat dingin."Ah, ya, sebaiknya aku pergi sa--""Em, saudara Gerald, nanti kita bicarakan lagi mengenai proyek kita!" Bagaskara memotong cepat ucapan anaknya.Gerald mengangguk dan tersenyum miring sekilas. "Saya rasa tidak ada yang perlu dibahas lagi, Tuan Bagaskara. Saya sudah tidak tertarik la--""Hentikan sandiwara kalian!" sentak Aruna tidak sabar. Kedua mata gadis itu berkaca-kaca. Aruna menata
Kembali Pak Amir tertegun mendengar pertanyaan yang tidak diduga sebelumnya itu. Laki-laki itu menatap ke arah depan. Kedua tangannya mencengkram handle setir. Laki-laki itu seolah mengumpulkan keberanian untuk jujur pada Aruna. Itu berarti, dia harus menentang peringatan bosnya sendiri!Lalu, Pak Amir sedikit memutar tubuh dan menatap Aruna. Terlihat ketakutan dari sorot matanya. "Me-mereka, ng--" "Mereka istri simpanan Papa dan anaknya, benar, kan?" potong Aruna cepat.Alexei terkejut. Belinda. Alexei memang tidak mengenal wanita itu. Tetapi Alexei bisa menyimpulkan jika orang yang tengah dibicarakan itu, ada kaitannya dengan rencana pembunuhan pada Aruna.Pak Amir mengangguk samar. Dia merasa bersalah pada Aruna karena ikut menyembunyikan rahasia ini selama 24 tahun lamanya. Aruna memejamkan mata dan tersenyum miris.Semua sudah jelas. Ayahnya tidak sebaik yang dia kira. Aruna merasa malu, muak, dan benci. Entah apa yang akan terjadi jika media sampai tahu kehidupan menjijikkan Bag
Pakai bikini? Bukan hanya Aruna yang meradang, tetapi juga Isma. Sekali lagi Isma meneliti penampilan Aruna. Tidak ada yang salah. Aruna sangat anggun dan elegan dengan gaun itu. Menurut Isma, wajar-wajar saja seorang artis ke pesta ulang tahun memakai gaun seperti itu. Bukankah banyak artis yang berpenampilan lebih terbuka?Aruna dan Isma kompak menatap pintu kamar Alexei yang tertutup dari dalam. Mereka tidak menyangka jika bodyguard kaku itu ternyata berpikiran kolot. Tidak ada waktu untuk dandan lagi. Sampai di dalam mobil, Alexei tidak mengucapkan sepatah kata pun. Laki-laki itu_seperti biasa_dingin dan tanpa ekspresi. Di jok belakang, Isma menatap tak enak hati pada Alexei. Sedangkan Aruna, gadis itu memilih ikut diam karena menurutnya, kali ini dia sudah benar."Ehem!" Isma berdehem, berharap Alexei menoleh.Namun, laki-laki itu bergeming dan memilih fokus pada handphone. "Ya uzhe podozreval, oruzhiye bylo ne obychnym oruzhiyem!" (Saya sudah curiga, senjata itu bukan senjata bi
Pesta masih berlangsung sehingga tanpa terasa sudah hampir jam 22.00 WIB. Suara musik yang dibawakan grup band ibukota masih menghentak-hentak memekakkan telinga. Namun, beberapa saat kemudian, suara musik berhenti di tengah jalan.Seorang laki-laki berpakaian hitam tampak berbincang-bincang sejenak dengan vokalis grup band. Semua orang tampak bingung dan menatap ke arah panggung di mana laki-laki yang mengenakan t-shirt lengan pendek berwarna hitam itu berada."Jangan ada yang meninggalkan tempat! Mohon kerjasamanya. Kami dari Satreskoba Polda Metro Jaya. Tempat ini sudah kami amankan!"Suasana mendadak langsung hening. Bianca sebagai pemilik acara dengan koperatif mempersilakan para polisi memeriksa setiap tamu dan tempat acara.Di pintu masuk, dua orang polisi berpakaian preman sedang berjaga. Begitu juga di tempat parkir. Mereka mendapatkan informasi jika di pesta ini juga dilakukan pesta narkoba terselubung. "Kenapa polisi lebih cepat datang?" tanya laki-laki yang berada di dala
Tatapan semua penghuni rumah tertuju pada kedua orang itu. Bagaskara mendekat dan mengeratkan rahangnya."Pergi kalian dari sini! Kemasi barang-barang kalian!" sentaknya sambil menunjuk pintu."Kami tidak bisa membiarkan mereka pergi, Pak. Mereka harus kami bawa ke kantor polisi dan kami proses!" sela salah satu polisi pada Bagaskara. Lalu, tatapannya beralih pada Alexei. "Untuk dugaan pelanggaran yang lain, silakan membuat laporan dan sertakan bukti, Pak!" imbuhnya.Alexei mengangguk. "Baik, terima kasih!" jawab laki-laki itu tenang.Bagaskara mengusap dahinya kasar. Tidak pernah dia duga jika pembantu mereka sendiri adalah seorang pemakai narkoba dan juga bersekongkol untuk membunuh Aruna."Baiklah, kami akan mengikuti prosedur dari kepolisian." Bagaskara berkata lirih kemudian meninggalkan tempat itu. Laki-laki tua itu sangat geram dengan kenyataan yang terjadi. Dia harus melakukan satu hal, sebelum Belinda membuat kekacauan lebih parah lagi!*"Kamu yang gila! Aku nggak sudi meng
"Maaf, Mbak. Aku tadi dapat telepon dari Mas Ery. Dia bilang ada jadwal pemotretan untuk majalah fashion. Terus malam minggu ada acara launching produk kosmetik baru di Bali."Aruna mengangguk tak minat. "Iya, apa kamu sudah bilang ke Alexei soal ini?" tanya Aruna malas."Belum, sih. Kan, Mbak yang jalani pemotretan bukan Alexei!" sahut Isma."Baiklah, tapi kamu harus bicara sama dia dulu, Neng. Jangan terkesan mendadak. Aku nggak mau dia ngamuk!"Mata Isma menyipit. Gadis itu merasa heran, akhir-akhir ini, Aruna lebih peduli dengan Alexei. Padahal, biasanya terkesan tidak peduli. Isma tersenyum, ketika ingat kedua orang itu salah tingkah."Aku heran, kenapa Mbak Runa sekarang lebih peduli dengan Alexei, ya? Sepertinya telah tumbuh dan terjadi sesuatu di antara kalian!" ucap Isma menggoda.Sontak wajah Aruna memerah menahan malu. Buru-buru gadis itu memalingkan wajah. "Eng-nggak, kok, Neng. Nggak!" elaknya gugup.Isma berdecak lirih. "Iya juga nggak apa-apa, Mbak. Alexei cakep, genius,