"Maksudnya Papa, aku bukan anak Papa dan Mama? Apa yang dibicarakan orang-orang tanpa sepengetahuanku, Pa?" tanya Aruna lagi dengan nada meninggi."Bu-bukan begitu, Aruna. Kamu salah paham. Kamu harus tahu satu hal, Aruna. Ayo kita bicara di kamar!" pinta Bagaskara yang merasa tidak nyaman di situ.Aruna mengangguk. Dia mengikuti Bagaskara menuju ke kamar laki-laki itu. Bagaskara mengajak Aruna ke ruang kerja yang menyatu dengan kamarnya. Aruna menatap setiap pergerakan sang ayah.Bagaskara mengambil sebuah album foto lama yang tersimpan di dalam brankas. Lalu, laki-laki itu menghampiri Aruna yang duduk di sofa."Kamu memang sudah waktunya tahu, Sayang. Maaf, Papa sembunyikan ini bertahun-tahun karena Papa ingat pesan Kakek Sasmito.""Kakek? Beliau pesan apa, Pa?" tanya Aruna dengan kening berkerut.Bagaskara mengusap kepala Aruna dengan tatapan sendu. Laki-laki itu menunduk, menyembunyikan mendung di wajahnya.Flashback 24 tahun lalu....Di depan gedung sekolah Taman Kanak-Kanak berta
"Alenadra?" ulang Alexei.Aruna mengangguk pelan. "Iya, maaf. Kalau kamu keberatan nggak usah dijawab! Aku tahu, hal ini sangat menyakitkan untukmu," ucapnya melirih.Alexei mengangguk mengerti. Cukup lama dia memang menyimpan kenangan buruk tentang sang adik. Tidak ada gunanya, Alexei memendam semua seorang diri lagi."Baiklah, aku akan ceritakan!" jawab Alexei pada akhirnya. "Kamu yakin?""Iya, Aruna. Dua tahun aku memendam rasa sakit dan dendam ini. Waktu itu, aku dan Alenadra sama-sama kuliah di Sankt Petersburg. Alenadra kuliah sekaligus menekuni hobi balet. Dia juga melatih balet anak-anak orang asing. Alenadra akrab dengan salah seorang warga Indonesia yang tinggal di Russia cukup lama. Dari keakraban itu, Alenadra berteman dekat dengan laki-laki dari Indonesia juga. Setelah itu entah bagaimana, aku menemukan adikku meninggal dengan luka tembak."Alexei menunduk. Dia mengeratkan genggamannya pada botol air mineral itu. Aruna mengikuti gerakan tangan Alexei dengan pandangannya.
Aruna terkejut. Dia menatap nanar pada Alexei. Jika memang benar senjata itu memiliki kemiripan atau dari orang yang sama, berarti... Aruna menggeleng kuat.Membayangkan dirinya menjadi target serangkaian pembunuhan saja, hidupnya tidak tenang. Apalagi, ditambah informasi baru jika kemungkinan pembunuh itu, bukan orang sembarangan. Lantas, ada kepentingan apa orang-orang itu hendak membunuhnya?Apa ini menyangkut mitra bisnis Bagaskara? Berbagai pertanyaan tanpa bisa dijawab, kembali memenuhi kepala Aruna. Menyadari gadis di sampingnya kembali syok, Alexei merangkul bahu Aruna. "Kamu jangan takut. Kamu tidak berjalan sendiri. Ada aku!" ucapnya pelan."Apa orang itu saingan bisnis Papa?" tanya Aruna lirih.Alexei kembali menggeleng. Laki-laki itu segera mematikan laptop dan menutupnya. Alexei menyandarkan punggung di sofa, sedangkan Aruna masih bersandar di dadanya."Aku terus menyelidiki hal ini, Aruna. Siapa pun orang itu, aku yakin, ini ada akarnya."Aruna langsung mendongak. "Maks
Isma berdecak. "Aku nggak percaya, Gospodin!" sahutnya.Alexei mengangkat bahunya sekilas. "Up to you, Isma!" jawabnya datar.Alexei beralih menatap Aruna dan meminta gadis itu keluar dari kamar. Aruna mengangguk, kemudian mengikuti Isma. Sepeninggal Aruna dan Isma, Alexe kembali menyibukkan diri di depan laptop. Laki-laki itu masih penasaran dengan foto senjata api yang memiliki nomor seri sama tersebut.Selanjutnya, Alexei mengambil handphone yang sejak tadi belum dibuka. Ada sebuah pesan masuk.["Posle nashego issledovaniya gil'zy ot pul' imeyut nechto obshcheye. Shans togo zhe oruzhiya 70%"] Setelah kami teliti, dari selongsong peluru memiliki peluang kesamaan 70%. "Aku harus menemukannya, demi kamu Alenadra. Juga demi kamu, Aruna!"["Spasibo, zhdu dal'neyshikh novostey."] Terima kasih, kutunggu kabar selanjutnya.Setelah membalas pesan itu, Alexei segera mengunci pintu kamar dan merendam tubuhnya dengan air dingin di dalam bathtub. Bayangan kemesraan dengan Aruna tadi kembali m
"Ah ... sakit, Alex," lirih Aruna sambil merangkul bahu Alexei.Alexei mengusap air mata di pelipis Aruna sambil mengecup kening gadis itu berkali-kali. Rasa sesal tiba-tiba menggelayut di hati. Alexei tidak menyangka jika malam ini, di kamarnya, Aruna telah menyerahkan mahkota berharganya. Alexei telah kalah dari janjinya sendiri untuk menjaga gadis itu."I am sorry Milyy, i am sorry," bisik Alexei dengan mata mengembun.Aruna mengusap pipi Alexei dan mengangguk pelan. Gadis itu menggigit bibir menahan rasa perih di bawah sana. Apalagi, Alexei terus membawanya ke puncak kenikmatan yang ternyata menyakitkan."Kamu nggak percaya kalau aku masih perawan?" tanya Aruna di antara desahannya.Alexei menggeleng. Dia kembali mencium bibir Aruna untuk meredam rintihan gadis itu. Cukup lama, dua insan di mabuk cinta dan terselimuti nafsu itu saling menuntun. Sampai pada akhirnya, Alexei menjatuhkan tubuh di atas Aruna sembari memeluk gadis itu."Ya lublyu tebya, Milyy," bisik Alexei, lalu beral
"Kenapa dengan keluarga Alexei, Tuan?" tanya Julio heran.Bagaskara menggeleng samar. Dalam hati terdalam ada rasa tidak rela, puteri kecilnya yang dibesarkan itu kini akan berpindah tanggung jawab. Namun, itu pilihan terbaik untuk Aruna dan Alexei."Alexei melamar puteriku, Julio!" jawabnya lirih. Julio terkejut mendengar jawaban itu. "Mereka akan menikah dalam waktu dekat, tapi tanpa pesta. Itu keinginan mereka!" lanjutnya sambil tersenyum samar.Akhirnya, Julio mengangguk-angguk. "Baiklah, Tuan. Saya akan cari tahu tentang latar belakangnya. Mungkin itu lebih baik jika Mbak Aruna menikah dengan Alexei. Saya lihat, pria itu sangat bertanggung jawab!" ujarnya.Kembali Bagaskara tersenyum samar. Dia memang tidak meragukan tanggung jawab Alexei. Namun, Bagaskara masih penasaran dengan jati diri laki-laki itu.Elang Angkasa Office."Saya tidak memerlukan kerjasama apa pun dengan Bumi Perkasa. Perusahaan sampah!" ucap laki-laki muda itu sambil melemparkan map ke atas meja."Baiklah, saya
Alexei mengambil alih handphone dari tangan Aruna. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang sepi. Aruna mengikuti arah pandangan Alexei sekilas, lalu menatap laki-laki jangkung itu dengan cemberut."Kita bicara di mana?" tanya Alexei.Aruna mengangkat bahu tak acuh. "Terserah kamu saja!" jawabnya jengkel.Alexei mengangguk. Dia memilih mengunci pintu kamarnya dan mengajak Aruna memasuki kamar gadis itu lagi. Sesampai di tepi tempat tidur, Alexei kembali menyalakan handphone dan menatap sekilas foto Aruna di situ.Aruna ikut menatap ke arah fotonya. "Kamu nyolong di Gugel, ya?" todongnya sedikit ketus.Alexei terkekeh pelan. "Tidak. Aku memang mendapatkan foto ini sebelum datang ke Indonesia. Seseorang memberikan padaku!" jawabnya jujur.Aruna semakin penasaran. "Siapa yang memberitahumu?" kejarnya.Tangan Alexei berpindah ke bahu gadis itu. Aruna justru tidak sabar menunggu penjelasan dari Alexei. Dengan jahil, dia mencubit-cubit kecil paha laki-laki itu."Ayo katakan, Alex
"Gospodin, apa yang kamu cari?" tanya Isma tidak sabar lagi. Semenjak memasuki kamar hotel, Alexei sibuk memeriksa setiap jengkal ruangan. Laki-laki itu menarik napas lega karena tidak menemukan hal yang mencurigakan.Di atas tempat tidur, Aruna ikut menatap ke arah Alexei. Setelah memastikan kamar dalam keadaan aman, Alexei menghempaskan tubuhnya di sofa. Isma langsung menyingkir. Gadis itu memilih duduk di atas tempat tidur bersama Aruna."Biarkan barang-barang tetap di dalam koper, Isma, Milyy!" ucap Alexei tiba-tiba.Aruna langsung menatap Alexei. "Memangnya kenapa, Alex?" tanyanya tidak mengerti."Kamu akan tahu nanti. Sudahlah, jangan banyak bertanya seperti Isma, Milyy!" jawab Alexei santai.Isma melotot tak terima karena selalu menjadi bahan sindiran. "Gospodin Alexei Yevgeny! Perasaan hari ini aku nggak tanya apa-apa!" sahutnya kesal.Alexei mengangkat bahu tak acuh. "Iya, heran saja. Biasanya kamu banyak bertanya, Isma!" Alexei kembali meledek.Aruna terkekeh. Gadis itu bang
Dor!Bagaskara mengerang kesakitan dan tubuhnya ambruk ke tanah. Semua tersentak. Aruna dan Alexei kompak menatap ke arah Elang yang berdiri di belakang Bagaskara dengan pistol terarah ke laki-laki tua itu."Begini, kan, yang kamu lakukan pada papaku dulu? Kamu ingat Bagaskara? Setelah kamu berhasil menyingkirkan aku dan Mama dari keluarga Sasmito, kamu juga menghabisi Papa Hendra. Apa salahnya Papa padamu? Bukankah Papa sudah mengalah segala-galanya dan membiarkanmu mengambil Mama? Tapi kamu justru mengkhianatinya, Bagaskara!" cecar Elang dengan suara bergetar."Bay ... Bayu ...." Bagaskara mendesis merasakan nyeri luar biasa di bahunya.Aruna tersentak. Dia menatap tubuh Bagaskara yang bersimbah darah. Wanita itu bangkit lalu mendekat. Pistol Bayu masih mengarah pada Bagaskara. Melihat Bagaskara tidak berdaya, hatinya terasa sakit. Kini, dendam itu memang telah terbayar, tetapi dia juga menyesal telah menyakiti orang yang pernah menyayanginya."Kakak, sudah! Jangan bunuh Papa!" teria
Tangan Aruna gemetar memegang benda dengan jenis Glock 17 berwarna hitam itu. Kedua matanya terpejam rapat tidak berani menatap objek yang merupakan boneka di depan sana."Jangan tegang, Aruna. Fokus, konsentrasi pada satu titik yang akan kamu tembak. Kamu harus bisa menentukan waktunya secepat mungkin sebelum musuh menembakmu!" Bagaskara terus menyemangati.Aruna menggeleng pelan. Dia meluruhkan tubuhnya di depan Bagaskara dan mendongak dengan tatapan memohon. Bagaskara masih berusaha bersabar menghadapi sikap Aruna yang dinilai sangat lemah itu."Aku nggak mau, Papa! Aku nggak mau jadi pembunuh!" Bagaskara menarik napas lelah. "Papa nggak memintamu jadi pembunuh, Aruna. Papa hanya ingin kamu bisa membela dirimu sendiri ketika orang-orang yang membenci Papa hendak mencelakaimu. Apa kamu ingin terus dikawal? Nggak, kan?" rayu Bagaskara lagi. "Ayolah, Sayang. Papa menyayangimu dan melindungimu dari bayi dengan segenap cinta Papa, Runa. Lakukan hal ini untuk Papa. Papa nggak ingin jika
"Aruna, ini Papa, Sayang! Kenapa kamu pergi nggak kasih kabar, Aruna?" Aruna mundur selangkah sambil menggeleng pelan. Dia semakin ketakutan ketika dua orang laki-laki itu memepetnya. Di depannya, laki-laki berwujud lain, namun aslinya Bagaskara itu, tersenyum. Bagaskara merentangkan kedua tangan meminta Aruna memeluknya. Akan tetapi, Aruna justru kembali mundur selangkah dan tubuhnya menabrak salah satu pria pengawal Bagaskara."Jangan takut. Kita akan menyelamatkan Anda dari keluarga Yevgeny yang hendak mencelakaimu, Nona!"Aruna menggeleng berkali-kali. Dia benar-benar dalam situasi yang sulit. Aruna ingin mempercayai ucapan Alexei, tetapi pembicaraan dengan kedua orang tuanya, memupus keyakinan Aruna. Sedangkan untuk percaya pada Bagaskara, nyatanya laki-laki itu pimpinan mafia yang tengah diburu Interpol dan kepolisian Indonesia."Nggak, Anda bukan Papa. Anda bukan Bagaskara!" teriak Aruna ragu. Dia menoleh pada laki-laki yang memegang kedua lengannya. "Lepaskan saya! Let's me g
Sepasang mata bulat Aruna semakin terbuka lebar. Perencanaan pembunuhan pada dirinya? Jadi, dia dan Alenadra memang benar diincar orang yang sama?Tatapan mata Alexei berubah sendu. Dalam hati yang terdalam tidak tega mengatakan pada Aruna tentang sepak terjang Bagaskara. Apalagi dalam keadaan Aruna hamil besar. Tangan laki-laki itu bergerak mengusap-usap perut Aruna."Orang yang sama? Jadi, kecurigaanku dari dulu itu benar, Alex?" tanyanya parau.Alexei tidak langsung menjawab. Laki-laki itu justru memeluk istrinya dan mengerjapkan mata menyembunyikan air mata di kepala Aruna."Jangan takut. Aku tidak akan membiarkan dia menyakitimu, Milyy. Ada aku dan Elang. Julio juga membantu kita. Sekarang, laki-laki itu diburu Interpol," jelasnya hati-hati. Aruna langsung mendorong dada Alexei. "Julio? Nggak, nggak!" sahutnya dengan wajah mendadak marah. "Julio itu pengkhianat! Kamu pikir dia setia padamu dan Elang? Dia yang memberikan informasi kedatanganku ke Russia sehingga Tuan Ruslanov tah
"Chto oni s toboy sdelali, Milyy?"Air mata Aruna tiba-tiba mengambang. Dia bangkit perlahan, lalu mengerjap berkali-kali. Aruna menoleh pada sang mama, seolah menyakinkan jika penglihatannya tidak salah. Kinasih tersenyum lalu bangkit dan mengusap-usap bahu Aruna.Alexei menatap nanar pada istrinya, lalu turun ke perut besar wanita itu. Alexei merentangkan kedua tangan menyambut sang istri ke dalam pelukan. "Aku kangen kamu, Alexei. Aku kangen kamu!" ucap Aruna emosional."Me too, Milyy. I am sorry, Milyy!" Alexei menciumi pipi sang istri, lalu mengusap perut wanita itu. "Bagaimana kabarnya?" tanyanya dengan suara bergetar. Manik kebiruan itu berkabut saat menatap perut Aruna. Alexei merasa bersalah karena tidak bisa menemani Aruna menjalani masa-masa kehamilan. "Dia juga merindukanmu, Alex! Apa kabarmu, Milyy?" Alexei melepaskan pelukan, kemudian memindai penampilannya sendiri. "Masih seperti dulu, Alexei mantan bodyguardmu yang kaku dan menyebalkan, Aruna!" kekehnya.Aruna ters
"Pak Bagaskara, kami hitung sampai tiga, mohon kerjasamanya!""Satu ... dua ... tiga!"Tidak ada jawaban dari pemilik rumah. Namun, suara mencurigakan itu masih terdengar dari lantai atas. Dua orang polisi lantas naik ke sana. Mereka menyisir beberapa sudut ruangan. Dua kamar di lantai dua rumah megah itu juga kosong.Masih ada satu kamar dalam keadaan tertutup. Dari dalam kamar itu terdengar asal muasal suara mencurigakan. "Aah! Ouh ... iya, terus! Jangan berhenti, sedikit lagi, Babe!"Dua orang polisi itu pun saling pandang dan menggaruk tengkuk mereka. Suara desahan diiringi suara pekikan kenikmatan masih terdengar cukup menggelitik telinga.Tok ... tok ... tok!Pintu diketuk dari luar, tetapi rupanya mereka yang di dalam tidak menghiraukan suara ketukan pintu. Atau mereka memang enggan mendengarkan karena merasa terganggu dan tanggung? Entahlah!Beberapa menit menunggu, tidak ada tanda-tanda mereka menyudahi aktivitas panas di siang hari yang terik ini. Suara desahan itu masih sa
Mendengar tembakan itu, Bagaskara tertegun. Laki-laki itu kembali turun dari mobil dan melangkah cepat menuju ke tempat di mana Alenadra merengang nyawa.Di tumpukan kardus itu, Alenadra meringkuk sambil terus memegangi perutnya. "Mne zhal', chto ya ne smog zashchitit' tebya. Pozzhe rasskazhi svoyemu Angelu, kto eto s nami sdelal." (Maafkan aku tidak bisa melindungimu. Kelak katakan pada malaikat, siapa yang melakukan ini pada kita.") Bibir Alenadra bergerak pelan. Suara lirih itu mampu ditangkap telinga Bagaskara."Alenadra!" Bagaskara menatap nanar ke arah gadis di depannya. Alenadra menatapnya sayu, lalu menyunggingkan senyum. "Thanks for loving me!" ucapnya lalu memejamkan mata. "Moy brat podberet menya i spaset nas," (Kakakku akan datang menjemputku, dia akan menyelamatkan kami) lanjutnya sangat lemah.Bagaskara dan anak buahnya kompak saling pandang. "Tuan, ada mobil ke sini. Kita tinggalkan tempat ini. We go now!" seru salah satu dari mereka.Bagaskara menatap sekali lagi pad
"Aku tadinya nggak percaya, Alex. Tapi itulah fakta yang terkuak tentang mertuamu." "Kasihan sekali Elang dan Aruna," sesal Alexei lirih. Julio mengangguk samar, lalu menepuk pelan bahu Alexei. Julio segera membereskan beberapa barangnya ke dalam ransel. Dia kembali membantu Alexei untuk berbaring. "Alex, aku pergi dulu. Aku harus mengurus beberapa dokumenmu. Setelah kamu kuat, cepat kembalilah ke Russia.""Spasibo, Julio."Julio kembali mengangguk dan menoleh sekali lagi pada sahabatnya. Laki-laki itu menggantung ransel ke bahunya kemudian benar-benar pergi dari ruang perawatan Alexei."Kamu harus menerima semua yang kamu perbuat, Bagaskara. Aku tidak menyangka kamu adalah iblis. Alenadra dan Hendra Langit tidak akan tenang selama kamu masih berkeliaran."Alexei mengambil handphone yang sejak tadi dianggurkan di atas nakas. Alexei segera membuka galeri foto. Hal pertama yang dicari adalah foto Aruna. Namun, Alexei tidak punya keberanian untuk menghubungi istrinya itu meskipun rasa
"Hidupnya siapa, Mama? Coba aku lihat, Mama lagi bicara sama siapa?" tanya Aruna dengan tangan terulur.Tatapan mata wanita itu tertuju pada kantong baju Kinasih. Kinasih yang tidak bisa berkelit lagi, menarik napas pelan dan mengambil handphone. Diberikannya benda berwarna hitam itu dengan ragu.Aruna membuka log panggilan. Tidak menemukan hal yang dicari di situ. Lalu, jari telunjuk Aruna membuka room chat. Elang sedang mengetik pesan....Aruna segera membuka pesan singkat dari kakaknya itu. Dua baris kalimat yang mengabarkan Bagaskara dan Alexei sama-sama berada di rumah sakit. Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Aruna. "Alexei? Jadi, jadi ... dia ...." Jari-jari Aruna masih mengambang di atas handphone.Aruna menatap Kinasih dengan tatapan menuntut jawaban. Kinasih hanya menggeleng lemah karena memang dirinya tidak tahu menahu tentang kepergian Alexei ke Indonesia. "Mama juga tidak tahu, Sayang. Sepertinya ada sesuatu sehingga Alexei pergi ke sana. Mama juga heran, kenapa dia