Aruna terkejut. Dia menatap nanar pada Alexei. Jika memang benar senjata itu memiliki kemiripan atau dari orang yang sama, berarti... Aruna menggeleng kuat.Membayangkan dirinya menjadi target serangkaian pembunuhan saja, hidupnya tidak tenang. Apalagi, ditambah informasi baru jika kemungkinan pembunuh itu, bukan orang sembarangan. Lantas, ada kepentingan apa orang-orang itu hendak membunuhnya?Apa ini menyangkut mitra bisnis Bagaskara? Berbagai pertanyaan tanpa bisa dijawab, kembali memenuhi kepala Aruna. Menyadari gadis di sampingnya kembali syok, Alexei merangkul bahu Aruna. "Kamu jangan takut. Kamu tidak berjalan sendiri. Ada aku!" ucapnya pelan."Apa orang itu saingan bisnis Papa?" tanya Aruna lirih.Alexei kembali menggeleng. Laki-laki itu segera mematikan laptop dan menutupnya. Alexei menyandarkan punggung di sofa, sedangkan Aruna masih bersandar di dadanya."Aku terus menyelidiki hal ini, Aruna. Siapa pun orang itu, aku yakin, ini ada akarnya."Aruna langsung mendongak. "Maks
Isma berdecak. "Aku nggak percaya, Gospodin!" sahutnya.Alexei mengangkat bahunya sekilas. "Up to you, Isma!" jawabnya datar.Alexei beralih menatap Aruna dan meminta gadis itu keluar dari kamar. Aruna mengangguk, kemudian mengikuti Isma. Sepeninggal Aruna dan Isma, Alexe kembali menyibukkan diri di depan laptop. Laki-laki itu masih penasaran dengan foto senjata api yang memiliki nomor seri sama tersebut.Selanjutnya, Alexei mengambil handphone yang sejak tadi belum dibuka. Ada sebuah pesan masuk.["Posle nashego issledovaniya gil'zy ot pul' imeyut nechto obshcheye. Shans togo zhe oruzhiya 70%"] Setelah kami teliti, dari selongsong peluru memiliki peluang kesamaan 70%. "Aku harus menemukannya, demi kamu Alenadra. Juga demi kamu, Aruna!"["Spasibo, zhdu dal'neyshikh novostey."] Terima kasih, kutunggu kabar selanjutnya.Setelah membalas pesan itu, Alexei segera mengunci pintu kamar dan merendam tubuhnya dengan air dingin di dalam bathtub. Bayangan kemesraan dengan Aruna tadi kembali m
"Ah ... sakit, Alex," lirih Aruna sambil merangkul bahu Alexei.Alexei mengusap air mata di pelipis Aruna sambil mengecup kening gadis itu berkali-kali. Rasa sesal tiba-tiba menggelayut di hati. Alexei tidak menyangka jika malam ini, di kamarnya, Aruna telah menyerahkan mahkota berharganya. Alexei telah kalah dari janjinya sendiri untuk menjaga gadis itu."I am sorry Milyy, i am sorry," bisik Alexei dengan mata mengembun.Aruna mengusap pipi Alexei dan mengangguk pelan. Gadis itu menggigit bibir menahan rasa perih di bawah sana. Apalagi, Alexei terus membawanya ke puncak kenikmatan yang ternyata menyakitkan."Kamu nggak percaya kalau aku masih perawan?" tanya Aruna di antara desahannya.Alexei menggeleng. Dia kembali mencium bibir Aruna untuk meredam rintihan gadis itu. Cukup lama, dua insan di mabuk cinta dan terselimuti nafsu itu saling menuntun. Sampai pada akhirnya, Alexei menjatuhkan tubuh di atas Aruna sembari memeluk gadis itu."Ya lublyu tebya, Milyy," bisik Alexei, lalu beral
"Kenapa dengan keluarga Alexei, Tuan?" tanya Julio heran.Bagaskara menggeleng samar. Dalam hati terdalam ada rasa tidak rela, puteri kecilnya yang dibesarkan itu kini akan berpindah tanggung jawab. Namun, itu pilihan terbaik untuk Aruna dan Alexei."Alexei melamar puteriku, Julio!" jawabnya lirih. Julio terkejut mendengar jawaban itu. "Mereka akan menikah dalam waktu dekat, tapi tanpa pesta. Itu keinginan mereka!" lanjutnya sambil tersenyum samar.Akhirnya, Julio mengangguk-angguk. "Baiklah, Tuan. Saya akan cari tahu tentang latar belakangnya. Mungkin itu lebih baik jika Mbak Aruna menikah dengan Alexei. Saya lihat, pria itu sangat bertanggung jawab!" ujarnya.Kembali Bagaskara tersenyum samar. Dia memang tidak meragukan tanggung jawab Alexei. Namun, Bagaskara masih penasaran dengan jati diri laki-laki itu.Elang Angkasa Office."Saya tidak memerlukan kerjasama apa pun dengan Bumi Perkasa. Perusahaan sampah!" ucap laki-laki muda itu sambil melemparkan map ke atas meja."Baiklah, saya
Alexei mengambil alih handphone dari tangan Aruna. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan yang sepi. Aruna mengikuti arah pandangan Alexei sekilas, lalu menatap laki-laki jangkung itu dengan cemberut."Kita bicara di mana?" tanya Alexei.Aruna mengangkat bahu tak acuh. "Terserah kamu saja!" jawabnya jengkel.Alexei mengangguk. Dia memilih mengunci pintu kamarnya dan mengajak Aruna memasuki kamar gadis itu lagi. Sesampai di tepi tempat tidur, Alexei kembali menyalakan handphone dan menatap sekilas foto Aruna di situ.Aruna ikut menatap ke arah fotonya. "Kamu nyolong di Gugel, ya?" todongnya sedikit ketus.Alexei terkekeh pelan. "Tidak. Aku memang mendapatkan foto ini sebelum datang ke Indonesia. Seseorang memberikan padaku!" jawabnya jujur.Aruna semakin penasaran. "Siapa yang memberitahumu?" kejarnya.Tangan Alexei berpindah ke bahu gadis itu. Aruna justru tidak sabar menunggu penjelasan dari Alexei. Dengan jahil, dia mencubit-cubit kecil paha laki-laki itu."Ayo katakan, Alex
"Gospodin, apa yang kamu cari?" tanya Isma tidak sabar lagi. Semenjak memasuki kamar hotel, Alexei sibuk memeriksa setiap jengkal ruangan. Laki-laki itu menarik napas lega karena tidak menemukan hal yang mencurigakan.Di atas tempat tidur, Aruna ikut menatap ke arah Alexei. Setelah memastikan kamar dalam keadaan aman, Alexei menghempaskan tubuhnya di sofa. Isma langsung menyingkir. Gadis itu memilih duduk di atas tempat tidur bersama Aruna."Biarkan barang-barang tetap di dalam koper, Isma, Milyy!" ucap Alexei tiba-tiba.Aruna langsung menatap Alexei. "Memangnya kenapa, Alex?" tanyanya tidak mengerti."Kamu akan tahu nanti. Sudahlah, jangan banyak bertanya seperti Isma, Milyy!" jawab Alexei santai.Isma melotot tak terima karena selalu menjadi bahan sindiran. "Gospodin Alexei Yevgeny! Perasaan hari ini aku nggak tanya apa-apa!" sahutnya kesal.Alexei mengangkat bahu tak acuh. "Iya, heran saja. Biasanya kamu banyak bertanya, Isma!" Alexei kembali meledek.Aruna terkekeh. Gadis itu bang
Alexei melirik malas pada Isma. Sementara itu, Aruna langsung mencubit lengan Isma gemas. Alexei kembali membuka handphone sambil memasuki lift.Aruna dan Isma menatap protes karena lift bergerak turun. "Milyy, kenapa kita ke basement?" tanya Aruna heran. "Lepas high heels-mu, Milyy," titah Alexei.Aruna hanya menurut. Di sebelahnya, Isma juga tidak kalah heran, tetapi memilih diam daripada disembur oleh mulut kalajengking Alexei. Alexei mengambil high heels Aruna dan menentengnya.Pintu lift berhenti di under ground parking B-2. Alexei tidak melepaskan tangannya dari tangan Aruna, sedangkan sebelahnya menentang sepatu gadis itu. Alexei segera memerintahkan keduanya memasuki mobil yang sudah menunggu."Alexei, kita mau ke mana?" tanya Aruna lagi."Kita pindah hotel, Milyy!" jawab Alexei sedikit memutar tubuh.Aruna dan Isma kompak ternganga. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi. Mobil melaju cukup kencang menuju hotel berbintang tiga yang berjarak sekitar 25 menit dari tempat acara.
Aruna menatap dua laki-laki yang dia cintai itu sambil senyum-senyum sendiri. Tidak disangka, Alexei mau duduk semeja dengan Bagaskara. Semenjak pulang dari Jepang dan semakin mendekati hari pernikahan sang anak, Bagaskara sering meluangkan waktu untuk Aruna.Kedua orang laki-laki beda usia itu duduk berhadapan menghadap papan catur. Alexei dengan sikap tenangnya menghadapi permainan catur Bagaskara yang lumayan jago.Bagaskara menghentikan aktivitas sejenak hanya untuk menatap Alexei. "Jadi, kapan orang tua kamu datang ke Indonesia, Alex?" tanyanya.Alexei langsung menatap Bagaskara. "Apa itu sebuah keharusan, Tuan? Bukankah pernikahan kami tidak memerlukan pesta?" tanya balik Alexei. Bagaskara mengangguk-angguk. "Iya, aku paham keinginan kalian, Alex. Tapi, kalau orang tua kamu datang ke sini, suasana akan lebih khidmat!" dalih laki-laki itu sembari memindahkan pion.Alexei mengikuti arah pergerakan tangan Bagaskara dengan pandangannya. "Saya rasa mereka tidak perlu datang sekarang