Ling Wein menatap kagum ke arah Arash, pemuda di depannya itu terbilang masih cukup muda, meski topeng itu menutupi wajahnya, Ling Wein tau kalau Arash masih muda dan belum memiliki pengalaman, setiap gerakannya terlihat meragu seakan masih mempelajari kemampuan lawannya. Ling Wein sadar kalau saat ini Arash belum mengeluarkan semua kekuatannya. Ia semakin bersemangat melihat seperti apa kekuatan yang Arash miliki. Sementara itu gerbang waktu memiliki tidak banyak waktu, ia akan tertutup sebentar lagi. "Ketua! Gerbang waktu akan tertutup!" teriak Michael di sela pertempurannya dengan Mei Xue. "Wursh!" Kesempatan itu Mei Xue gunakan untuk merebut kristal pelangi di tangan Michael. "Klang.. Klang... Klang...!" Kristal pelangi jatuh ke dasar kapal. Ketika Michael akan mengambilnya dengan cepat Mei Xue menghalanginya. Sementara itu Borish yang sedang bertarung dengan Fatta sudah merasa kelelahan, lawan di depannya terlihat tidak mengalami penurunan kekuatan, sementara mere
Ling Wein memasuki sebuah gedung dengan nuansa putih, penjagaan yang ada begitu ketat, setiap yang masuk memiliki tanda pengenal, bahkan pada ruangan-ruangan tertentu harus dipindai dengan kornea mata. Ling Wein mendekati seorang Prof yang sedang berada di ruangannya, begitu melihat Ling Wein sepertinya ia langsung tau seperti apa hasil yang mereka dapatkan pada misi kali ini. "Jadi kalian gagal mendapatkan kristal pelangi itu?" Prof Andreas terlihat dingin ketika mendapatkan laporan dari Ling Wein mengenai kegagalan mereka. "Kami nggak memiliki banyak waktu Prof, kita terlalu meremehkan para manusia kuno, mereka memiliki beberapa ertefak kuno yang nggak kita punya, mereka bahkan membunuh salah satu dari kami." jelas Ling Wein. "Aku tau soal Harley, tetapi apa maksudmu dengan artefak kuno?" tanya Prof Andreas lagi. "Seorang pemuda, dia menggunakan topeng... Saat itu kami sedang bertempur," Ling Wein mulai menceritakan tentang pertempurannya dengan Arash, ketika akan mengakhiri pe
"Aku nggak kenal kamu!" paman Zao merajuk, ia marah karena Fatta menghilang tanpa kabar, membawa anak Rama bahkan pergi ke Kerajaan lain. Meski ia sebenarnya paham maksud Fatta. "Haish! Paman Zao yang tampan, jangan marah... Lihatlah, aku membawa siapa." Fatta menunjuk ke arah Arash. Arash hanya memperlihatkan cengiran jeleknya. "Apa... Apa dia anak Rama? Arash?" tanya Paman Zao dengan linangan air mata. Melihat Rawin yang menangis serta paman Zao yang menangis membuat Arash paham, kalau ayahnya begitu dicintai. Arash hanya bisa memasang senyum maklum, paman Zao lalu mendekatinya, menepuk bahunya dan membawanya masuk. Arash bertemu dengan seorang Petua wanita, jejak kecantikannya masih terlihat meski wajah itu sudah memiliki keriput. "Fatta, kamu datang..." Bibi Wulandari memeluk Fatta, ia menatap Arash dan tersenyum bahagia. Meski tidak selebay paman Zao dan Rawin. Bibi Wulandari juga meneteskan air mata. "Kamu sudah besar rupanya," bibi Wulandari menyentuh pipi Arash d
Keesokan paginya Fatta dan Arash akan kembali menjelajah, mencari keberadaan pasukan bayangan yang sudah mulai menyebar. Melihat Fatta dan Arash mulai berkemas, paman Zao kembali bersedih. "Fatta, kenapa cuma sebentar di sini?" tanya paman Zao dengan ekspresi muram. Fatta mendekati paman Zao, "paman kamu tau kan kalau kami sedang mencari foto Tuan Muda Rama," setelah Fatta mendekat, paman Zao mengangguk tetapi belum paham dengan maksud Fatta, sebelum Fatta akhirnya melanjutkan perkataannya dengan berbisik, "Arash memiliki kemampuan, mendatangkan orang hanya dari lukisan dan juga foto." Mendengar itu tentunya paman Zao yang terkejut kemudian terlihat ceria. Kalau bagitu ia takkan menghalangi lagi kepergian Fatta dan Arash, meski ia sedih, tapi ia juga menjadi tidak sabar dengan keberadaan Rama yang akan segera ditemukan, ia bahkan berdoa di dalam hati kalau Rama akan kembali dalam keadaan baik-baik saja. "Baiklah... Baiklah... Jaga diri kalian, jangan terluka, tetap seha
(Yang Mulia, ada beberapa orang yang mengikutimu) lapor Cacao. Hmmm... Apa mereka salah satu ahli beladiri yang ada di kapal? (Bukan, penampilan mereka menunjukkan kalau mereka berasal dari jaman yang sama dengan kita) Cacao berdiri di dekat salah satu pasukan yang mengikuti Arash, kemampuan beladirinya cukup bagus namun tidak sepeka ahli beladiri yang dari masa depan. (Apa aku harus menyingkirkan mereka Tuan?) Jangan... Buat takut saja... (Baik Yang Mulia) Arash tersenyum dan menghentak kudanya menyusul Fatta yang berada di depan. "Gyaaaa!!" Sementara itu terdengar teriakan dari arah hutan, sepertinya Cacao dan Badara mulai menakuti pasukan yang mengikutinya dan Fatta. "Suara apa itu?" tanya Fatta, ia berhenti dan menoleh ke belakang. "Sepertinya suara orang ketakutan paman," sahut Arash ketika melalui Fatta. "Apa perlu kita bantu?" "Haish paman, kalau kita selalu membantu orang lain, kapan kita menemukan ayah?" "Hahaha... Kamu benar, sepertinya bukan masalah b
"Tapi paman, ingatlah kalau kalian nggak melakukan yang aku minta, aku akan datang dan menagih pengembalian hingga 2 kali lipat," ancam Arash, tentu saja Hadi yang mendengar itu langsung menelan ludah takut. Anak muda itu bahkan berani mengancam mereka, entah kekuatan seperti apa yang ia miliki. "Tentu Tuan, kami pasti akan melakukan perintahmu!" kata Hadi dengan cepat. "Baiklah, aku tunggu hasil kerja kalian." kata Arash lagi, sementara itu Fatta hanya bisa tersenyum melihat kelakuan Arash. "Bos, apa kamu serius akan melakukan perintah bocah itu?" Udin kembali bersuara dan berdecak kesal kesal karena bosnya bisa kalah dengan bocah tengil, menurutnya begitu. "Geplak!" kali ini Hadi menggeplak kepala Udin dengan kuat. "Aduh!" teriak Udin kesakitan. Hadi terlihat marah, Udin ini tidak menghargainya sebagai bos, sedari tadi ia selalu mendebatnya bahkan di depan Arash. "Kamu nggak sadar, kedua orang itu memiliki pancaran aura yang sangat kuat, bergerak sedikit melayang nyawa
Fatta mencoba mengingat apa yang Toni katakan, benar saat tahun baru itu mereka berfoto bersama, bukan hanya satu foto, ada banyak foto, kemungkinan salah satu foto juga ada di Mekarsari. "Untuk apa foto itu? Untuk Arashkah?" tanya Santi, ia menatap Arash dengan tatapan sendu. Ia tau seperti apa rasanya kehilangan kedua orang tua, mereka pun dulu hidup sebagai yatim piatu tanpa keluarga. Rama lah yang membawa mereka dan memberikan mereka kehidupan yang lebih baik. "Benar, Arash belum pernah melihat kedua orangtuanya, setidaknya foto itu bisa mewakilkan rasa rindunya..." Arash tau kalau Fatta, pamannya itu mulai berakting. 'Sejak kapan sebuah foto bisa mewakilkan rasa rindunya? Hadeuh... ' Arash hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Brakh!" Belum selesai mereka bicara, suara kursi ditendang terdengar di belakang Arash. "Kalian bilang nggak punya uang buat bayar pajak, sekarang kalian dengan nikmatnya memakan ayam goreng di sini!" Beberapa pasukan kerajaan bagian patroli datang
Menurut penuturan Oben maupun Ujang, ternyata pajak tersebut dikorupsi oleh para pasukan Bandi, pajak yang diberikan cukup besar sebanyak 30% dari hasil pendapatan usaha perbulan, kemudian mereka naikkan menjadi 40%, hampir 50%! Jelas itu akan sangat mencekik rakyat, pajak 30% saja sangat banyak, sekarang pasukan yang menagih bahkan ikut menaikkannya. Fatta terlihat murka, ia ingin memukuli lagi Oben dan Ujang, karena selama ini uang yang Toni berikan mereka pakai untuk berjudi, berharap dari kemenangan judi bisa menutup biaya pajak yang mereka pakai. Sungguh malang nasib Rita maupun Santi, mereka malah mendapatkan lelaki yang tidak berguna, tidak bertanggung jawab kepada mereka. Kalau saja Toni tidak ada di sini, Fatta bisa membayangkan akan sesulit apa Rita dan Santi. "Kalian harus bertanggung jawab, berapa uang yang kalian gunakan, kalian harus menggantinya! Kalau nggak aku pastikan ular ini akan menggigit kalian!" ancam Arash, mendengar itu Mei Xue kembali membuka mulu