(Yang Mulia, ada beberapa orang yang mengikutimu) lapor Cacao. Hmmm... Apa mereka salah satu ahli beladiri yang ada di kapal? (Bukan, penampilan mereka menunjukkan kalau mereka berasal dari jaman yang sama dengan kita) Cacao berdiri di dekat salah satu pasukan yang mengikuti Arash, kemampuan beladirinya cukup bagus namun tidak sepeka ahli beladiri yang dari masa depan. (Apa aku harus menyingkirkan mereka Tuan?) Jangan... Buat takut saja... (Baik Yang Mulia) Arash tersenyum dan menghentak kudanya menyusul Fatta yang berada di depan. "Gyaaaa!!" Sementara itu terdengar teriakan dari arah hutan, sepertinya Cacao dan Badara mulai menakuti pasukan yang mengikutinya dan Fatta. "Suara apa itu?" tanya Fatta, ia berhenti dan menoleh ke belakang. "Sepertinya suara orang ketakutan paman," sahut Arash ketika melalui Fatta. "Apa perlu kita bantu?" "Haish paman, kalau kita selalu membantu orang lain, kapan kita menemukan ayah?" "Hahaha... Kamu benar, sepertinya bukan masalah b
"Tapi paman, ingatlah kalau kalian nggak melakukan yang aku minta, aku akan datang dan menagih pengembalian hingga 2 kali lipat," ancam Arash, tentu saja Hadi yang mendengar itu langsung menelan ludah takut. Anak muda itu bahkan berani mengancam mereka, entah kekuatan seperti apa yang ia miliki. "Tentu Tuan, kami pasti akan melakukan perintahmu!" kata Hadi dengan cepat. "Baiklah, aku tunggu hasil kerja kalian." kata Arash lagi, sementara itu Fatta hanya bisa tersenyum melihat kelakuan Arash. "Bos, apa kamu serius akan melakukan perintah bocah itu?" Udin kembali bersuara dan berdecak kesal kesal karena bosnya bisa kalah dengan bocah tengil, menurutnya begitu. "Geplak!" kali ini Hadi menggeplak kepala Udin dengan kuat. "Aduh!" teriak Udin kesakitan. Hadi terlihat marah, Udin ini tidak menghargainya sebagai bos, sedari tadi ia selalu mendebatnya bahkan di depan Arash. "Kamu nggak sadar, kedua orang itu memiliki pancaran aura yang sangat kuat, bergerak sedikit melayang nyawa
Fatta mencoba mengingat apa yang Toni katakan, benar saat tahun baru itu mereka berfoto bersama, bukan hanya satu foto, ada banyak foto, kemungkinan salah satu foto juga ada di Mekarsari. "Untuk apa foto itu? Untuk Arashkah?" tanya Santi, ia menatap Arash dengan tatapan sendu. Ia tau seperti apa rasanya kehilangan kedua orang tua, mereka pun dulu hidup sebagai yatim piatu tanpa keluarga. Rama lah yang membawa mereka dan memberikan mereka kehidupan yang lebih baik. "Benar, Arash belum pernah melihat kedua orangtuanya, setidaknya foto itu bisa mewakilkan rasa rindunya..." Arash tau kalau Fatta, pamannya itu mulai berakting. 'Sejak kapan sebuah foto bisa mewakilkan rasa rindunya? Hadeuh... ' Arash hanya bisa menggelengkan kepalanya. "Brakh!" Belum selesai mereka bicara, suara kursi ditendang terdengar di belakang Arash. "Kalian bilang nggak punya uang buat bayar pajak, sekarang kalian dengan nikmatnya memakan ayam goreng di sini!" Beberapa pasukan kerajaan bagian patroli datang
Menurut penuturan Oben maupun Ujang, ternyata pajak tersebut dikorupsi oleh para pasukan Bandi, pajak yang diberikan cukup besar sebanyak 30% dari hasil pendapatan usaha perbulan, kemudian mereka naikkan menjadi 40%, hampir 50%! Jelas itu akan sangat mencekik rakyat, pajak 30% saja sangat banyak, sekarang pasukan yang menagih bahkan ikut menaikkannya. Fatta terlihat murka, ia ingin memukuli lagi Oben dan Ujang, karena selama ini uang yang Toni berikan mereka pakai untuk berjudi, berharap dari kemenangan judi bisa menutup biaya pajak yang mereka pakai. Sungguh malang nasib Rita maupun Santi, mereka malah mendapatkan lelaki yang tidak berguna, tidak bertanggung jawab kepada mereka. Kalau saja Toni tidak ada di sini, Fatta bisa membayangkan akan sesulit apa Rita dan Santi. "Kalian harus bertanggung jawab, berapa uang yang kalian gunakan, kalian harus menggantinya! Kalau nggak aku pastikan ular ini akan menggigit kalian!" ancam Arash, mendengar itu Mei Xue kembali membuka mulu
"Kretak! Kretak! Kretak!" pasukan Kerajaan bertubuh besar itu menggerakkan semua jemarinya, membuat takut orang awam yang melihat, tetapi Arash bukan orang awam, ia bisa beladiri. Pasukan bertubuh besar itu kemudian merentangkan tangannya dan akan menepuk kepala Arash dengan kedua tangan yang memiliki otot besar itu, sudah dapat dipastikan siapapun yang terkena pukulan itu pasti akan mati, tetapi sebelum ia benar-benar bertindak. Arash sudah lebih dulu meninju ulu hatinya, membuat pria berotot itu terlempar ke belakang hingga beberapa depa. Ia bahkan membentur meja yang tadi diduduki Pratu Bandi. "Kurang ajar! Habisi dia!" perintah Pratu Bandi, ia tak pernah mengira remaja bertubuh kecil yang ada di depannya mampu menjatuhkan salah satu pasukannya yang bertubuh besar. Ada lima orang pasukan yang kini mengepung Arash dari segala sisi, mereka bahkan mengeluarkan pedang mereka tanpa ragu. Seolah berniat untuk menghabisi nyawa remaja bertopeng itu. "Haish! Main pedang rupan
Dari kejauhan, pasukan Elang Hitam milik Raja Lingga, memperhatikan Arash yang sedang memberi Pratu Bandi pelajaran. Sonic adalah Ketua dari Elang Hitam, pasukan yang dibentuk oleh Raja Lingga, bertugas mencari informasi yang diperintahkan oleh Raja Lingga, salah satunya adalah informasi soal Fatta dan anaknya Rama. Sonic mengira-ngira kalau Arash bukanlah anak Rama, dari informasi terakhir warga desa Mekarsari yang ia dapatkan, Arash memiliki rambut berwarna putih dan mata putih. Sedangkan pemuda bertopeng yang kini bersama Fatta, memiliki rambut berwarna coklat dengan mata menyala terang seperti darah. Namun Sonic akan memastikannya lagi dengan melihat langsung wajah remaja bertopeng itu. Jadi ia akan mengikuti Arash dan Fatta lebih lama dari yang ia perkirakan. (Cacao, mengapa yang ini nggak kamu buat takut?) tanya Badara yang berada tidak jauh dari Sonic. (Aku hanya penasaran, apa yang mereka lakukan? Mengapa mereka mengikuti Yang Mulia, kalau kita buat takut semua,
Siapapun yang pernah bertemu Rama maupun Melisa, sudah pasti bisa menebak kalau remaja yang kini melepas topengnya itu adalah Arash. Bahkan Pandu bisa melihat wajah Rama dan Melisa di wajah Arash, wajah yang ia rindukan. Jadi begitu ia tau kalau itu adalah Arash, ia memeluknya dan menangis haru."Arash, kamu sudah sebesar ini, maafkan paman nggak pergi mengunjungimu..." ada beberapa alasan mengapa Pandu yang selalu menerima surat Fatta, tidak mengunjungi Arash maupun Fatta saat di benua Asia. Bahkan tiap kali selesai membaca surat yang Fatta kirimkan, Pandu akan dengan cepat membakarnya. Demi keamanan Fatta dan Arash dari orang-orang yang berniat jahat menyakiti mereka. Karena setelah 7 tahun kepergian Fatta dan Arash ke benua Asia, beberapa pasukan Kerajaan mencoba mencari Fatta maupun Arash, mereka tidak mengatakan maksud kedatangan mengapa mencari Fatta maupun Arash, namun Pandu bisa menebak kalau mereka tidak berniat baik. Karena itulah Pandu selalu berusaha menutupi keberadaa
(Kkkkk.... Arash, sepertinya hari ini kamu akan kerepotan) ejek Raja Iblies. Saat ini Arash sedang menelusuri jalanan desa, sedangkan Fatta berada di rumah bersama Pandu. Mereka tengah bercakap ria, menuntaskan segala kisah yang ingin diceritakan selama tidak bertemu. "Kamu juga bisa merasakannya?"(Tentu saja, kamu pikir kenapa waktu itu aku bisa mengetahui kalau ayahmu adalah orang yang hebat, itu semua karena insting ku begitu kuat) "Insting begitu kuat, kenapa masih kalah?" ejek Arash balik.(Haish.... Itu karena aku terlalu meremehkan ayahmu saat itu) Raja Iblies terdiam, hal yang sangat ia sesali adalah meremehkan kemampuan Rama. Seandainya waktu bisa terulang, ia takkan melakukan hal bodoh seperti itu. Namun, nasi telah menjadi bubur. Kini ia terkurung di dalam tubuh Arash, di sebuah tempat yang takkan terjangkau. "Mengapa diam?"(Sssttt... Sebaiknya kamu bersiap, mereka semakin dekat Arash dan yang datang kali ini lebih kuat dari yang pertama kamu temui.) "Hahaha... Apak