Siapapun yang pernah bertemu Rama maupun Melisa, sudah pasti bisa menebak kalau remaja yang kini melepas topengnya itu adalah Arash. Bahkan Pandu bisa melihat wajah Rama dan Melisa di wajah Arash, wajah yang ia rindukan. Jadi begitu ia tau kalau itu adalah Arash, ia memeluknya dan menangis haru."Arash, kamu sudah sebesar ini, maafkan paman nggak pergi mengunjungimu..." ada beberapa alasan mengapa Pandu yang selalu menerima surat Fatta, tidak mengunjungi Arash maupun Fatta saat di benua Asia. Bahkan tiap kali selesai membaca surat yang Fatta kirimkan, Pandu akan dengan cepat membakarnya. Demi keamanan Fatta dan Arash dari orang-orang yang berniat jahat menyakiti mereka. Karena setelah 7 tahun kepergian Fatta dan Arash ke benua Asia, beberapa pasukan Kerajaan mencoba mencari Fatta maupun Arash, mereka tidak mengatakan maksud kedatangan mengapa mencari Fatta maupun Arash, namun Pandu bisa menebak kalau mereka tidak berniat baik. Karena itulah Pandu selalu berusaha menutupi keberadaa
(Kkkkk.... Arash, sepertinya hari ini kamu akan kerepotan) ejek Raja Iblies. Saat ini Arash sedang menelusuri jalanan desa, sedangkan Fatta berada di rumah bersama Pandu. Mereka tengah bercakap ria, menuntaskan segala kisah yang ingin diceritakan selama tidak bertemu. "Kamu juga bisa merasakannya?"(Tentu saja, kamu pikir kenapa waktu itu aku bisa mengetahui kalau ayahmu adalah orang yang hebat, itu semua karena insting ku begitu kuat) "Insting begitu kuat, kenapa masih kalah?" ejek Arash balik.(Haish.... Itu karena aku terlalu meremehkan ayahmu saat itu) Raja Iblies terdiam, hal yang sangat ia sesali adalah meremehkan kemampuan Rama. Seandainya waktu bisa terulang, ia takkan melakukan hal bodoh seperti itu. Namun, nasi telah menjadi bubur. Kini ia terkurung di dalam tubuh Arash, di sebuah tempat yang takkan terjangkau. "Mengapa diam?"(Sssttt... Sebaiknya kamu bersiap, mereka semakin dekat Arash dan yang datang kali ini lebih kuat dari yang pertama kamu temui.) "Hahaha... Apak
"Dor! Dor! Dor!" Ternyata di tempat lain, Rana salah satu pahlawan sudah bersiap dengan snipernya. Ia adalah salah satu pahlawan yang mampu menembak dengan akurat dan cepat dari jarak yang cukup jauh. "Wush! Wush! Wush!" Beberapa peluru tidak mengenai dengan tepat Badara maupun Cacao, namun bagi Cacao yang memang lebih lambat dari Badara, peluru itu mampu menggores tangannya. Memberikan luka di bagian lengan indah Cacao. meski luka itu tak begitu berarti, karna Cacao adalah siluman yang memiliki kemampuan menyembuhkan diri. Meski terkesan lambat. Rana menyunggingkan senyumnya kala berhasil menggores lengan Cacao. Cacao jelas murka ketika mendapati lengannya terkena tembakan. Cacao kemudian melepaskan beberapa serangan jarum beracun miliknya ke arah Rana. "Slap! Slap! Slap!" beberapa tembakan jarum beracun yang Cacao lempar berhasil Rana hindari. Kali ini Rana merasa gugup, bagaimana bisa Cacao mengincarnya di saat ia tak terlihat? Melihat Rana tidak lagi mengganggunya, Caca
Namun Arash masih sempat melindungi tubuhnya dengan tameng Mana, sehingga ia tak mengalami luka yang berarti. Arash kemudian mengambil Elixir ayahnya, Elixir Healing Potion yang ia gabung dengan Elixir Magic Power dan segera menelannya. Calvin menyipitkan matanya melihat Arash yang dari kejauhan menelan sesuatu. "Apa anak itu juga memiliki beberapa ramuan penguat?" kata Calvin. "Entahlah, yang pasti jangan biarkan ia memiliki kesempatan untuk menyerang kita Calvin!" kata Wening. Wush! Dengan cepat Wening menuju Arash, satu lompatan dan kini ia sudah mengayunkan gadanya ke arah Arash. Gerakan Wening tidak cuma cepat, namun berdaya hancur yang jika terkena pukulannya sudah pasti akan remuk. "Bam!" Pukulan Wening meleset dan mengenai pohon di belakang Arash, membuat pohon itu hancur dan tumbang seketika. "Dasar manusia penghancur, kamu merusak alam!" ejek Arash, ia kemudian tidak lagi bermain-main. Kali ini Arash akan menghadapi mereka dengan serius. Srrrriiinng
Mendengar kata-kata Fatta membuat Arash menarik kembali Pedangnya yang terarah ke dada Calvin. Calvin yang sedari tadi sudah pasrah untuk menemui ajalnya kini bisa bernapas lega. Setidaknya masih ada waktu untuknya hidup. "Lalu mau kita apakan mereka?" tanya Arash, ia tidak marah melihat Fatta menahannya. Lagipula Arash tidak terlalu ambil pusing dengan manusia-manusia dari masa depan seperti Calvin. Bahkan bagi Arash, mau sebanyak apapun musuh yang akan datang, ia siap untuk menghadapi mereka semua. "Hmm... Kita tahan saja mereka di rumah, Pandu yang akan menjaga mereka, kamu bisakan Pandu?" tanya Fatta. "Tentu bisa kak Fatta, lagipula akhir-akhir ini aku menganggur dan nggak punya kerjaan, menjaga mereka bukan hal sulit buatku." sahut Pandu. Fatta kemudian meminta Arash untuk mengeluarkan Elixir AntiMagic potion yang berfungsi untuk menonaktifkan sihir yang ada pada Calvin dan teman-temannya. Serta menekan kekuatan mereka semua. "Lalu apa yang harus kita lakukan pada be
"Anak muda, kamu sungguh kejam!" kata Calvin, ia menatap Arash dengan tatapan serius, namun Arash tak menunjukkan ekspresi apapun di balik topeng. "Paman, karna aku kejam makanya cepatlah berikan aku puisi." sahut Arash acuh. "Haish!" Calvin kehabisan kata-kata melawan Arash, anak itu sungguh sulit diprovokasi. "Apa tema puisinya?" tanya Calvin kemudian. Arash terlihat bingung, melihat itu Calvin tau dari sikap yang Arash perlihatkan. Calvin bisa menduga kalau Arash tidak pernah mengikuti pelajaran satra jenis apapun. "Aku nggak tau tema seperti apa yang akan di bawakan di dalam lomba, apa kamu bisa memberiku sebuah puisi yang standar, tentang hidup mungkin." pinta Arash, kali ini ia meminta tolong dengan tulus. "Sebentar, aku sedang memikirkannya... Karena aku juga lemah dalam puisi." jelas Calvin, baru kali ini dalam hidup Calvin dimintai tolong bukan soal kekuatan. Melainkan mengolah puisi. "Baiklah, bagaimana kalau ini..." Mendengar puisi yang Calvin bacakan
Sementara itu Arash dan Fatta melakukan perjalanan selama 5 hari menuju pusat Kerajaan dengan kuda, sesekali mereka akan menginap di penginapan jika ada desa dan akan membuat tenda jika tempat mereka singgah jauh dari desa. Seperti kali ini, mereka membuat kemah yang Arash gambar, tak lupa Arash juga membuat kasur dan bantal yang empuk. Membuat keduanya tak khawatir meski tidur di dalam hutan. "Paman, seperti apa pusat Kerajaan?" tanya Arash, ia belum pernah ke pusat Kerajaan manapun. Bahkan saat ia berada di benua Asia. "Hmm... Ramai, banyak hiburan malam, banyak yang berjualan dan hal lainnya." jelas Fatta, menurut ingatan terakhirnya. Ia tak tau seperti apa keadaan pusat Kerajaan yang sekarang. "Yang pasti kamu harus menyiapkan beberapa uang kecil jika ingin menikmati suasana kota." sahut Fatta dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Arash juga tersenyum, meski perjalanan mereka bertujuan untuk mencari foto ayahnya, Arash juga tak mau sekedar mencari, ia akan meni
Arash mengikuti Sonic dalam diam, berhubung Arash memang memakai baju gelap, ia dengan mudah berbaur dan bersembunyi di balik bayangan. Sesekali Sonic akan melihat-lihat sekelilingnya dengan tenang, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Ia tak tau kalau Arash sedari tadi mengikuti setiap langkahnya. Sonic akhirnya menuju ke sebuah bangunan besar, terdapat beberapa rimbun pohon tak jauh dari tempat itu, jadi Arash bersembunyi dan melihat Sonic sedang menutupi semua area yang terbuka. Bahkan jendela juga ia tutup. "Haish!" Arash hanya menyunggingkan senyum dan melompat dengan ringan ke jendela yang lebih dekat. "Yang Mulia!" Itu suara Sonic, Arash bisa melihat kalau Sonic sedang bersujud kepada seseorang, dapat dipastikan dari gayanya berpakaian. orang itu adalah orang yang memiliki kuasa besar di Kerajaan ini. "Sonic, kudengar beberapa anak buahmu terluka?" tanya Raja Lingga. Sonic masih menunduk, "benar Yang Mulia, anak muda yang datang bersama pengawal pribad
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.