Arash mengikuti Sonic dalam diam, berhubung Arash memang memakai baju gelap, ia dengan mudah berbaur dan bersembunyi di balik bayangan. Sesekali Sonic akan melihat-lihat sekelilingnya dengan tenang, memastikan tidak ada yang mengikutinya. Ia tak tau kalau Arash sedari tadi mengikuti setiap langkahnya. Sonic akhirnya menuju ke sebuah bangunan besar, terdapat beberapa rimbun pohon tak jauh dari tempat itu, jadi Arash bersembunyi dan melihat Sonic sedang menutupi semua area yang terbuka. Bahkan jendela juga ia tutup. "Haish!" Arash hanya menyunggingkan senyum dan melompat dengan ringan ke jendela yang lebih dekat. "Yang Mulia!" Itu suara Sonic, Arash bisa melihat kalau Sonic sedang bersujud kepada seseorang, dapat dipastikan dari gayanya berpakaian. orang itu adalah orang yang memiliki kuasa besar di Kerajaan ini. "Sonic, kudengar beberapa anak buahmu terluka?" tanya Raja Lingga. Sonic masih menunduk, "benar Yang Mulia, anak muda yang datang bersama pengawal pribad
"Kamu mau tau siapa aku? Nggak perlu, tugasmu hanya menjawab apa yang aku tanyakan." Arash menekan ujung kuasnya ke leher Raja Lingga. Membuat Raja Lingga bahkan tidak bisa menelan salivanya. "Apa kamu tau tentang manusia yang datang dari masa depan?" tanya Arash. Raja Lingga terkejut, orang yang kini bicara dengannya menanyakan tentang manusia yang datang dari masa depan. Padahal hanya segelintir orang yang mengetahui ini semua. "Mengapa kamu ingin tau? Akh!" tanya Raja Lingga, namun Arash tanpa sungkan menggeplak kepalanya. "Bukankah tadi sudah ku bilang, aku bertanya, kamu jawab! Dan jangan coba-coba untuk berbohong!" sahut Arash tanpa belas kasihan. Raja Iblies yang melihat itu terbahak, berani juga Arash memukul kepala seorang Raja. Yah, bahkan Raja Iblies pun ia lawan, jadi Raja Iblies hanya bisa maklum dengan sikap berani Arash. Semenjak lolos dari kematian, Arash tak pernah takut kepada apapun lagi. "Kamu nggak takut, aku adalah seorang Raja! Dan kini kamu be
"Ha! Bagaimana? kamu baru sadar dengan apa yang kukatakan, sudah kubilang aku memiliki segalanya." "Brukh!" Raja Lingga bersujud, Arash panik karena melihat seseorang dengan status tinggi, seorang Raja berlutut di depannya. "Arash, kumohon tolong Kerajaan ini, aku tau aku nggak bisa memberikan apapun kepadamu, tapi aku pasti akan mengingat jasamu ini, setidaknya pandanglah rakyat Kerajaan ini, jika kamu nggak mau membantuku..." pinta Raja Lingga dengan suara bergetar. "Hei... Hei... Mengapa kamu berlutut, berdirilah!" seru Arash. Pamannya mengajarkan kerendahan hati kepada Arash, meski terkadang Arash keras kepala dengan kemauannya. Tetap saja melihat seseorang dengan status tinggi berlutut di depannya, membuat Arash merasa bersalah. Tadi ia kira Raja Lingga sesuai dengan rumor, karena itulah Arash bersikap sombong di depannya. Rumornya Raja Lingga hanya seorang Raja manja yang suka berpesta dan berfoya-foya, serta tak pernah peduli dengan keadaan rakyatnya. Namun meliha
"Kakak!" seorang anak kecil melambaikan tangan, memanggil Arash yang berada di lantai dua penginapan. Arash menatap anak itu heran, kemudian menunjuk dirinya sendiri. Memastikan apakah anak gadis itu memang memanggilnya. "Aku?" "Ya! Sini kak..." Anak gadis itu kembali melambai. "Haish! Bahkan anak kecil pun menyukaiku." gumam Arash, kemudian memasang senyum ramah. Sedangkan Raja Iblies terbahak mendengar perkataan Arash barusan, tadi ia tak bersuara apapun saat bertemu Raja, sekarang ia malah mentertawakannya. Jika saja bisa bertatap muka, maka Arash sudah pasti akan memberi Raja Iblies pelajaran karna selalu mengejeknya. "Wush!" dengan satu kali lompatan ringan, Arash kini berada di depan anak gadis yang tadi memanggilnya. "Wah, kakak hebat! Tadi aku juga melihat kakak saat berlari diantara atap rumah." kata anak kecil itu, dia terlihat kumuh dengan beberapa debu di wajahnya. Baju yang ia kenakan juga memiliki beberapa tambalan. Namun ekspresi yang anak gadis itu perliha
"Kurang ajar, kamu sangat ceroboh masuk ke dalam kawasan kami bosan hidup rupanya?!" salah satu dari mereka mentertawakan Arash, sementara yang lainnya ikut tertawa dengan tatapan meremehkan. "Bocah, wajahmu jelek ya sampe kamu pakai topeng?" "Hahaha....!" "Lihatlah bahkan matanya merah seperti berdarah, aku kan jadi takuuutttt.... Uuuu.... Hahaha." "Bocah, entah seperti apa caramu masuk, namun setelah masuk kamu nggak akan bisa keluar dalam keadaan baik!" Arash berkacak pinggang, "He, tak kusangka kalian terlalu banyak omong!" "Ada apa?" Seorang pria keluar dari dalam kamar, tubuhnya tidak terlalu besar dari yang ada di ruangan, namun semua orang yang melihatnya selain Arash, terlihat segan dan takut kepada orang itu. Radika, pria itu adalah ketua yang bertanggung jawab saat ini, ia menatap Arash dengan tatapan tidak suka, kemudian memberikan kode agar anak buahnya membereskan Arash dengan cepat. "Bos, anak ini menerobos tempat kita!" "Kita akan berangkat sebentar lagi,
Ningrum yang masih setengah tidur mengangguk sembari memgucek matanya, ternyata hari sudah pagi. Melihat Ningrum mengangguk, Fatta menjadi senang. "Paman, apakah kakak itu namanya Arash?" tanya Ningrum, Fatta mengangguk dengan cepat. Ningrum kemudian mengucek matanya cukup keras untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih melandanya. "Paman, kakak itu akan menolong teman-temanku, ayo paman ikuti aku!" Ningrum menarik Fatta dengan cepat, Fatta mengikuti Ningrum ketempat di mana Arash berada tadi malam. Namun yang terjadi sungguh membuat Ningrum kebingungan, di tempat itu sudah tidak ada lagi orang yang berjaga. Tidak ada tanda-tanda adanya orang. Fatta kemudian meminta Ningrum untuk menunggu dan bersembunyi di luar bangunan, sementara ia masuk ke dalam bangunan dan memastikan keberadaan Arash. "Ada jejak pertarungan..." kata Fatta, ia melihat beberapa benda dan plafon yang rusak. Sudah pasti ada pertempuran tadi malam. Kemudian Fatta juga melihat serbuk putih di
Arash terbangun setelah merasakan topengnya di sentuh, ada banyak jari yang menyentuhnya. Sepertinya mereka tidak bisa membuka topeng Arash dan membiarkan Arash dalam keadaan masih memakai topeng. Begitu membuka mata, Arash mendapati dirinya di dalam sebuah tahanan besi yang terlihat kuat, bukan hanya ada dia. Tapi ada beberapa remaja dan anak kecil di dalam tahanan itu. Mereka semua terlihat datang dari berbagai tempat, sepertinya manusia-manusia masa depan itu terlalu meremehkan Arash sehingga tidak menahannya di tempat yang lebih kuat. Bahkan ia tidak terikat pada rantai apapun. "Klang! Klang! Klang!" Seseorang datang memakai baju pengawal dan memegang sebuah tongkat pemukul, di belakangnya beberapa pria membawa borgol yang akan digunakan untuk membawa tahanan terpilih. Pria yang memakai tongkat itu berhenti di ruangan pertama, lorong-lorong itu memiliki banyak ruang tahanan. Setiap ruangan terdapat 10 orang tahanan. Dinding ruang itu memiliki jeruji besi yang begitu te
Merasa Arash akan menggunakan kuas ajaib, Raja Iblies kembali bersuara. (Hei, apa kamu akan memperlihatkan kekuatanmu di sini?) Kenapa? Apa ada yang salah, aku hanya nggak mau mencolok, bukan berarti aku takut memperlihatkan kekuatan ini. (Yah aku tau, tapi nggak biasanya kamu begini.) Memang biasanya aku seperti apa? (Usil, nakal dan membuat onar. Hahaha....) Yah, si usil, nakal dan suka berbuat onar ini akan bersikap baik hari ini. (Haish! Aku nggak suka melihatmu bersikap baik Arash, nggak keren!) Aku nggak perlu terlihat keren di hadapanmu. (Haish! Terserahmu sajalah!) Arash tersenyum mendengar Raja Iblies menyerah kali ini dalam hal menggodanya. Tapi Arash tau, Raja Iblies akan selalu membisikkan segala macam godaan untuknya, membuatnya tidak menjadi dirinya sendiri. Arash takkan membiarkan itu terjadi, jika itu terjadi maka ia akan kalah melawan Raja Iblies. "Seeerrrr..... Seeeeerrrr...." Arash mulai menggores kuas ajaib yang baru saja keluar dari t
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.