"Ha! Bagaimana? kamu baru sadar dengan apa yang kukatakan, sudah kubilang aku memiliki segalanya." "Brukh!" Raja Lingga bersujud, Arash panik karena melihat seseorang dengan status tinggi, seorang Raja berlutut di depannya. "Arash, kumohon tolong Kerajaan ini, aku tau aku nggak bisa memberikan apapun kepadamu, tapi aku pasti akan mengingat jasamu ini, setidaknya pandanglah rakyat Kerajaan ini, jika kamu nggak mau membantuku..." pinta Raja Lingga dengan suara bergetar. "Hei... Hei... Mengapa kamu berlutut, berdirilah!" seru Arash. Pamannya mengajarkan kerendahan hati kepada Arash, meski terkadang Arash keras kepala dengan kemauannya. Tetap saja melihat seseorang dengan status tinggi berlutut di depannya, membuat Arash merasa bersalah. Tadi ia kira Raja Lingga sesuai dengan rumor, karena itulah Arash bersikap sombong di depannya. Rumornya Raja Lingga hanya seorang Raja manja yang suka berpesta dan berfoya-foya, serta tak pernah peduli dengan keadaan rakyatnya. Namun meliha
"Kakak!" seorang anak kecil melambaikan tangan, memanggil Arash yang berada di lantai dua penginapan. Arash menatap anak itu heran, kemudian menunjuk dirinya sendiri. Memastikan apakah anak gadis itu memang memanggilnya. "Aku?" "Ya! Sini kak..." Anak gadis itu kembali melambai. "Haish! Bahkan anak kecil pun menyukaiku." gumam Arash, kemudian memasang senyum ramah. Sedangkan Raja Iblies terbahak mendengar perkataan Arash barusan, tadi ia tak bersuara apapun saat bertemu Raja, sekarang ia malah mentertawakannya. Jika saja bisa bertatap muka, maka Arash sudah pasti akan memberi Raja Iblies pelajaran karna selalu mengejeknya. "Wush!" dengan satu kali lompatan ringan, Arash kini berada di depan anak gadis yang tadi memanggilnya. "Wah, kakak hebat! Tadi aku juga melihat kakak saat berlari diantara atap rumah." kata anak kecil itu, dia terlihat kumuh dengan beberapa debu di wajahnya. Baju yang ia kenakan juga memiliki beberapa tambalan. Namun ekspresi yang anak gadis itu perliha
"Kurang ajar, kamu sangat ceroboh masuk ke dalam kawasan kami bosan hidup rupanya?!" salah satu dari mereka mentertawakan Arash, sementara yang lainnya ikut tertawa dengan tatapan meremehkan. "Bocah, wajahmu jelek ya sampe kamu pakai topeng?" "Hahaha....!" "Lihatlah bahkan matanya merah seperti berdarah, aku kan jadi takuuutttt.... Uuuu.... Hahaha." "Bocah, entah seperti apa caramu masuk, namun setelah masuk kamu nggak akan bisa keluar dalam keadaan baik!" Arash berkacak pinggang, "He, tak kusangka kalian terlalu banyak omong!" "Ada apa?" Seorang pria keluar dari dalam kamar, tubuhnya tidak terlalu besar dari yang ada di ruangan, namun semua orang yang melihatnya selain Arash, terlihat segan dan takut kepada orang itu. Radika, pria itu adalah ketua yang bertanggung jawab saat ini, ia menatap Arash dengan tatapan tidak suka, kemudian memberikan kode agar anak buahnya membereskan Arash dengan cepat. "Bos, anak ini menerobos tempat kita!" "Kita akan berangkat sebentar lagi,
Ningrum yang masih setengah tidur mengangguk sembari memgucek matanya, ternyata hari sudah pagi. Melihat Ningrum mengangguk, Fatta menjadi senang. "Paman, apakah kakak itu namanya Arash?" tanya Ningrum, Fatta mengangguk dengan cepat. Ningrum kemudian mengucek matanya cukup keras untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih melandanya. "Paman, kakak itu akan menolong teman-temanku, ayo paman ikuti aku!" Ningrum menarik Fatta dengan cepat, Fatta mengikuti Ningrum ketempat di mana Arash berada tadi malam. Namun yang terjadi sungguh membuat Ningrum kebingungan, di tempat itu sudah tidak ada lagi orang yang berjaga. Tidak ada tanda-tanda adanya orang. Fatta kemudian meminta Ningrum untuk menunggu dan bersembunyi di luar bangunan, sementara ia masuk ke dalam bangunan dan memastikan keberadaan Arash. "Ada jejak pertarungan..." kata Fatta, ia melihat beberapa benda dan plafon yang rusak. Sudah pasti ada pertempuran tadi malam. Kemudian Fatta juga melihat serbuk putih di
Arash terbangun setelah merasakan topengnya di sentuh, ada banyak jari yang menyentuhnya. Sepertinya mereka tidak bisa membuka topeng Arash dan membiarkan Arash dalam keadaan masih memakai topeng. Begitu membuka mata, Arash mendapati dirinya di dalam sebuah tahanan besi yang terlihat kuat, bukan hanya ada dia. Tapi ada beberapa remaja dan anak kecil di dalam tahanan itu. Mereka semua terlihat datang dari berbagai tempat, sepertinya manusia-manusia masa depan itu terlalu meremehkan Arash sehingga tidak menahannya di tempat yang lebih kuat. Bahkan ia tidak terikat pada rantai apapun. "Klang! Klang! Klang!" Seseorang datang memakai baju pengawal dan memegang sebuah tongkat pemukul, di belakangnya beberapa pria membawa borgol yang akan digunakan untuk membawa tahanan terpilih. Pria yang memakai tongkat itu berhenti di ruangan pertama, lorong-lorong itu memiliki banyak ruang tahanan. Setiap ruangan terdapat 10 orang tahanan. Dinding ruang itu memiliki jeruji besi yang begitu te
Merasa Arash akan menggunakan kuas ajaib, Raja Iblies kembali bersuara. (Hei, apa kamu akan memperlihatkan kekuatanmu di sini?) Kenapa? Apa ada yang salah, aku hanya nggak mau mencolok, bukan berarti aku takut memperlihatkan kekuatan ini. (Yah aku tau, tapi nggak biasanya kamu begini.) Memang biasanya aku seperti apa? (Usil, nakal dan membuat onar. Hahaha....) Yah, si usil, nakal dan suka berbuat onar ini akan bersikap baik hari ini. (Haish! Aku nggak suka melihatmu bersikap baik Arash, nggak keren!) Aku nggak perlu terlihat keren di hadapanmu. (Haish! Terserahmu sajalah!) Arash tersenyum mendengar Raja Iblies menyerah kali ini dalam hal menggodanya. Tapi Arash tau, Raja Iblies akan selalu membisikkan segala macam godaan untuknya, membuatnya tidak menjadi dirinya sendiri. Arash takkan membiarkan itu terjadi, jika itu terjadi maka ia akan kalah melawan Raja Iblies. "Seeerrrr..... Seeeeerrrr...." Arash mulai menggores kuas ajaib yang baru saja keluar dari t
Di sisi lain, Fatta yang ingin menemui Raja Lingga dihadang oleh beberapa prajurit penjaga. Fatta bersikeras ingin bertemu Raja, sedangkan para prajurit itu takkan membiarkan sembarangan orang masuk dan bertemu Raja mereka. "Aku mengenal Raja sebelumnya, izinkan aku masuk!" pinta Fatta. "Semua orang akan berkata seperti itu, kenapa nggak sekalian bilang kalau kamu berteman akrab dengan Raja kami!" "Benar, bahkan penampilanmu nggak memberikan kesan seorang bangsawan! Beraninya mengaku mengenal Raja!" "Urusanku ini sangat penting!" "Urusan kami juga penting, menghalau orang-orang sepertimu!" Fatta ingin marah, ia bahkan sudah mengepalkan tangannya. Dengan sekali hantaman, Fatta bisa mengalahkan bahkan 100 prajurit seperti mereka. Tapi ia ingat pesan Tuan Mudanya untuk menahan amarah, sabar dan jangan buat masalah. "Aku mohon, pertemukan aku dengan Raja, seenggaknya kalian bisa katakan kalau Fatta ingin bertemu dengannya..." pinta Fatta lagi. "Orang biasa sepertimu ng
"Tuan, apa yang membuatmu terlihat bahagia hari ini?" tanya Sudar, Alan kembali mengembangkan senyumnya. "Apakah terlihat jelas?" tanya Alan. "Tuan, kamu jarang sekali tersenyum, jadi aku tau perubahan hatimu..." "Ehm... Ehm... Aku akan bertemu keluargaku, sudah lama kami nggak bertemu, jadi rasa rindu ini membuat wajahku bahagia." jelas Alan. Mendengar itu Sudar juga ikut bahagia, "itu adalah kabar yang menyenangkan Tuan." sahut Sudar. "Karena itulah, aku mohon bantuannya, aku harus menyelesaikan semua pekerjaan kita agar bisa mengambil istirahat di pertengahan musim dingin nanti." "Tentu Tuan, aku akan menyelesaikan pekerjaanku juga." sahut Sudar, ia dan Alan kemudian fokus kepada beberapa dokumen yang harus diselesaikan. "Tuan, ada beberapa sekolah yang meminta bantuan tambahan tentang alat tulis." Sudar memberikan beberapa proposal dari sekolah gratis yang mereka bangun. Alan mengambil laporan itu dan melihatnya dengan seksama. "Periksa laporan ini secara dokumen m