Merasa Arash akan menggunakan kuas ajaib, Raja Iblies kembali bersuara. (Hei, apa kamu akan memperlihatkan kekuatanmu di sini?) Kenapa? Apa ada yang salah, aku hanya nggak mau mencolok, bukan berarti aku takut memperlihatkan kekuatan ini. (Yah aku tau, tapi nggak biasanya kamu begini.) Memang biasanya aku seperti apa? (Usil, nakal dan membuat onar. Hahaha....) Yah, si usil, nakal dan suka berbuat onar ini akan bersikap baik hari ini. (Haish! Aku nggak suka melihatmu bersikap baik Arash, nggak keren!) Aku nggak perlu terlihat keren di hadapanmu. (Haish! Terserahmu sajalah!) Arash tersenyum mendengar Raja Iblies menyerah kali ini dalam hal menggodanya. Tapi Arash tau, Raja Iblies akan selalu membisikkan segala macam godaan untuknya, membuatnya tidak menjadi dirinya sendiri. Arash takkan membiarkan itu terjadi, jika itu terjadi maka ia akan kalah melawan Raja Iblies. "Seeerrrr..... Seeeeerrrr...." Arash mulai menggores kuas ajaib yang baru saja keluar dari t
Di sisi lain, Fatta yang ingin menemui Raja Lingga dihadang oleh beberapa prajurit penjaga. Fatta bersikeras ingin bertemu Raja, sedangkan para prajurit itu takkan membiarkan sembarangan orang masuk dan bertemu Raja mereka. "Aku mengenal Raja sebelumnya, izinkan aku masuk!" pinta Fatta. "Semua orang akan berkata seperti itu, kenapa nggak sekalian bilang kalau kamu berteman akrab dengan Raja kami!" "Benar, bahkan penampilanmu nggak memberikan kesan seorang bangsawan! Beraninya mengaku mengenal Raja!" "Urusanku ini sangat penting!" "Urusan kami juga penting, menghalau orang-orang sepertimu!" Fatta ingin marah, ia bahkan sudah mengepalkan tangannya. Dengan sekali hantaman, Fatta bisa mengalahkan bahkan 100 prajurit seperti mereka. Tapi ia ingat pesan Tuan Mudanya untuk menahan amarah, sabar dan jangan buat masalah. "Aku mohon, pertemukan aku dengan Raja, seenggaknya kalian bisa katakan kalau Fatta ingin bertemu dengannya..." pinta Fatta lagi. "Orang biasa sepertimu ng
"Tuan, apa yang membuatmu terlihat bahagia hari ini?" tanya Sudar, Alan kembali mengembangkan senyumnya. "Apakah terlihat jelas?" tanya Alan. "Tuan, kamu jarang sekali tersenyum, jadi aku tau perubahan hatimu..." "Ehm... Ehm... Aku akan bertemu keluargaku, sudah lama kami nggak bertemu, jadi rasa rindu ini membuat wajahku bahagia." jelas Alan. Mendengar itu Sudar juga ikut bahagia, "itu adalah kabar yang menyenangkan Tuan." sahut Sudar. "Karena itulah, aku mohon bantuannya, aku harus menyelesaikan semua pekerjaan kita agar bisa mengambil istirahat di pertengahan musim dingin nanti." "Tentu Tuan, aku akan menyelesaikan pekerjaanku juga." sahut Sudar, ia dan Alan kemudian fokus kepada beberapa dokumen yang harus diselesaikan. "Tuan, ada beberapa sekolah yang meminta bantuan tambahan tentang alat tulis." Sudar memberikan beberapa proposal dari sekolah gratis yang mereka bangun. Alan mengambil laporan itu dan melihatnya dengan seksama. "Periksa laporan ini secara dokumen m
Arash terdiam beberapa saat, ia menatap semua orang yang ada di ruang tahanan sebelum akhirnya menjawab perkataan Raja Iblies. "Aku nggak akan melakukan pembelaan, memang manusialah yang menentukan pilihan, ingin memupuk kejahatan itu atau menghancurkannya, namun begitulah kami manusia, kami adalah tempat salah dan khilaf, selama masih ada keinginan untuk berubah, selama itu pula masih ada kesempatan untuk menjadi lebih baik." sahut Arash, Raja Iblies pun terkekeh. Ia tak bisa menggoda meski Arash masih muda, sekalipun menyalahkan manusia, Arash memiliki hati nuraninya sendiri. (Baiklah, jadi apa yang mau kamu lakukan kepada mereka?) "Hmm... Entahlah, mungkin aku harus membebaskan beberapa orang yang bisa aku bebaskan." sahut Arash lagi, kini ia sudah berada di ruangan lain, ruangan itu berada di tengah dan memiliki tempat dengan banyak lorong tahanan lainnya di tepian. Sementara itu 2 orang dewan besar masuk dan ikut memperhatikan layar yang kini ditatap oleh para profesor.
"Tuan Connors, kamu serius akan membunuh anak itu?" tanya Mario, ia berjalan bersamaan dengan Prof Connors sementara staf dan anggota dewan lainnya mengikuti mereka di belakang. Prof Connors berhenti berjalan dan menatap Mario dengan tatapan muram. "Kalau kita nggak bisa menelitinya dalam keadaan hidup, kita bisa menelitinya dalam keadaan mati. Kita akan melakukan apapun untuk menjadi yang terkuat Tuan Mario, bukankah itu yang kalian harapkan pada penelitian ini?" sahut Prof Connors dengan sopan. Mau bagaimanapun pria di depannya adalah salah satu donatur untuk penelitiannya. "Baiklah, aku tunggu kabar baik darimu." kata Mario, ia kemudian berlalu diikuti beberapa staf dan anggota dewan lainnya. Prof Connors hanya bisa menatap kepergian para anggota dewan, ia tau para anggota dewan memiliki ambisi besar dalam penelitian ini, namun prof Connors lebih berambisi dari orang lain. Ia akan melakukan segala cara untuk menciptakan manusia terkuat. Selama ini mereka bergantung dengan berka
"Wuuuuurrrrsssshhh!"Rakabumi memutar pedangnya, api hitam menyebar ke seluruh ruangan yang menahan mereka. "Aaakkhhh!""Raka... Bumii... Asap itu... Akan... Membunuh.. Kami!" itu suara Juno, sedangkan pasukan lain sudah mulai terduduk sembari memegangi leher mereka. Mata mereka melotot tak berdaya menahan rasa sakit yang disebabkan oleh asap api hitam. "Kamu akan membunuh pasukanmu?" tanya Arash. "Untuk menangkapmu memerlukan pengorbanan oranglain!" sahut Rakabumi, ia masih saja memutar pedangnya untuk mengeluarkan energi dari api hitam. Asap hitam semakin menyebar, Arash tentu khawatir dengan para tahanan yang berada di lorong lain. "Kamu nggak akan menemukan apapun dari menangkapku, perbuatanmu sia-sia." kata Arash lagi. "Kamu nggak perlu khawatir, aku akan bertanggung jawab dengan tubuhmu!"Mata Arash berkilat marah, sepertinya Rakabumi berniat membunuh semua orang hanya untuk menangkapnya. "Baiklah, aku akan meladenimu dengan serius!""Sombong sekali kamu bocah!""Terima k
Beberapa tahanan yang bebas kini mulai mengamuk, menghancurkan beberapa barang di pusat penelitian untuk sekedar melampiaskan rasa kesal. Para staf juga tak luput dari amukan mereka, Arash yang melihat itu hanya bisa menggaruk kepalanya. (Lihatlah Arash bagaimana manusia bersikap) Yah, aku takkan menyangkal ejekanmu... "Hentikan semuanya... " Arash mengeluarkan auranya begitu bersuara, aura yang membuat siapapun bergidik ngeri dengan energi kekuatan yang Arash keluarkan dari suaranya. Arash sengaja melakukan itu, mengeluarkan energi Mana melalui kata-kata, ini bisa digunakan untuk membuat siapapun terintimidasi. "Anak muda, jangan ikut campur! Mereka layak mati dan dihabisi!""Benar, mereka nggak layak diampuni! Bunuh saja!""Karena mereka aku sampai berpisah dengan kedua orangtuaku!"Suara sedih mulai terdengar, sedih dan amarah tak bisa disatukan. Jika bersatu, perasaan itu bisa membuat manusia menjadi lepas kendali. Arash pun tak bisa menyalahkan perasaan itu, ia paham denga
"Bagaimana caramu menyembuhkan kami?" tanya Han Hae Su di sela-sela pekerjaannya. Mereka memperbaiki beberapa alat yang dirusak oleh para tahanan, beruntung alat itu masih bisa di selamatkan. "Mengapa mau tau? Aku beritau pun kamu nggak akan paham." Arash duduk dengan mengangkat kakinya ke atas. Ia memantau semua pergerakan Han Hae Su, itu karena Arash merasa tertarik dengan pengetahuan yang mereka punya. "Yah, sama sepertimu yang sepertinya tertarik, aku juga tertarik dengan caramu mengobati kami." sahut Han Hae Su. "Aku mengobati kalian dengan ramuan milik ayahku, ramuan itu mampu menyembuhkan segala macam penyakit kecuali kematian." jelas Arash. Netra Han Hae Su berbinar, bagaimana bisa sebuah ramuan mampu melakukan itu. "Apa ada energi sihir di dalamnya?" tanya Han Hae Su lagi. Arash mengangguk tanpa menoleh, "Mengapa kalian menculik mereka?" tanya Arash kemudian, pertanyaan yang sangat sensitif. Bahkan Han Hae Su tak bisa menjawabnya, ia hanya seorang peneliti. "Aku