"Tuan Connors, kamu serius akan membunuh anak itu?" tanya Mario, ia berjalan bersamaan dengan Prof Connors sementara staf dan anggota dewan lainnya mengikuti mereka di belakang. Prof Connors berhenti berjalan dan menatap Mario dengan tatapan muram. "Kalau kita nggak bisa menelitinya dalam keadaan hidup, kita bisa menelitinya dalam keadaan mati. Kita akan melakukan apapun untuk menjadi yang terkuat Tuan Mario, bukankah itu yang kalian harapkan pada penelitian ini?" sahut Prof Connors dengan sopan. Mau bagaimanapun pria di depannya adalah salah satu donatur untuk penelitiannya. "Baiklah, aku tunggu kabar baik darimu." kata Mario, ia kemudian berlalu diikuti beberapa staf dan anggota dewan lainnya. Prof Connors hanya bisa menatap kepergian para anggota dewan, ia tau para anggota dewan memiliki ambisi besar dalam penelitian ini, namun prof Connors lebih berambisi dari orang lain. Ia akan melakukan segala cara untuk menciptakan manusia terkuat. Selama ini mereka bergantung dengan berka
"Wuuuuurrrrsssshhh!"Rakabumi memutar pedangnya, api hitam menyebar ke seluruh ruangan yang menahan mereka. "Aaakkhhh!""Raka... Bumii... Asap itu... Akan... Membunuh.. Kami!" itu suara Juno, sedangkan pasukan lain sudah mulai terduduk sembari memegangi leher mereka. Mata mereka melotot tak berdaya menahan rasa sakit yang disebabkan oleh asap api hitam. "Kamu akan membunuh pasukanmu?" tanya Arash. "Untuk menangkapmu memerlukan pengorbanan oranglain!" sahut Rakabumi, ia masih saja memutar pedangnya untuk mengeluarkan energi dari api hitam. Asap hitam semakin menyebar, Arash tentu khawatir dengan para tahanan yang berada di lorong lain. "Kamu nggak akan menemukan apapun dari menangkapku, perbuatanmu sia-sia." kata Arash lagi. "Kamu nggak perlu khawatir, aku akan bertanggung jawab dengan tubuhmu!"Mata Arash berkilat marah, sepertinya Rakabumi berniat membunuh semua orang hanya untuk menangkapnya. "Baiklah, aku akan meladenimu dengan serius!""Sombong sekali kamu bocah!""Terima k
Beberapa tahanan yang bebas kini mulai mengamuk, menghancurkan beberapa barang di pusat penelitian untuk sekedar melampiaskan rasa kesal. Para staf juga tak luput dari amukan mereka, Arash yang melihat itu hanya bisa menggaruk kepalanya. (Lihatlah Arash bagaimana manusia bersikap) Yah, aku takkan menyangkal ejekanmu... "Hentikan semuanya... " Arash mengeluarkan auranya begitu bersuara, aura yang membuat siapapun bergidik ngeri dengan energi kekuatan yang Arash keluarkan dari suaranya. Arash sengaja melakukan itu, mengeluarkan energi Mana melalui kata-kata, ini bisa digunakan untuk membuat siapapun terintimidasi. "Anak muda, jangan ikut campur! Mereka layak mati dan dihabisi!""Benar, mereka nggak layak diampuni! Bunuh saja!""Karena mereka aku sampai berpisah dengan kedua orangtuaku!"Suara sedih mulai terdengar, sedih dan amarah tak bisa disatukan. Jika bersatu, perasaan itu bisa membuat manusia menjadi lepas kendali. Arash pun tak bisa menyalahkan perasaan itu, ia paham denga
"Bagaimana caramu menyembuhkan kami?" tanya Han Hae Su di sela-sela pekerjaannya. Mereka memperbaiki beberapa alat yang dirusak oleh para tahanan, beruntung alat itu masih bisa di selamatkan. "Mengapa mau tau? Aku beritau pun kamu nggak akan paham." Arash duduk dengan mengangkat kakinya ke atas. Ia memantau semua pergerakan Han Hae Su, itu karena Arash merasa tertarik dengan pengetahuan yang mereka punya. "Yah, sama sepertimu yang sepertinya tertarik, aku juga tertarik dengan caramu mengobati kami." sahut Han Hae Su. "Aku mengobati kalian dengan ramuan milik ayahku, ramuan itu mampu menyembuhkan segala macam penyakit kecuali kematian." jelas Arash. Netra Han Hae Su berbinar, bagaimana bisa sebuah ramuan mampu melakukan itu. "Apa ada energi sihir di dalamnya?" tanya Han Hae Su lagi. Arash mengangguk tanpa menoleh, "Mengapa kalian menculik mereka?" tanya Arash kemudian, pertanyaan yang sangat sensitif. Bahkan Han Hae Su tak bisa menjawabnya, ia hanya seorang peneliti. "Aku
Semua orang terdiam, tak ada yang tersinggung dengan perkataan Arash barusan. Hanya genk Gondrong yang menahan malu karena pukulan itu. Arash kembali ke sisi Han Hae Su yang sedang memperbaiki mesin, Han Hae Su melirik Arash yang kini berada di sampingnya. "Mereka adalah para tahanan yang membunuh banyak orang." kata Han Hae Su, membuat Arash bertanya-tanya mengapa Han Hae Su menyampaikan itu kepadanya. "Anak-anak itu juga nggak memiliki orang tua, beberapa bahkan memang dijual oleh keluarganya. Paman tua itu sudah nggak memiliki keluarga," Han Hae Su kembali menyampaikan hal yang membuat Arash bingung. "Maksudku, kami nggak pernah membawa sembarangan orang ke sini, para penjahat itu dibawa ke sini, dijadikan bahan penelitian sebagai bentuk hukuman untuk mereka." "Anak-anak dan remaja dijadikan bahan penelitian karena mereka bisa dijadikan petarung, selain itu kehidupan mereka terjamin dengan makan dan minum." Arash masih membiarkan Han Hae Su bicara sesukanya. Jadi ia hanya
"Haah... Aku hanya tak suka, dia lebih muda dariku, tapi gaya bahasanya seolah dia sudah mengarungi kehidupan lebih dulu dari kita." sahut Han Hae Su lagi, ia terlihat tak terima dengan cara Arash mengatakan kebenarannya. Linda hanya tersenyum, wajar jika Han Hae Su tersinggung. Karena selama ini tak ada satupun yang berkata seperti itu kepadanya, mengingat Han Hae Su adalah tangan kanan dari Prof Connors, salah satu anak didik seorang peneliti terhebat."Hae Su, jangan melihatnya seperti itu, kita tak pernah tau bagaimana dan seperti apa kehidupan yang ia jalani."Kata-kata Linda membuat Han Hae Su sedikit terbuka, bisa jadi apa yang Linda katakan benar. Han Hae Su tak pernah tau seperti apa kehidupan yang Arash jalani, hingga membuatnya bisa berpikir bijak seperti itu. 'akh! apa aku baru saja menyebutnya bijak?' elak Han Hae Su. "Baiklah, mari kita pulangkan para tahanan itu..." Han Hae Su berdiri, Linda tersenyum dan membantunya bangkit. Setidaknya Han Hae Su masih punya seorang
Fatta dan pasukan Elang Hitam dibawa ke sebuah rumah, ada seorang wanita dan anak laki-laki berumur 8 tahun. Anak itu memeluk ibunya begitu Jalal membawa Fatta dan pasukan Elang Hitam masuk ke dalam rumah. "Tenanglah Ghaffar, mereka bukan orang jahat..." kata Maryam menenangkan anak lelakinya itu. Sonic yang mendengar itu kemudian menatap Jalal, "ada apa dengan tempat ini? Sepertinya kalian ketakutan melihat orang asing? Maaf jika aku bertanya..." "Duduklah dulu, aku akan menyiapkan minuman untuk kalian..." Jalal kemudian menatap istrinya, Maryam paham dan langsung menyiapkan beberapa botol minuman untuk Fatta dan pasukan Elang Hitam. "Beberapa orang asing datang, mereka membawa secara paksa beberapa anak yang nggak memiliki keluarga. Bahkan ada beberapa remaja yang masih memiliki keluarga pun dibawa dengan paksa..." Jalal bicara sembari memberikan botol-botol air ke hadapan mereka berenam. Fatta dan pasukan Elang Hitam langsung menenggak minuman itu dengan lahap. "Tuan, t
Semua orang jelas ketakutan, bahkan aura yang Arash keluarkan bisa membuat udara terasa sesak. Melihat semua tahanan mulai bersikap tenang, Arash kembali bicara. "Jangan ada yang mengacau, aku takkan segan-segan... Ini adalah kepentingan kalian, jangan membuatku lelah karena sudah menolong kalian. Apa kalian mengerti? Mengangguk jika ia!" Semua tahanan langsung mengangguk dengan cepat, mereka berbaris dengan rapi dan menajamkan telinga. Han Hae Su kemudian mengambil pengeras suara dan mulai membacakan tahun dan nama tempat, beberapa remaja dan anak kecil maju. Linda bertugas membawa mereka untuk melewati gerbang waktu setelah mengaturnya. Tidak boleh terjadi kesalahan tahun, jika terjadi maka mereka takkan bisa kembali. Jadi para staf peneliti sangat berhati-hati, mereka juga mendengar ancaman Arash. Rasa takut membuat mereka sedikit bergetar ketika mengetik program di mesin waktu. Perlu waktu sekitar satu jam untuk setiap perjalanan, mesin waktu akan mereset dirinya kemu
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.