Akhirnya kapal mereka sampai juga di dermaga benua Asia, Arash tersenyum melihat benua Asia. "Paman, tempat ini bukan kota kelahiranku, tetapi aku merasa senang setelah kembali ke tempat ini!" Arash hampir berteriak dengan penuh semangat, ia bahkan merenggangkan seluruh tubuhnya dengan mengangkat kedua tangannya ke atas. "Tentu saja kamu merindukan tempat ini, kamu kan besar dan tumbuh di tempat ini Arash!" sahut Fatta. Mei Xue juga senang setelah kembali ke benua Asia, ia merindukan ayahnya. Semoga Arash mau mampir ke rumah ayahnya lebih dulu. Arash membuka kembali peta Surga Dunia yang Raja kera berikan, kemudian memberikan peta itu kepada Mei Xue. Mei Xue memegangnya dan peta mulai memperlihatkan sihirnya. "Peta apa itu Arash?" tanya Jaya. Jatiagung tidak bisa melihat peta yang Arash lihat, meski ada energi sihir yang cukup ia kenali. "Energi sihir dari mana ini? Aku seperti mengenalinya," kata Jatiagung. "Peta sihir dari Raja kera guru," sahut Arash. Jatiagung mengernyit,
Arash menatap langit, kali ini Arash menjauh dari semuanya. Merenungkan perkataan Gurunya, Jatiagung. Arash harus memilih siapa yang akan ia bawa, kalau bisa Arash tidak ingin membawa siapa pun ke dalam masalahnya. Terlebih membawa mereka ke tempat yang tidak aman. Saat ini mereka menginap di rumah penginapan yang tidak begitu jauh dari dermaga. Besok mereka akan melanjutkan perjalanan, tetapi Arash belum menemukan siapa yang harus ia bawa, Arash merasa dilema. "Arash, apa yang kamu lamunkan?" tanya Jaya. "Nggak ada paman," Arash tersenyum getir. Ia mencoba menyembunyikan apa yang sedang ia pikirkan."Apa kamu kepikiran tentang siapa yang akan ikut denganmu?" tanya Jaya. Arash hanya bisa tersenyum, ia tidak tahu kalau paman kandungnya ini pintar sekali menebak isi hati seseorang. "Aku merasa khawatir paman, tempat ini agak berbahaya."Jaya tersenyum melihat ekspresi Arash, artinya ia benar. "Arash, menurutmu apa yang membuatmu khawatir? Apa kamu takut terjadi sesuatu kepada ka
Perjalanan mereka kali ini memakan waktu yang tidak sebentar, semua perlu dilakukan dengan berjalan kaki. Sesekali mereka berempat akan beristirahat, ternyata perjalanan menuju Surga Dunia bukanlah hal mudah. Semakin dekat menuju ke surga dunia, semakin lemah pula mereka. Tempat itu seolah menghisap energi Mana yang dimiliki. "Kini kamu paham kan Arash, itulah mengapa aku nggak mengizinkan mu selalu mengandalkan kuas ajaib. Ada beberapa tempat yang bisa menghilangkan energi Mana, salah satunya adalah Surga Dunia, bukan hanya itu. Bahkan mungkin kamu mulai menyadari kalau kekuatan kita semakin melemah."Fatta kini paham, ternyata itulah tujuan Jatiagung meminta mereka untuk tidak membuat kereta kuda selama diperjalanan. Jatiagung ingin membuat fisik Arash semakin kuat, selama menggunakan kuas ajaib, Arash menjadi manja dan melupakan pelatihan yang selama ini ia pelajari di perguruan Wunan. "Guru, aku akan menurut dengan apa pun yang kamu katakan," sahut Arash. "Tuan, aku pun demikia
Selama di perjalanan, Jatiagung selalu melatih Arash dan Fatta, mereka selalu bersinggah saat malam hari dan membangun tenda. Di saat seperti itu Jatiagung memperbolehkan Arash menggunakan kuas ajaib untuk menggambar tenda serta keperluan lainnya. Tetapi Jatiagung tetap memberi Arash peringatan untuk tidak begitu menggunakan kuas ajaib, itu semua agar Arash tidak bergantung kepada kekuatan kuas ajaib. "Nggak ada yang abadi di dunia ini Arash, bahkan manusia saja nggak bisa sepenuhnya bergantung kepada manusia lainnya. Aku harap kamu bisa memahami itu, terkadang kita harus mengandalkan diri sendiri dan hanya bersandar kepada Yang Maha Kuasa." Arash mengangguk dan mendengarkan dengan baik apa yang Jatiagung sampaikan. "Guru, seperti apa surga dunia itu?" tanya Arash kemudian. Wajah Jatiagung berubah menjadi sendu, "tempat yang memberikan segala tipu daya, menggodamu dengan segala cara dan membuatmu terlena hingga lupa bahwa di tempat itu semuanya nggak nyata. Tempat itu men
"Apa yang kalian inginkan?" Arash mencoba meredam amarahnya. Lagipula saat ini lawannya adalah wanita, kalau dulu mungkin Arash takkan segan-segan memukul mereka, sekarang Arash mencoba menahan diri kali ini. "Kami hanya menginginkan dia, tetapi kalau kamu juga mau, aku bisa membawamu bersama kami," senyum wanita itu begitu menggoda, beruntung Arash belum memasuki masa puber pertamanya, saat ini yang menjadi tujuan Arash adalah bertemu ayahnya serta meningkatkan kekuatannya, jadi wanita bukanlah godaan terbesar untuk Arash. "Siapa kalian sebenarnya?" tanya Arash lagi, Fatta membantu Mei Xue untuk berdiri. Mereka kini berada di samping Arash, mencegah segala kemungkinan yang terjadi. Wanita itu mendekat, ia mengangkat tangannya, seketika Fatta dan Mei Xue ingin kembali menyerang, tetapi Arash mengangkat tangannya. Mereka kira wanita itu ingin melukai Arash, ternyata ia malah membelai wajah Arash dengan lembut. Senyumnya juga terlihat begitu kejam. Wanita itu ibarat mawar hitam y
Arash mulai terpojok, baru kali ini Arash merasa seperti tidak berguna. Saat ini sudut matanya menangkap keadaan Mei Xue yang tidak begitu baik. Tetapi para wanita dari sekte bunga beracun terus menyerangnya tanpa memberi Arash kesempatan untuk beristirahat. "Mei Xue, kamu nggak apa-apa?" tanya Arash tanpa mengalihkan perhatiannya dari kedua orang wanita yang kini menyerangnya. "A-ku nggak apa-apa!" sahut Mei Xue, ia terlihat dalam keadaan lemah, tetapi ia tidak mau Arash merasa ia hanya menjadi beban. Arash kemudian mengerahkan segala kemampuannya untuk menyerang kedua orang itu, kali ini Arash membuang segala belas kasihannya. Arash mengeluarkan kuas ajaibnya, kali ini ia harus melakukan segala cara untuk menyelamatkan teman-temannya. "Wush!" Arash mengayunkan kuas ajaib yang telah membesar, membuat kedua pasukan wanita itu mundur ketika melihat kuas ajaib itu. "Ketua!" teriak keduanya, mereka tentu mengenali artefak kuno di tangan Arash. Asmara menoleh dan mem
Jatiagung terdiam, seolah baru saja diserang ribuan perasaan sakit yang kini menderanya, Jatiagung menangis pilu, menyesali semua yang terjadi. Asmara tidak peduli, baginya air mata Jatiagung sudah tidak ada gunanya, anaknya takkan bisa kembali. "Jatiagung, hentikan air matamu! Aku mual melihatmu menangis," cibir Asmara. Jatiagung tidak bisa menghentikan tangisannya, ia merasa begitu sedih. Bahkan anak yang tidak bersalah pun harus menanggung dosanya. "Asmara, bunuhlah aku! Kamu berhak melakukan itu!" pinta Jatiagung. Asmara mencibir Jatiagung, karena saat ini ia masih dalam pengaruh totok yang membuatnya tidak bisa bergerak. Kalau saja ia bisa bergerak, maka ia pasti akan menghabisi Jatiagung untuk meluapkan segala kemarahannya. Fatta terlihat gelisah melihat sikap Jatiagung, ia terlihat begitu sedih. "Tuan, jangan seperti ini! Kamu nggak berhak menentukan hidup dan matimu dengan cara seperti ini." Meski Fatta tidak tahu dengan jelas seperti apa kejadiannya, tetap
Semenjak bertemu Asmara, Jatiagung nampak bersedih. Meski ia mencoba terlihat tegar, tetapi perkataan Asmara membuat gurunya lebih banyak merenung. "Arash, sebaiknya kamu bicara dengan gurumu, biasanya ia yang mengajarkanmu tentang banyak hal, ia juga menghiburmu, sekarang giliranmu menghiburnya, setiap manusia punya waktu terpuruknya." Setelah berkata seperti itu, Fatta memberikan ubi bakar madu yang mereka gambar. "Baiklah," sahut Arash, ia membawa ubi bakar madu kepada gurunya dengan alas daun pisang. "Guru, makanlah lebih dulu." Arash menyerahkan ubi bakar madu ke dekat Jatiagung. Biasanya Jatiagung akan bersemangat jika berkaitan dengan makanan. Tetapi, kali ini wajahnya nampak sendu. "Arash, aku bersalah, seharusnya kalian biarkan saja Asmara membunuhku," kata Jatiagung, nada bicaranya terdengar bergetar begitu mengetahui anaknya mati karena sekte bunga beracun. "Guru, kamu nggak boleh marah kepada dirimu sendiri, jika aku jadi anakmu, pada awalnya mungkin aku akan mar