Tak terasa selama 5 hari perjalanan menuju kerajaan Bamaraya, akhirnya Arash, Fatta, Han Hae Su dan pasukan Elang Hitam sampai di pusat kota kerajaan. Han Hae Su tak henti-hentinya menatapi pusat kota, selama ini ia selalu berada di pusat penelitian. Jadi Han Hae Su tak pernah melihat seperti apa keadaan di masa lalu, karena hanya para pahlawan yang memiliki akses untuk pergi menjalankan misi dari para anggota dewan. "Nona, kamu cantik sekali, cobalah beberapa baju dari tokoku, bahannya sangat lembut, kamu pasti akan suka Nona," teriak paman penjual pakaian. Melihat itu Han Hae Su menyadari baju yang ia pakai sudah terlihat lusuh, beberapa noda terlihat di kemeja putihnya. "Arash, bisakah kamu membelikanku baju, aku tak punya banyak, tapi aku punya perhiasan ini." Han Hae Su memberikan sebuah kalung emas miliknya kepada Arash, melihat itu Arash hanya mendorong kembali tangan Han Hae Su. "Kalau hanya baju, aku bisa belikan," sahut Arash. Han Hae Su tentu tersenyum senang, seda
Rambut Arash mulai memanjang, rambut putihnya mulai terlihat tumbuh, jadi Arash mulai mengikat rambutnya karena ia merasa gerah. Pemuda dengan rambut sebagian putih, memakai topeng dengan tatapan tajam merah menyala. Hal yang ada pada diri Arash sudah cukup mencolok dan menarik perhatian orang banyak, terlebih saat ini dua orang wanita cantik menggandeng tangannya, Arash merasa ingin berteriak! Namun jika teringat akan ibunya, ia tak boleh menyakiti wanita baik. Jika itu wanita jahat, mungkin Arash akan bersikap berbeda. "Kakak, kamu ingat wanita dari masa depan itu? Aku mengikuti wanita itu, dia pergi ke daerah padang pasir, nggak cuma satu, ada beberapa tempat yang bernuansa sama dengan tempat itu, di sana mereka menahan banyak anak kecil dan dewasa untuk dijadikan bahan penelitian," kata Mei Xue memberikan informasi yang selama ini ia dapatkan. Arash mendengarkan dengan baik, "setahumu ada berapa pusat penelitian di sana?" tanya Arash lagi. "Ada 5, tetapi kudengar salah
"Hei, lepas topeng kalau mau ikut, kami nggak membenarkan kecurangan jenis apa pun," seorang pengawal yang bertugas sebagai pencatat menegur Arash. Fatta maju dan berkata, "bagaimana bisa memakai topeng dikatakan curang?" tanyanya tidak terima. "Kalau nggak mau lepas topeng, nggak boleh daftar!" kata pengawal itu. "Haish! Mau ikut lomba saja ribet sekali!" protes Fatta, beberapa orang malah menunggu Arash untuk melepas topengnya. Han Hae Su dan Mei Xue yang berada di tepi antrian juga penasaran dengan wajah Arash tanpa topeng. Yah, lagipula tak ada alasan pula saat ini untuk Arash memakai topengnya, jadi Arash melepaskan topengnya dengan sukarela. "Waaahhh!" "Matanya putih!" "Pemuda itu tampan sekali, bahkan meski matanya putih seperti itu," Para wanita jelas memuji ketampanan Arash yang tak biasa bagi mereka. Sedangkan para laki-laki jelas tak suka Arash dipuji seperti itu. "Hei, kalian para wanita hanya tahu tampan saja apanya yang tampan dari wajah seperti itu?" "Be
Pertandingan dimulai, pengawal yang bertugas membawa acara mulai berteriak dengan lantang. "Silahkan gunakan senjata apa saja, persyaratan menang hanya jika lawan keluar dari arena atau mengaku kalah," jelas pembawa acara. "Silahkan yang berani memulai bisa maju terlebih dulu, jika dua kali menang secara berturut-turut, maka ia boleh beristirahat dan maju ke babak selanjutnya." Seorang pria bertubuh tinggi besar dan berotot melompat maju masuk ke dalam arena pertarungan. Tubuh pria itu bahkan lebih besar dari Fatta, pria itu tampak sangar dengan jambang di wajah dan kepala yang botak membuatnya terlihat semakin menakutkan. "Peserta pertama, siapa yang akan melawannya?" tanya pembawa acara. Seorang pria muda maju, tampilannya sederhana, tetapi ia memegang sesuatu di kedua tangannya. Jarak arena dengan kursi penonton cukup jauh, sekitar 50 meter. Jadi Fatta menyipitkan matanya untuk memperhatikan senjata yang pemuda itu pegang, terlihat tidak asing bagi Fatta. "Hahah
"Pemuda itu memiliki tubuh yang kuat serta bakat alami dari seorang ahli beladiri," komentar Arash, Fatta yang mendengar itu tentu tak paham karena ia bukanlah ahli dalam beladiri dan ilmu energi dalam. "Apa yang membuatnya lebih kuat? Bukankah senjata masa depan cukup untuk menjatuhkan pemuda kecil itu?" tanya Fatta sembari melihat ke arena pertarungan. "Nggak semudah itu paman, bagi beberapa ahli beladiri, mereka bisa menciptakan energi Mana di dalam tubuh, bisa jadi energi listrik malah membangkitkan Mana yang ada di dalam tubuhnya. Lihatlah ia bahkan nggak terjatuh setelah terkena senjata itu," jelas Arash. "Kamu benar, setahuku ahli bela diri memiliki macam-macam energi Mana tersendiri, seperti teman-teman seperguruanmu, ada yang memiliki Mana medis, ada yang memiliki Mana api dan ada yang memiliki Mana tanah. Tetapi Arash, apa Manamu?" "Aku nggak memiliki Mana seperti itu paman, paman tau bukan aku nggak bisa menciptakan energi Mana, aku menyerap dan membuatnya. Jadi Mana
"Bruak!" Pemuda yang memakai senjata pedang terlempar ke arah kursi penonton. Pria yang memakai ikat kepala itu tersenyum kejam ketika melihat pemuda berpedang mengeluarkan darah dari bibirnya. "Pemenangnya adalah Tuan Karsa dari Padepokan Sanjaya! Siapa yang akan melawannya?" teriak pembawa acara sembari mengangkat tangan Karsa, si pria yang memakai ikat kepala merah. "Bam!" Fatta melompat ke tengah arena, Arash melihat ke arah Alan. Ternyata Alan masih berbicara dengan pejabat lainnya. "Haish! Paman Alan, menolehlah sesekali ke arena!" gumam Arash. Fatta yang melihat Alan tidak menoleh kepadanya mulai mengangkat kedua tangannya. Melambai ke arah Alan, Raja Lingga mengira Fatta melambai kepadanya, hanya membalas dengan anggukan dan senyum tipis. Tetapi Fatta masih melambai, membuat semua orang kebingungan. "Tuan, ini waktunya bertarung, apa kamu sudah siap?" tanya pembawa acara. Tetapi Fatta hanya mengangguk, ia masih menghadap ke arah Alan dan melambaikan tangannya.
Alan menatap Arash, Arash yang saat ini sedang menatap ke arah arena merasakan tatapan ke arahnya, ketika ia menoleh ia mendapati Alan tersenyum ke arahnya. Melihat itu Arash juga tersenyum, yang Arash tahu paman Alan adalah adik angkat ayahnya, kata paman Fatta, paman Alan adalah pria yang cerdas, mudah mengingat sesuatu. Bukan cuma itu, Alan juga tampil begitu mempesona meski umurnya sudah tak muda lagi. "Siapa pria yang saat ini menatapmu?" tanya Han Hae Su. "Pamanku, paman Alan," sahut Arash, ada kebanggaan tersendiri bagi Alan yang selama ini merasa tidak memiliki keluarga. Bukan hanya Alan, ia masih memiliki paman-paman lainnya dari tim pasukan bayangan. Bukan paman kandung, tetapi sudah seperti keluarga yang sebenarnya. Arash berharap foto ayahnya ada pada Alan, Arash menjadi tak sabar ingin bertemu Alan. Jika tidak mengingat kedudukan pamannya saat ini, ingin rasanya Arash menerobos kursi para pejabat. (Wah, mulai banyak ya silumannya!) Tiba-tiba Raja Iblies yang tadi
Fatta mulai melayangkan pukulan terkuatnya, membuat Karsa terlempar hingga membentur dinding di dekat kursi para petarung."Bruak!""Uhuk!""Grrraaahhh!"Beberapa siluman kera lainnya mulai menunjukkan bentuk asli mereka, turun dari kursi penonton dan langsung menyerang Fatta. Melihat itu tentu Arash takkan membiarkan hal itu terjadi. "Mei Xue, bawa Nona Han Hae Su pergi ke tempat yang aman, aku harus membantu paman Fatta."Mei Xue mengangguk, jadi ia dan Han Hae Su pergi ke tempat yang menurut Mei Xue aman. Para prajurit juga mulai melindungi di sekitar tempat Raja Lingga berada. "Yang Mulia, keadaan sudah nggak aman, sebaiknya Yang Mulia pergi ke tempat yang aman," kata Alan. "Benar Yang Mulia, kalau tetap di sini, takutnya para siluman berniat nggak baik," kata Bian pula. Raja Lingga menggeleng, "aku harus bertemu Arash, kalau aku pergi sekarang, takutnya nggak punya kesempatan bertemu lagi.""Yang Mulia, aku jamin aku akan mempertemukanmu dengan Arash, sebaiknya Yang Mulia per