"Hei, lepas topeng kalau mau ikut, kami nggak membenarkan kecurangan jenis apa pun," seorang pengawal yang bertugas sebagai pencatat menegur Arash. Fatta maju dan berkata, "bagaimana bisa memakai topeng dikatakan curang?" tanyanya tidak terima. "Kalau nggak mau lepas topeng, nggak boleh daftar!" kata pengawal itu. "Haish! Mau ikut lomba saja ribet sekali!" protes Fatta, beberapa orang malah menunggu Arash untuk melepas topengnya. Han Hae Su dan Mei Xue yang berada di tepi antrian juga penasaran dengan wajah Arash tanpa topeng. Yah, lagipula tak ada alasan pula saat ini untuk Arash memakai topengnya, jadi Arash melepaskan topengnya dengan sukarela. "Waaahhh!" "Matanya putih!" "Pemuda itu tampan sekali, bahkan meski matanya putih seperti itu," Para wanita jelas memuji ketampanan Arash yang tak biasa bagi mereka. Sedangkan para laki-laki jelas tak suka Arash dipuji seperti itu. "Hei, kalian para wanita hanya tahu tampan saja apanya yang tampan dari wajah seperti itu?" "Be
Pertandingan dimulai, pengawal yang bertugas membawa acara mulai berteriak dengan lantang. "Silahkan gunakan senjata apa saja, persyaratan menang hanya jika lawan keluar dari arena atau mengaku kalah," jelas pembawa acara. "Silahkan yang berani memulai bisa maju terlebih dulu, jika dua kali menang secara berturut-turut, maka ia boleh beristirahat dan maju ke babak selanjutnya." Seorang pria bertubuh tinggi besar dan berotot melompat maju masuk ke dalam arena pertarungan. Tubuh pria itu bahkan lebih besar dari Fatta, pria itu tampak sangar dengan jambang di wajah dan kepala yang botak membuatnya terlihat semakin menakutkan. "Peserta pertama, siapa yang akan melawannya?" tanya pembawa acara. Seorang pria muda maju, tampilannya sederhana, tetapi ia memegang sesuatu di kedua tangannya. Jarak arena dengan kursi penonton cukup jauh, sekitar 50 meter. Jadi Fatta menyipitkan matanya untuk memperhatikan senjata yang pemuda itu pegang, terlihat tidak asing bagi Fatta. "Hahah
"Pemuda itu memiliki tubuh yang kuat serta bakat alami dari seorang ahli beladiri," komentar Arash, Fatta yang mendengar itu tentu tak paham karena ia bukanlah ahli dalam beladiri dan ilmu energi dalam. "Apa yang membuatnya lebih kuat? Bukankah senjata masa depan cukup untuk menjatuhkan pemuda kecil itu?" tanya Fatta sembari melihat ke arena pertarungan. "Nggak semudah itu paman, bagi beberapa ahli beladiri, mereka bisa menciptakan energi Mana di dalam tubuh, bisa jadi energi listrik malah membangkitkan Mana yang ada di dalam tubuhnya. Lihatlah ia bahkan nggak terjatuh setelah terkena senjata itu," jelas Arash. "Kamu benar, setahuku ahli bela diri memiliki macam-macam energi Mana tersendiri, seperti teman-teman seperguruanmu, ada yang memiliki Mana medis, ada yang memiliki Mana api dan ada yang memiliki Mana tanah. Tetapi Arash, apa Manamu?" "Aku nggak memiliki Mana seperti itu paman, paman tau bukan aku nggak bisa menciptakan energi Mana, aku menyerap dan membuatnya. Jadi Mana
"Bruak!" Pemuda yang memakai senjata pedang terlempar ke arah kursi penonton. Pria yang memakai ikat kepala itu tersenyum kejam ketika melihat pemuda berpedang mengeluarkan darah dari bibirnya. "Pemenangnya adalah Tuan Karsa dari Padepokan Sanjaya! Siapa yang akan melawannya?" teriak pembawa acara sembari mengangkat tangan Karsa, si pria yang memakai ikat kepala merah. "Bam!" Fatta melompat ke tengah arena, Arash melihat ke arah Alan. Ternyata Alan masih berbicara dengan pejabat lainnya. "Haish! Paman Alan, menolehlah sesekali ke arena!" gumam Arash. Fatta yang melihat Alan tidak menoleh kepadanya mulai mengangkat kedua tangannya. Melambai ke arah Alan, Raja Lingga mengira Fatta melambai kepadanya, hanya membalas dengan anggukan dan senyum tipis. Tetapi Fatta masih melambai, membuat semua orang kebingungan. "Tuan, ini waktunya bertarung, apa kamu sudah siap?" tanya pembawa acara. Tetapi Fatta hanya mengangguk, ia masih menghadap ke arah Alan dan melambaikan tangannya.
Alan menatap Arash, Arash yang saat ini sedang menatap ke arah arena merasakan tatapan ke arahnya, ketika ia menoleh ia mendapati Alan tersenyum ke arahnya. Melihat itu Arash juga tersenyum, yang Arash tahu paman Alan adalah adik angkat ayahnya, kata paman Fatta, paman Alan adalah pria yang cerdas, mudah mengingat sesuatu. Bukan cuma itu, Alan juga tampil begitu mempesona meski umurnya sudah tak muda lagi. "Siapa pria yang saat ini menatapmu?" tanya Han Hae Su. "Pamanku, paman Alan," sahut Arash, ada kebanggaan tersendiri bagi Alan yang selama ini merasa tidak memiliki keluarga. Bukan hanya Alan, ia masih memiliki paman-paman lainnya dari tim pasukan bayangan. Bukan paman kandung, tetapi sudah seperti keluarga yang sebenarnya. Arash berharap foto ayahnya ada pada Alan, Arash menjadi tak sabar ingin bertemu Alan. Jika tidak mengingat kedudukan pamannya saat ini, ingin rasanya Arash menerobos kursi para pejabat. (Wah, mulai banyak ya silumannya!) Tiba-tiba Raja Iblies yang tadi
Fatta mulai melayangkan pukulan terkuatnya, membuat Karsa terlempar hingga membentur dinding di dekat kursi para petarung."Bruak!""Uhuk!""Grrraaahhh!"Beberapa siluman kera lainnya mulai menunjukkan bentuk asli mereka, turun dari kursi penonton dan langsung menyerang Fatta. Melihat itu tentu Arash takkan membiarkan hal itu terjadi. "Mei Xue, bawa Nona Han Hae Su pergi ke tempat yang aman, aku harus membantu paman Fatta."Mei Xue mengangguk, jadi ia dan Han Hae Su pergi ke tempat yang menurut Mei Xue aman. Para prajurit juga mulai melindungi di sekitar tempat Raja Lingga berada. "Yang Mulia, keadaan sudah nggak aman, sebaiknya Yang Mulia pergi ke tempat yang aman," kata Alan. "Benar Yang Mulia, kalau tetap di sini, takutnya para siluman berniat nggak baik," kata Bian pula. Raja Lingga menggeleng, "aku harus bertemu Arash, kalau aku pergi sekarang, takutnya nggak punya kesempatan bertemu lagi.""Yang Mulia, aku jamin aku akan mempertemukanmu dengan Arash, sebaiknya Yang Mulia per
Para siluman kera mulai berkumpul dari segala arah, mereka memasuki pusat kota dan berlari ke arah gedung pertarungan dilaksanakan. Satu persatu siluman kera mulai memasuki arena. Ada sekitar 100 pasukan siluman kera. Sepertinya mereka telah merencanakan semua ini, dengan adanya bala bantuan siluman kera. Sudah dapat dipastikan mereka ingin menduduki kerajaan Bamaraya. "Habislah kamu anak muda, kamu nggak akan mampu menghadapi pasukan sebanyak ini!" kata Ramos dengan tawa menggelegar, tawa yang terlihat kejam serta meremehkan. "Apa ada yang mau kamu katakan, mungkin ini hari terakhir kamu melihat dunia!" kata salah satu siluman kera, para siluman lainnya tertawa mengejek. Semua siluman mengepung Arash dan Fatta di tengah arena, bahkan sebagian dari mereka mulai menduduki kursi petarung yang kosong. Alan dan Bian berada di sisi lain arena, melihat pertarungan yang terlihat tak seimbang. Begitu pula dengan petarung dari perguruan Kalijagat. Mereka berada di tempat yang tidak be
"Srriiiiinnnggg!!" Sebuah tongkat berwarna merah melayang dan hampir memukul Arash, beruntung Arash mampu menangkis serangan tongkat berwarna merah itu. Tongkat berwarna merah itu memiliki ukiran-ukiran istimewa. Seolah itu adalah mantra sihir yang melingkari batang tongkat merah. Kekuatan yang dihasilkan juga sangat kuat, hingga Arash terdorong ke belakang ketika menahan serangan tongkat merah. "Klang! Klang! Klang!" Tongkat berwarna merah itu bahkan mampu menyerang Arash dengan kekuatan penuh. Ketika Arash ingin menghapusnya, tongkat merah itu tak bisa dihapuskan. Ia memiliki keabadiannya tersendiri, karena tongkat merah adalah artefak kuno, sama seperti kuas ajaib. "Plap!" ketika tongkat merah kembali, seorang siluman kera dengan warna bulu keemasan memegang tongkat merah dengan wajah mengejek. Di kepalanya terdapat mahkota emas sederhana. "Yang Mulia Raja!" teriak siluman kera lainnya, ternyata tongkat merah adalah milik Raja siluman kera. "Kamu anak itu bukan?" tunju