Bukan hanya menggambar pepohonan buah, Arash juga membuatkan bangunan-bangunan kokoh untuk warga yang tidak ditangkap. Arash berpikir, jika memberikan mereka kesempatan sekali lagi, setidaknya Arash harus menyiapkan alat agar mereka bisa memulai. Setidaknya mereka memiliki tempat berlindung dan bekerja. Jika telah dibuatkan alat, sedangkan mereka tidak mempergunakannya dengan baik. Maka bukan orang lain yang bersalah, melainkan diri mereka sendiri. Setidaknya Arash ingin percaya jika setiap manusia masih menyimpan kebaikan di hatinya, untuk dirinya sendiri. Melihat dengan mudahnya Arash membuat pohon dan bangunan menjadi nyata membuat semua warga terpana, hampir tak percaya dengan apa yang mereka lihat. Namun semua adalah nyata bukan mimpi, dikira hanya mitos, namun sihir nyatanya memang ada. "Dewa!!" "Pemuda ini adalah seorang Dewa!" "Seorang Dewa turun untuk menolong kita!" Beberapa warga bekas pasukan perompak kelompok besar langsung berlutut dan bersujud kepada Arash.
Tak terasa selama 5 hari perjalanan menuju kerajaan Bamaraya, akhirnya Arash, Fatta, Han Hae Su dan pasukan Elang Hitam sampai di pusat kota kerajaan. Han Hae Su tak henti-hentinya menatapi pusat kota, selama ini ia selalu berada di pusat penelitian. Jadi Han Hae Su tak pernah melihat seperti apa keadaan di masa lalu, karena hanya para pahlawan yang memiliki akses untuk pergi menjalankan misi dari para anggota dewan. "Nona, kamu cantik sekali, cobalah beberapa baju dari tokoku, bahannya sangat lembut, kamu pasti akan suka Nona," teriak paman penjual pakaian. Melihat itu Han Hae Su menyadari baju yang ia pakai sudah terlihat lusuh, beberapa noda terlihat di kemeja putihnya. "Arash, bisakah kamu membelikanku baju, aku tak punya banyak, tapi aku punya perhiasan ini." Han Hae Su memberikan sebuah kalung emas miliknya kepada Arash, melihat itu Arash hanya mendorong kembali tangan Han Hae Su. "Kalau hanya baju, aku bisa belikan," sahut Arash. Han Hae Su tentu tersenyum senang, seda
Rambut Arash mulai memanjang, rambut putihnya mulai terlihat tumbuh, jadi Arash mulai mengikat rambutnya karena ia merasa gerah. Pemuda dengan rambut sebagian putih, memakai topeng dengan tatapan tajam merah menyala. Hal yang ada pada diri Arash sudah cukup mencolok dan menarik perhatian orang banyak, terlebih saat ini dua orang wanita cantik menggandeng tangannya, Arash merasa ingin berteriak! Namun jika teringat akan ibunya, ia tak boleh menyakiti wanita baik. Jika itu wanita jahat, mungkin Arash akan bersikap berbeda. "Kakak, kamu ingat wanita dari masa depan itu? Aku mengikuti wanita itu, dia pergi ke daerah padang pasir, nggak cuma satu, ada beberapa tempat yang bernuansa sama dengan tempat itu, di sana mereka menahan banyak anak kecil dan dewasa untuk dijadikan bahan penelitian," kata Mei Xue memberikan informasi yang selama ini ia dapatkan. Arash mendengarkan dengan baik, "setahumu ada berapa pusat penelitian di sana?" tanya Arash lagi. "Ada 5, tetapi kudengar salah
"Hei, lepas topeng kalau mau ikut, kami nggak membenarkan kecurangan jenis apa pun," seorang pengawal yang bertugas sebagai pencatat menegur Arash. Fatta maju dan berkata, "bagaimana bisa memakai topeng dikatakan curang?" tanyanya tidak terima. "Kalau nggak mau lepas topeng, nggak boleh daftar!" kata pengawal itu. "Haish! Mau ikut lomba saja ribet sekali!" protes Fatta, beberapa orang malah menunggu Arash untuk melepas topengnya. Han Hae Su dan Mei Xue yang berada di tepi antrian juga penasaran dengan wajah Arash tanpa topeng. Yah, lagipula tak ada alasan pula saat ini untuk Arash memakai topengnya, jadi Arash melepaskan topengnya dengan sukarela. "Waaahhh!" "Matanya putih!" "Pemuda itu tampan sekali, bahkan meski matanya putih seperti itu," Para wanita jelas memuji ketampanan Arash yang tak biasa bagi mereka. Sedangkan para laki-laki jelas tak suka Arash dipuji seperti itu. "Hei, kalian para wanita hanya tahu tampan saja apanya yang tampan dari wajah seperti itu?" "Be
Pertandingan dimulai, pengawal yang bertugas membawa acara mulai berteriak dengan lantang. "Silahkan gunakan senjata apa saja, persyaratan menang hanya jika lawan keluar dari arena atau mengaku kalah," jelas pembawa acara. "Silahkan yang berani memulai bisa maju terlebih dulu, jika dua kali menang secara berturut-turut, maka ia boleh beristirahat dan maju ke babak selanjutnya." Seorang pria bertubuh tinggi besar dan berotot melompat maju masuk ke dalam arena pertarungan. Tubuh pria itu bahkan lebih besar dari Fatta, pria itu tampak sangar dengan jambang di wajah dan kepala yang botak membuatnya terlihat semakin menakutkan. "Peserta pertama, siapa yang akan melawannya?" tanya pembawa acara. Seorang pria muda maju, tampilannya sederhana, tetapi ia memegang sesuatu di kedua tangannya. Jarak arena dengan kursi penonton cukup jauh, sekitar 50 meter. Jadi Fatta menyipitkan matanya untuk memperhatikan senjata yang pemuda itu pegang, terlihat tidak asing bagi Fatta. "Hahah
"Pemuda itu memiliki tubuh yang kuat serta bakat alami dari seorang ahli beladiri," komentar Arash, Fatta yang mendengar itu tentu tak paham karena ia bukanlah ahli dalam beladiri dan ilmu energi dalam. "Apa yang membuatnya lebih kuat? Bukankah senjata masa depan cukup untuk menjatuhkan pemuda kecil itu?" tanya Fatta sembari melihat ke arena pertarungan. "Nggak semudah itu paman, bagi beberapa ahli beladiri, mereka bisa menciptakan energi Mana di dalam tubuh, bisa jadi energi listrik malah membangkitkan Mana yang ada di dalam tubuhnya. Lihatlah ia bahkan nggak terjatuh setelah terkena senjata itu," jelas Arash. "Kamu benar, setahuku ahli bela diri memiliki macam-macam energi Mana tersendiri, seperti teman-teman seperguruanmu, ada yang memiliki Mana medis, ada yang memiliki Mana api dan ada yang memiliki Mana tanah. Tetapi Arash, apa Manamu?" "Aku nggak memiliki Mana seperti itu paman, paman tau bukan aku nggak bisa menciptakan energi Mana, aku menyerap dan membuatnya. Jadi Mana
"Bruak!" Pemuda yang memakai senjata pedang terlempar ke arah kursi penonton. Pria yang memakai ikat kepala itu tersenyum kejam ketika melihat pemuda berpedang mengeluarkan darah dari bibirnya. "Pemenangnya adalah Tuan Karsa dari Padepokan Sanjaya! Siapa yang akan melawannya?" teriak pembawa acara sembari mengangkat tangan Karsa, si pria yang memakai ikat kepala merah. "Bam!" Fatta melompat ke tengah arena, Arash melihat ke arah Alan. Ternyata Alan masih berbicara dengan pejabat lainnya. "Haish! Paman Alan, menolehlah sesekali ke arena!" gumam Arash. Fatta yang melihat Alan tidak menoleh kepadanya mulai mengangkat kedua tangannya. Melambai ke arah Alan, Raja Lingga mengira Fatta melambai kepadanya, hanya membalas dengan anggukan dan senyum tipis. Tetapi Fatta masih melambai, membuat semua orang kebingungan. "Tuan, ini waktunya bertarung, apa kamu sudah siap?" tanya pembawa acara. Tetapi Fatta hanya mengangguk, ia masih menghadap ke arah Alan dan melambaikan tangannya.
Alan menatap Arash, Arash yang saat ini sedang menatap ke arah arena merasakan tatapan ke arahnya, ketika ia menoleh ia mendapati Alan tersenyum ke arahnya. Melihat itu Arash juga tersenyum, yang Arash tahu paman Alan adalah adik angkat ayahnya, kata paman Fatta, paman Alan adalah pria yang cerdas, mudah mengingat sesuatu. Bukan cuma itu, Alan juga tampil begitu mempesona meski umurnya sudah tak muda lagi. "Siapa pria yang saat ini menatapmu?" tanya Han Hae Su. "Pamanku, paman Alan," sahut Arash, ada kebanggaan tersendiri bagi Alan yang selama ini merasa tidak memiliki keluarga. Bukan hanya Alan, ia masih memiliki paman-paman lainnya dari tim pasukan bayangan. Bukan paman kandung, tetapi sudah seperti keluarga yang sebenarnya. Arash berharap foto ayahnya ada pada Alan, Arash menjadi tak sabar ingin bertemu Alan. Jika tidak mengingat kedudukan pamannya saat ini, ingin rasanya Arash menerobos kursi para pejabat. (Wah, mulai banyak ya silumannya!) Tiba-tiba Raja Iblies yang tadi
Semua orang menatap Rama secara bergantian dengan Arash, Kedua ayah dan anak itu memiliki wajah yang begitu tampan. Hanya saja Arash memiliki mata dan rambut berwarna putih. Itu membuatnya terlihat berbeda. "Arash, ternyata kamu tampan karena ayahmu," kata Jatiagung. "Nggak juga, ibunya juga cantik," sahut Rama dengan senyum ramah. Arash senang begitu mendengar ayahnya memuji ibunya, meski ia tidak bersama mereka. "Jadi bagaimana bisa kalian ada di sini?" tanya Rama akhirnya. Arash nampak kebingungan, apa ia harus bercerita dengan jujur kepada ayahnya itu? Jadi Arash menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "Uhm, aku ke sini untuk mengendalikan Raja Iblis yang ada di dalam tubuhku," jelas Arash. Perkataan itu jelas mengubah ekspresi Rama, ia terlihat sedih. "Tapi ayah, aku sudah nggak marah kepadamu," kata Arash buru-buru. Rama kembali tersenyum, 'sudah nggak marah? Rupanya anakku sempat sakit hati atas keputusanku, maafkan aku Arash! Aku nggak layak menjadi ayahm
Setelah Arash mengatakan itu, Fatta dan Jatiagung berlari dengan cepat untuk menghadang Ketua Yohan dan Ketua Agung. "Arash, jangan tawar menawar dengan mereka. Mereka dari sekte kegelapan nggak bisa dipercaya," kata Jatiagung. "Arash, lukis ayahmu sekarang, biar paman yang hadapi mereka!" seru Fatta pula. "Cih, kalian pikir kalian mampu!" sahut Ketua Yohan. "Kita coba saja, jangan terlalu banyak omong!" sahut Jatiagung. Setelah itu keempat pria dewasa itu saling bertarung, Arash tidak boleh melewatkan kesempatan itu. Itu karena Raja Iblislah yang memintanya untuk segera melukis ayahnya Rama. (Arash, aku nggak suka ayahmu, tetapi saranku, hanya ayahmu yang bisa menghadapi manusia-manusia ini) Memangnya ayahku sehebat itu? Raja Iblis terkekeh saat itu, (kamu pikir siapa lagi yang punya ide untuk menyegel ku bahkan di tubuh anaknya sendiri, hanya ayahmu saja yang dengan cepat berpikir seperti itu) Karena itulah Arash mengambil keputusan itu, Arash mengeluarkan
"Masuklah gadis-gadis cantik!" seorang pria penjaga membuka pintu yang merupakan ruangan khusus ketua sekte kegelapan. Ruangan itu begitu besar dengan beragam sajian menarik dari surga dunia. Begitu memasuki ruangan itu, awalnya Arash mengira mereka akan menemui para pria tua, nyatanya mereka adalah pria yang nampak masih berumur sekitar diawal 40an. "Plak!" seseorang bahkan memukul pantat Arash, membuat Arash tersenyum mengerikan. Ia bahkan ingin segera melayangkan tinjunya saat ini juga, tetapi Anastasya segera memegang tangan Arash. Begitu pula dengan Mei Xue, ia juga menahan tangan Arash. Sudut bibir Arash terasa berkedut karena memaksakan senyum di wajahnya. "Wah para gadis telah datang," pria-pria itu bersorak dan meminta penjaga pintu untuk menutup pintu."Cepat menari sayang!""Goyangkan pantatmu cantik!" "Tap!" setelah pintu tertutup, Arash berjalan perlahan ke pintu. Disana penjaga pintu mengira Arash mencoba menggodanya, ia tersenyum dengan lidah menyapu bibirnya. Te
Arash menatap foto itu dan mulai menggambar, "Nona, dari mana kamu mendapatkan benda seperti ini? Bukankah ini foto?" tanya Arash. "Aku punya seorang teman wanita, dia melakukan perjalanan sendirian, ia sampai di tempat ini, kamu lihat pria ini? Dia adalah kakaknya," jelas Imelda. Arash mengangguk paham, "aku tanya satu hal lagi, apa dia mendapatkan ini dari masa depan?" tanya Arash. Karena benda berupa foto itu hanya bisa di dapatkan dengan kamera saja. "Kamu benar, darimana kamu tahu? Aku nggak tahu lebih tepatnya seperti apa, yang jelas temanku menggunakan barang yang belum pernah aku lihat," Imelda nampak bersemangat. Baju pengantin yang Imelda minta telah selesai dibuat, setelah Imelda mencobanya semua orang terpana melihat baju pengantin itu. Baju pengantin tradisional yang nampak indah di tubuh Imelda. "Nona Imelda, kamu cantik sekali." Perkataan Arash itu disetujui oleh semua orang, begitu pula dengan Norman. Setelah giliran Imelda, sekarang Arash juga menggambar b
Arash segera mengikuti Anastasya, ia begitu khawatir dengan keadaan teman-temannya. Jika apa yang Anastasya katakan benar, maka kemungkinan saat ini keadaan teman-temannya akan sulit. Mengingat begitu sulit mencari makanan di tempat ini. Arash dengan langkah yang terburu-buru mengikuti Anastasya dari belakang, tetapi betapa bingungnya Arash begitu mendapati teman-temannya malah makan dengan nikmat. Bahkan tidak terlihat kesulitan. "Ha! Apa yang baru saja aku khawatirkan?" gumam Arash kesal. "Arash! Akhirnya kamu keluar juga!" Fatta segera menghampiri Arash, begitu pula dengan Jatiagung dan Norman. Sedang Mei Xue segera berlari dan memeluk Arash, perasaan baru seminggu Arash berada di dalam gua. Mengapa mereka memperlakukan Arash seolah lama tak berjumpa. "Haish! Jangan memeluk seperti ini, sungguh memalukan." Arash berusaha melepaskan pelukan Mei Xue darinya, tetapi gadis muda itu masih mempererat pelukannya, ia menangis terisak di dalam pelukan Arash. Arash menatap F
Arash mengepalkan tangannya, ia merasa tak kuat dan ingin membuka matanya, ia ingin bertemu kedua orangtuanya. Hal yang wajar bukan? "Arash, mengapa kamu nggak membuka mata nak?" suara Rama lagi-lagi terdengar di telinga Arash. "Arash, maafkan ayah! Arash ...." Ketika Arash ingin membuka mata, kali ini suara Rama menghilang. Berganti dengan suara Fatta. "Arash, kamu mengapa ada di sini? Lama sekali paman menunggumu di luar!" "Arash apa yang kamu lakukan? Buka matamu, tempat ini aneh sekali! Arash!" "Astaga, ini yang nggak paman suka darimu! Kamu berbuat sesuka hatimu Arash!" "Arash, apa yang kamu tunggu, cepatlah kita pergi!" Kali ini Arash ingin membuka matanya, ingin memukul suara yang meniru suara Fatta. Haish! Arash benar-benar kesal, bahkan ketika ia mengomel seperti itu sangat mirip dengan pamannya. "Arash, cepatlah! Haish, karena inilah kedua orangtuamu meninggalkan kamu Arash, karena kamu sulit diatur!" Arash mengepalkan tangannya, saat ini rasanya ada kedut
"Yah, hanya itu keinginan kami, makanan lezat, seperti yang aku lihat, kamu menggunakan kuas ajaib milik Raja Iblies, jadi aku juga tahu kalau benda itu nggak bisa digunakan oleh orang lain dan hanya bisa digunakan olehmu, benar bukan!" Anastasya duduk sembari menyilangkan kaki. Ia memakan buah di atas meja. Buah yang nampak bening, tidak seperti buah lainnya, lebih seperti agar-agar. "Katakan lebih dulu apa yang harus aku lakukan?" tanya Arash. "Kamu hanya perlu menahan makan dan minum, bukan hanya itu, setelah itu kamu nggak boleh bicara, meski kamu ingin bicara, bahkan di dalam hatimu." Anastasya melirik Arash, ia tahu kalau cara ini akan berhasil. "Dari mana aku tahu kalau cara itu berhasil? Kamu bisa saja membunuhku," tuduh Arash. Anastasya tergelak, "membunuhmu? Apa itu mungkin sedangkan di dalam tubuhmu sedang bersemayam Raja Iblies, anak muda aku nggak senekat itu ingin membunuhmu! Apa kamu nggak sadar kalau selama ini kedua siluman itu juga sedang mengikuti mu?" tanya Ana
Arash menahan kedutan di wajahnya, kalau bukan karena Fatta adalah pamannya, sudah pasti pukulan ini akan melayang kepadanya. "Paman!" protes Arash dengan mata mendelik. Fatta menahan tawanya, ia bahkan sedikit menjauh karena tak kuasa menahan tawa. Astaga! Arash sungguh menggemaskan di mata Fatta. "Mengapa Kakak jadi terlihat lebih cantik dariku?" protes Mei Xue. Bukannya senang, Arash malah memberi Mei Xue jitakan di kepala. "Aduh!" Mei Xue hanya bisa mengelus kepalanya kemudian mengikuti Arash tanpa berani mengejeknya lagi. Tidak berapa lama akhirnya mereka sampai di depan halaman sekte bunga beracun. Seperti namanya bunga beracun tersebar di mana-mana, dengan keindahan yang mampu menggoda siapa pun yang melihatnya. Ketika terhisap aromanya, seseorang bisa saja mati. Karena itulah Norman, Jatiagung dan Fatta hanya bisa melihat dari kejauhan. Hal tepat ketika mengirim Mei Xue yang merupakan siluman ular, sedangkan Arash, ia memiliki Elixir healing potion yang bisa ia m
Mereka keluar dari rumah Norman ketika keadaan telah lebih baik, para warga di kota pertengahan beraktivitas seperti biasa dan tidak begitu peduli dengan keberadaan mereka. Kota ini nampak cantik, rumah-rumah di sini memang berukuran kecil. Dibuat dari bahan yang bukan kayu biasa. Kalau menatap ke arah selatan dan utara mereka bisa lihat kalau ada bangunan-bangunan megah yang menjulang tinggi. Bukan hanya itu, pemandangan pagi ini memang menggambarkan tempat ini seolah surga dunia. Karena ada bunga-bunga indah yang menghiasinya, ada pula batu-batu indah dengan nilai tinggi. Air yang mengalir deras seperti sungai-sungai kecil dengan aneka ikan hias di dalamnya. "Guru, batu apa ini?" tanya Arash, ia belum pernah melihat batuan indah yang ada di kota pertengahan. "Batu merah delima, jantung sang Naga." ketika Norman mengatakan itu Naga muda bereaksi. "Heh?!" "Hanya perumpamaan saja," Norman tertawa. Setelah itu Naga muda kembali berkamuflase dan bertengger di bahu Arash.