"Dia pemilik warung bakso langgananku tempatnya ada di seberang kantor. Gimana? Mau?" Sontak saja Sifa cemberut dan berwajah masam. Ibra tergelak melihat ekspresi Sifa yang tadinya berbinar kini berubah jadi masam. "Ya kali, Pak, dari seorang bodyguard berubah haluan jadi Mbak jualan bakso. Gak bonafit banget sih.""Lho, kamu jangan salah, Sif, meskipun kang bakso juga kalau duitnya banyak kan gak masalah.""Ya tapi gak gitu juga kali, Pak. Kalau kang baksonya yang ganteng gagah dan tampan sih gak masalah.""Lah kan tadi kamu yang minta dicarikan sugar daddy? Nah Pak Malik itu lah orangnya.""Au ah terserah Bapak aja."Ibra kembali tergelak karena Sifa semakin terlihat kesal. Sedangkan Ayra sejak tadi mengelilingi pandangannya yang ingin tahu dan melihat kalau para benalu itu masih ada ataukah tidak. "Tenang aja, Mbak, mereka udah gak ada. Sudah diusir sama Pak Tedi sama Pak Harun tadi," ucap Sifa seolah-olah mengerti apa yang Ayra pikirkan. "Oh, baguslah kalau begitu.""Ngomong-ng
Tiba-tiba saja rasa panas menjalar di kepala Ayra. Otaknya pun ikut mendidih mendengar cemoohan para karyawan Ibra. "Huft, kenapa sih ada saja orang-orang yang gak punya otak seperti mereka. Kenapa mereka harus nyinyir sama hidup orang? Kalau mereka mau kan mereka bisa mengikuti apa yang aku lakukan?" gumam Ayra dalam hatinya. Ayra bergegas menyudahi buang hajatnya karena ingin sekali ia menyumpal mulut para juliderwati itu. Namun, belum sempat ia keluar dari dalam wc tiba-tiba saja terdengar suara Sifa yang sangat khas yakni, cempreng bak kaleng rombeng itu memekakkan telinga. Ayra pun sangat yakin kalau suara Sifa mampu membuat para karyawati itu terkejut setengah mati. "Woi ngapain lu-lu pada ngimongin Bos gue? Mau gue laporin sama dia apa!" hardik Sifa yang baru saja keluar dari dalam wc setelah ia menuntaskan hajatnya. "Siapa lu? Keluar-keluar tuh suara dah kek kaleng rombeng berisik bener di kuping gue." Salah seorang karyawati itu menyahuti ucapan Sifa sembari tangannya me
"Kita? Iri sama lu? Hello memangnya lu siapa? Najis banget kita-kita iri sama lu." Kali ini Mayla yang menimpali ucapan mereka untuk membantu bestie nya yakni, Difa. "Bilang saja gak usah gengsi begitu. Tandanya orang iri tu ya seperti kalian ini. Iri tanda tak mampu.""Ngapain iriin kelakuan pelacur kek lu? Bergelayut manja sama si Bos. Dikira situ oke?" "Lho, apa yang salah kalau bergelayut manja sama suami sendiri. Situ sehat? Apa sakit otak? Oh mungkin gila kali ya. Masa meluk, rangkul suami sendiri dikatain pelcur? Kalian punya pacar kan? Sudah dibobol berapa kali? Lebih pelaxur mana gue apa kalian berdua? Dibobol tanpa dinikahi. Ups keceplosan i'm sorry. Hahahaha." Ayra menutup mulutnya seolah-olah ia tidak sengaja mengatakan itu. Padahal ia sengaja melakukannya untuk membalas nyinyiran Mayla dan Difa tadi. Dan hal itu ditambah semakin runyam dengan Sifa yang ikut tergelak mendengar ucapan Ayra pada Difa dan Mayla padahal sejak ucapan Ayra itu tangan Mayla juga Difa sudah meng
Ibra yang baru saja selesai meeting bersama para klien nya mendadak terkejut saat ada salah seorang pria yang membisikkan sesuatu di telinganya. "Kamu serius?" tanya Ibra pada pria yang bernama Abey tersebut. Abey menganggukkan kepalanya mantap, ia sangat yakin atas apa yang ia sampaikan pada Ibra. "Maaf ya untuk semuanya, saya harus kembali ke ruangan kerja saya sekarang karena ada urusan." Ibra berpamitan pada para kliennya sebelum ia meninggalkan ruangan rapat itu. "Panggil orang-orang itu segera ke ruangan saya!" titah Ibra pada Abey sebelum ia beranjak dari ruang meeting. Abey menganggukkan kepalanya tanda mengerti. Setelah kepergian Ibra, Abey pun segera melakukan apa yang Ibra perintahkan. ***"Sayang? Maaf ya lama nunggunya," ucap Ibra pada Ayra saat dirinya baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya. Ia melihat Ayra yang sibuk bermain ponselnya sembari duduk di atas sofa empuk yang ada di ruangan itu. Sedangkan Sifa? Bocil itu pun juga melakukan hal yang sama dengan Ayra.
"Tapi, Pak, ini gak adil buat kami! Kami ini sudah mengabdi selama 5 tahun lho. Kamu sudah membantu memajukan perusahaan Bapak! Apakah ini balasannya? Sungguh kami gak sangka kalau pemilik perusahaan tempat kami bekerja nyatanya sangat arogan sekali. Seharusnya kami ini mendapatkan penghargaan karena tanpa bantuan kami juga perusahaan ini gak akan maju." Meyla mencoba mencibir Ibra. Niatnya agar pria itu kena mental. Namun, nyatanya justru mereka telah memperlihatkan kebodohan mereka sendiri. Padahal mudah saja, tinggal mereka ber legowo minta maaf dengan tulus pada Ayra pastilah Ibra akan memaafkan mereka. Namun, nyatanya mereka juga lebih sombong dari yang Ibra perkirakan. "Cih! Benar-benar turunan iblis kalian itu. Jangan mengungkit soal apa yang sudah kalian berikan pada perusahaan karena faktanya apa yang perusahaan berikan kepada kalian sudah jauh lebih dari sekedar cukup. Bahkan, kami juga membiarkan kalian merasakan enaknya uang perusahaan bukan? Kalau saya mau, bisa saja s
"Maafkan aku ya, Mas." Ibra menoleh ke arah Ayra dengan kening berkerut. "Maaf untuk apa?""Ya karena aku kamu jadi marah-marah dan itu membuatmu pusing. Lagian kenapa kamu pecat mereka? Kalau bukan karena aku juga kamu gak akan pecat mereka kan? Seharusnya kamu jangan menghubungkan masalah pribadi sama urusan kerjaan kan kesannya gak profesional." Ibra menatap Ayra dalam dan medua tangannya terjulur dan memegang kedua pipi Ayra. "Dengarkan Mas ya Sayang, mereka dipecat bukan karena persoalan kamu. Anggaplah itu salah satu faktornya tapi sepenuhnya bukan karena itu. Bukankah tadi kamu dengar sendiri kalau Mas memecat mereka karena mereka sudah melakukan korupsi berbentuk sual di perusahaan ini. Mas gak mau semakin lama Mas membiarkan mereka membuat yang lain nanti ikut-ikutan. Jelas itu salah bukan? Perbuatan yang sangat merugikan bukan hanya perusahaan saja melainkan yang lainnya juga. Orang mau masuk kerja itu untuk mendapatkan uang bukan untuk mengeluarkan uang.""Tapi pada fakta
"Argh sialan! Tuh perempuan emang bener-bener bawa sial di kehidupan kita ya," ujar Meyla dengan menggebu-gebu. Napasnya pun tersengal saat mengingat dirinya dikuliti habis-habisan oleh Ibra di depan Ayra. Meyla dan Difa merasa jatuh harga diri mereka karena sudah dipermalukan sedemikian rupa di depan perempuan yang telah dihinanya. "Iya gue gak terima pokoknya diperlakukan seperti ini. Mana main pecat aja lagi," timpal Difa yang napasnya juga terdengar ngos-ngosan. Baik Difa maupun Meyla sama-sama tengah membereskan barang-barangnya dari ruangan mereka. Sejatinya mereka masih sangat membutuhkan pekerjaan itu tapi apa mau dikata semua sudah terjadi. Meyla dan Difs tak mau Ibra berubah pikiran dan berakhir dengan mereka berada di penjara. "Yuk kita pulang, nanti kita pikirkan lagi gimana caranya membalas ini semua. Jujur gue masih belum bisa terima dipecat secara sepihak begini," ajak Difa pada Meyla. Meyla tidak menanggapi ucapan Difa melainkan ia menggigit bibir bawahnya. Melihat
"Ngapain kamu senyum-senyum sendiri?" Suara Abey membuat lamunan Sifa tentang dirinya buyar seketika. Kepala Sifa celingak-celinguk mencari Difa dan Meyla. "Nyari siapa?" "Tuh duo racun pada kemana?" "Hongkong.""Eh jauh bener emangnya Mas ganteng lihat paspornya?""Iya barusan." "Lahhh grepe-grepe dong.""Siapa juga yang doyan sama bentuk body bulat begitu." Abey pergi meninggalkan Sifa karena dirasa sudah aman. Toh pembicaraan itu terlihat konyol dan garing. "Hey Mas ganteng mau kemana?""Nyari calon bini!" seloroh Abey yang membuat Sifa membelalakkan matanya. "Lahhh ini calon bini di depan mata udah." Abey mengabaikan celotehan Sifa dan terus melangkah menjauhi Sifa. Sifa yang sudah benar-benar kesengsem sama pesona Abey pun tak mau kalau pria itu sampai benar-benar mendapatkan calon istri. "Baru calon kan? Jadi aku masih ada kesempatan buat deketin kan? Mana tahu kita berjodoh," gumam Sifa dan mengikuti kemana Abey pergi. Sifa benar-benar ingin memanfaatkan kesempatan yang