Beranda / Pernikahan / KARMA MERTUA / TUKANG NYINYIR

Share

TUKANG NYINYIR

Penulis: Reinee
last update Terakhir Diperbarui: 2021-07-04 18:46:01

"Ibu kenapa, Mas, semalem?" Tak bisa kucegah rasa penasaranku saat suamiku pulang pagi itu dari rumah ibunya.

 

"Nggak tau tuh, nangis terus ngeluh sakit. Ditanya sakitnya dimana nggak dijawab. Besok deh kalau pas bawa kontrol coba sekalian aku tanyakan ke dokternya."

 

"Obatnya sudah diminumkan belum?" tanyaku curiga jangan-jangan si Rita lupa belum ngasih obatnya karena kebiasaan anak itu sibuk mainan HP.

 

"Kata si Rita udah sih." Mas Daru menguap lebar. "Duuh padahal hari ini kerjaanku dari Wisnu numpuk, tapi malah ngantuk banget," keluhnya.

 

"Lha emang tadi nggak tidur di sana?"

 

"Mana bisa tidur, Ris. Ibu ngaduh terus kesakitan. Nggak bisa tidur aku jadinya."

 

"Katanya mau gantian jaga sama Rita. Gimana sih?"

 

"Dia tidur, aku nggak tega mau bangunin."

 

'Hmmm, manggil kakaknya minta tolong gantian jaga, eh sendirinya malah molor,' batinku. Kuserahkan segelas teh hangat padanya. 

 

"Jangan terlalu dimanjakan, nanti ngelunjak," kataku. Dalam hati aku terkikik geli, nggak tega sebenarnya ngomong nyinyir begitu sama suami.

 

***

 

Siang itu, Mas Daru pamit pergi ke tempat sahabatnya, Wisnu, mengantarkan job terjemahan yang dia ambil. Sementara aku bermaksud menyibukkan diri di dapur menyiapkan makan siang untuk anak-anakku. Baru mulai kupakai celemek ketika tiba-tiba kudengar suara cempreng Budhe Endar, tetangga kontrakanku, dari luar meneriakkan namaku.

 

"Mbak Riris, Mbak!" teriaknya. Terdengar ketukan di pintu depan. Aku tergopoh membukanya.

 

"Ada apa, Budhe?" tanyaku saat melihat wajahnya di balik pintu.

 

"Itu ... ada yang nyari, Mbak," tunjuknya pada seseorang yang nangkring di atas motornya. Kulongokkan kepalaku keluar dan kulihat seorang wanita sedang duduk dengan santainya di atas motor keluaran terbarunya. 

 

"Intan," sapaku.

 

"Mas Daru ada, Mbak?" tanyanya tanpa beranjak dari tempatnya duduk.

 

"Baru keluar, Tan. Ada perlu apa?" tanyaku.

 

"Masih lama nggak ya?" Benar-benar tidak sopan ini anak. Bertamu ke rumah orang kok nggak mau turun dari motor. Pantesan tadi Budhe Endar mukanya kucel menatapnya tidak suka.

 

"Enggak sih kayaknya. Cuma ngumpulin kerjaan aja. Masuk dulu, Tan," ajakku basa basi. Dengan malas-malasan dia turun dari motornya dan memperhatikan sekeliling kontrakanku sebentar. Ini memang pertama kalinya dia datang kesiini. Padahal sudah hampir 2 tahun aku dan Mas Daru tinggal di sini, tapi baik ipar-iparku itu ataupun ibu mertuaku belum pernah ada yang datang berkunjung ke kontrakan kami.

 

"Ayo masuk!" ajakku lagi.

 

"Nggak usah mbak, aku disini aja," jawabnya dengan tatapan aneh. Barangkali jijik karena rumah kontrakan ini kecil dan tidak bagus, jauh dengan rumah suaminya yang baru atau rumah ibu yang luas.

 

"Tapi nggak ada kursi lho, Tan, di luar, ke dalam aja sambil duduk," kataku basa-basi. Entah kenapa belakangan aku jadi hobi mengusili adik-adik iparku ini. Aku senang saat melihat wajah-wajah mereka bete dan merasa nggak nyaman.

 

Dia terlihat agak menimbang, lalu akhirnya berjalan malas-malasan masuk ke dalam kontrakan.

 

"Maaf ya tempatnya kayak gini," godaku sambil menahan senyum. "Silahkan duduk!"

 

Dia hanya tersenyun tipis tidak segera duduk di kursi tamuku yang murahan. Terlihat geli dengan ruang tamuku yang juga sangat kecil mungkin. 

 

"Mau minum apa?" tanyaku.

 

Belum sempat dia jawab, terdengar suara motor Mas Daru berhenti di luar.

 

"Mas!" Intan langsung menghambur keluar lagi, melupakan tawaranku tentang minuman.

 

"Lho, Tan, Kamu disini? Ada apa?" tanya Mas Daru kaget.

 

"Ayo Mas ikut aku." Dia menarik tangan suamiku.

 

"Ikut kemana? Hari ini kamu tugas jaga ibu kan?" tanya Mas Daru.

 

"Iya .. Ayo Mas Daru kesana juga sekarang," bujuknya manja.

 

"Lha kenapa to memangnya? Ibu kenapa?" selidik suamiku.

 

"Wis to, Mas. Pokoknya ayo, yang penting Mas kesana dulu. Ayok!" Dia tetap memaksa.

 

Mas Daru tampak bingung menatapku berusaha mencari jawaban, aku mengedikkan bahuku mengisyaratkan padanya bahwa aku pun tak tahu apa-apa.  Kenapa ini si Intan? Kemarin adiknya, Rita, eh sekarang gantian dia yang bertingkah aneh.

 

***

 

"Siapa to Mbak itu tadi?" tanya Budhe Endar menghampiriku di teras rumah sesaat setelah Mas Daru pergi mengikuti adiknya.

 

"Eee itu ... anu Budhe," Aku bingung mau bilang apa ke tetanggaku itu. Masa' iya aku punya adik yang nggak ada sopannya kayak gitu. "Adiknya Mas Daru, Budhe," kataku sambil terkekeh kecil berharap dia paham dengan situasinya.

 

"Eeeee ladalah ... adiknya Mas Daru to? Kok buedaa banget yo Mbak sama kakaknya. Lha wong kakaknya baik dan sopan gitu e, lha kok adiknya penyinyilan," kata Budhe Endar dengan cara ngomongnya yang khas. Kutahan tawaku dengan komentarnya.

 

"Yaah begitulah, Budhe."

 

"Ndak pernah kelihatan kesini ya, Mbak?"

 

"Iya, Budhe. Orang sibuk soalnya," kataku sarkas sambil terkikik. Tetanggaku itu pun jadi ikutan terkikik.

 

***

 

"Hiih, kebangeten si Intan," gerutu suamiku saat tiba di rumah.

 

"Kenapa, Mas?"

 

"Masa' Ibu buang air besar dia malah lari kesini manggil aku."

 

"Ya ampun, jadi tadi Intan kesini gara-gara Ibu BAB?"

 

"Iyoo ..." Aku terbahak mendengar itu. 

 

"Lha kok malah ketawa to, Ris?" suamiku keheranan melihatku tertawa lepas.

 

"Nggak papa kok," terpaksa kuhentikan tawaku saat melihat wajahnya bersungut. Takut dia tersinggung dengan tawaku. "Pikir aja sendiri itu adik-adikmu, Mas, Ya Allah." Kututupi mulutku agar suamiku tak melihatku tertawa.

 

"Kalau kayak gini mah mendingan kita disana aja, Ris," ujarnya sebelum menyeruput teh hangatnya.

 

"Nah, mulai deh ... mulai deh," kataku memelototinya. 

 

"Kan enak aku nggak usah bolak balik gini, capek! Kalau kayak gini ya sama aja aku juga yang ngerawat Ibu," gerutunya lagi.

 

"Kebanyakan dimanja sih. Gitu deh jadinya," nyinyirku. Astaghfirullah, sekarang aku malah jadi tukang nyinyir nih gara-gara punya hobi baru ngisengin ipar-iparku.

Bab terkait

  • KARMA MERTUA   IKATAN IBU DAN ANAK

    Hari itu hari kelima Ibu telah berada di rumahnya, dan giliran Mas Daru dan aku yang menjaganya. Pagi pagi benar sudah kusiapkan beberapa pakaian untuk suami dan anak-anakku menginap disana. Bismillah, kutata hatiku untuk bisa menjalani ini dengan ikhlas.Kami langsung menuju rumah Ibu setelah mengantarkan Rendra dan Jody ke sekolah mereka terlebih dahulu. Dan alangkah terkejutnya kami saat tiba disana melihat Intan mondar mandir seperti setrikaan di teras rumah."Lama amat sih, Mas, Mbak. Aku harus buru-buru pulang nih," omelnya."Ini masih jam berapa to, Tan? Belum ada jam 7 juga kok udah dibilang telat," kataku membela diri."Ya sudah sana kalau mau pulang sekarang," kata Mas Daru setelah memarkirkan motornya di teras rumah. "Ibu sudah diberi sarapan kan?" tanya Mas Daru."Belum," sahut Intan."Lha ..

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-04
  • KARMA MERTUA   MIMPI BURUK IBU

    Aku sedang menunggui kedua anakku belajar di depan TV ruang tengah ketika Mas Daru menghampiri kami dan ikut duduk di karpet tempatku dan anak-anak berlesehan-ria."Apa sudah tidur? Kok ditinggal?""Sudah barusan. Tadinya nggak mau tidur, takut katanya.""Takut? Takut kenapa, Mas?" tanyaku keheranan."Nggak tau, orang cuma bilang takut, gitu aja. Ditanyain takut apa, diem aja.""Oooh." Aku manggut-manggut. Sejenak kemudian kurasa aku teringat sesuatu. "Eh Mas, jangan-jangan ibumu takut sama aku ya?" ujarku."Takut sama kamu? Memangnya kenapa?""Soalnya tadi tuh gini lho ... " Aku mulai nerocos menceritakan kejadian tadi siang ke suamiku saat dia sedang keluar menjemput anak-anak dari sekolah. Mas Daru kelihatan mengerutkan keningnya."Masa' gitu?" Reaks

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-04
  • KARMA MERTUA   MAP USANG

    "Lagi ngapain sih Mas Kok mondar mandir?"tanyaku keheranan saat kulihat Mas Daru siang itu hanya bolak balik dari kamar ibunya ke teras, ke kamar lagi, lalu ke dapur, ke kamar lagi, ke dapur lagi, ke teras hingga membuatku ikutan pusing."Duh, aku lupa, Ris. Gimana ya enaknya?" Dia malah balik bertanya padaku."Apanya yang gimana?" Dahiku mengernyit."Nanti sore waktunya kontrol Ibuk. Ini Rita aku hubungi malah HP nya nggak aktif," katanya. Dari ketiganya, memang hanya suami Rita yang saat ini memiliki mobil, mungkin maksud Mas Daru dia mau minta bantuan Iwan, suaminya Rita, untuk membawa Ibunya kontrol ke rumah sakit."Lha kan kemarin dia sudah bilang katanya ada acara keluarga," kataku mengingatkannya."Iya tapi kan barangkali nggak sampe sore acaranya. Jadi bisa kuminta tolong Iwan buat ngantar Ibuk ke rum

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-07
  • KARMA MERTUA   PETUNJUK

    Menjalani hidup bersamanya selama lebih dari 8 tahun membuatku cukup bisa merasakan suasana hatinya saat itu. Sedih dan kecewa sudah pasti. Di usia 35 tahunnya bahkan dia baru mengetahui hal mengenai siapa dirinya yang sebenarnya tanpa sedikitpun dia tahu atau setidaknya ada tanda maupun sedikit petunjuk selama ini.Seharian aku hanya bisa menemaninya dalam diam di kontrakan kami tak berani mengajaknya bicara. Mas Daru pun nampak enggan mengeluarkan suara sejak kami pulang dari rumah ibunya. Bahkan pagi itu saat kami pulang, dia tidak sanggup mengucapkan pamit pada orang tua itu, wanita yang biasanya sangat dia hormati.Seolah ingin sedikit memberikan ruang untuknya sedikit bernafas, aku membiarkannya berdiam diri seharian di kamar. Kusiapkan makan, minum, dan segala kebutuhannya hari itu tanpa bersuara. Anak-anakku pun tak kuijinkan mendekati ayahnya agar dia bisa berpikir dengan tenang.

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-10
  • KARMA MERTUA   HILANGNYA UANG IBU

    Di rumah Ibu mertuaku hari itu tak seperti minggu kemarin. Mas Daru terlihat sedikit canggung, lebih banyak diam dan justru banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak dibanding menemani ibunya.Saat sampai disana pagi itu, tak seperti sebelumnya, Mas Daru juga tak langsung ke kamar ibunya. Dia malah memilih untuk berdiam diri di halaman belakang rumah menikmati rokoknya."Biasa aja to Mas, nggak usah begitu sikapnya," tegurku. "Nanti ibumu malah jadi bertanya-tanya," lanjutku."Aku nggak papa kok," katanya."Kuantar makanan ini dulu ke kamar ibu ya?" pamitku menunjukkan senampan bubur dan teh hangat di tanganku."Biar aku saja," cegahnya buru buru berdiri dari kursi kayu tua yang tadi didudukinya."Benar nggak papa?" tanyaku memastikan."Iya nggak papa, kamu

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-11
  • KARMA MERTUA   KEMBALINYA ROMANTISME DARU

    Wajah kami berempat terlihat tegang saat ibu mertuaku menjulurkan tangannya ke samping tempat tidur."Tolong ambilkan kunci di bawah kasur ibuk," katanya pada Mas Daru.Mas Daru berjalan lebih mendekat, lalu melakukan apa yang disuruh oleh ibunya. Sebuah kunci kecil berwarna perak yang disembunyikan ibu di bawah tempat tidurnya."Ini buk?" tanya Mas Daru. Ibu mengangguk."Iya, Ru. Kamu buka laci paling bawah di lemari itu. Ibu masih punya beberapa simpanan perhiasan disana."Mas Daru menurut, dia membuka laci lemari dan mengambil sekotak perhiasan yang ternyata disimpan ibu di laci kecil yang terletak tersembunyi di bagian paling bawah lemari pakaiannya.Diserahkannya kotak perhiasan itu pada ibunya. Aku, Intan dan Rita hanya bisa terdiam di tempat masing-masing. Hatiku masih sangat dongkol dengan

    Terakhir Diperbarui : 2021-07-18
  • KARMA MERTUA   BU DIRGA

    "Ada perlu apa dengan ibu saya?" kata pemuda yang sepertinya sepantaran dengan Mas Daru itu pada kami setelah mempersilahkan kami duduk di teras rumahnya yang kecil namun asri.Mas Daru nampak bingung. Mungkin dia tak tahu harus bicara apa."Gini, Mas, kami datang ingin menanyakan tentang panti asuhan Mutiara Bunda pada beliau," jelasku hati-hati."Tapi ibu saya sudah lama tidak bekerja disana, Bu.""Panggil saja saya Riris, Mas," ucapku padanya karena tidak nyaman dia memanggilku dengan sebutan 'Bu'. "Ini suami saya, Mas Daru." Aku memperkenalkan suamiku juga padanya."Oh ya, Saya Eko, Mbak, Mas," katanya memperkenalkan diri."Ngomong-ngomong saya sudah tahu, Mas, kalau Bu Dirga sudah tidak bekerja di panti lagi. Kemarin kami sempat ke alamat panti itu dan ternyata sekarang

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-06
  • KARMA MERTUA   BOGEM MENTAH DARU

    Mas Daru mengajakku ke rumah Rita pagi itu setelah mengantarkan anak-anak kami sekolah.Rumah adik iparku itu banyak perubahan, lebih mewah dan terlihat sudah banyak renovasi dimana-mana. Jauh lebih bagus dari terkahir kali kami berkunjung ke sini saat anaknya, Diva, lahir.Rita nampak kaget melihat kedatangan kami yang tiba-tiba. Raut mukanya terlihat agak gugup, berulang kali meninggalkan kami berdua sebelum Mas Daru sempat berbicara apapun padanya.Dan untuk kesekian kalinya dia baru menampakkan diri lagi setelah beberapa menit masuk ke dalam rumah. Waktu kami datang, dia mempersilahkan aku dan Mas Daru duduk di kursi tamu di teras rumah.Tak lama berselang setelah Rita muncul dari balik pintu kamar tamunya, sebuah mobil berhenti di depan rumah. Dan aku mengenali mobil itu adalah milik Iwan, suami Rita. Iwan turun dari mobil dengan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-08-09

Bab terbaru

  • KARMA MERTUA   PART 25 (ENDING)

    "Udah dulu ya Kak Daru, Kak Riris. Hari minggu besok kita kesitu, Papa kangen pengen ketemu Rendra sama Jody katanya. See you ..." Shinta melambaikan tangannya pada kami. Lalu perlahan layar laptop Mas Daru menampilkan wajah beberapa orang; Shinta, Dewo, dan anak perempuan semata wayang mereka yang baru berusia 4 tahun, Livia, serta Papa. Kami saling melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan.Saat wajah-wajah itu menghilang dari layar, aku dan Mas Daru saling pandang, lalu direngkuhnya tubuhku ke dalam pelukannya. Senyum bahagianya mengembang. Sementara anak-anak kami, Rendra dan Jody segera berlari menjauhi kami."Yah, Bu, kita main lagi di belakang ya?" kata Rendra sambil berlari menuju kolam renang kecil di belakang rumah kami."Iya, Sayang. Hati-hati lho, jaga adik!" sahut suamiku.

  • KARMA MERTUA   PART 24

    Jody, anak bungsuku menghambur ke pelukanku ketakutan. Sementara Rendra, kakaknya, cepat-cepat merapatkan tubuhnya ke tubuhku."Takut, Bu," rengek si kecil Jody."Nggak papa, Sayang. Itu cuma petir," kataku mencoba menenangkannya."Ayah kenapa belum pulang, Bu?" tanya Rendra sambil mempererat pegangan tangannya pada selimut tebal kami.Malam itu hujan turun sangat lebat, seingatku yang terlebat sepanjang beberapa bulan terakhir. Suara gelegar petir juga seolah ingin memporak-porandakan seisi bumi. Berulang kali kupandangi jam dinding di kamar kami. Ini sudah lewat jam 10 malam dan Mas Daru belum juga sampai di rumah. Ponselnya tak bisa dihubungi sejak pesan terakhirnya sebelum maghrib tadi, dia bilang bahwa sudah dalam perjalanan pulang.

  • KARMA MERTUA   PART 23

    "Sepertinya waktunya nggak tepat, Mas," kataku sambil kusenggol bahu suamiku saat kami memasuki gang ke rumah Bu Dirga."Nggak tepat gimana?" Nampaknya dia belum menyadari, tapi segera kutunjuk beberapa orang sedang bergerombol di sepanjang gang menuju rumah Bu Dirga itu."Kayaknya lagi ada acara di rumah Bu Dirga," kataku menebak-nebak."Iya ya?" Mas Daru segera menyuruhku turun dari motornya, dan dia sendiri mematikan mesin motor lalu mendorongnya perlahan menuju segerombol orang yang kami temui pertama kali."Assalamu'alaikum ... Maaf Pak, ada acara apa ya?" tanya mas Daru pada salah satu lelaki dalam kelompok itu."Ooh, santunan anak yatim piatu di rumah Bu Dirga, Mas," jawabnya."Oh." Ak

  • KARMA MERTUA   PART 22

    "Apa-apaan ini? Ngapain kalian dirumah ini?!!" Teriakan Intan yang sudah beberapa meter di depanku ke arah orang-orang itu sangat keras hingga aku menghentikan langkah. Aku berusaha mengenali orang-orang yang sedang diteriaki Intan itu, tapi tidak berhasil. Tak pernah kulihat salah satu pun dari mereka sebelumnya."Kamu ini siapa?" Si wanita paruh baya yang tadinya berdiri membelakangi Intan itu menoleh. Wajahnya nampak garang, mungkin dia marah ada orang datang yang tiba-tiba meneriakinya seperti itu."Harusnya aku yang nanya, kalian ini siapa dan ngapain di rumah ibuku?!" teriak Intan lagi tak kalah garang."Ooooo ... kamu pasti Intan kan?" Wanita itu terdengar terkekeh kecil mengulurkan tangannya ke arah Intan. "Kenapa tidak bilang dari tadi? Kalau mau ambil barang-barang ibumu silahkan saja, santai saja, rumah ini belum mau ditempat

  • KARMA MERTUA   PART 21 (FIVE PARTS TO END)

    Pagi itu kususul Mas Daru ke rumah sakit setelah kutitipkan kedua bocahku ke budhe Endar, tetangga kontrakanku. Beruntungnya hari ini adalah hari minggu, jadi mereka libur sekolah. Dia mengirimiku pesan semalam dan bilang kalau aku harus kesana pagi-pagi, ada hal penting yang harus dibicarakannya, dan aku mengira itu pasti tentang ibunya.Saat tiba disana, kulihat Mas Daru sedang duduk menghadapi Intan yang sedang menangis sesenggukan. Mata wanita itu terlihat sangat merah, sepertinya menangisnya sudah lumayan lama. Sementara wajah suamiku terlihat sangat lelah, matanya pun memerah seperti dia tidak tidur semalaman. Kuhampiri Mereka yang duduk di sudut ruangan tunggu tak jauh dari ruang ICU."Ada apa?"Aku meletakkan goodie bag yang kubawa dari rumah untuk menaruh bekal. Pagi tadi kusempatkan memasakkan sarapan untuk suamiku dan a

  • KARMA MERTUA   IBU BUNUH DIRI (DARU P.O.V)

    Tak pernah kurasakan kegelisahan dan kesedihan yang sebesar ini selama hidupku, bahkan tidak saat aku menunggui bapak sakaratul maut beberapa tahun yang lalu. Melihat ibu terbaring kritis di ruang ICU membuatku merasa sepertinya dia akan pergi meninggalkanku. Dia memang bukan ibu kandungku, tapi takkan bisa kupungkiri bahwa aku mencintainya lebih dari diriku sendiri.Walaupun dia bukan wanita yang sempurna, karena memang tak ada manusia sempurna di dunia ini. Namun pengorbanan dan kasih sayangnya telah membawaku tumbuh menjadi sebesar ini tanpa kekurangan membuatku tak bisa menutup mata dengan kondisinya saat ini.Dia mungkin tak memiliki kesempurnaan cinta seorang ibu, tapi setidaknya sepanjang hidupku sebelum aku bertemu dengan Riris, istriku, dialah wanita pertama yang mencintai segala kekurangan dan kelebihanku.

  • KARMA MERTUA   KABAR DARI ANAK BU DIRGA

    "Kamu yakin yang dibeli Rita itu obat tidur, Ris?" tanya Mas Daru tiba-tiba."Nggak tau aku, Mas. Kan yang ngelihat Sri, bukan aku. Tapi Sri sih anaknya bisa dipercaya menurutku, aku udah kenal dia lama, dari SD. Terlepas apa dia ngerti itu obat tidur apa nggak ya," ujarku. Dia terdiam lama."Kenapa sih Mas memangnya? Kok jadi penasaran sama obat tidur?""Nggak. Aku kok kepikiran kalau obat tidur itu buat ibuk ya, bukan untuk Rita sendiri," katanya tiba-tiba dan itu jelas membuatku kaget. Aku bahkan sama sekali tidak punya pikiran ke arah sana."Hah??" Aku pun membelalak. Bagaimana mungkin suamiku berpikiran seperti itu. Dia yang kukenal selama ini jarang memiliki pikiran negatif terhadap orang lain. "Kenapa Mas berpikir begitu?" tanyaku penasaran. Dia nampak berpikir sejenak."Kamu tau kan gimana Rita sama I

  • KARMA MERTUA   OBAT TIDUR

    Malam itu udara sangat dingin, tapi heranku Mas Daru tidur bermandi peluh di sampingku. Aku tidak mendengarnya mengeluh sakit apapun seharian itu, dia nampak sehat dan beraktifitas seperti biasa.Kumiringkan badanku ke arahnya, lalu kutempelkan punggung tanganku ke dahi, wajah serta lehernya. Semuanya normal, tak ada tanda-tanda sakit di badannya. Tubuhnya sedikit menggeliat saat kuberingsut ke bawah untuk memegang telapak kakinya, suhu kakinya juga normal.Kulirik jam dinding di kamar, sudah hampir jam 1 dini hari dan aku berniat segera memejamkan mata agar tak bangun kesiangan.Entah berapa lama aku telah terlelap, ketika tiba-tiba aku mendengar suara orang berteriak-teriak dekat sekali dengan telingaku. Sontak aku membuka mata dan kulihat Mas Daru sedang mengigau memanggil-manggil ibunya. Sigap aku bangun dan ku tepuk-tepuk lembut pipi suamiku itu.

  • KARMA MERTUA   DIUSIR DARI RUMAH IBU

    "Apa kamu akan pergi, Le?"Terdengar sayup suara ibu dari belakang rumah saat aku hendak mengambilkan camilan untuk anak-anakku di dapur sore itu. Mas Daru memang paling senang berada di serambi belakang kala sedang berkutat dengan pekerjaannya di laptop sambil menikmati pemandangan pematang sawah yang terbentang luas. Dan sudah beberapa hari belakangan ibu senang menemaninya bekerja sambil duduk di kursi rodanya."Pergi kemana, Buk?" suara jawaban Mas Daru. Kupelankan aktifitasku di dapur agar tak mengganggu pembicaraan ibu dan anak itu."Ibu mendengar pertengkaranmu dengan adikmu tadi pagi. Istrimu pasti marah sama adikmu, Ru. Apa kalian akan meninggalkan ibu?" Terdengar tawa kecil Mas Daru setelah ibunya menyelesaikan kalimat."Nggak, Buk. Riris nggak papa, Ibu nggak usah khawatir. Nanti kalau Ibuk sudah bisa jalan sendiri seperti biasa, Daru bar

DMCA.com Protection Status