Home / Pernikahan / KARMA MERTUA / KEKERASAN HATI

Share

KEKERASAN HATI

Author: Reinee
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Harusnya kamu nggak ngomong seperti itu sama mereka, Ris," protes Mas Daru saat dia mengantarkanku kembali kerumah.

 

 

"Tapi itu demi kebaikan semua, Mas. Aku nggak mau beban merawat ibu hanya dilimpahkan padamu saja, sedangkan kedua adikmu bisa bebas seenaknya. Itu nggak adil," ujarku.

 

 

Kulihat Mas Daru mendesah. Entahlah, mungkin dia sekarang berpikir menyesal telah memperistriku, aku tidak peduli. Aku hanya tidak ingin lagi diinjak injak oleh adik-adiknya.

 

 

"Sudahlah aku pusing. Aku balik ke rumah sakit dulu ya. Kita pikirkan lagi besok," katanya dengan muka masam dan ditekuk. Aku tak mau ambil pusing dengan sikap Mas Daru. Biarlah apa kata orang, yang penting mertua dan ipar-iparku tak bisa lagi menindasku.

 

***

 

Pagi itu Mas Daru pulang dengan wajah masih muram. Sepertinya dia belum bisa menerima penolakanku untuk pindah ke rumah ibunya.

 

"Kopi, Mas?" Kutawarkan secangkir kopi untuknya seperti biasa.

 

"Nggak usah lah, aku mau tidur aja, capek." Kudengar nada bicaranya sedikit ketus. Kulirik dia berjalan gontai ke dalam kamar. Aku menduga dia marah, karena tidak biasanya menolak kopi yang sudah kubuatkan. 

 

"Kamu marah sama aku, Mas?" Dia terlihat kaget saat menyadari aku sudah ada di belakangnya. 

 

"Enggak," jawabnya singkat.

 

"Kalau nggak marah kenapa ngomongnya kayak gitu?" Dia mendudukkan dirinya dengan malas di tepi tempat tidur sambil melepas kaosnya.

 

"Aku hanya sedikit kecewa. Ternyata kamu belum bisa memaafkan ibu, Ris." Kuhela nafas dan tersenyum berat mendengar perkataannya.

 

"Mas, ini bukan masalah memaafkan atau tidak. Tentu saja aku harus memaafkan, dia ibuku juga. Aku cuma ingin semuanya ikut andil merawat ibumu. Bukan semuanya dilimpahkan ke kita," protesku.

 

"Tapi aku kan nggak enak, Ris, sama adik-adikku. Aku ini anak tertua. Harusnya aku bisa menyelesaikan masalah ini sendiri, tidak perlu merepotkan mereka."

 

"Tapi itu ibu mereka juga lho, Mas. Apa salahnya mereka ikut merawat? Bukannya mereka juga punya kewajiban untuk itu?"

 

"Ah sudahlah, Ris. Males aku bahas itu. Capek, aku mau tidur dulu." 

 

Hmmmm, baiklah, aku tahu kenapa suamiku bersikap seperti ini. Sepulangnya dari rumah sakit kemarin sore, pastilah kedua adiknya yang manja itu merengek pada kakaknya.

 

***

 

Hari menjelang siang ketika Mas Daru bangun dengan tergesa, pergi ke kamar mandi dan bersiap pergi.

 

"Lhoh, mau kemana, Mas?" tanyaku.

 

"Ke Kantor Pos, Ris."

 

"Ngapain?"

 

"Mau nanyain masalah gaji pensiun Bapak bulan besok itu gimana, soalnya ibu kan lagi sakit, jadi nggak bisa ngambil sendiri kesana."

 

"Oooh ... ya Mas. Makan dulu aja kalau gitu, udah aku siapin," kataku.

 

"Iya nanti aja pulangnya aku makan. Takut kesiangan."

 

Mas Daru segera berlalu keluar. Aku baru ingat soal itu. Iya benar, bapak mertuaku memang dulunya berprofesi sebagai PNS. Dan sepeninggalan suaminya, ibu mertuaku hidup dari pensiunannya. Syukurlah, setidaknya kebutuhan hidup ibunya selama dia sakit tidak akan terlalu membebani suamiku. Apalagi kondisi kami saat ini sedang juga sedang kesulitan seperti ini. Bahkan untuk membayar kontrakan saja terkadang kami telat.

 

***

 

Malam itu tidur lelapku terganggu dengan dering ponsel di samping Mas Daru yang berbunyi lumayan keras. 'Duuh siapa sih malam buta gini nelpon?' gerutuku. Kuraih ponsel itu dengan mata masih setengah terpejam. 

 

"Halo"

 

"Mas Daru mana, Mbak?" suara dari seberang tanpa salam. Astaghfirullah, itu si Rita, ngapain malam-malam gini nelpon?

 

"Mas, Mas ..." Kubangunkan suamiku yang masih terlelap.

 

"Hmmm."

 

"Rita nih nelpon," kataku menunjuk ponsel yang sedang kupegang.

 

"Ngapain?" tanyanya.

 

"Nggak tau." Aku menggeleng. Kuulurkan ponsel padanya yang masih berusaha mengumpulkan segenap kesadaran dari tidur lelap.

 

"Kenapa, Rit? Hah?? Ya disuruh tidur to. Haduuuuh kamu itu ... ya udah tunggu bentar Mas kesana." Mas Daru buru-buru bangkit dari tempat tidur setelah menutup telepon dan bergegas memakai pakaiannya.

 

"Kenapa, Mas?" 

 

"Itu si Rita, katanya ibu ngeluh sakit terus nggak mau tidur. Si Rita jadi nggak bisa tidur."

 

"Lha trus?"

 

"Ya aku mau kesana ini, gantian jaga Ibu sama Rita?"

 

"???" Aku melongo.

 

"Tolong kamu kunci pintu depan ya, Ris. Mungkin aku pulangnya sekalian besok pagi aja." 

 

'Haduuh anak manja itu, baru juga jagain ibunya sehari aja udah begitu' batinku.

 

Tadi siang ibu mertuaku memang sudah pulang dari rumah sakit. Dan karena aku bersikukuh untuk tetap tidak mau tinggal disana, akhirnya mau tidak mau semua menyetujui solusi yang kutawarkan kemarin. Meskipun dengan muka-muka masam mereka saat tadi kami bertemu di rumah sakit menjemput ibu pulang. Sepertinya mereka masih belum terima keputusan yang kubuat. Aku yakin mereka pasti makin membenciku dengan ulahku seperti ini. Biarlah, yang penting aku tetap nyaman dengan kehidupanku yang sekarang, tidak menumpang di rumah mertua lagi, tidak dianggap sebagai benalu, apalagi pembantu. Sudah cukup masa-masa itu bagiku. 

 

Dan hari pertama giliran Rita yang bertugas mengurus ibu. Tapi lihatlah, bahkan masih tengah malam buta pun dia sudah teriak-teriak memanggil kakaknya untuk datang membantunya.

Related chapters

  • KARMA MERTUA   TUKANG NYINYIR

    "Ibu kenapa, Mas, semalem?" Tak bisa kucegah rasa penasaranku saat suamiku pulang pagi itu dari rumah ibunya."Nggak tau tuh, nangis terus ngeluh sakit. Ditanya sakitnya dimana nggak dijawab. Besok deh kalau pas bawa kontrol coba sekalian aku tanyakan ke dokternya.""Obatnya sudah diminumkan belum?" tanyaku curiga jangan-jangan si Rita lupa belum ngasih obatnya karena kebiasaan anak itu sibuk mainan HP."Kata si Rita udah sih." Mas Daru menguap lebar. "Duuh padahal hari ini kerjaanku dari Wisnu numpuk, tapi malah ngantuk banget," keluhnya."Lha emang tadi nggak tidur di sana?""Mana bisa tidur, Ris. Ibu ngaduh terus kesakitan. Nggak bisa tidur aku jadinya.""Katanya mau gantian jaga sama Rita. Gimana sih?""Dia tidur, aku nggak tega mau bangunin."'Hmmm

  • KARMA MERTUA   IKATAN IBU DAN ANAK

    Hari itu hari kelima Ibu telah berada di rumahnya, dan giliran Mas Daru dan aku yang menjaganya. Pagi pagi benar sudah kusiapkan beberapa pakaian untuk suami dan anak-anakku menginap disana. Bismillah, kutata hatiku untuk bisa menjalani ini dengan ikhlas.Kami langsung menuju rumah Ibu setelah mengantarkan Rendra dan Jody ke sekolah mereka terlebih dahulu. Dan alangkah terkejutnya kami saat tiba disana melihat Intan mondar mandir seperti setrikaan di teras rumah."Lama amat sih, Mas, Mbak. Aku harus buru-buru pulang nih," omelnya."Ini masih jam berapa to, Tan? Belum ada jam 7 juga kok udah dibilang telat," kataku membela diri."Ya sudah sana kalau mau pulang sekarang," kata Mas Daru setelah memarkirkan motornya di teras rumah. "Ibu sudah diberi sarapan kan?" tanya Mas Daru."Belum," sahut Intan."Lha ..

  • KARMA MERTUA   MIMPI BURUK IBU

    Aku sedang menunggui kedua anakku belajar di depan TV ruang tengah ketika Mas Daru menghampiri kami dan ikut duduk di karpet tempatku dan anak-anak berlesehan-ria."Apa sudah tidur? Kok ditinggal?""Sudah barusan. Tadinya nggak mau tidur, takut katanya.""Takut? Takut kenapa, Mas?" tanyaku keheranan."Nggak tau, orang cuma bilang takut, gitu aja. Ditanyain takut apa, diem aja.""Oooh." Aku manggut-manggut. Sejenak kemudian kurasa aku teringat sesuatu. "Eh Mas, jangan-jangan ibumu takut sama aku ya?" ujarku."Takut sama kamu? Memangnya kenapa?""Soalnya tadi tuh gini lho ... " Aku mulai nerocos menceritakan kejadian tadi siang ke suamiku saat dia sedang keluar menjemput anak-anak dari sekolah. Mas Daru kelihatan mengerutkan keningnya."Masa' gitu?" Reaks

  • KARMA MERTUA   MAP USANG

    "Lagi ngapain sih Mas Kok mondar mandir?"tanyaku keheranan saat kulihat Mas Daru siang itu hanya bolak balik dari kamar ibunya ke teras, ke kamar lagi, lalu ke dapur, ke kamar lagi, ke dapur lagi, ke teras hingga membuatku ikutan pusing."Duh, aku lupa, Ris. Gimana ya enaknya?" Dia malah balik bertanya padaku."Apanya yang gimana?" Dahiku mengernyit."Nanti sore waktunya kontrol Ibuk. Ini Rita aku hubungi malah HP nya nggak aktif," katanya. Dari ketiganya, memang hanya suami Rita yang saat ini memiliki mobil, mungkin maksud Mas Daru dia mau minta bantuan Iwan, suaminya Rita, untuk membawa Ibunya kontrol ke rumah sakit."Lha kan kemarin dia sudah bilang katanya ada acara keluarga," kataku mengingatkannya."Iya tapi kan barangkali nggak sampe sore acaranya. Jadi bisa kuminta tolong Iwan buat ngantar Ibuk ke rum

  • KARMA MERTUA   PETUNJUK

    Menjalani hidup bersamanya selama lebih dari 8 tahun membuatku cukup bisa merasakan suasana hatinya saat itu. Sedih dan kecewa sudah pasti. Di usia 35 tahunnya bahkan dia baru mengetahui hal mengenai siapa dirinya yang sebenarnya tanpa sedikitpun dia tahu atau setidaknya ada tanda maupun sedikit petunjuk selama ini.Seharian aku hanya bisa menemaninya dalam diam di kontrakan kami tak berani mengajaknya bicara. Mas Daru pun nampak enggan mengeluarkan suara sejak kami pulang dari rumah ibunya. Bahkan pagi itu saat kami pulang, dia tidak sanggup mengucapkan pamit pada orang tua itu, wanita yang biasanya sangat dia hormati.Seolah ingin sedikit memberikan ruang untuknya sedikit bernafas, aku membiarkannya berdiam diri seharian di kamar. Kusiapkan makan, minum, dan segala kebutuhannya hari itu tanpa bersuara. Anak-anakku pun tak kuijinkan mendekati ayahnya agar dia bisa berpikir dengan tenang.

  • KARMA MERTUA   HILANGNYA UANG IBU

    Di rumah Ibu mertuaku hari itu tak seperti minggu kemarin. Mas Daru terlihat sedikit canggung, lebih banyak diam dan justru banyak menghabiskan waktu dengan anak-anak dibanding menemani ibunya.Saat sampai disana pagi itu, tak seperti sebelumnya, Mas Daru juga tak langsung ke kamar ibunya. Dia malah memilih untuk berdiam diri di halaman belakang rumah menikmati rokoknya."Biasa aja to Mas, nggak usah begitu sikapnya," tegurku. "Nanti ibumu malah jadi bertanya-tanya," lanjutku."Aku nggak papa kok," katanya."Kuantar makanan ini dulu ke kamar ibu ya?" pamitku menunjukkan senampan bubur dan teh hangat di tanganku."Biar aku saja," cegahnya buru buru berdiri dari kursi kayu tua yang tadi didudukinya."Benar nggak papa?" tanyaku memastikan."Iya nggak papa, kamu

  • KARMA MERTUA   KEMBALINYA ROMANTISME DARU

    Wajah kami berempat terlihat tegang saat ibu mertuaku menjulurkan tangannya ke samping tempat tidur."Tolong ambilkan kunci di bawah kasur ibuk," katanya pada Mas Daru.Mas Daru berjalan lebih mendekat, lalu melakukan apa yang disuruh oleh ibunya. Sebuah kunci kecil berwarna perak yang disembunyikan ibu di bawah tempat tidurnya."Ini buk?" tanya Mas Daru. Ibu mengangguk."Iya, Ru. Kamu buka laci paling bawah di lemari itu. Ibu masih punya beberapa simpanan perhiasan disana."Mas Daru menurut, dia membuka laci lemari dan mengambil sekotak perhiasan yang ternyata disimpan ibu di laci kecil yang terletak tersembunyi di bagian paling bawah lemari pakaiannya.Diserahkannya kotak perhiasan itu pada ibunya. Aku, Intan dan Rita hanya bisa terdiam di tempat masing-masing. Hatiku masih sangat dongkol dengan

  • KARMA MERTUA   BU DIRGA

    "Ada perlu apa dengan ibu saya?" kata pemuda yang sepertinya sepantaran dengan Mas Daru itu pada kami setelah mempersilahkan kami duduk di teras rumahnya yang kecil namun asri.Mas Daru nampak bingung. Mungkin dia tak tahu harus bicara apa."Gini, Mas, kami datang ingin menanyakan tentang panti asuhan Mutiara Bunda pada beliau," jelasku hati-hati."Tapi ibu saya sudah lama tidak bekerja disana, Bu.""Panggil saja saya Riris, Mas," ucapku padanya karena tidak nyaman dia memanggilku dengan sebutan 'Bu'. "Ini suami saya, Mas Daru." Aku memperkenalkan suamiku juga padanya."Oh ya, Saya Eko, Mbak, Mas," katanya memperkenalkan diri."Ngomong-ngomong saya sudah tahu, Mas, kalau Bu Dirga sudah tidak bekerja di panti lagi. Kemarin kami sempat ke alamat panti itu dan ternyata sekarang

Latest chapter

  • KARMA MERTUA   PART 25 (ENDING)

    "Udah dulu ya Kak Daru, Kak Riris. Hari minggu besok kita kesitu, Papa kangen pengen ketemu Rendra sama Jody katanya. See you ..." Shinta melambaikan tangannya pada kami. Lalu perlahan layar laptop Mas Daru menampilkan wajah beberapa orang; Shinta, Dewo, dan anak perempuan semata wayang mereka yang baru berusia 4 tahun, Livia, serta Papa. Kami saling melambaikan tangan mengucapkan salam perpisahan.Saat wajah-wajah itu menghilang dari layar, aku dan Mas Daru saling pandang, lalu direngkuhnya tubuhku ke dalam pelukannya. Senyum bahagianya mengembang. Sementara anak-anak kami, Rendra dan Jody segera berlari menjauhi kami."Yah, Bu, kita main lagi di belakang ya?" kata Rendra sambil berlari menuju kolam renang kecil di belakang rumah kami."Iya, Sayang. Hati-hati lho, jaga adik!" sahut suamiku.

  • KARMA MERTUA   PART 24

    Jody, anak bungsuku menghambur ke pelukanku ketakutan. Sementara Rendra, kakaknya, cepat-cepat merapatkan tubuhnya ke tubuhku."Takut, Bu," rengek si kecil Jody."Nggak papa, Sayang. Itu cuma petir," kataku mencoba menenangkannya."Ayah kenapa belum pulang, Bu?" tanya Rendra sambil mempererat pegangan tangannya pada selimut tebal kami.Malam itu hujan turun sangat lebat, seingatku yang terlebat sepanjang beberapa bulan terakhir. Suara gelegar petir juga seolah ingin memporak-porandakan seisi bumi. Berulang kali kupandangi jam dinding di kamar kami. Ini sudah lewat jam 10 malam dan Mas Daru belum juga sampai di rumah. Ponselnya tak bisa dihubungi sejak pesan terakhirnya sebelum maghrib tadi, dia bilang bahwa sudah dalam perjalanan pulang.

  • KARMA MERTUA   PART 23

    "Sepertinya waktunya nggak tepat, Mas," kataku sambil kusenggol bahu suamiku saat kami memasuki gang ke rumah Bu Dirga."Nggak tepat gimana?" Nampaknya dia belum menyadari, tapi segera kutunjuk beberapa orang sedang bergerombol di sepanjang gang menuju rumah Bu Dirga itu."Kayaknya lagi ada acara di rumah Bu Dirga," kataku menebak-nebak."Iya ya?" Mas Daru segera menyuruhku turun dari motornya, dan dia sendiri mematikan mesin motor lalu mendorongnya perlahan menuju segerombol orang yang kami temui pertama kali."Assalamu'alaikum ... Maaf Pak, ada acara apa ya?" tanya mas Daru pada salah satu lelaki dalam kelompok itu."Ooh, santunan anak yatim piatu di rumah Bu Dirga, Mas," jawabnya."Oh." Ak

  • KARMA MERTUA   PART 22

    "Apa-apaan ini? Ngapain kalian dirumah ini?!!" Teriakan Intan yang sudah beberapa meter di depanku ke arah orang-orang itu sangat keras hingga aku menghentikan langkah. Aku berusaha mengenali orang-orang yang sedang diteriaki Intan itu, tapi tidak berhasil. Tak pernah kulihat salah satu pun dari mereka sebelumnya."Kamu ini siapa?" Si wanita paruh baya yang tadinya berdiri membelakangi Intan itu menoleh. Wajahnya nampak garang, mungkin dia marah ada orang datang yang tiba-tiba meneriakinya seperti itu."Harusnya aku yang nanya, kalian ini siapa dan ngapain di rumah ibuku?!" teriak Intan lagi tak kalah garang."Ooooo ... kamu pasti Intan kan?" Wanita itu terdengar terkekeh kecil mengulurkan tangannya ke arah Intan. "Kenapa tidak bilang dari tadi? Kalau mau ambil barang-barang ibumu silahkan saja, santai saja, rumah ini belum mau ditempat

  • KARMA MERTUA   PART 21 (FIVE PARTS TO END)

    Pagi itu kususul Mas Daru ke rumah sakit setelah kutitipkan kedua bocahku ke budhe Endar, tetangga kontrakanku. Beruntungnya hari ini adalah hari minggu, jadi mereka libur sekolah. Dia mengirimiku pesan semalam dan bilang kalau aku harus kesana pagi-pagi, ada hal penting yang harus dibicarakannya, dan aku mengira itu pasti tentang ibunya.Saat tiba disana, kulihat Mas Daru sedang duduk menghadapi Intan yang sedang menangis sesenggukan. Mata wanita itu terlihat sangat merah, sepertinya menangisnya sudah lumayan lama. Sementara wajah suamiku terlihat sangat lelah, matanya pun memerah seperti dia tidak tidur semalaman. Kuhampiri Mereka yang duduk di sudut ruangan tunggu tak jauh dari ruang ICU."Ada apa?"Aku meletakkan goodie bag yang kubawa dari rumah untuk menaruh bekal. Pagi tadi kusempatkan memasakkan sarapan untuk suamiku dan a

  • KARMA MERTUA   IBU BUNUH DIRI (DARU P.O.V)

    Tak pernah kurasakan kegelisahan dan kesedihan yang sebesar ini selama hidupku, bahkan tidak saat aku menunggui bapak sakaratul maut beberapa tahun yang lalu. Melihat ibu terbaring kritis di ruang ICU membuatku merasa sepertinya dia akan pergi meninggalkanku. Dia memang bukan ibu kandungku, tapi takkan bisa kupungkiri bahwa aku mencintainya lebih dari diriku sendiri.Walaupun dia bukan wanita yang sempurna, karena memang tak ada manusia sempurna di dunia ini. Namun pengorbanan dan kasih sayangnya telah membawaku tumbuh menjadi sebesar ini tanpa kekurangan membuatku tak bisa menutup mata dengan kondisinya saat ini.Dia mungkin tak memiliki kesempurnaan cinta seorang ibu, tapi setidaknya sepanjang hidupku sebelum aku bertemu dengan Riris, istriku, dialah wanita pertama yang mencintai segala kekurangan dan kelebihanku.

  • KARMA MERTUA   KABAR DARI ANAK BU DIRGA

    "Kamu yakin yang dibeli Rita itu obat tidur, Ris?" tanya Mas Daru tiba-tiba."Nggak tau aku, Mas. Kan yang ngelihat Sri, bukan aku. Tapi Sri sih anaknya bisa dipercaya menurutku, aku udah kenal dia lama, dari SD. Terlepas apa dia ngerti itu obat tidur apa nggak ya," ujarku. Dia terdiam lama."Kenapa sih Mas memangnya? Kok jadi penasaran sama obat tidur?""Nggak. Aku kok kepikiran kalau obat tidur itu buat ibuk ya, bukan untuk Rita sendiri," katanya tiba-tiba dan itu jelas membuatku kaget. Aku bahkan sama sekali tidak punya pikiran ke arah sana."Hah??" Aku pun membelalak. Bagaimana mungkin suamiku berpikiran seperti itu. Dia yang kukenal selama ini jarang memiliki pikiran negatif terhadap orang lain. "Kenapa Mas berpikir begitu?" tanyaku penasaran. Dia nampak berpikir sejenak."Kamu tau kan gimana Rita sama I

  • KARMA MERTUA   OBAT TIDUR

    Malam itu udara sangat dingin, tapi heranku Mas Daru tidur bermandi peluh di sampingku. Aku tidak mendengarnya mengeluh sakit apapun seharian itu, dia nampak sehat dan beraktifitas seperti biasa.Kumiringkan badanku ke arahnya, lalu kutempelkan punggung tanganku ke dahi, wajah serta lehernya. Semuanya normal, tak ada tanda-tanda sakit di badannya. Tubuhnya sedikit menggeliat saat kuberingsut ke bawah untuk memegang telapak kakinya, suhu kakinya juga normal.Kulirik jam dinding di kamar, sudah hampir jam 1 dini hari dan aku berniat segera memejamkan mata agar tak bangun kesiangan.Entah berapa lama aku telah terlelap, ketika tiba-tiba aku mendengar suara orang berteriak-teriak dekat sekali dengan telingaku. Sontak aku membuka mata dan kulihat Mas Daru sedang mengigau memanggil-manggil ibunya. Sigap aku bangun dan ku tepuk-tepuk lembut pipi suamiku itu.

  • KARMA MERTUA   DIUSIR DARI RUMAH IBU

    "Apa kamu akan pergi, Le?"Terdengar sayup suara ibu dari belakang rumah saat aku hendak mengambilkan camilan untuk anak-anakku di dapur sore itu. Mas Daru memang paling senang berada di serambi belakang kala sedang berkutat dengan pekerjaannya di laptop sambil menikmati pemandangan pematang sawah yang terbentang luas. Dan sudah beberapa hari belakangan ibu senang menemaninya bekerja sambil duduk di kursi rodanya."Pergi kemana, Buk?" suara jawaban Mas Daru. Kupelankan aktifitasku di dapur agar tak mengganggu pembicaraan ibu dan anak itu."Ibu mendengar pertengkaranmu dengan adikmu tadi pagi. Istrimu pasti marah sama adikmu, Ru. Apa kalian akan meninggalkan ibu?" Terdengar tawa kecil Mas Daru setelah ibunya menyelesaikan kalimat."Nggak, Buk. Riris nggak papa, Ibu nggak usah khawatir. Nanti kalau Ibuk sudah bisa jalan sendiri seperti biasa, Daru bar

DMCA.com Protection Status