BAB KE : 157JANJI PRESIDEN UNTUK DUDUN SUPARMAN 16+"Apa yang saya kuatirkan menjadi kenyataan! Sekarang anak Saya yang diculik oleh mereka!? Ini pukulan keras bagi negara kita. Wibawa kita jatuh di mata internasional. Anak presiden bisa diculik oleh segelintir orang yang tidak jelas. Ini bukti otentik bahwa pertahanan negara kita sangat lemah! Paham?! ... sangat lemah!?"Wajah presiden mengelam di belakang meja ruang kususnya yang masih dalam lingkungan istana. Terlihat dia begitu murka, berdiri dengan kedua tangan bertelekan pada meja yang terbuat dari kayu jati berukir. Panjangnya sekitar tiga meter. Tubuh presiden agak membukuk dan condong ke depan, yang membuat sorot matanya terlihat semakin tajam. Suara keras dan menggelegar dengan mata nan tajam menyorot silih berganti tiga orang yang ada di depannya. Mereka yang disorot hanya menunduk, diam mendengar kemarahan Sang Presiden.Di bagian sebelah kanan terlihat Dudun Suparman dan Carut Kaesar Paniti duduk bersebelahan di a
BAB KE : 158DILEMA FAIZ 16+Setelah Presiden mengucapkan janjinya, pembicaraan antara mereka berempat pun selesai. Itulah keputusan yang diambil oleh sang presiden. Setelah pertemuan mereka berakhir, Carut, Henkono dan Dudun meninggalkan istana.Mereka bertiga membawa harapan dengan janji presiden tentang masa depan mereka kelak, jabatan yang selama ini memang mereka inginkan.****Sebelum dipanggil Presiden, Dudun telah datang ke tempat kejadian perkara penculikan. Kemudian melakukan penyelidikan. Kali ini cukup banyak bukti yang didapatkan Dudun, walau hanya berupa jarum, tanpa ada keterangan tentang ciri-ciri pelaku, tapi itu sudah cukup bila digabungkan dengan bukti-bukti kejahatan Kelompok Sang Pengadil sebelumnya. Meskipun semua korban tidak sadarkan diri sebelum pelaku muncul. Sementara orang yang berada di dalam cafe tidak mengetahui kejadian tersebut. Namun, dari tiga mobil sedan yang ditinggalkan penculik, Dudun telah dapat mengambil sebuah kesimpulan yang sangat b
BAB KE : 159LANGKAH DUDUN SEMAKIN TERARAH 16+"Sudah berapa tahun kamu tidak pulang kampung, Faiz?" tanya Naufal ketika mereka bertiga sudah duduk di ruang tengah. Karena sebelumnya mereka berbincang di ruang tamu. "Sejak merantau ke sini, saya belum pernah pulang, Mas.""Kalau begitu ikut dengan Dudun, rencananya dua hari lagi dia akan pulang kampung," usul Naufal. "Betul itu, Dun?" Faiz bertanya ke Dudun. Bukan meragukan apa yang disampaikan Naufal barusan, tapi pertanyaan itu hanya sekedar penegasan belaka. "Iya, dia akan menyelidiki kasus ke kampung kita," Naufal lagi yang menjawab, membuat Dudun mengernyitkan dahi. Bagi Dudun, tidak masalah Faiz ikut bersamanya. Toh dalam penyelidikan nanti dia akan melakukannya sendiri. Tapi seharusnya Naufal tidak perlu memberi tahu apa tujuannya pulang. Sementara menurut Naufal, apa yang dia katakan tersebut bukanlah kesalahan. Karena Dudun juga pernah mengajak dia untuk ikut pulang kampung. Waktu itu Dudun pulang juga dalam rangka peny
BAB KE : 160NIAT DUDUN UNTUK MENANGKAP KELOMPOK SANG PENGADIL SEMAKIN MANTAP 16+Tidak berapa hari setelah pertemuan mereka, Dudun kembali ke kampung halamannya untuk melakukan penyelidikan. Dia pergi sendiri tanpa Faiz, karena dengan berbagai alasan Faiz menolak untuk mendampingi Dudun pulang kampung. Sekembali dari kampung halaman, Dudun mengajak Naufal berbicara. Ada sesuatu yang ingin dia sampaikan pada Naufal.Setelah menyelidiki dan mempelajari sepak terjang Kelompok Sang Pengadil. Ada berapa hal yang mengganjal di hati Dudun. Akhirnya dia mengajak Naufal berdiskusi tentang kelompok Sang Pengadil. Semua yang pernah dirampok, diculik dan diperas oleh kelompok Sang Pengadil, adalah mereka dari kalangan pejabat dan pengusaha yang terindikasi pernah diduga atau tertuduh melakukan tindakan korupsi dan merugikan keuangan negara. Kemudian Dudun juga menyelidiki berapa wilayah yang pernah disebut-sebut mendapat bantuan modal usaha dari kelompok Sang Pengadil. Hal ini terjadi di
BAB KE : 161KECURIGAAN DUDUN TERHADAP FAIZ 16+Ketika pulang kampung untuk kedua kalinya, Dudun tidak hanya sekedar memeriksa arsip atas kematian Zulfa Adiatma dan Hendro Parangsing. Tapi dia mendalami peristiwa sebelum terjadinya pembunuhan terhadap kedua orang tersebut. Dari hasil penyelidikan itulah Dudun mengambil kesimpulan. Zulfa Adiatma dan Hendro Parangsing tewas sekitar tiga bulan setelah aksi masa menuntut pembebasan Faiz. Faiz ditahan atas tuduhan melakukan pembunuhan terhadap tiga orang yang tewas di rumahnya. Walau bersamaan dengan itu, ibu Faiz juga ikut tewas. Saat aksi masa, kantor police didatangi oleh Zulfa Adiatma yang waktu itu menjabat sebagai bupati. Sementara Hendro Parangsing adalah kepala satuan kriminal. Zulfa Adiatma yang meminta Hendro Parangsing untuk membebaskan Faiz. Tapi sebenarnya pengaruh Buya Heru dan masa-lah yang membuat Faiz dibebaskan. Dudun menemui Buya Heru dan ada beberapa keterangan yang dia dapat dari guru Faiz tersebut. Faiz bebas
BAB KE : 162FAIZ SIAP MENGHADAPI PASUKAN DUDUN 16+Karena lokasi markas Kelompok Sang Pengadil telah dipetakan, maka Dudun tinggal menyusun strategi untuk membebaskan anak presiden. Namun, sebelumnya, ada sesuatu yang harus dilakukan Dudun, yaitu menemui Faiz. Setelah keluar dari istana, Dudun menelepon Naufal, menanyakan apakah Faiz punya rencana untuk mengunjungi Naufal. Setelah mendapat jawaban bahwa Faiz belum ada menelepon, tanpa membuang masa lagi, Dudun segera menuju rumah Faiz. ****"Rencananya besok saya mau ke rumah Mas Naufal. Kapan kembali dari kampung, Dun?" kata Faiz yang diiringi sebuah pertanyaan ketika mereka telah duduk bersila di ruang tamu rumah Faiz. Kebetulan Faiz sedang ada di rumah. Rencananya besok dia memang mau berkunjung ke rumah Naufal. "Sudah tiga hari saya di sini, cuma belum sempat istirahat. Kemana Bu Tardiah?" jawab Dudun sekaligus bertanya, setelah meneguk teh yang terhidang. "Di ajak Mbak Siti ke rumahnya. Bagaimana? Dapat informasi yang
BAB KE : 163KELOMPOK SANG PENGADIL RAPAT MENDADAK 16+Setelah memeriksa pistol dengan teliti dan memastikan berfungsi dengan baik, Faiz meletakan benda tersebut di atas ranjangnya. Pistol itu tergeletak begitu saja. Selanjutnya Faiz membuka tas koper yang ada di bagian paling bawah lemari tersebut. Sesaat Faiz menatap tumpukan uang yang berada di dalam tas, kemudian menutupnya, lalu kembali merapatkan pintu lemari pakaian. "Bu, saya mau pergi ke tempat kerjaan dulu, mungkin agak lama pulangnya," pamit Faiz pada Bu Tardiah setelah mereka selesai melaksanakan salat Isya. "Katanya Nak Faiz akan ke rumah Naufal? Kok sekarang malah mau ke tempat kerja?" tanya Bu Tardiah dengan lembut, tapi ada keheranan dalam nadannya. Biasanya Faiz tidak pernah bersikap seperti ini. Apa yang dia rencanakan memang itu yang dia lakukan, tapi kali ini kok berbeda. Inilah yang membuat Bu Tardiah heran. "Iya, Bu. Ada sesuatu yang harus saya urus dengan segera," jawab Faiz, kemudian Faiz mengeluarkan
BAB KE : 164FAIZ TINGGAL SENDIRI DI MARKASNYA 16+Dalam pertemuan itu Faiz menyampaikan, bila semua telah selesai, bukan berarti perjuangan mereka berakhir, mereka harus tetap berjuang dalam menegakan amal ma'ruf dan mencegah kemungkaran. Faiz meminta untuk perjuangan selanjutnya harus mereka tuangkan dalam bentuk organisasi masyarakat. Mereka telah memiliki banyak uang, jadi tidak sulit untuk mendirikan sebuah organisasi. Dengan uang yang mereka miliki, mereka harus membentuk sebuah kelompok usaha. Mengumpulkan orang-orang yang hidup dengan taraf ekonomi lemah dan membantu mereka dengan modal serta bimbingan dalam berwiraswasta. Setelah itu, mereka dikoordinir dalam bentuk sebuah organisasi. Mereka pasti dengan suka rela akan bergabung dengan organisasi tersebut. Berjuang lewat jalur organisasi, tentu lebih punya kekuatan untuk mengkritisi pemerintah yang zholim. Bahkan, bila semua organisasi masyarakat bersatu, maka sangat mudah untuk menjatuhkan rezim yang zholim. Asal or