BAB KE : 162FAIZ SIAP MENGHADAPI PASUKAN DUDUN 16+Karena lokasi markas Kelompok Sang Pengadil telah dipetakan, maka Dudun tinggal menyusun strategi untuk membebaskan anak presiden. Namun, sebelumnya, ada sesuatu yang harus dilakukan Dudun, yaitu menemui Faiz. Setelah keluar dari istana, Dudun menelepon Naufal, menanyakan apakah Faiz punya rencana untuk mengunjungi Naufal. Setelah mendapat jawaban bahwa Faiz belum ada menelepon, tanpa membuang masa lagi, Dudun segera menuju rumah Faiz. ****"Rencananya besok saya mau ke rumah Mas Naufal. Kapan kembali dari kampung, Dun?" kata Faiz yang diiringi sebuah pertanyaan ketika mereka telah duduk bersila di ruang tamu rumah Faiz. Kebetulan Faiz sedang ada di rumah. Rencananya besok dia memang mau berkunjung ke rumah Naufal. "Sudah tiga hari saya di sini, cuma belum sempat istirahat. Kemana Bu Tardiah?" jawab Dudun sekaligus bertanya, setelah meneguk teh yang terhidang. "Di ajak Mbak Siti ke rumahnya. Bagaimana? Dapat informasi yang
BAB KE : 163KELOMPOK SANG PENGADIL RAPAT MENDADAK 16+Setelah memeriksa pistol dengan teliti dan memastikan berfungsi dengan baik, Faiz meletakan benda tersebut di atas ranjangnya. Pistol itu tergeletak begitu saja. Selanjutnya Faiz membuka tas koper yang ada di bagian paling bawah lemari tersebut. Sesaat Faiz menatap tumpukan uang yang berada di dalam tas, kemudian menutupnya, lalu kembali merapatkan pintu lemari pakaian. "Bu, saya mau pergi ke tempat kerjaan dulu, mungkin agak lama pulangnya," pamit Faiz pada Bu Tardiah setelah mereka selesai melaksanakan salat Isya. "Katanya Nak Faiz akan ke rumah Naufal? Kok sekarang malah mau ke tempat kerja?" tanya Bu Tardiah dengan lembut, tapi ada keheranan dalam nadannya. Biasanya Faiz tidak pernah bersikap seperti ini. Apa yang dia rencanakan memang itu yang dia lakukan, tapi kali ini kok berbeda. Inilah yang membuat Bu Tardiah heran. "Iya, Bu. Ada sesuatu yang harus saya urus dengan segera," jawab Faiz, kemudian Faiz mengeluarkan
BAB KE : 164FAIZ TINGGAL SENDIRI DI MARKASNYA 16+Dalam pertemuan itu Faiz menyampaikan, bila semua telah selesai, bukan berarti perjuangan mereka berakhir, mereka harus tetap berjuang dalam menegakan amal ma'ruf dan mencegah kemungkaran. Faiz meminta untuk perjuangan selanjutnya harus mereka tuangkan dalam bentuk organisasi masyarakat. Mereka telah memiliki banyak uang, jadi tidak sulit untuk mendirikan sebuah organisasi. Dengan uang yang mereka miliki, mereka harus membentuk sebuah kelompok usaha. Mengumpulkan orang-orang yang hidup dengan taraf ekonomi lemah dan membantu mereka dengan modal serta bimbingan dalam berwiraswasta. Setelah itu, mereka dikoordinir dalam bentuk sebuah organisasi. Mereka pasti dengan suka rela akan bergabung dengan organisasi tersebut. Berjuang lewat jalur organisasi, tentu lebih punya kekuatan untuk mengkritisi pemerintah yang zholim. Bahkan, bila semua organisasi masyarakat bersatu, maka sangat mudah untuk menjatuhkan rezim yang zholim. Asal or
BAB KE : 165PERSIAPAN FAIZ MENYAMBUT PASUKAN DUDUN 16+"Mau diapakan saya? Kamu tidak bisa berbuat kasar terhadap saya karena saya ini anak orang nomor satu di negara ini!" bentak Pangep Kalid Bursang ketika Faiz memasuki kamar tawanannya.Faiz memasuki kamar anak presiden setelah dia melakukan penyamaran. Penampilan Faiz jauh berbeda, bahkan wajahnya pun telah berubah. Rambut cepak dengan wajah tertutup masker. Tidak ada orang yang mengira bahwa itu adalah Faiz, termasuk anak presiden dan Dudun sekali pun. Faiz melakukan penyamaran seperti ini demi mengelabui Dudun. Seandainya Dudun berhadapan dengan Faiz, tentu Dudun tidak akan menangkap dirinya. Bahkan bisa jadi Dudun akan menyuruh dia pergi. Memang Dudun berhasil membebaskan anak presiden, tapi itu tidak akan menyelesaikan masalah. Pemerintah akan tetap memburu Kelompok Sang Pengadil. Tapi apa bila Faiz telah tertangkap, tentu pemerintah tidak akan begitu getol lagi mengejar anak buah Faiz, karena pemimpinya telah tertangk
BAB KE : 166PISTOL DUDUN PUN MENYALAK 16+Ternyata pikiran Dudun terbaca oleh Faiz dan Faiz tidak ingin mengorbankan anak buahnya, karena itulah dia melakukan hal ini. Bagi Faiz, lebih baik dia yang tertangkap, atau terbunuh sekali pun. Asal jangan anak buahnya. Karena semua anak buah Faiz telah memiliki keluarga. Sementara Faiz masih hidup sendiri. Hanya satu yang dikhawatirkan Faiz, yaitu nasib Bu Tardiah. Makanya Faiz memberikan uang yang ada di koper untuk ibu tersebut. Uang yang sangat banyak. Cukup untuk menjamin kehidupan yang mewah bagi Bu Tardiah sampai ajal menjemput. ****Ternyata perkiraan Faiz tidak meleset, memang begitulah kenyataannya. Waktu keluar dari rumah Faiz, Dudun langsung menuju markasnya. Dudun berpikir dia harus bergerak cepat menyerang markas Sang Pengadil. Dalam analisa Dudun, Faiz tidak mungkin berada di markas Sang Pengadil dalam satu hari ini. Tentu Dudun berharap semoga Faiz tidak ke mana-mana dalam tiga hari ke depan sesuai permintaanya. Tapi
BAB KE : 167TANGISAN DUDUN 16+Setelah sebagian anak buahnya yang bertugas di luar datang, barulah Dudun memberikan perintah. Ada sekitar dua puluh anggota police yang berada di ruangan itu saat ini. "Empat orang membebaskan sandera, bawa ke mobil, dan segera antarkan ke markas dengan dua mobil pengawal! Selebihnya di sini, periksa semua area!" Suara Dudun terdengar tegas yang langsung ditindak lanjuti oleh anak buahnya. Setelah sandera di bebaskan dan telah dibawa ke luar, Dudun menghampiri Faiz yang kini terbaring dengan posisi telentang. Seorang anak buah Dudun telah mengamankan pistol milik Faiz. Dengan segera dia menghampiri Dudun dan melapor. Sementara seorang lagi masih tetap mengacungkan pistol ke arah kepala Faiz. "Senjatanya telah kami amankan. Ada beberapa jarum yang melekat pada sabuk dan sepucuk senjata api yang tidak berisi peluru dan tidak ada tanda-tanda pistol tersebut baru ditembakan!"Dudun menerima laporan tersebut dengan pertanyaan yang timbul di dalam hat
BAB KE : 168PENYESALAN DUDUN 16+Salah satu dari anggota police berjalan mendekati Dudun dan Faiz. Dengan pelan dia jongkok di samping Dudun, kemudian meraba leher Faiz. "Sebaiknya dia kita bawa ke rumah sakit, Ndan," usulnya kemudian. "Baik. Segera bawa!" jawab Dudun di sela isak dengan mata memerah. "Siapkan mobil!?" perintah Dudun kemudian. Sebagian anak buahnya segera berlari ke luar untuk melaksanakan perintah Dudun. "Sebagian tetap di sini, lakukan pembersihan! Bawa apa saja yang bisa dijadikan barang bukti," perintah Dudun lagi. "Siap, Ndan!" jawab mereka hampir serentak. Kemudian dengan di bantu seorang personil, Dudun mengangkat tubuh Faiz dan membawa keluar dari rumah tersebut dengan bergegas. Cukup lama juga perjalanan mereka menggotong tubuh Faiz, karena mobil mereka sengaja diparkir di area yang cukup jauh dari markas Kelompok Sang Pengadil. Faiz dibaringkan di dalam mobil dengan berbantal paha Dudun, setelah posisinya nyaman, seorang anggota kembali memerik
BAB KE : 169RINTANGAN DI TENGAH JALAN 16+Semakin banyak kenangan yang muncul dalam otak semakin perih rasanya hati Dudun. Begitu pula ketika matanya menatap wajah Faiz yang kelihatan pucat dengan mata terpejam, semakin besar rasa sesal yang menghujam di hati Dudun. Entah sudah berapa tetesan air mata Dudun yang jatuh ke wajah Faiz, tapi Dudun masih saja mendekatkan mukanya ke wajah Faiz. Seakan Dudun tidak mau memalingkan matanya dari wajah sahabatnya itu, walau sedetik. Beberapa kali anak buah Dudun yang sedang mengendalikan mobil, melirik komanandannya itu lewat spion dalam yang ada di depannya. Police tersebut bertanya-tanya dalam hati. Siapa sebenarnya orang yang di tembak pimpinannya ini? Apakah mereka saling kenal? Pasti ada hubungan tertentu antara komandanya dengan anggota Kelompok Sang Pengadil yang satu ini. Pasti hubungan mereka sangat dekat, kalau tidak, mustahil komandanya akan menangis seperti ini. Tak gampang bagi seorang anggota police untuk meneteskan air m