"Siapa lagi yang datang malam-malam begini?" gumam Amel sambil melangkah kearah pintu.
Saat membuka pintu Amel terkejut dengan kedatangan Dayva sekali lagi.
"Ada apa lagi?" tanya Amel
"Ini..." tunjuk Dayva kearah tangan yang membawa bungkusan makan.
Dayva menerobos masuk kedalam, kemudian meletakan makannya diatas meja. Amel mengikuti arah Dayva meletakan makannya. Awalnya Amel cuma melirik makananya kemudian Dayva membuka makan tersebut yang membuat perut Amel bertambah lapar dan menelan ludahnya. Dayva melihat kelakuan amel menyuruh untuk segera makan.
"Ayo dimakan! aku tau kau lapar," tawarkan makanan.
"Aku tidak lapar kok," ucap Amel mencoba untuk mengelak.
"Kau itu selalu saja menutupi, sudah jelas-jelas perut mu lapar, lihat dari tadi kau memegang perut mu,"
Amel yang mendengar ucapan Dayva terdiam. Hingga terdengar suara cacing dalam perutnya bernyanyi.
"Aku sudah mendengar cacing dalam perutmu sudah berbunyi, cepatlah makan atau mau aku suapin?" goda Dayva
"..." Amel yang mendengar ucapan Dayva membulatkan matanya dan dengan cepat mengambil makan dari Dayva. Meskipun dia juga harus menahan rasa malu akibat suara dari perutnya.
Merasa senang karena telah menggoda Amel, dalam hati Dayva tersenyum tiada henti.
"Kenapa kau kembali?" tanya Amel.
"Aku hanya mengantarkan makan, karena makan mu aku makan," ucap Dayva.
".." lirik Amel.
"Jika kau lapar bilang saja pada ku, aku akan mengantar makan untuk mu,"
"Kenapa? aku bisa membeli di online, tanpa harus menyusahkan mu,"
"Karena Aku tidak suka ada orang datang kesini, meskipun itu hanya pengantar makan,"
"Uhuk.. uhukk.." Amel tersedak karena mendengar ucapan Dayva.
"Kalau makan pelan-pelan," ucap Dayva dengan membawa air minum untuk Amel.
Amel mengambil air minum dari tangan Dayva dan meneguknya hingga habis.
"Aku sudah gak pa-pa, kau pulang saja," usir Amel.
"Aku pergi setelah kau makan,"
Setelah makanan Amel habis, Dayva tidak benar-benar pergi dari apartemen Amel.
"Katanya bakalan pulang setelah aku makan, eh.. kok masih ada disini," cibir Amel.
"Tak usah mencibir disitu, aku dengar yang kau katakan," jawab Dayva melangkah menuju sofa.
Dia malahan bersandar di sofa, tangannya sibuk memencet chanel TV, mengganti chanel TV tanpa niat untuk menonton. Pikirannya semula menerawang jauh tiba-tiba dia teringat tujuannya datang ke tempat Amel.
Dayva mengeluarkan map berwarna merah dari dalam tasnya.
"Mel, duduk disebelah sini," ajak Dayva.
"Ada apa? aku akan kesana, tapi setelah itu kau harus keluar dari sini. Gimana?" tawar Amel.
"Aku akan pergi setelah kau menandatangani perjanjian ini," jawab Dayva, tangannya memperlihatkan sebuah map berwarna merah kearah Amel.
"Perjanjian? Perjanjian Apa?" tanya Amel, sambil langkah kakinya mendekati Dayva, sedangkan tangannya meraih map merah tersebut.
"Baca saja dan cepat tanda tangani,"
Amel membuka map tersebut, dengan wajah terkejut dan mulut yang sedikit terbuka, dia mulai membacakan isinya,
"Tidak boleh menghindari mu. Aku harus memasak. Membersihkan apartemen mu. Kau bebas tinggal di apartemen ku. Memiliki kunci apartemen ku. Jika kau membutuhkan aku harus datang. Tidak boleh menolak keinginan mu. Harus menemani saat ada pekerjaan luar kota. Tidak boleh dekat dengan lelaki manapun. Berpura-pura menjadi pacar mu. Jika aku melanggar perjanjian maka akan membayar denda satu miliar. Perjanjian macam apa ini? tidak ada yang menguntungkan ku. Kau gila benar-benar gila?"
"Mungkin aku gila setelah kau pukul kepala ku, cepat tanda tangani saja!"
"Akan aku tanda tangani tapi perjanjian ini hanya berlaku tiga bulan," tawar Amel
"Terlalu sebentar, enam bulan. Setuju?"
"..." Amel terdiam tak ada jawaban.
"Diam mu aku anggap setuju," menarik ibu jari tangan Amel meletakkan pada stempel dan menekan ibu jarinya pada selembar kertas perjanjian tersebut.
"Ini namanya pemaksaan," ucap Amel, mencoba merebut kertas yang sudah berada di tangan Dayva.
Dayva yang menegakkan tangan kanannya keatas membuat Amel harus melompat untuk mendapatkan kertas itu. Tapi, langkah kaki Dayva yang berjalan mundur membuat Amel kehilangan keseimbangannya hingga dia jatuh menimpah tubuh Dayva.
"Kalau ingin ku peluk bilang saja, tak usah melompat seperti itu," goda Dayva, dia mengambil kesempatan dengan melingkarkan tangannya pada pinggang Amel.
"Lepaskan," protes Amel, berusaha melepaskan pelukan Dayva.
"Akan aku lepaskan dan perjanjiannya berlaku mulai hari ini," jelas Dayva sambil melepaskan pelukannya.
"Pergi sekarang!" usir Amel, badannya sudah berdiri dari Dayva. Untuk menghilangkan rasa malunya dia membalikkan tubuhnya membelakangi Dayva.
"Tubuh kau sangat pas di pelukan ku, membuat ku ingin selalu memeluknya," bisik Dayva tepat di telinga Amel. Hal itu membuat kedua pipinya terlihat berwarna merah jambu. Takut dan malu yang dia rasakan saat ini.
****
Dering ponsel Amel berbunyi membangunkanya dari bunga tidur di raihnya ponsel di atas lemari kecil, melihat nama penelepon yang tertera di layar ponselnya membuat Amel meletakkan kembali ponsel tersebut, malahan dia mengubah dering ponsel menjadi tidak bersuara dan tidak bergetar. Namun, bukan hanya sekali orang itu menelepon, sudah sekitar sepuluh kali. Siapa lagi orang itu kalau bukan Dayva Alfaro. Hingga sebuah pesan W******p masuk
'Teruslah dalam mimpi indah mu dan tidak usah menjawab telepon ku, jika kau tidak datang sekarang, maka denda satu miliar akan segera datang kepada mu'
Amel tidak membuka pesan W******p itu, dia hanya membaca notifikasi dari layar ponselnya dengan segera dia bangkit dan membersihkan diri di kamar mandi. Amel keluar dari kamar mandi lalu melihat kembali ponselnya. Terlihat lima belas panggilan tak terjawab dari orang yang sama.
"Apa tangan dia tidak lelah menelepon terus?" gumam Amel. Dia kembali meletakkan ponsel dan mengabaikan Dayva.
Tirai jendela yang semula dia buka kemudian dia tutup kembali, mematikan semua lampu apartemennya, sehingga orang akan mengira dia tak berada di dalam apartemennya.
Awalnya Amel berfikir akan mengangkat telepon dan mendatangi tempat Dayva. Tapi, niatnya itu dia di urungkan karena mengingat kejadian tadi malam saat dengan sengaja Dayva memeluk pinggangnya. Itu memang kesalahan dia juga. Namun, saat ini Amel terlalu takut dan malu menghadapi Dayva. Amel tidak mengetahui apa yang buat dia malu bertemu dengan Dayva. Sedangkan bayangan masa lalu masih sering menghantui ingatan Amel membuat dia takut berhadapan dengan Dayva.
Amel membawa laptop dan juga beberapa makanan ringan di atas tempat tidur. Mencari posisi yang nyaman untuk dia duduk. Lalu dia mulai menyalahkan laptopnya, memberikan sedikit cahaya dari gelapnya kamar tidur itu. Menghindari rasa sepi di ruangan itu jemari tangannya mulai menari di atas tumpukan huruf, mengetik ribuan kata di benda persegi.
Bel apartemen miliknya berbunyi, dia tak bergerak dari tempat duduknya, tetap nyaman di depan laptop, sambil sesekali mengunyah makanan di sampingnya. Meskipun orang itu memanggil namanya beberapa kali tetap saja dia tak berniat menghiraukan, dari suaranya Amel sangat tau dia orang yang sama menelepon beberapa kali di ponselnya. Dayva. dia mulai jenuh menanggapi si tuan pemaksa. Mungkin itu sebutan yang pantas untuk Dayva pikir Amel.
Tidak seperti biasanya Amel membeli beberapa kebutuhan yang dia perlukan di sebuah supermarket. Supermarket itu berjarak lumayan jauh dari apartemen miliknya. Tujuan dia hanya untuk menjauh dari Dayva yang sudah tiga hari ini selalu menekan bel apartemen tak perduli siang ataupun malam hari.Sudah hampir sepuluh menit Amel mengantri di depan kasir. Tapi tiba-tiba dari belakang, penutup kepala jaket yang dia kenakan ditarik oleh Dayva secara paksa keluar dari antrian kasir. Lelaki itu juga meletakan barang belanjaan Amel di sembarang tempat. Dia tidak perduli pandangan orang-orang yang melihat aksinya. Lelaki yang beberapa hari ini berusaha dia hindari.Amel bermaksud untuk melepaskan tangan lelaki itu dari penutup kepala jaketnya, tapi hal itu sangat sulit karena Dayva menariknya lumayan tinggi apalagi ukuran tinggi badan Amel yang bisa dikatakan kurang, sambil berkata,"Ka-kau mau apa? le-lepaskan jaket ku!""Kenapa berbelanja disini?" Dayva melepaskan t
Dari tempatnya berdiri Dayva dapat mendengar pecahan gelas dan suara makian seorang gadis. Dayva, Tirta, dan Bisma yang penasaran dengan keributan itu memilih mendatangi sumber suara. Tak hanya mereka bertiga para tamu undang yang lain juga ikut. Bahkan Alan dan Rena sang pemilik acara juga ikut mendatangi asal keributan.Betapa terkejutnya Dayva saat mengetahui jika yang di maki gadis itu adalah Amel. Awalnya Dayva diam saja karena dia ingin tau apa yang akan di lakukan Amel. Tapi, melihat Amel yang hanya mengucapkan kata maaf saja membuat Dayva emosi, tanpa sadar langkah kaki mendekati Amel. Menyuruh Amel pergi dan menyerahkan masalahnya kepada Dayva.Amel yang di bentak oleh Dayva memilih pergi. Tapi, dia bingung harus berjalan kemana hingga langkah kakinya melewati depan toilet. Dia memutuskan untuk bersembunyi di dalam sana. Di depan wastafel terdengar samar-samar dua orang perempuan sedang berbicara,"Eh.. menurut mu pacar Dayva sekarang gimana?" tanya Yuk
Dayva yang terbangun dari tidurnya, merabah sisi tempat tidurnya. Tidak merasakan sosok tubuh Amel, Dayva beranjak dari tempat tidur. Berjalan keluar kamar, mencari keberadaan Amel sambil sesekali memanggil nama Amel, tapi tidak ada jawaban.Dari balik pintu kamar mandi, terdengar suara memericik air. Dayva sangat yakin jika Amel berada di kamar mandi. Dayva menunggu hingga Amel keluar. Sudah hampir sepuluh puluh menit Dayva menunggu. Namun, Amel tak kunjung keluar. Akhirnya Dayva mengetuk pintu."Amelll.. kau di dalam?" tanya DayvaKetukan pertama, tak ada jawaban. Dayva mencoba lagi."Kalau di dalam jawab dong..!"Sekali lagi tak ada jawaban. Dayva mulai merasa khawatir."Mel, ku panggil gak jawab, aku buka pintunya secara paksa!" ancam Dayva. Tapi, tetaptidak ada jawaban.Dayva mencari kunci cadangan kamar mandi di dalam lemari. Setelah menemukan kunci Dayva bergegas membuka pintu kamar mandi.CklekPintu kama
Dayva menyandarkan tubuhnya di kursi kantornya, dia masih teringat kejadian dua jam lalu, mungkin jika Toni tidak menelepon dia masih bersama dengan Amel.Sesekali Dayva menyentuh bibirnya. Meskipun hanya beberapa detik, ciuman itu masih terasa lembut saat bibirnya menyentuh perlahan bibir Amel. Meskipun ini bukan ciuman pertama Dayva dengan lawan jenis tapi ciuman tadi pagi terasa berbeda. Apalagi Amel tak membalas ciumannya sangat berbeda saat dia berciuman dengan gadis lain yang dengan mudah Dayva dapat mengakses seluruh bibir bahkan tubuh mereka. Hal itu membuat dia gila karena terus memikirkan Amel. Dari ciuman itu Dayva dapat merasakan ketakutan dan juga kecemasaan yang Amel rasakan.Suara pintu terbuka, membuyarkan lamunannya."Kau ini gak bisa ketuk pintu dulu?" tanya Dayva kesal saat Toni masuk kedalam ruang kantornya."Aku sudah mengetuknya, kau saja tak dengar," jawab Toni dengan senyuman, seolah tidak ada rasa bersalah."Kau itu gak di
Dasar tukang pemaksa, dia benar-benar gila menutup pintu dan menyuruh ku membereskan apartemennya," maki Amel setelah menerima telepon dari Dayva.Sesekali dia menyigarkan rambutnya dan menjambaknya lalu sesekali juga dia melihat keatap sambil menutup mata dengan kedua tangannya. Dia juga beberapa kali mengusap wajahnya. Sangat terlihat jika dia merasa kesal dengan sikap pemilik kamar itu yang seenaknya sendiri."Kalau saja aku tadi tidak lari kedalam kamar, pasti tidak akan seperti ini," lanjut Amel menyesali tindakannya.Hingga sebuah pesan WhatsApp masuk kedalam ponsel Amel. Tanpa perlu Amel membuka wa, dia sudah bisa membaca pesan tersebut,'Bersihkan apartemen ku sekalian kau masak makan malam untuk ku, kau tidak akan bisa keluar, sebelum aku kembali,'Isi pesan yang sama dengan yang Dayva ucapkan di telepon tadi.Pertama Amel pun memulai membersihkan kamar yang dia tempati semalam. Dia mengganti Seprai yang kotor dan basah karena
Dayva sudah berdiri di depan apartemen sambil menyandarkan tubuhnya di samping mobil hitam kesayangannya. Memakai celana jins, kemeja berwarna hitam yang lengan kemejanya sudah tekuk hingga siku, dan tak lupa kacamata hitam bertengger di atas hidung mancungnya. Tangannya memegang ponsel kemudian menekan tombol panggilan pada ponselnya. Tapi sayang, panggilan pertama hingga panggilan ketiga tidak ada jawaban. Dayva tidak menyerah, dia kembali melakukan panggilan telepon ke empat kalinya dan penantiannya terjawab."Ha-halo... ," suara panggilan terjawab dari ujung ponselnya."Kau lama sekali! dari mana saja kau?" tanya Dayva menahan amarah."Ma-maaf, aku tadi di kamar mandi," jawab Amel."Kamar mandi?" senyum Dayva mengembang, amarahnya juga menghilang mendengar jawaban itu otak Dayva mulai mesum."Jangan berpikiran mesum!" balas gadis di seberang telepon seolah tau isi pikiran Dayva."Kenapa jika aku berpikiran mesum? lagi pula aku sudah pern
"Mel ... Mel ... maaf ," pinta Dayva, dengan suara yang keluar sedikit tinggi. Saat Amel berlari meninggalkan dirinya."Bodoh ... Bodoh ...," Dayva memaki dirinya sendiri atas perbuatan. Memukul kepala dengan tangannya dan juga menjambak rambutnya sendiri. Merasa bersalah karena tidak dapat menahan rasa teramat besar ingin selalu melumat bibir berwarna merah jambu itu.Setelah menyesali perbuatannya dia beranjak untuk mencari Amel, dia berjalan menyusuri pinggiran pantai. Cahaya yang masih minim membuat Dayva sulit menemukan Amel.Namun, suara teriakan seorang gadis yang dia yakini itu suara Amel, membuat dia berlari ke arah sumber suara. Apalagi dia melihat Amel yang telah di tampar oleh seseorang lelaki yang tidak dia kenal. Aliran darah Dayva terasa cepat, hawa panas mulai memuncak dari dalam tubuh.Dayva berlari mendekati mereka lalu dari arah belakang dia menjambak rambut lelaki mabuk itu, hingga jatuh di atas pasir kemudian dengan cepat menindih perut
Seorang laki-laki menghentikan laju mobilnya di dalam basemen apartemen. Dia duduk di belakang kemudi mobil, kemudian merogoh kantung jas untuk mengambil sebuah kotak bludru kecil, dia membuka tutup kotak kecil tersebut berulang kali, setelah puas melihatnya, dia memasukan kembali kotak kecil itu kedalam kantong jasnya.Sebelum keluar dari mobil dia mencoba menelepon seseorang, tapi sayang telepon tersebut tidak diangkat. Akhirnya dia memutuskan untuk keluar dari mobil dengan membawa serangkaian bunga mawar putih, bunga kesukaan pacarnya. Lalu dia berjalan memasuki gedung apartemen tak lupa sebuah senyum yang tak lepas dari wajahnya.Dia berniat untuk memberi kejutan kepada pacarnya. Sudah satu minggu mereka tidak bertemu, bukannya dia tidak mau bertemu pacarnya, karena kesibukan pekerjaan yang mengharuskan dia untuk menyelesaikan tugas keluar kota.Dayva alfaro nama laki-laki itu. Usianya masih dua puluh tujuh tahun, di usianya yang masih muda dia sudah memiliki be
"Mel ... Mel ... maaf ," pinta Dayva, dengan suara yang keluar sedikit tinggi. Saat Amel berlari meninggalkan dirinya."Bodoh ... Bodoh ...," Dayva memaki dirinya sendiri atas perbuatan. Memukul kepala dengan tangannya dan juga menjambak rambutnya sendiri. Merasa bersalah karena tidak dapat menahan rasa teramat besar ingin selalu melumat bibir berwarna merah jambu itu.Setelah menyesali perbuatannya dia beranjak untuk mencari Amel, dia berjalan menyusuri pinggiran pantai. Cahaya yang masih minim membuat Dayva sulit menemukan Amel.Namun, suara teriakan seorang gadis yang dia yakini itu suara Amel, membuat dia berlari ke arah sumber suara. Apalagi dia melihat Amel yang telah di tampar oleh seseorang lelaki yang tidak dia kenal. Aliran darah Dayva terasa cepat, hawa panas mulai memuncak dari dalam tubuh.Dayva berlari mendekati mereka lalu dari arah belakang dia menjambak rambut lelaki mabuk itu, hingga jatuh di atas pasir kemudian dengan cepat menindih perut
Dayva sudah berdiri di depan apartemen sambil menyandarkan tubuhnya di samping mobil hitam kesayangannya. Memakai celana jins, kemeja berwarna hitam yang lengan kemejanya sudah tekuk hingga siku, dan tak lupa kacamata hitam bertengger di atas hidung mancungnya. Tangannya memegang ponsel kemudian menekan tombol panggilan pada ponselnya. Tapi sayang, panggilan pertama hingga panggilan ketiga tidak ada jawaban. Dayva tidak menyerah, dia kembali melakukan panggilan telepon ke empat kalinya dan penantiannya terjawab."Ha-halo... ," suara panggilan terjawab dari ujung ponselnya."Kau lama sekali! dari mana saja kau?" tanya Dayva menahan amarah."Ma-maaf, aku tadi di kamar mandi," jawab Amel."Kamar mandi?" senyum Dayva mengembang, amarahnya juga menghilang mendengar jawaban itu otak Dayva mulai mesum."Jangan berpikiran mesum!" balas gadis di seberang telepon seolah tau isi pikiran Dayva."Kenapa jika aku berpikiran mesum? lagi pula aku sudah pern
Dasar tukang pemaksa, dia benar-benar gila menutup pintu dan menyuruh ku membereskan apartemennya," maki Amel setelah menerima telepon dari Dayva.Sesekali dia menyigarkan rambutnya dan menjambaknya lalu sesekali juga dia melihat keatap sambil menutup mata dengan kedua tangannya. Dia juga beberapa kali mengusap wajahnya. Sangat terlihat jika dia merasa kesal dengan sikap pemilik kamar itu yang seenaknya sendiri."Kalau saja aku tadi tidak lari kedalam kamar, pasti tidak akan seperti ini," lanjut Amel menyesali tindakannya.Hingga sebuah pesan WhatsApp masuk kedalam ponsel Amel. Tanpa perlu Amel membuka wa, dia sudah bisa membaca pesan tersebut,'Bersihkan apartemen ku sekalian kau masak makan malam untuk ku, kau tidak akan bisa keluar, sebelum aku kembali,'Isi pesan yang sama dengan yang Dayva ucapkan di telepon tadi.Pertama Amel pun memulai membersihkan kamar yang dia tempati semalam. Dia mengganti Seprai yang kotor dan basah karena
Dayva menyandarkan tubuhnya di kursi kantornya, dia masih teringat kejadian dua jam lalu, mungkin jika Toni tidak menelepon dia masih bersama dengan Amel.Sesekali Dayva menyentuh bibirnya. Meskipun hanya beberapa detik, ciuman itu masih terasa lembut saat bibirnya menyentuh perlahan bibir Amel. Meskipun ini bukan ciuman pertama Dayva dengan lawan jenis tapi ciuman tadi pagi terasa berbeda. Apalagi Amel tak membalas ciumannya sangat berbeda saat dia berciuman dengan gadis lain yang dengan mudah Dayva dapat mengakses seluruh bibir bahkan tubuh mereka. Hal itu membuat dia gila karena terus memikirkan Amel. Dari ciuman itu Dayva dapat merasakan ketakutan dan juga kecemasaan yang Amel rasakan.Suara pintu terbuka, membuyarkan lamunannya."Kau ini gak bisa ketuk pintu dulu?" tanya Dayva kesal saat Toni masuk kedalam ruang kantornya."Aku sudah mengetuknya, kau saja tak dengar," jawab Toni dengan senyuman, seolah tidak ada rasa bersalah."Kau itu gak di
Dayva yang terbangun dari tidurnya, merabah sisi tempat tidurnya. Tidak merasakan sosok tubuh Amel, Dayva beranjak dari tempat tidur. Berjalan keluar kamar, mencari keberadaan Amel sambil sesekali memanggil nama Amel, tapi tidak ada jawaban.Dari balik pintu kamar mandi, terdengar suara memericik air. Dayva sangat yakin jika Amel berada di kamar mandi. Dayva menunggu hingga Amel keluar. Sudah hampir sepuluh puluh menit Dayva menunggu. Namun, Amel tak kunjung keluar. Akhirnya Dayva mengetuk pintu."Amelll.. kau di dalam?" tanya DayvaKetukan pertama, tak ada jawaban. Dayva mencoba lagi."Kalau di dalam jawab dong..!"Sekali lagi tak ada jawaban. Dayva mulai merasa khawatir."Mel, ku panggil gak jawab, aku buka pintunya secara paksa!" ancam Dayva. Tapi, tetaptidak ada jawaban.Dayva mencari kunci cadangan kamar mandi di dalam lemari. Setelah menemukan kunci Dayva bergegas membuka pintu kamar mandi.CklekPintu kama
Dari tempatnya berdiri Dayva dapat mendengar pecahan gelas dan suara makian seorang gadis. Dayva, Tirta, dan Bisma yang penasaran dengan keributan itu memilih mendatangi sumber suara. Tak hanya mereka bertiga para tamu undang yang lain juga ikut. Bahkan Alan dan Rena sang pemilik acara juga ikut mendatangi asal keributan.Betapa terkejutnya Dayva saat mengetahui jika yang di maki gadis itu adalah Amel. Awalnya Dayva diam saja karena dia ingin tau apa yang akan di lakukan Amel. Tapi, melihat Amel yang hanya mengucapkan kata maaf saja membuat Dayva emosi, tanpa sadar langkah kaki mendekati Amel. Menyuruh Amel pergi dan menyerahkan masalahnya kepada Dayva.Amel yang di bentak oleh Dayva memilih pergi. Tapi, dia bingung harus berjalan kemana hingga langkah kakinya melewati depan toilet. Dia memutuskan untuk bersembunyi di dalam sana. Di depan wastafel terdengar samar-samar dua orang perempuan sedang berbicara,"Eh.. menurut mu pacar Dayva sekarang gimana?" tanya Yuk
Tidak seperti biasanya Amel membeli beberapa kebutuhan yang dia perlukan di sebuah supermarket. Supermarket itu berjarak lumayan jauh dari apartemen miliknya. Tujuan dia hanya untuk menjauh dari Dayva yang sudah tiga hari ini selalu menekan bel apartemen tak perduli siang ataupun malam hari.Sudah hampir sepuluh menit Amel mengantri di depan kasir. Tapi tiba-tiba dari belakang, penutup kepala jaket yang dia kenakan ditarik oleh Dayva secara paksa keluar dari antrian kasir. Lelaki itu juga meletakan barang belanjaan Amel di sembarang tempat. Dia tidak perduli pandangan orang-orang yang melihat aksinya. Lelaki yang beberapa hari ini berusaha dia hindari.Amel bermaksud untuk melepaskan tangan lelaki itu dari penutup kepala jaketnya, tapi hal itu sangat sulit karena Dayva menariknya lumayan tinggi apalagi ukuran tinggi badan Amel yang bisa dikatakan kurang, sambil berkata,"Ka-kau mau apa? le-lepaskan jaket ku!""Kenapa berbelanja disini?" Dayva melepaskan t
"Siapa lagi yang datang malam-malam begini?" gumam Amel sambil melangkah kearah pintu.Saat membuka pintu Amel terkejut dengan kedatangan Dayva sekali lagi."Ada apa lagi?" tanya Amel"Ini..." tunjuk Dayva kearah tangan yang membawa bungkusan makan.Dayva menerobos masuk kedalam, kemudian meletakan makannya diatas meja. Amel mengikuti arah Dayva meletakan makannya. Awalnya Amel cuma melirik makananya kemudian Dayva membuka makan tersebut yang membuat perut Amel bertambah lapar dan menelan ludahnya. Dayva melihat kelakuan amel menyuruh untuk segera makan."Ayo dimakan! aku tau kau lapar," tawarkan makanan."Aku tidak lapar kok," ucap Amel mencoba untuk mengelak."Kau itu selalu saja menutupi, sudah jelas-jelas perut mu lapar, lihat dari tadi kau memegang perut mu,"Amel yang mendengar ucapan Dayva terdiam. Hingga terdengar suara cacing dalam perutnya bernyanyi."Aku sudah mendengar cacing dalam perutmu sudah berbuny
Di dalam ring tinju terdapat dua orang lelaki yang sedang bertanding. Mereka saling pukul, mereka tidak ada yang mau mengalah. Saat kepalan tangan Bisma akan terkena wajah Dayva dengan cepat Dayva dapat menghindar. Kemudian Dayva membalas pukul dari Bisma, hingga pukulan itu terkena wajah Bisma. Mereka belum berhenti sampai terdengar suara menghentikan adu jotos."Wooii... Udah belum latihannya, udah satu jam ini!" protes Tirta dari bawah ring.Mendengar suara Tirta mereka berdua menghentikan latihan dan secara bersama turun dari ring, melepaskan sarung tangan masing-masing. Tirta yang membawa botol air mineral di kedua tangannya dengan cepat diraih oleh Bisma dan Dayva."Aku tunggu di cafe depan," ajak Tirta"Iya," jawab Dayva dan Bisma secara bersama, membuat mereka berdua saling menoleh.Olahraga tinju ini sudah lama di geluti oleh Dayva bersama kedua temannya, mereka selalu menyempatkan latihan meskipun cuma satu minggu sekali seperti sekarang