Bab 28B"Pak Aryo terlihat dewasa, pasti tidak main-main dengan ucapannya. Beliau benar-benar mengajakku menikah. Semoga aku siap mengimbangi pemikirannya," batin Nayla."Bulan depan insyaalloh melamar ke rumah Nay, ya," jawab Aryo mantab." Cie, buru-buru amat nih. Takut direbut orang ya?" Fatih mulai melancarkan godaannya lagi."Iyalah, ngapain juga lama-lama ya Nay?" Nayla mencoba mengurangi rasa canggung dihadapan mereka."Pak Aryo yang buru-buru, saya sih enggak. Maunya kuliah lulus dulu trus cari kerja," ungkap Nay mengelak."Nay, sepihak dong dengan saya," seru Aryo tak terima. Gelak tawa pun mewarnai obrolan mereka kembali. Sampai akhirnya Bu Tina dan Pak Hasto menghentikannya untuk makan sore. Nayla ingin berpamitan pulang ke Solo sebelum balik ke Bandung. Alhasil Bu Rina menyuruhnya makan terlebih dahulu sebelum diantar Fatih ke stasiun. Aryo sempag menolak, karena setelah ini mereka mampir ke resepsi Alfian dan Sarah dulu. Namun Fatih tetap memaksa keduanya makan dulu, bisa
Bab 28C"Saya Aryo. Rumah Bapak di mana? Biar nanti saya antar pulang.""Tidak perlu, Nak. Saya hanya butuh istirahat sebentar saja. Saya masih kuat," tolaknya. Aryo hanya mengedikkan bahu mencari cara membujuknya."Bapak.""Panggil saja Pak Rusdi.""Oh ya Pak Rusdi kerja di sini?""Iya.""Maaf, kalau boleh tahu kerja apa?" Aryo sebenarnya hanya berbasa-basi tanya. Kalau dilihat dari pakaian yang dikenakan Pak Rusdi pastinya bukan staf kantor KAI."Serabutan, Nak. Kadang bersih-bersih, juga bantu angkat-angkat barang penumpang.""Porter?" sahut Aryo penuh empati. Seusia Pak Rusdi masih giat bekerja penuh tenaga fisik adalah hal luar biasa baginya. Apalagi beliau kerja kasar, beda jauh dengan papanya yang duduk-duduk di kantor memutar otak."Ya, begitulah.""Punya putra?""Anak saya kuliah. Istri saya seorang penjahit baju borongan."Entah kenapa hati Aryo mengembang mengetahui seorang Bapak bekerja keras seperti itu bisa menguliahkan anaknya."Kuliah di mana, Pak?""Di Bandung.""Oya?
Bab 29A"Nayla, ini benar-benar kamu Nay?" Pak Rusdi tercengang melihat penampilan Nay yang memakai hijab. Ia segera memeluk putrinya dan mengucap syukur tak henti-hentinya."Bapak nih, lupa sama anak sendiri," gerutu Nay dengan nada candanya. Pak Rusdi hanya menggelengkan kepala. Sedetik kemudian pandangannya beralih pada laki-laki yang berdiri di belakang putrinya ternyata laki-laki yang sama dengan penolongnya tadi."Nak Aryo?!" seru Pak Rusdi dengan raut heran."Ya, Pak.""Ini Pak Aryo teman Nay, Pak.""Pak Aryo?" Kening Pak Rusdi berkerut semakin dalam. Aryo yang tanggap langsung memberi kode pada Nayla."Maksud Nay, Mas Aryo, Pak. Teman Nay di kampus." Nayla menggaruk kepalanya yang tertutup pasmina. Ia segera mengajak bapaknya pulang supaya tidak bertanya lebih jauh.Lima belas menit akhirnya Nay sampai di rumahnya karena Aryo memesankan taksi untuk mereka bertiga pulang ke rumah. Nay memaksa bapaknya ikut pulang supaya menemani Aryo ngobrol."Silakan diminum Nak Aryo! Saya Ran
Bab 29B"Jadi Nak Aryo teman kamu dan Mika di kampus?" lanjut Pak Rusdi."Bukan teman, malahan Mas Aryo dosen Nay di kampus.""Apa?!""Maaf ya, Nak Aryo harus menunggu lama." Pak Rusdi dan bu Ranti sudah berhenti mengobrol di belakang setelah Nay memberi kode terlalu lama meninggalkan Aryo sendirian."Tidak apa-apa, Pak, Bu.""Nak Aryo bukan teman Nayla di kampus?" Aryo tersentak dengan pertanyaan tak terduga Pak Rusdi, terlebih wajah serius tercetak di sana. Niat hati tidak ingin menunjukkan identitas di depan keluarga Nayla sebelum waktunya. Namun justru Pak Rusdi sedang menanyainya saat ini."Maaf, Pak," ucap Aryo Lirih. Ada kekhawatiran jika Pak Rusdi marah mengetahui dirinya menutupi identitas."Benar, saya dosen Nayla di kampus, Pak, Bu." Melihat ekspresi tak terbaca di wajah orang tua Nayla, Aryo menelan salivanya. Ia menarik napas panjang untuk memberikan penjelasan."Saya minta maaf sebelumnya, Pak, Bu. Saya serius ingin menjadikan Nayla sebagai pendamping hidup saya." Nayla
Bab 30"Siapa, ya?" " Cuci muka dulu, ada mbeleknya?""Siapa tamunya?""Hmm, itu lihat aja sendiri. Laki-laki seumuran kita kayaknya."Nayla merasa tidak punya janji. Ia penasaran lalu masuk ke kamar mengambil pasmina dan memakainya dengan cepat."Assalamu'alaikum." Terdengar salam yang membuat Nay merasa gugup, lalu ia menjawab dengan sedikit terbata. Ternyata ada Andra yang datang ke kosnya tanpa memberitahu terlebih dahulu. Sontak Nay segera mengusap wajah yang masih tecetak bekas bantal. Sedikit penyesalan dirasa, Nay tidak sempat membasuh mukanya."Nay ke mana aja? Aku khawatir sampai mencarimu kemana-mana. HP mu kenapa tidak bisa dihubungi, pesanku juga nggak dibalas. Kamu sehat-sehat aja, kan?" Begitu banyak rentetan pertanyaan yang diutarakan Andra ke Nayla menunjukkan kekawatiran. Nay mendaratkan badannya di kursi karena lelahnya perjalanan belum sepenuhnya hilang. Entah kenapa teman sebelah kamar datang membawakan minuman hangat dan cemilan. Meskipun Cici sedang pulang kam
Bab 30BTak lama kemudian Andra muncul menenteng bungkusan berisi bubur ayam. Menunggu beberapa menit, akhirnya Nay sudah berubah penampilan membuat Andra terkesima. Mereka makan bersama di ruang tamu. Andra tak sesekali melirik ke arah Nayla."Sejak kapan berhijab?" Andra bertanya dengan menyunggingkan senyum."Belum ada sebulan," jawab Nay dengan nada biasa, walau dalam hati terasa jumpalitan. Benaknya masih terusik dengan layar ponsel My Love berganti Cindy."Cantik." Ucapan singkat yang membuat hati Nay mengembang sekaligus berkecamuk."Makasih.""Jilbabnya yang cantik.""Ckk, sudah kuduga." Nay sudah mendengkus kesal."Jangan marah. Teruskan niat baikmu, Nay. Aku mendukungmu, cantik luar dalam." Sudut bibir Andra terangkat ke kanan dan kiri membuat jantung Nay berdebar kencang. Menghela napas dalam, Nay tidak ingin terlihat gugup di depan Andra."Gimana kabar Mbak Cindy, Mas? Nayla memberanikan diri me
Bab 31 A"Apa Mas Andra balik lagi?" batin Nay. "Kenapa balik lagi, Mas An...?" Nay tercengang melihat sosok yang memunggunginya berbalik menghadap ke arahnya. Belum selesai bicara, Nay dikagetkan oleh kedatangan tak terduga Aryo yang berdiri menjulang di ambang pintu. Aura dingin di wajahnya sungguh menusuk hati. Nay hanya bisa menelan salivanya. "Mas Aryo," ucapnya terbata. "Kamu tidak mempersilahkan tamu untuk duduk, Nay?" Nayla tergagap, lalu buru-buru mempersilakan Aryo duduk. "Silakan duduk Pak, eh Mas. Kenapa Mas balik lagi?" tanya Nayla yang berusaha santai dengan raut ceria seperti tidak terjadi apa-apa. "Memangnya tidak boleh? Biar kamu bisa berduaan sama Andra, ya? jawab Aryo dengan sikap dingin membuat Nay merasa salah ngomong. Dia bingung mau bicara apalagi. "Maaf Mas, saya juga nggak tahu Mas Andra ke sini. Pas saya turun dari taksi tadi dia udah ada di sini." Nay bicara pelan-pelan agar Aryo tidak marah. "Jadi dia baru pulang sejak tadi pagi? tanya Aryo dengan
Bab 31B"Mas nggak tidur beneran?" tanya Nay dengan wajah memerah. "Nggaklah." Tawa Aryo meledak membuat Nay mendecis kesal dikerjai. "Jahat." "Biarin. Membalas tadi karena kamu sudah makan bareng laki-laki lain." "Mas! Dia bukan laki-laki lain. Mas Andra temanku," pekik Nay tak terima. Wajahnya bersungut. Bibirnya pun mengerucut. "Nggak usah mengerucutkan bibir. Astaghfirullah." Nay terhenyak melihat Aryo beristighfar lalu menggelengkan kepala. "Ckk, gini kalau ngobrol sama orang dewasa. Pikirannya mes*m," celetuk Nay sambil menutup mulutnya karena keceplosan. "Sepertinya saya berubah pikiran. Nggak jadi melamarmu bulan depan, Nay." "Maksudnya?" Nay mengernyitkan keningnya. "Tapi melamarmu minggu depan." "Oh, tidak!" jerit Nay yang dibalas dengan tawa Aryo. "Bercanda, Nay. Saya sih siap aja." "Jangan Mas! Saya perlu menyiapkan mental dulu." "Ya, betul. Kamu harus siap mental menjadi Nyonya Aryo Syailendra sekaligus ibu dari anak-anaknya nanti." Nay tersipu malu dengan uc