Bab 31B"Mas nggak tidur beneran?" tanya Nay dengan wajah memerah. "Nggaklah." Tawa Aryo meledak membuat Nay mendecis kesal dikerjai. "Jahat." "Biarin. Membalas tadi karena kamu sudah makan bareng laki-laki lain." "Mas! Dia bukan laki-laki lain. Mas Andra temanku," pekik Nay tak terima. Wajahnya bersungut. Bibirnya pun mengerucut. "Nggak usah mengerucutkan bibir. Astaghfirullah." Nay terhenyak melihat Aryo beristighfar lalu menggelengkan kepala. "Ckk, gini kalau ngobrol sama orang dewasa. Pikirannya mes*m," celetuk Nay sambil menutup mulutnya karena keceplosan. "Sepertinya saya berubah pikiran. Nggak jadi melamarmu bulan depan, Nay." "Maksudnya?" Nay mengernyitkan keningnya. "Tapi melamarmu minggu depan." "Oh, tidak!" jerit Nay yang dibalas dengan tawa Aryo. "Bercanda, Nay. Saya sih siap aja." "Jangan Mas! Saya perlu menyiapkan mental dulu." "Ya, betul. Kamu harus siap mental menjadi Nyonya Aryo Syailendra sekaligus ibu dari anak-anaknya nanti." Nay tersipu malu dengan uc
Bab 32Sebulan kemudian, lamaran Aryo untuk Nayla telah berlangsung. Nay tidak menyangka semua dimudahkan dan dilancarkan termasuk menata hatinya untuk meraih cinta-Nya. Nay merasakan kelegaan saat mama dan papa Aryo bersikap baik padanya. Keduanya seolah menunjukkan keikhlasan menerimanya sebagai menantu. Nay menganggapnya sebagai sebuah motivasi untuknya menempatkan diri dengan baik di keluarga Aryo. "Nayla!"jerit Cici dan Mika bergantian memeluk Nayla di taman kampus. "Ada apa sih, heboh bener?" celetuk Riyan. Sahabat laki-laki satu-satunya yang mereka punya. "Tahu nggak, Yan? Nay lagi dekat sama Pak Aryo. Duh, pantesan aja mukanya cerah plus merah merona hari pertama masuk liburan." Cici tak henti-hentinya mengoceh di hadapan ketiga sahabatnya. Namun, mereka bertiga yang mendengar hanya menahan senyum seraya memegangi perutnya. Tak kuasa menahan, gelak tawa pun akhirnya keluar dari mulut Mika dan Riyan, sedangkan Nay hanya memberi kode dengan pelototan mata. "Apaan, sih? Apa a
Bab 32B"Sebenarnya, aku..." ucapan Andra nyatanya hanya tertahan di dalam benaknya. Nay menghentikan langkahnya, berpura-pura membenahi pasminanya seraya berkaca di sebuah ruang sepanjang koridor. Tanpa diduga, Andra justru semakin merapatkan diri hingga jarak mereka terkikis. Aroma parfum yang dihafal Nay menyeruak ke indra penciuman membuat Nay menghirupnya dalam lantas memejamkan mata. Sedetik kemudian Nay membuka matanya lebar. Ia sadar tidak ingin tenggelam dalam fatamorgana. "Nay," bisik Andra sangat dekat di telinga kiri Nay dari arah belakang. Tak pelak Nay berjengkit kaget dengan tindakan Andra. "Mas! Ini di kampus." Nay memberi jarak dengan langkah menggeser ke kanan. Jantungnya jelas bertalu-talu, wajahnya pun sudah memerah. Andra spontan terbahak melihat respon Nay yang terkejut oleh ulahnya. "Ini lho, aku cuma mau meniup semut di jilbabmu," ujar Andra dengan wajah gemas. Ingin tertawa khawatir Nay ngambek. "Astaga," saking kagetnya, Nay tidak bisa menopang tubuhnya
Bab 33Detik demi detik tergerus oleh menit hingga menit berganti jam dan hari demi hari pun menjadi minggu. Tepat dua minggu setelah keputusan yang dibuat Aryo untuk Nayla, akhirnya akad nikah mereka berlangsung sederhana di rumah Solo. "....." "Saya terima nikahnya Nayla Zahra binti Rusdi dengan mas kawin tersebut di atas dibayar tunai." Sekali tarikan napas, Aryo telah menjawab dengan lancar ucapan sakral ijab kabul. Resmi sudah ikatan halal diantara Nayla dan Aryo. Mereka menjadi pasangan suami istri yang telah mengikat janji satu sama lain. "Alhamdulillah, Mas lega sekarang, Nay." Tatapan lekat Aryo tak lepas dari gadis anggun yang mengenakan kebaya broklat putih dengan bawahan jarit, dilengkapi pasmina putih dengan hiasan pernak-pernik khas pengantin putri. Nay tak berhenti mengulum senyum. Hatinya membuncah tak terkira, karena saat ini sudah resmi menjadi nyonya Aryo syailendra. Ia harus siap menjadi istri disaat statusnya masih mahasiswi tingkat akhir. Sejatinya tidak
Bab 34 AAcara resepsi siang tadi berjalan lancar beberapa teman-teman Aryo dan Nayla hadir. Mereka berdua sudah berada di kamar dan membersihkan diri bergantian Nayla terlebih dahulu yang masuk kamar mandi. Sementara itu Aryo membuka chat di ponselnya yang berisi ucapan selamat, sesekali senyumnya tersungging sembari membalasnya. Terdengar suara pintu kamar mandi dibuka memperlihatkan Nayla yang sudah segar dan wajahnya masih basah sepertinya karena air wudhu. Mereka akan salat Isya berjamaah. "Udah Mas, buruan gantian mandi sana." "Iya-iya, siap-siap aja dulu," seru Aryo dengan kerlingan mata membuat Nay terbelalak. Mendadak ia jadi kalem karena berada satu kamar dengan dosen yang baru saja berstatus suaminya. "Emang mau ngapain?" celetuk Nay pura-pura. "Lha iya salat Isya sayang, dikira mau apa. Sudah ga sabar, nih?" Aryo mulai gencar menggoda Nay, sementara yang digoda sudah memerah wajahnya. Setelah selesai mandi Aryo keluar hanya menggunakan celana pendek. Reflek Nayla men
Bab 34BAryo mendekatkan wajahnya ke wajah Nayla. Sementara wanita di depannya ini semakin gugup karena napas Aryo sudah terasa menyapu wajah Nay yang menutup mata. Satu detik, dua detik, tiga detik berlalu tidak terjadi apa-apa. Wajah Nay terasa memanas."Apa aku sudah salah sangka. Duh, malunya aku." Keningnya pun mengernyit, Nay membuka mata perlahan. Tanpa diduga, sapuan lembut dan dingin terasa di bibirnya."Ana uhibbuka fillah." Ucapan Aryo menggetarkan hati Nayla, seolah kupu-kupu beterbangan di dalam sana.Sebuah kecupan dari Aryo membuat Nay merinding tak karuan. Meskipun hanya sebuah kecupan singkat sudah membuat Nayla tersipu, karena terlihat belum berpengalaman.Baru mau mengulang lagi acara romantisnya tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar. Keduanya tersentak, lalu tidak bisa menyembunyikan gelak tawanya."Ishh ngganggu aja, nih." Gerutu Aryo sontak membuat Nayla tak bisa m
Bab 35 Dering ponsel menggema di sebuah kamar memaksa pemilik yang masih terlelap dibalik selimut untuk meraihnya. Terucap salam menyapa pagi dengan suara khas di ujung sana."Halo, siapa?" Suara khas bangun tidur menjawab panggilan itu."Ini Andra, Nay.""Hah, Mas Andra. Apa apa?" Berusaha mengumpulkan nyawa, Nay mengucek matanya beberapa kali. Ia ingin bangkit dari tidurnya. Namun sepasang lengan yang melingar di pinggang justru semakin mengeratkan. Tak hanya itu, serangan bertubi seperti semalam terulang kembali. Terasa hembusan napas di tengkuk Nay membuat tubuhnya meremang."Mas," lirih dengan melenguh."Nay.""Ah, iya. Maaf.""Kamu baru bangun? Sudah Subuh?" Nay merasa malu, wajahnya mendadak terasa panas. Apalagi sebuah kecupan mendarat di pipi kirinya. Ia segera membalik badan, melotot tajam ke arah Aryo. Suaminya itu hanya tertawa menggemaskan membuat Nay jengkel."Iya, sudah tadi.""Aku berangkat pagi ini jam 9 di stasiun. Pastikan jangan terlambat ya. Aku bawakan barangnya
Bab 36Setengah jam akhirnya mobil pajero yang ditumpang Nay dan Aryo terparkir di halaman depan stasiun Bandung. Keduanya masuk mencari keberadaan Andra. Namun, lima menit berlalu mereka tidak menemukannya. Nay mencoba menelpon beberapa saat hanya nada dering terdengar."Halo, Mas Andra di mana? Aku sama Mas Aryo dah sampai stasiun.""Ya, Nay. Tunggu di samping ayam resto!""Oke."Terlihat sosok laki-laki yang melambaikan tangan seraya berjalan mendekat ke arah Nay dan Aryo berdiri. Nay membalas dengan lambaian tangan kanan serta seulas senyum, sedangkan Aryo hanya tersenyum sekilas. Kedua tangannya masuk ke saku celana."Nay, ini milikmu." Andra menyerahkan sebuah paper bag untuk Nay, netranya sambil melirik ke arah Aryo yang fokus menatapnya. Andra merasa suami Nay sekaligus dosennya siap-siap pasang badan seperti pengawas."Apa ini, Mas?" tanya Nay disertai keningnya yang berkerut. Nay mencoba membuka paoer bag dan s
Bab 63C "Terima kasih, Sayang. Sudah bersedia mendampingiku, menjadi ibu dari anak-anakku." Aryo mengecup puncak kepala Nay yang tertutup pasmina hingga membuat hati Nayla mengembang. "Terima kasih juga, Mas." Lima bulan kemudian. Nay mengenakan baju toga untuk menghadiri wisuda sarajananya. Perutnya sudah terlihat membuncit karena HPL tinggal beberapa haru lagi. Suami dan keluarganya mendampingi acara wisudanya. Pun teman-temannya bersiap dengan buket bunga ditangan mereka. "Selamat dan sukses atas wisudanya, Nay," ucap ketiga sahabatnya. Menyusul juga ucapan selamat dari orang tua dan keluarga Aryo. "Selamat ya, Sayang. Maafkan mama! Kamu memang pantas menjadi pendamping Aryo. Jaga putraku ya, Sayang. Sebagai orang tuanya, mama memang kurang memberinya kasih sayang." "Tidak, Ma. Mama selalu menyayangi Mas Aryo meski jauh di negeri orang. Nay dan Mas Aryo selalu merindukan mama dan papa." Nay mencium pipi mertuanya lalu teringat ibunya. Wanita yang sudah mengandung dan melah
Bab 63B"Mereka kan mau menghadiri acara ini, Mas.""Apa?! Sebenarnya ini acara apa sih, Nay?" Aryo bergantian menatap Nay juga keluarganya yang tak ada angin tak ada hujan muncul di rumah istrinya."Hai, Aryo! Oma mau nengok calon buyut tahu, nggak? Kamu tuh malah bengong."Aryo kembali terkesiap. Merasa di prank, Aryo mendekati keluarganya. "Mama, papa, kapan pulangnya? Tante juga katanya nganter oma ke luar kota.""Kamu tuh, Yo. Sama istri mbok ya dijagain yang baik. Untung calon bayinya nggak kenapa-napa. Bisa-bisa kamu tak jewer sini.""Ampun, Oma." "Iya, ini tante sama orang tuamu nganter oma ke luar kota buat mengisi tausiyah, Yo," pungkas tante Maya. Aryo masih terbengong.Semua yang hadir melihat tingkah keluarga Aryo akhirnya tertawa, ada juga yang menahan senyum, seperti Nayla yang saling pandang dengan Andra. Semua itu skenario Andra untuk mengerjai Aryo. Andra tidak mau Nay disakiti oleh suaminya. Saat di Daejeon, dokter mengatakan Nay hampir keguguran karena tindakan
Bab 63A"Nay, ini tanda kasihku untukmu." Nay tertegun melihat apa yang dibawa suaminya.Aryo membuka kotak kecil berlapis beludru. Ia mengeluarkan benda yang terpasang cantik di tempatnya. Sebuah kalung pertanda kasih sayangnya untuk sang istri tercinta. Ada liontin bunga matahari di kalung itu. Aryo berharap mentari akan selalu bersinar menerangi langkah mereka mengarungi biduk rumah tangga.Bukan tidak mungkin akan datang kerikil yang menghadang. Sebisa mungkin mereka saling menggenggam tangan untuk melalui jalan yang harus ditempuh. Apa yang menjadi tujuannya menggapai keluarga yang samawa (sakinah, mawaddah, warahmah).Aryo memakaikan kalung dengan liontin matahari ke leher Nayla. Pasmina Nay angkat hingga kalung itu terpasang sempurna di lehernya. Aryo mengecup kepala Nay dari belakang. Rasa yang membuncah mengisi rongga dada keduanya. Senyum manis pun terukir di wajah masing-masing, hingga sepasang lengan kekar Aryo melingkar di perut Nayla. Tatapan hangat di wajah Aryo terli
Bab 62B"Sudah saya bilang Pak Aryo jangan menyakitinya. Dua kali Bapak sakiti Nay, maka...""No, big No, Ndra. Saya harus bicara sama Nayla. Pokoknya kamu nggak boleh melamar sebelum hubungan kami jelas, oke!" Andra hanya mengedikkan bahu, dalam hati tertawa penuh kemenangan.Aryo meninggalkan Andra membereskan tempat yang akan dipakai untuk acara. Entah acara apa sebenarnya Aryo tidaklah tahu. Ia mendekati Pak Rusdi, meminta maaf atas kesalahannya karena membuat Nay sakit hati.Aryo juga bercerita tentang kesalah pahamannya dengan Nay yang melihat dirinya bersama Tika. Waktu itu Tika ingin berpamitan yang terakhir karena mau tinggal di luar negeri. Pak Rusdi yang sudah tahu duduk perkaranya langsung menyilakan Aryo masuk dan duduk di ruang tamu. Bu Ranti terkejut melihat kedatangan tiba-tiba menantunya. Gegas wanita paruh baya itu membuatkan minuman dan menyuguhkan cemilan."Nay baru selesai mandi, Nak. Tunggulah sebentar. Tolong sabar ya Nak Aryo, menghadapi Nay yang anak tunggal
Bab 62AAryo berjalan tergopoh menuju rumah Nay. Mendengar obrolan tetangga Nay tentang acara syukuran membuat hatinya berkecamuk. Menyesakkan."Apa maunya Nayla? Apa dia benar-benar menginginkan perpisahan?" Aryo mendengkus kesal seraya kakinya menendang kerikil di jalan.Sementara itu,di kamar, Nayla merapikan penampilannya di depan cermin. Ingatannya terlempar saat tidur siang di kos Cika. Bisa-bisanya ia mimpi buruk."Nay, maaf. Aku tidak tega membuat Tika sedih," ungkap Aryo membuat Nay mencelos."Lalu?" Tatapan nyalang Nay tujukan pada suaminya. Napasnya memburu menanti perkataan selanjutnya dari sang suami."Ada yang ingin aku katakan padamu. Mama memintaku menikahinya. Tika bersedia menjadi istri kedua.""Untung hanya mimpi. Kalau beneran, aku nggak yakin bisa menerima kabar itu."Nay menghela napas panjang, seulas senyum tersungging di bibir bergincu pinknya. Kedua tangan mengusap perutnya lembut. Sebuah ketukan pintu megusik kegiatan asyiknya di depan cermin."Masuk!" Nay me
BAB 61B"Astaghfirullah. Aryo kenapa?""Aryo bersalah, Oma. Aryo sudah menyakiti hati Nayla. Dia pergi karena Aryo yang nggak sabaran. Saat di Daejeon Aryo menyakitinya fisik juga batin. Lagi-lagi pulangnya pun Aryo menambah lukanya kembali menganga."Oma dan Tante Maya tertegun melihat pengakuan Aryo. Keduanya menasehati Aryo supaya lebih sabar menghadapi masalah. Yang telah berlalu biarlah berlalu, jangan terulang lagi kesalahan yang sama. Manusia tidak ada yang sempurna. Memilih pasangan bukan untuk mencari yang sempurna tetapi yang bisa saling melengkapi hingga mendekati sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Rabbnya."Makasih, Oma, tante. Aryo mau bernagkat dulu ke Solo.""Apapun yang terjadi jadikan ini belajaran berharga untukmu dan Nayla, Yo. Oma tidak berharap kalian berpisah. Tetapi kalau mengharuskan kalian berpisah, kamu harus mengikhlaskannya.""Oma, Aryo tidak akan membiarkan Nay pergi. Oma dan tante doakan hubungan kami membaik!" pinta Aryo dengan penuh permohonan."
Bab 61ASehari tinggal di kos Cika, Nay akhirnya pulang ke Solo. Ia bertemu bapak ibunya, melepas rindu yang bersemayam di dada. Tangis haru nan bahagia mengiringi pertemuan keluarga sederhana itu."Kamu kurusan, Nay. Makan yang banyak, Nak!" Nay meraup wajahnya kasar. Sejatinya bukan hanya rindu yang ingin tersampaikan. Lebih tepatnya, Nay ingin mendapatkan pelukan. Support yang menguatkan hatinya karena masalah rumah tangga sedang menghampiri."Yang penting sehat kan, bu. Nanti Nay makan yang banyak soalnya kangen masakan ibu. Di sana makannya aneh-aneh," terang Nay dengan kelakarnya membuat orang tuanya tergelak.Pak Rusdi dan Bu Ranti tidak menyadari putrinya sedang dilanda masalah. Nay memang pandai menyembunyikan kesedihannya. Ia sibuk membantu ibunya membereskan jahitan seperti biasa."Pak, Bu. Ini ada sedikit rejeki, Nay ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan karena sudah diberi kesehatan saat belajar di negeri orang. Juga Nay selamat sampai pulang ke rumah.""Tapi suamimu a
Bab 60B"Sebenarna ada apa sih, Nay? Pasti kamu dan suamimu lagi berantem, ya?"Nay tidak menjawab justru tergugu seraya memeluk guling di atas kasur Cika. Sahabatnya segera mengambilkan segelas air untuk diminum supaya Nay lebih tenang.Setelah Nay terlihat tenang, Cika mulai menanyakan dengan hati-hati. Ia tidak mau Nay menangis lagi."Kalau sudah bisa cerita, aku siap ndengerin, Nay," ujar Cika."Aku tadi sudah sampai rumah. Tapi..." Nay menjeda kalimatnya seolah ada duri yang menancap di tenggorokan. Ia susah payah mengatakannya. Menarik napas panjang, Nay merasakan tepukan halus di punggungnya"Ada Mbak Tika di sana." "Hah, Bu Tika? Dosen fakultas yang baru?" Cika memasang raut keheranan kenaoa Tika bisa pagi-pagi di rumah Aryo."Kamu ingat, kan? Mbak Tika itu wanita yang dijodohkan sama Pak Aryo."Cika mendengarkan dengan sabar cerita Nayla."Tapi kamu jangan berpikiran buruk dulu, Nay. Tenanglah, kamu harus berpikir dengan kepala dingin biar nggak runyam masalahnya."Nay menga
Bab 60A EgoisNayla masih tergugu di dalam taksi yang membawanya memutari kota Bandung. Sedari tadi sopir menanyakan kemana tujuan, tetapi Nayla tidak menjawab. Sekutar satu jam, Nay baru sadar saat perutnya berdendang. Ia teringat telah melewatkan sarapan."Astagfirullah, sampai mana ini, Pak?!" pekiknya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sopir segera menepi dan menghentikan laju taksinya."Kita sudah memutari kota Bandung. Mbak mau ke mana lagi?" jawabnya seakan ingin protes tapi penumpang adalah raja. Sopir hanya memberikan pelayanan terbaiknya."Maaf, Pak. Tunggu sebentar, saya telpon teman dulu," pinta Nay. Ia mencari nomer kontak Cika."Halo, Ci. Kamu di kos atau kampus? Aku udah di Bandung.""Nay, kapan pulang?!" Nay menjauhkan ponselnya karena suara teriakan Cika dari seberang mengusi telinganya."Aku di kampus. Bentar lagi balik kos. Hanya ada kuliah pagi saja. Mika sama Ryan baru ke ruang dosen, nih. Kita ketemuan di kosku aja ya!""Ya, Ci. Tapi tolong kalau ketemu Pak Ary