Bab 34BAryo mendekatkan wajahnya ke wajah Nayla. Sementara wanita di depannya ini semakin gugup karena napas Aryo sudah terasa menyapu wajah Nay yang menutup mata. Satu detik, dua detik, tiga detik berlalu tidak terjadi apa-apa. Wajah Nay terasa memanas."Apa aku sudah salah sangka. Duh, malunya aku." Keningnya pun mengernyit, Nay membuka mata perlahan. Tanpa diduga, sapuan lembut dan dingin terasa di bibirnya."Ana uhibbuka fillah." Ucapan Aryo menggetarkan hati Nayla, seolah kupu-kupu beterbangan di dalam sana.Sebuah kecupan dari Aryo membuat Nay merinding tak karuan. Meskipun hanya sebuah kecupan singkat sudah membuat Nayla tersipu, karena terlihat belum berpengalaman.Baru mau mengulang lagi acara romantisnya tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk dari luar. Keduanya tersentak, lalu tidak bisa menyembunyikan gelak tawanya."Ishh ngganggu aja, nih." Gerutu Aryo sontak membuat Nayla tak bisa m
Bab 35 Dering ponsel menggema di sebuah kamar memaksa pemilik yang masih terlelap dibalik selimut untuk meraihnya. Terucap salam menyapa pagi dengan suara khas di ujung sana."Halo, siapa?" Suara khas bangun tidur menjawab panggilan itu."Ini Andra, Nay.""Hah, Mas Andra. Apa apa?" Berusaha mengumpulkan nyawa, Nay mengucek matanya beberapa kali. Ia ingin bangkit dari tidurnya. Namun sepasang lengan yang melingar di pinggang justru semakin mengeratkan. Tak hanya itu, serangan bertubi seperti semalam terulang kembali. Terasa hembusan napas di tengkuk Nay membuat tubuhnya meremang."Mas," lirih dengan melenguh."Nay.""Ah, iya. Maaf.""Kamu baru bangun? Sudah Subuh?" Nay merasa malu, wajahnya mendadak terasa panas. Apalagi sebuah kecupan mendarat di pipi kirinya. Ia segera membalik badan, melotot tajam ke arah Aryo. Suaminya itu hanya tertawa menggemaskan membuat Nay jengkel."Iya, sudah tadi.""Aku berangkat pagi ini jam 9 di stasiun. Pastikan jangan terlambat ya. Aku bawakan barangnya
Bab 36Setengah jam akhirnya mobil pajero yang ditumpang Nay dan Aryo terparkir di halaman depan stasiun Bandung. Keduanya masuk mencari keberadaan Andra. Namun, lima menit berlalu mereka tidak menemukannya. Nay mencoba menelpon beberapa saat hanya nada dering terdengar."Halo, Mas Andra di mana? Aku sama Mas Aryo dah sampai stasiun.""Ya, Nay. Tunggu di samping ayam resto!""Oke."Terlihat sosok laki-laki yang melambaikan tangan seraya berjalan mendekat ke arah Nay dan Aryo berdiri. Nay membalas dengan lambaian tangan kanan serta seulas senyum, sedangkan Aryo hanya tersenyum sekilas. Kedua tangannya masuk ke saku celana."Nay, ini milikmu." Andra menyerahkan sebuah paper bag untuk Nay, netranya sambil melirik ke arah Aryo yang fokus menatapnya. Andra merasa suami Nay sekaligus dosennya siap-siap pasang badan seperti pengawas."Apa ini, Mas?" tanya Nay disertai keningnya yang berkerut. Nay mencoba membuka paoer bag dan s
Bab 37Aryo memarkirkan mobilnya di mall ternama di kota Bandung. Ia mengajak Nay menuju kedai es krim. Sudah banyak pengunjung yang memenuhi kedai itu sambil menikmati es krim lezat. Lidah Nay sudah mengucur tatkala netra dimanjakan warna warni dan aneka rasa es krim cone di depannya."Mau rasa Apa, Mas?" Nay memesan untuk dirinya dan juga Aryo."Samain aja, deh." Nay lalu memesan dua cone es krim mix stroberi, vanila, dan coklat. Aryo tak berhenti tersenyum layaknya anak muda yang sedang berpacaran menikmati es krim. Usianya memang menginjak kepala tiga, tapi bersama Nay serasa usianya dua puluhan."Lain kali apa yang kamu suka dan inginkan, tolong katakan saja, biar aku juga tahu kesukaanmu, Nay." Aryo mulai berbincang serius. Ia merasa perlu mempelajari sifat-sifat Nay lebih banyak lagi dibanding Andra."Lha ini, Mas Aryo udah tahu kalau aku suka makan es krim dari mana?" Nay bertanya karena penasaran. Sementara itu Aryo, memutar
Bab 38Tiga bulan kemudian, Nay sudah bersiap untuk berangkat ke Daejeon. Beruntung student exchange untuk Nay dipilihkan di Korea sehingga Aryo tidak kesulitan perjalanan saat mengunjungi istrinya nanti."Ayo, Sayang! Kita pamit ke keluargaku dulu."Ya, keduanya sudah kembali dari Solo. Nay mengajak Aryo menginap seminggu untuk berpamitan pada bapak ibunya. Giliran sekarang, Nay berpamitan pada keluarga Aryo sebelum penerbangan lewat bandara Soekarno-Hatta besok malam.Sampai di kediaman tante Maya, sudah ada suaminya yang baru pulang dari luar kota. Pun Pak Herman dan Bu Sinta serta Oma Icha sudah duduk berkumpul di meja makan. Tante Maya sudah menyiapkan makan siang dari katering handalan yang disiapkan karyawannya. Sejak menikah dengan Aryo, Nay sudah mengurangi aktifitas di katering itu. Ia disibukkan oleh kursus bahasa untuk persiapan ke luar negeri. Nay merasa lega mendapat dukungan dari mertuanya, sampai-sampai papa dan mama Aryo pulang khusus menengok dan mengantar kepergian
Bab 39Sudah tiga hari, Nay belajar di kampus ternama kota Daejeon. Selama itu, setiap bangun pagi dan tidur malam Aryo selalu video call untuk mengetahui kabar. Katanya sih rindu, entah siapa yang merindu, keduanya tidak mau mengakui.Siang hari, di kampus, Nay baru selesai presentasi. Saking gembiranya karena dosen memberi apresiasi bagus dengan penampilannya, Nay ingin bercerita pada suaminya. Gegas ia mendial nomer yang tersimpan dengan nama dosenku suamiku. Biasanya ia menelpon dulu, baru setelahnya kalau sepakat video call maka berganti video.Beberapa kali nada dering terdengar, Nay mengerutkan dahi. Ia melihat jam tertera pukul 14 artinya di Indonesia tepat pukul 12. Pastinya sang suami sedang istirahat. Nay mencoba mendial kembali, akhirnya diangkat juga. Ia segera mengucap salam."Sayang, lagi istirahat, kan?""Halo, Nay. Ada apa?"Jantung Nay berdetak saat yang terdengar bukan suara Aryo, melainkan suara wanita. "Ini sia ...""Ini Kartika. Ada apa?" Masih bisa didengar ol
Bab 40"Siapa, laki-laki beruntung itu?" Aryo mengerutkan kening menanti jawaban Tika."Laki-laki itu, kamu, Yo. Aryo Syailendra teman masa kecilku."Aryo tertegun mendengaf penuturan Kartika. Rasa empati menyelimuti. Tika adalah geman masa kecilnya. Dulu mereka begitu akrab hingha Aryo menganggapnya sebagai saudara. Namun, pertemanan antara laki-paki dan perempuan pasti ada salah satu yang memiliki rasa, dan itulah Kartika yang sampai saat ini belum bisa melepaskan Aryo."Tik, kamu kan tahu aku sudah menikah dengan Nayla. Kami akan membangun rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah. Aku doakan kamu pun begitu. Kelak pasti ada laki-laki yang pantas untukmu.""Sudah, Yo. Ayo makan siang. Kita lupakan saja obrolan yang tadi," pinta Tika seraya tersenyum miring. Dia bahkan tidak mengatakan kalau Nayla menelpon Aryo. Benar saja, laki-laki di depannya hanya menyekrol ponselnya sebentar. Hembusan napas kasar seiring tangannya yang meletakkan ponsel sembarang di meja."Enak, nggak? Ini ak
Bab 41 Nyeri"Ayo pulang, Yo!" Teman kerjanya mencoba mengingatkan Aryo."Ya, ini beres-beres dulu. Sebentar lagi aku pulang." Aryo memang menyibukkan diri untuk membunuh kerinduan terhadap istrinya.Aryo berniat pulang setelah mengembalikan beberapa berkas ke ruangannya di lantai 3. Gegas ia ingin segera sampai rumah untuk merebahkan badannya agar lelah menghilang."Yo, sudah selesai rapatnya?""Kamu belum pulang, Tik?" Aryo terkejut mendapati Tika berdiri di dekat tangga lantai 1. Dugaan Aryo, Tika sengaja menunggunya sampai selesai rapat dan pulang bersama."Aku ada kerjaan sedikit tadi sama mahasiswa," kilahnya membuat Aryo tidak mau berpikir lagi. Kepalanya sudah nyut-nyutan, tetapi masih ditahannya."Aku bisa nebeng sampai depan, Yo?" Tika pura-pura menebeng, padahal ia menginginkan diantar sampai rumah."Ya, ayo aku antar sekalian. Kita sejalan kan ke rumahmu," balas Aryo tanpa basa-basi. Ia dan Tika sudah berteman sejak kecil. Tidak pernah ada kecurigaan hal buruk tentang wani