Sebagai seorang ibu Ruth menginginkan yang terbaik untuk Sakhala. Dia tetap kêkêh menentang pernikahan Sakhala dan Dayana. Sampai sekarang Ruth bahkan masih tidak menyangka jika Dayana gadis nakal, murahan, dan sering mabuk-mabukan.Tabiat dan kebiasaan gadis itu benar-benar di luar dugaannya. Meskipun menyandang status sebagai keluarga konglomerat, orang tua Sakhala tetap memegang teguh norma dan nilai luhur yang sudah diajarkan oleh keluarganya secara turun-temurun."Abang minta maaf, Ma. Abang benar-benar menyesal sudah menyembunyikan hal sepenting ini dari Mama. Tapi abang mohon, jangan batalkan pernikahan abang dan Dayana Ma ...," ucap Sakhala dengan wajah memelas.Dayana tertegun melihatnya karena Sakhala berkali-kali memohon pada Ruth agar tidak membatalkan pernikahan mereka. Padahal pernikahan mereka hanya sandiwara."Sekali tidak, tetap tidak!" putus Ruth tidak bisa dibantah."Tapi, Ma ... "Dayana hanya bisa diam dan pasrah jikalau pernikahannya dan Sakhala batal karena hubu
Salsa berjingkat karena Dayana tiba-tiba datang lalu membanting sebuah kotak makan tepat di hadapannya. Padahal Dayana tadi tidak berselera makan, tapi sahabatnya itu sekarang malah memakan semangkuk tongseng ayam pesanannya dengan lahap.Nafsu makan Dayana tiba-tiba meningkat setelah bertemu dengan Laudya. Dayana benar-benar kesal karena Laudya berani mendekati Sakhala. Dokter muda itu bahkan membawa bekal makan siang untuk calon suaminya.Menyebalkan!Dia pasti tidak akan membiarkan bekal itu sampai ke tangan Sakhala."Jam makan siang masih lama, Day. Pelan-pelan saja kalau makan.""Hmm ...." Dayana menanggapi ucapan Salsa hanya dengan gumaman karena mulutnya sibuk mengunyah makanan.Padahal Salsa tadi mengatakan tongseng ayam tersebut rasanya sangat lezat, tapi entah kenapa makanan tersebut tidak terasa lezat di lidah Dayana. Mungkin karena dia sedang kesal dengan Laudya.Darah di dalam tubuh Dayana seolah-olah mendidih jika mengingat Laudya. Dokter muda itu sangat keterlaluan dan
"Apa maksudmu wanita sialan?!" geram Dayana terdengar penuh amarah.Gadis itu sudah berusaha keras menahan amarahnya agar tidak meledak, tapi Laudya benar-benar menguji kesabarannya. "Aku rasa kaum tidak tuli, Dayana. Leave, Sakhala!""Dasar wanita gila! Jangan bicara sembarangan, Laudya. Aku tidak mungkin meninggalkan Sakhala karena kami akan menikah."Napas Dayana tampak terengah karena emosinya mulai tersulut. Rasanya dia ingin sekali mencakar wajah busuk Laudya untuk melampiaskan amarahnya.Orang yang baru pertama kali melihat Laudya pasti akan menganggap gadis itu seperti malaikat. Namun, siapa yang akan menyangka kalau sifat Laudya seperti iblis. Gadis itu benar-benar licik."Apa aku tidak salah dengar? Bukankah tante Ruth sudah membatalkan pernikahan kalian? Ups, sepertinya mulutku ini terlalu banyak bicara!" Laudya tersenyum miring membuat Dayana semakin kesal."Aku tidak ada waktu untuk meladeni omong kosongmu! Tinggalkan rumahku sebelum aku memanggil satpam untuk mengusirmu
"Aku akan memberi tahu semuanya, tapi tidak di sini.""Memangnya kenapa?"Dayana mengedarkan pandang ke sekitar, semua orang yang ada di lobi sedang berbisik-bisik sambil memperhatikannya dan Sakhala. Mereka pasti sedang membicarakan hal yang tidak-tidak karena kabar pernikahannya dan Sakhala yang batal sudah menyebar dan menjadi gosip paling panas di kantor.Entah siapa yang menyebarkan berita tersebut. Mungkin saja Laudya karena dokter muda itu adalah orang yang paling ingin pernikahannya dan Sakhala batal."Apa kamu tidak lihat? Semua orang yang ada di lobi sedang membicarakan kita." Dayana tersenyum miring lalu menyilangkan kedua tangannya di depan dada. Dia benar-benar muak dengan orang yang suka membicarakan masalah orang lain.Sakhala mengedarkan pandang ke sekitar. Awalnya seluruh karyawan yang ada di lobi memang sedang memperhatikan dan membicarakannya dan Dayana. Namun, mereka langsung menundukkan kepala seolah-olah tidak melakukan apa-apa ketika mendapat tatapan tajam darin
Sakhala merasa sangat lega sekaligus senang karena Dayana tidak menghindarinya lagi. Dia akan berusaha keras meyakinkan sang ibu agar tidak membatalkan pernikahannya dengan Dayana.Sakhala mematikan komputernya, lalu merapikan beberapa berkas yang berserakan di atas meja ke dalam sebuah map berwarna cokelat. Dia ingin pulang meskipun sekarang belum waktunya untuk pulang karena tidak larangan bagi CEO seperti dirinya untuk meninggalkan kantor lebih awal. "Tumben sekali kamu mau pulang sekarang, Sakha," ucap Erick sambil berjalan masuk ke ruangan Sakhala.Sakhala berjingkat karena mendengar suara Erick. "Kamu ini mengagetkanku saja, Rick."Erik malah terkekeh lalu meminta maaf karena sudah membuat sahabat sekaligus atasannya itu terkejut. "Tumben sekali kamu mau pulang sekarang? Apa terjadi sesuatu?" tanyanya terdengar khawatir karena desas-desus batalnya pernikahan Sakhala dan Dayana sudah sampai ke telinganya. Kabar itu bahkan sudah menyebar di kantor dan membuat gempar seluruh karya
Pernikahan Sakhala dan Dayana kurang sepuluh hari lagi, tapi Ruth sampai sekarang tetap kêkêh ingin membatalkan pernikahan mereka. Dayana terus berusaha meluluhkan hati Ruth meskipun wanita itu masih bersikap dingin padanya.Seharusnya Dayana memanfaatkan hari liburnya untuk beristirahat, tapi dia malah pergi ke rumah Sakhala. Dia membawa satu keranjang berisi buah-buahan untuk Ruth dan satu kotak cokelat untuk Ariana.Dayana mengendarai mobilnya dengan kecepatan sedang. Untung saja jalanan ramai lancar. Empat puluh lima menit kemudian dia tiba di rumah Sakhala. Kening gadis itu berkerut dalam melihat sebuah mobil Audi berwarna merah terparkir di depan rumah Sakhala.Entah kenapa mobil tersebut terlihat tidak asing di matanya. Dayana merasa pernah melihat mobil tersebut sebelumnya, tapi dia lupa kapan dan tepatnya.Dayana pun memakirkan mobilnya di sebelah Audy merah itu kemudian meraih keranjang buah dan satu kotak cokelat yang ada di bangku samping kemudi sebelum turun. Dayana tidak
Mendengar penolakan Ruth untuk yang kesekian kalinya membuat Dayana ingin sekali menyerah terhadap hubungannya dengan Sakhala. Gadis itu terlihat pasrah dan menerima apa pun keputusan yang Ruth berikan. Dia sudah lelah dengan semuanya. "Sakha ...."Sakhala tertegun melihat kedua mata Dayana yang berkaca-kaca. Gadis itu pasti sedih karena Ruth kēkēh menolak pernikahan mereka.Dayana menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan agar perasaannya menjadi lebih tenang sebelum. "Aku sudah lelah, Sakha. Sebaiknya kita berhenti sampai di sini saja."Sakhala tersentak mendengar ucapan Dayaba barusan. "Apa yang kamu katakan, Dayana? Kita sudah berjuang sejauh ini. Kenapa kamu tiba-tiba ingin menyerah?"Sakhala menatap sepasang mata hezel milik Dayana dengan lekat, tapi gadis itu malah membuang muka ke arah lain seolah-olah menghindari tatapannya."Mamamu tidak akan pernah memberi restu pada sekeras apa pun kita berusaha membujuknya, Sakha. Aku merasa sangat lelah dan nyaris putus asa.
"Abang berangkat ke kantor dulu Ma, Pa." Sakhala berjalan begitu saja melewati kedua orang tuanya yang sedang duduk di meja makan. Dia sengaja melewatkan sarapan karena Ruth selalu membahas pernikahannya dengan Dayana setiap kali ada kesempatan. Sakhala tidak ingin membuat moodnya rusak karena hari ini dia harus menghadiri rapat penting dengan klien. "Abang tidak sarapan dulu?" tanya Ruth setelah berhasil mengejar Sakhala dengan menahan pergelangan tangan putra sulungnya itu."Tidak, Ma. Abang harus berangkat ke kantor sekarang." Sakhala melepaskan tangannya dari genggaman Ruth dengan pelan. "Abang marah sama mama?" Ruth menatap Sakhala dengan sendu. Entah kenapa Ruth merasa kalau Sakhala sedang menghindarinya. Sakhala ingin sekali mengatakan 'iya', tapi kata-kata itu tertahan di bibirnya."Abang, ke sini sebentar, kita sarapan dulu!" perintah Jordan terdengar tegas dan tidak bisa dibantah.Sakhala menghela napas panjang lantas berjalan menuju meja makan dan duduk di samping Arian
"Sakha, lihat ini." Dayana mengusap perutnya yang tampak semakin membesar. Sakhala sontak mengalihkan pandang dari layar laptopnya lalu menatap Dayana dan ikut mengusap perut istrinya itu dengan lembut."Halo, Jagoan Papa. Sehat-sehat ya, di dalam perut mama. Papa sudah tidak sabar ingin ketemu sama kamu," ucap Sakhala sambil tersenyum karena merasakan pergerakan dari calon buah hatinya yang masih berada di dalam perut Dayana."Apa kamu bisa merasakannya, Sakha?"Sakhala mengangguk. Kedua matanya tampak berbinar merasakan gerakan dari calon buah hatinya. "Dia pasti tidak sabar ingin bertemu sama mama papanya."Perasaan Dayana seketika menghangat melihat Sakhala yang sedang berbicara dengan calon buah hati mereka. Dia bisa melihat dengan jelas jika Sakhala sangat menyayangi buah hatinya."Sakha," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang?" "Dokter Tasqia kemarin bilang kalau aku mungkin akan melahirkan akhir bulan nanti. Tapi kenapa perutku sekarang sering merasa mulas?" tanya Dayana sambil
Dayana menjalani masa kehamilannya dengan penuh kebahagiaan meskipun ini bukan kehamilannya yang pertama. Minggu ini usia kehamilannya tepat tujuh bulan. Dayana merasa napasnya menjadi lebih berat dan sesak dari pada biasanya karena janin yang ada di dalam perutnya semakin membesar.Sebagai seorang suami, Sakhala berusaha memberikan yang terbaik untuk Dayana. Seperti dua hari yang lalu, dia baru saja membelikan istrinya itu sebuah sofa santai khusus untuk ibu hamil yang harganya puluhan juta. Sakhala sengaja membelinya agar Dayana merasa nyaman. Selain itu dia tidak tega melihat Dayana yang terus mengeluh karena pinggangnya sakit dan pegal-pegal. Dayana menganggap Sakhala terlalu berlebihan. Namun dia sendiri tidak bisa menolak karena Sakhala membeli sofa itu tanpa sepengetahuan dirinya. Selain itu, dia juga tidak ingin berdebat dengan Sakhala karena itu hanya akan menguras energinya.Dayana duduk di sofa ruang keluarga dengan wajah bahagia. Dia tersenyum saat mengingat pesta gender
Keesokan harinya Dayana bangun dengan kondisi tubuh yang segar bugar karena dia semalam tidur dengan sangat nyenyak. Dia bahkan tidak terganggu dengan suara alarm yang dia pasang sebelum tidur.Dayana melirik jam digital yang ada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ternyata sekarang sudah jam tujuh pagi dan dia ingat kalau hari ini Sakhala ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat untuk babymoon. "Sakha sudah bangun belum, ya?" gumam Dayana sambil beranjak dari tempat tidurnya dengan hati-hati.Biasanya Sakhala selalu membantunya saat turun, tapi beberapa minggu ini dia harus melakukannya sendiri karena perutnya selalu merasa mual bila berada di dekat Sakhala. Mungkin saja ini bawaan bayi yang berada di dalam kandungannya.Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dari luar. "Apa kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Sakhala sambil membuka sedikit pintu kamarnya untuk melihat Dayana. Tingkah lelaki itu benar-benar mirip seorang pencuri yang mengintai rumah korbannya."Aku sudah bangun
Dayana terbangun dari tidurnya karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual. Dia pun langsung bangun lalu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Sakhala yang mendengar Dayana muntah-muntah ikut terbangun dan segera menghampiri istrinya itu. "Kamu nggak papa, Sayang?" Sakhala mengetuk pintu kamar mandi dengan perasaan khawatir. Dayana tidak menjawab panggilan Sakhala dan terus muntah-mutah. Rasanya Sakhala ingin sekali menemani Dayana di dalam sana, akan tetapi dia tidak bisa masuk karena pintu kamar mandi dikunci Dayana dari dalam. "Sayang?!" Sakhala terus berdiri di depan pintu kamar mandi sambil terus memanggil Dayana. Dia akan mendobrak pintu kamar mandi tersebut jika Dayana tidak kunjung keluar. Namun, belum sempat dia melakukannya Dayana tiba-tiba membuka pintu kamar mandi tersebut dengan wajah yang terlihat sedikit pucat. Sakhala segera menghampiri Dayana lalu menuntun wanita itu agar duduk di atas tempat tidur. "Bagaiamana keadaanmu sekarang? Apa sudah
Dayana telah dipindahkan ke ruang rawat setelah menjalani proses pemindahan embrio di rahimnya. Wanita itu masih belum sadar karena efek bius. Sakhala tidak pernah beranjak dari sisi Dayana, dia duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Dayana sambil menggenggam jemari tangan wanita itu dengan erat. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Dayana membuka mata. Dia mengerjapkan kedua matanya perlahan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menerobos masuk ke dalam indra penglihatannya."Sayang?!" Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya membuka mata. Dia segera menekan tombol Nurse Call untuk memanggil perawat atau dokter agar memeriksa Dayana."Sakha ...," panggil Dayana pelan karena tubuhnya masih terasa lemas. Tiba-tiba saja pintu ruang rawatnya diketuk dari luar disusul dengan masuknya seorang perawat untuk memeriksa kondisinya"Bagaimana keadaan Ibu Dayana sekarang? Apa Anda masih merasa pusing?" tanya perawat tersebut."Tidak, Sus. Tapi saya masih merasa sedikit
Waktu berjalan dengan begitu cepat, membawa semua hal berlalu bersamanya. Hari ini adalah hari yang penting bagi Sakhala dan Dayana. Sudah genap empat belas hari pasangan itu menunggu hasil dari program bayi tabung yang telah mereka jalani selama kurang lebih satu bulan. "Apa kamu cemas?" tanya Sakhala terdengar lembut. Genggaman tangannya pada Dayana tidak terlepas sedikit pun sejak mereka memasuki halaman rumah sakit."A-aku baik-baik saja."Sakhala menggeleng pelan karena wanita yang berjalan di sampingnya itu tidak pandai berbohong. "Kamu masih ingat ucapanku kemarin malam, kan? Apa pun hasilnya kita pasrahkan sama Tuhan. Yang terpenting kita sudah melakukan yang terbaik," ucap Sakhala berusaha menyalurkan energi positif pada Dayana. "Iya, aku tahu. Terima kasih karena kamu sudah ada di sampingku selama ini," balas Dayana pelan.Kedua pasangan itu pun akhirnya tiba di depan pintu ruangan bercat putih dengan sebuah papan nama bertuliskan Dokter Tasqia, SpOG.Sebelum menarik han
"Sayang!" Sakhala terus mengetuk pintu kamar mandi yang ada di hadapannya karena Dayana tidak kunjung keluar.Apa mungkin Dayana pingsan?"Kamu baik-baik saja, kan? Aku akan mendobrak pintu ini kalau kamu tidak juga keluar!" ucap Sakhala cemas. Dia terus mondar-mandir di depan pintu kamar mandi karena tidak terdengar suara apa pun dari dalam.Apa Dayana baik-baik saja? Sakhala melirik jam tangannya sekilas. Sudah lima menit dia menunggu tapi Dayana belum juga keluar. Sepertinya dia harus mendobrak pintu kamar mandi tersebut. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara Dayana dari dalam."Tunggu, Sakha. Sebentar lagi aku keluar." Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya keluar dari kamar mandi. "Demi Tuhan, Sayang. Aku sudah berdiri di sini selama dua puluh menit. Apa kamu ingin membuatku khawatir?" Dayana malah terkekeh alih-alih merasa bersalah pada Sakhala. "Maaf Sakha. Aku tadi berendam air hangat sambil dengerin musik. Jadi nggak dengar kalau kamu mengetuk pintu.
Beberapa hari kemudian, Sakhala mengantar Dayana ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan Dokter Tasqia mengenai program bayi tabung. Dayana merasa sangat cemas karena ini pengalaman pertama baginya. Meskipun begitu, dia sudah siap dengan semua risiko yang mungkin akan dia temui nanti. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sakhala karena melihat Dayana duduk dengan gelisah. Kedua mata istrinya berulang kali melihat ke arah pintu ruangan Dokter Tasqia yang masih tertutup rapat."A-aku baik-baik saja, Sakha. Cuma sedikit gugup."Sakhala menggenggam tangan Dayana semakin erat. Telapak tangan istrinya itu terasa sangat dingin dan basah. Dayana pasti merasa sangat gugup sekarang."Tenang saja, ada aku di sini. Semua pasti akan baik-baik saja," ujar Sakhala terdengar lembut. Pintu yang sedari tadi Dayana amati tiba-tiba dibuka dengan pelan dari dalam. Seorang wanita muda yang sedang hamil terlihat keluar dari ruangan tersebut disusul dengan seorang perawat dari arah belakang. "Silakan, Non
"Mama bilang apa? Nikah lagi? Apa Mama sudah kehilangan akal? Abang nggak mau Ma." Sakhala menolak dengan tegas permintaan Ruth. "Memangnya kenapa, Bang? Mama menyuruh Abang menikah lagi karena keluarga kita butuh seorang pewaris dari darah Abang. Apa mama salah?"Sakhala mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar merasa kecewa dengan mamanya. Bagaimana mungkin Ruth bisa menyuruhnya untuk menikah lagi? Apa Ruth tidak pernah memikirkan perasaan Dayana?"Mama jelas-jelas salah kalau menyuruh abang menikah lagi demi mendapat keturunan. Apa Mama tidak memikirkan bagaimana perasaan Dayana?" Sakhala mengatupkan rahangnya rapat-rapat, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Sepertinya keputusannya untuk datang ke rumah mamanya setelah pulang dari kantor ini salah karena Ruth semakin menambah beban pikirannya. "Tapi kita butuh seorang pewaris, Bang," ucap Ruth dengan menekan kata pewaris. "Apa Mama lupa kalau kita sudah memiliki Anya?""Tapi dia bukan darah daging Abang." Ruth