Mendengar penolakan Ruth untuk yang kesekian kalinya membuat Dayana ingin sekali menyerah terhadap hubungannya dengan Sakhala. Gadis itu terlihat pasrah dan menerima apa pun keputusan yang Ruth berikan. Dia sudah lelah dengan semuanya. "Sakha ...."Sakhala tertegun melihat kedua mata Dayana yang berkaca-kaca. Gadis itu pasti sedih karena Ruth kēkēh menolak pernikahan mereka.Dayana menarik napas panjang, lalu mengembuskannya perlahan agar perasaannya menjadi lebih tenang sebelum. "Aku sudah lelah, Sakha. Sebaiknya kita berhenti sampai di sini saja."Sakhala tersentak mendengar ucapan Dayaba barusan. "Apa yang kamu katakan, Dayana? Kita sudah berjuang sejauh ini. Kenapa kamu tiba-tiba ingin menyerah?"Sakhala menatap sepasang mata hezel milik Dayana dengan lekat, tapi gadis itu malah membuang muka ke arah lain seolah-olah menghindari tatapannya."Mamamu tidak akan pernah memberi restu pada sekeras apa pun kita berusaha membujuknya, Sakha. Aku merasa sangat lelah dan nyaris putus asa.
"Abang berangkat ke kantor dulu Ma, Pa." Sakhala berjalan begitu saja melewati kedua orang tuanya yang sedang duduk di meja makan. Dia sengaja melewatkan sarapan karena Ruth selalu membahas pernikahannya dengan Dayana setiap kali ada kesempatan. Sakhala tidak ingin membuat moodnya rusak karena hari ini dia harus menghadiri rapat penting dengan klien. "Abang tidak sarapan dulu?" tanya Ruth setelah berhasil mengejar Sakhala dengan menahan pergelangan tangan putra sulungnya itu."Tidak, Ma. Abang harus berangkat ke kantor sekarang." Sakhala melepaskan tangannya dari genggaman Ruth dengan pelan. "Abang marah sama mama?" Ruth menatap Sakhala dengan sendu. Entah kenapa Ruth merasa kalau Sakhala sedang menghindarinya. Sakhala ingin sekali mengatakan 'iya', tapi kata-kata itu tertahan di bibirnya."Abang, ke sini sebentar, kita sarapan dulu!" perintah Jordan terdengar tegas dan tidak bisa dibantah.Sakhala menghela napas panjang lantas berjalan menuju meja makan dan duduk di samping Arian
Pernikahan Sakhala dan Dayana akan digelar empat hari lagi, tapi mereka tetap masuk kerja. Gosip tentang batalnya pernikahan mereka yang sempat beredar beberapa hari lalu di kantor sekarang sudah mereda seiring berjalannya waktu. Beberapa karyawan Jordan Corps turut bahagia atas pernikahan Sakhala dan Dayana, tapi tidak sedikit karyawan perempuan yang patah hati karena Sakhala akan menikah dengan wanita lain. Sakhala dan Dayana tidak tanggung-tanggung menunjukkan hubungan mereka di depan semua orang. Terutama Sakhala, lelaki itu seolah-olah ingin menunjukkan pada semua orang jika hanya Dayana perempuan yang dia cintai.Sakhala meraih ponselnya yang berada di atas meja karena ingin menelepon Dayana. Teleponnya baru diterima oleh gadis itu setelah dering ketiga. "Halo, Baby.""Iya, Sakha. Ada apa?""Sepertinya kita tidak bisa pulang bersama karena aku ada meeting mendadak. Maaf ...," ucap Sakhala terdengar penuh dengan penyesalan."Tidak apa-apa, Sakha. Jangan minta maaf. Lagi pula aku
Tidak butuh waktu lama bagi Sakhala dan Dayana untuk fitting baju pengantin. Tepat pukul delapan malam mereka sudah selesai memilih baju yang akan dipakai di acara pernikahan mereka nanti. "Terima kasih banyak, Mbak," ucap Dayana pada karyawan yang sudah membantunya fitting baju pengantin. Setelah itu dia segera pergi ke rumah Sakhala untuk menemui Ruth dan Jordan.Dayana tanpa sadar terus meremas jemari tangannya selama di jalan. Gadis itu merasa sangat gugup karena sebentar lagi akan bertemu dengan Ruth lantaran selama beberapa hari ini hubungan mereka sedikit kurang baik. Sakhala tampak fokus memperhatikan jalanan yang ada di hadapannya, tapi dia sebenarnya tahu kalau Dayana sedang tidak baik-baik saja karena gadis itu berulang kali menghela napas panjang sambil meremas kesepuluh jari tangannya. Sakhala tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan membuat Dayana tersadar dari lamunan. Kedua matanya menatap Sakhala dengan heran. "Kenapa kita berhenti di sini, Sakha?" "Kenap
Waktu seolah-olah berhenti selama beberapa saat. Dayana masih tidak menyangka akhirnya dia menjadi seorang pengantin hari ini. Bibir kenyal Sakhala mendarat sempurna di atas bibir ranum miliknya. Para tamu undangan yang hadir pun sontak bertepuk tangan seolah-olah ikut bahagia atas perikahannya dan Sakhala.Dayana melepas pagutan bibirnya dengan paksa. Dia merasa sangat malu karena banyak pasang mata yang melihatnya sedang berciuman dengan Sakhala. Sakhala membingkai pipi Dayana dengan kedua telapak tangannya yang besar lalu mengusap bibir gadis itu yang terlihat sedikit basah karena ulahnya. Jantung Dayana seketika berdetak dua kali lebih cepat karena Sakhala menatapnya dengan lekat. Tanpa sadar kedua tangannya meremas gaunnya dengan erat sebagai pelampiasan."Sepertinya aku terlalu terbawa suasana. Maaf kalau aku sudah membuatmu merasa tidak nyaman, Dayana," bisik Sakhala terdengar lembut."Em, aku baik-baik saja, Sakha. Jangan minta maaf," ucap Dayana gugup.Malam harinya Sakhala
"Em, Sakhala, tunggu!"Sakhala sontak berhenti mengecup leher Dayana. "Ada apa, Baby? Bukankah ini malam pertama kita?" bisiknya tepat di telinga gadis itu.Dayana menggigit bibir bagian bawahnya kuat-kuat sebum menjawab pertanyaan Sakhala. Keraguan tergambar jelas di wajah cantiknya. "Iya, memang. Tapi aku masih belum siap, Sakha."Sakhala memutar tubuh Dayana agar menghadapnya. Sepasang mata abu-abu miliknya menatap Dayana dengan lekat. "Kenapa kamu belum siap, Dayana? Bukankah kita sudah pernah melakukannya?"Dayana malah diam. Jujur, dia merasa bersalah karena Sakhala bukan orang pertama yang menyentuh tubuhnya. Sebagai seorang istri dia seharusnya bisa menjaga kehormatannya dengan baik.Tapi apa yang dia lakukan?Dia malah tidur dengan mantan kekasihnya hingga hamil di luar nikah."Apa yang kamu pikirkan, Dayana?" Dayana tergagap karena mendengar suara Sakhala."Apa kamu masih memikirkan mantan kekasihmu?""Em, ti-tidak," jawab Dayana terdengar gugup.Sakhala malah tersenyum. "Ka
Dayana mengerjapkan kedua matanya perlahan. Entah kenapa perutnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menindihnya. Kening Dayana berkerut dalam melihat sebuah tangan yang melingkari perutnya dengan erat serta dengkuran halus yang berasal dari belakang tubuhnya. Dayapun pun berbalik. Kedua mata gadis itu sontak membulat, seolah-olah ingin loncat keluar dari tempatnya karena dada bidang dan perut Sakhala yang kotak-kotak terpampang sangat jelas di matanya.Sakhala terlihat err ... sangat seksi.Sakhala menggeliat pelan karena merasa tidurnya terganggu. Bukannya bangun dia malah mendekap Dayana semakin erat. "Good morning, Sayang," gumam Sakhala dengan suara serak khas orang bangun tidur. "Selamat pagi juga, Sakha." Dayana ingin melepaskan diri dari dekapan Sakhala. Namun, lelaki itu malah memeluknya semakin erat hingga membuatnya tidak bisa bergerak."Sakha, lepas! Aku mau mandi karena badanku lengket semua." Dayana terus berusaha melepaskan diri dari dekapan Sakhala. Namun, dia s
Selesai sarapan dan mencuci piring, Sakhala dan Dayana menghabiskan waktu dengan menonton televisi seharian di rumah sambil ditemani dengan berbagai camilan. Mereka benar-benar menikmati waktu bersama.Sakhala berbaring di atas karpet berbulu dan meletakkan kepalanya di atas pangkuan Dayana. Dayana terlihat begitu serius menatap layar televisi 72 inci yang sedang menampilan drama Korea favoritnya sambil mengusap rambut Sakhala."Sayang!" Sakhala berulang kali memanggil Dayana, tapi wanita itu tidak menghiraukan panggilannya sama sekali karena terlalu asyik menonton televisi.Sakhala pun bangun lantas mendudukkan diri di samping Dayana dan mematikan televisi. "Loh, kok, mati?" Dayana terlihat bingung karena televisi yang ada di hadapannya tiba-tiba mati. Sedetik kemudian dia mengerucutkan bibir kesal setelah tahu jika Sakhala yang mematikan televisinya."Kenapa tivinya dimatiin sih, Sakha? Aku kan, lagi asyik nonton." "Apa drama Korea itu lebih menarik dari pada wajah tampan suamimu
"Sakha, lihat ini." Dayana mengusap perutnya yang tampak semakin membesar. Sakhala sontak mengalihkan pandang dari layar laptopnya lalu menatap Dayana dan ikut mengusap perut istrinya itu dengan lembut."Halo, Jagoan Papa. Sehat-sehat ya, di dalam perut mama. Papa sudah tidak sabar ingin ketemu sama kamu," ucap Sakhala sambil tersenyum karena merasakan pergerakan dari calon buah hatinya yang masih berada di dalam perut Dayana."Apa kamu bisa merasakannya, Sakha?"Sakhala mengangguk. Kedua matanya tampak berbinar merasakan gerakan dari calon buah hatinya. "Dia pasti tidak sabar ingin bertemu sama mama papanya."Perasaan Dayana seketika menghangat melihat Sakhala yang sedang berbicara dengan calon buah hati mereka. Dia bisa melihat dengan jelas jika Sakhala sangat menyayangi buah hatinya."Sakha," panggil Dayana pelan."Iya, Sayang?" "Dokter Tasqia kemarin bilang kalau aku mungkin akan melahirkan akhir bulan nanti. Tapi kenapa perutku sekarang sering merasa mulas?" tanya Dayana sambil
Dayana menjalani masa kehamilannya dengan penuh kebahagiaan meskipun ini bukan kehamilannya yang pertama. Minggu ini usia kehamilannya tepat tujuh bulan. Dayana merasa napasnya menjadi lebih berat dan sesak dari pada biasanya karena janin yang ada di dalam perutnya semakin membesar.Sebagai seorang suami, Sakhala berusaha memberikan yang terbaik untuk Dayana. Seperti dua hari yang lalu, dia baru saja membelikan istrinya itu sebuah sofa santai khusus untuk ibu hamil yang harganya puluhan juta. Sakhala sengaja membelinya agar Dayana merasa nyaman. Selain itu dia tidak tega melihat Dayana yang terus mengeluh karena pinggangnya sakit dan pegal-pegal. Dayana menganggap Sakhala terlalu berlebihan. Namun dia sendiri tidak bisa menolak karena Sakhala membeli sofa itu tanpa sepengetahuan dirinya. Selain itu, dia juga tidak ingin berdebat dengan Sakhala karena itu hanya akan menguras energinya.Dayana duduk di sofa ruang keluarga dengan wajah bahagia. Dia tersenyum saat mengingat pesta gender
Keesokan harinya Dayana bangun dengan kondisi tubuh yang segar bugar karena dia semalam tidur dengan sangat nyenyak. Dia bahkan tidak terganggu dengan suara alarm yang dia pasang sebelum tidur.Dayana melirik jam digital yang ada di atas meja kecil samping tempat tidurnya. Ternyata sekarang sudah jam tujuh pagi dan dia ingat kalau hari ini Sakhala ingin mengajaknya pergi ke suatu tempat untuk babymoon. "Sakha sudah bangun belum, ya?" gumam Dayana sambil beranjak dari tempat tidurnya dengan hati-hati.Biasanya Sakhala selalu membantunya saat turun, tapi beberapa minggu ini dia harus melakukannya sendiri karena perutnya selalu merasa mual bila berada di dekat Sakhala. Mungkin saja ini bawaan bayi yang berada di dalam kandungannya.Tiba-tiba saja pintu kamarnya diketuk dari luar. "Apa kamu sudah bangun, Sayang?" tanya Sakhala sambil membuka sedikit pintu kamarnya untuk melihat Dayana. Tingkah lelaki itu benar-benar mirip seorang pencuri yang mengintai rumah korbannya."Aku sudah bangun
Dayana terbangun dari tidurnya karena perutnya tiba-tiba terasa sangat mual. Dia pun langsung bangun lalu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi perutnya. Sakhala yang mendengar Dayana muntah-muntah ikut terbangun dan segera menghampiri istrinya itu. "Kamu nggak papa, Sayang?" Sakhala mengetuk pintu kamar mandi dengan perasaan khawatir. Dayana tidak menjawab panggilan Sakhala dan terus muntah-mutah. Rasanya Sakhala ingin sekali menemani Dayana di dalam sana, akan tetapi dia tidak bisa masuk karena pintu kamar mandi dikunci Dayana dari dalam. "Sayang?!" Sakhala terus berdiri di depan pintu kamar mandi sambil terus memanggil Dayana. Dia akan mendobrak pintu kamar mandi tersebut jika Dayana tidak kunjung keluar. Namun, belum sempat dia melakukannya Dayana tiba-tiba membuka pintu kamar mandi tersebut dengan wajah yang terlihat sedikit pucat. Sakhala segera menghampiri Dayana lalu menuntun wanita itu agar duduk di atas tempat tidur. "Bagaiamana keadaanmu sekarang? Apa sudah
Dayana telah dipindahkan ke ruang rawat setelah menjalani proses pemindahan embrio di rahimnya. Wanita itu masih belum sadar karena efek bius. Sakhala tidak pernah beranjak dari sisi Dayana, dia duduk di kursi yang ada di sebelah ranjang Dayana sambil menggenggam jemari tangan wanita itu dengan erat. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya Dayana membuka mata. Dia mengerjapkan kedua matanya perlahan untuk menyesuaikan dengan cahaya yang menerobos masuk ke dalam indra penglihatannya."Sayang?!" Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya membuka mata. Dia segera menekan tombol Nurse Call untuk memanggil perawat atau dokter agar memeriksa Dayana."Sakha ...," panggil Dayana pelan karena tubuhnya masih terasa lemas. Tiba-tiba saja pintu ruang rawatnya diketuk dari luar disusul dengan masuknya seorang perawat untuk memeriksa kondisinya"Bagaimana keadaan Ibu Dayana sekarang? Apa Anda masih merasa pusing?" tanya perawat tersebut."Tidak, Sus. Tapi saya masih merasa sedikit
Waktu berjalan dengan begitu cepat, membawa semua hal berlalu bersamanya. Hari ini adalah hari yang penting bagi Sakhala dan Dayana. Sudah genap empat belas hari pasangan itu menunggu hasil dari program bayi tabung yang telah mereka jalani selama kurang lebih satu bulan. "Apa kamu cemas?" tanya Sakhala terdengar lembut. Genggaman tangannya pada Dayana tidak terlepas sedikit pun sejak mereka memasuki halaman rumah sakit."A-aku baik-baik saja."Sakhala menggeleng pelan karena wanita yang berjalan di sampingnya itu tidak pandai berbohong. "Kamu masih ingat ucapanku kemarin malam, kan? Apa pun hasilnya kita pasrahkan sama Tuhan. Yang terpenting kita sudah melakukan yang terbaik," ucap Sakhala berusaha menyalurkan energi positif pada Dayana. "Iya, aku tahu. Terima kasih karena kamu sudah ada di sampingku selama ini," balas Dayana pelan.Kedua pasangan itu pun akhirnya tiba di depan pintu ruangan bercat putih dengan sebuah papan nama bertuliskan Dokter Tasqia, SpOG.Sebelum menarik han
"Sayang!" Sakhala terus mengetuk pintu kamar mandi yang ada di hadapannya karena Dayana tidak kunjung keluar.Apa mungkin Dayana pingsan?"Kamu baik-baik saja, kan? Aku akan mendobrak pintu ini kalau kamu tidak juga keluar!" ucap Sakhala cemas. Dia terus mondar-mandir di depan pintu kamar mandi karena tidak terdengar suara apa pun dari dalam.Apa Dayana baik-baik saja? Sakhala melirik jam tangannya sekilas. Sudah lima menit dia menunggu tapi Dayana belum juga keluar. Sepertinya dia harus mendobrak pintu kamar mandi tersebut. Namun, tiba-tiba saja terdengar suara Dayana dari dalam."Tunggu, Sakha. Sebentar lagi aku keluar." Sakhala sontak mengembuskan napas lega karena Dayana akhirnya keluar dari kamar mandi. "Demi Tuhan, Sayang. Aku sudah berdiri di sini selama dua puluh menit. Apa kamu ingin membuatku khawatir?" Dayana malah terkekeh alih-alih merasa bersalah pada Sakhala. "Maaf Sakha. Aku tadi berendam air hangat sambil dengerin musik. Jadi nggak dengar kalau kamu mengetuk pintu.
Beberapa hari kemudian, Sakhala mengantar Dayana ke rumah sakit untuk berkonsultasi dengan Dokter Tasqia mengenai program bayi tabung. Dayana merasa sangat cemas karena ini pengalaman pertama baginya. Meskipun begitu, dia sudah siap dengan semua risiko yang mungkin akan dia temui nanti. "Apa kamu baik-baik saja?" tanya Sakhala karena melihat Dayana duduk dengan gelisah. Kedua mata istrinya berulang kali melihat ke arah pintu ruangan Dokter Tasqia yang masih tertutup rapat."A-aku baik-baik saja, Sakha. Cuma sedikit gugup."Sakhala menggenggam tangan Dayana semakin erat. Telapak tangan istrinya itu terasa sangat dingin dan basah. Dayana pasti merasa sangat gugup sekarang."Tenang saja, ada aku di sini. Semua pasti akan baik-baik saja," ujar Sakhala terdengar lembut. Pintu yang sedari tadi Dayana amati tiba-tiba dibuka dengan pelan dari dalam. Seorang wanita muda yang sedang hamil terlihat keluar dari ruangan tersebut disusul dengan seorang perawat dari arah belakang. "Silakan, Non
"Mama bilang apa? Nikah lagi? Apa Mama sudah kehilangan akal? Abang nggak mau Ma." Sakhala menolak dengan tegas permintaan Ruth. "Memangnya kenapa, Bang? Mama menyuruh Abang menikah lagi karena keluarga kita butuh seorang pewaris dari darah Abang. Apa mama salah?"Sakhala mengusap wajahnya dengan kasar. Dia benar-benar merasa kecewa dengan mamanya. Bagaimana mungkin Ruth bisa menyuruhnya untuk menikah lagi? Apa Ruth tidak pernah memikirkan perasaan Dayana?"Mama jelas-jelas salah kalau menyuruh abang menikah lagi demi mendapat keturunan. Apa Mama tidak memikirkan bagaimana perasaan Dayana?" Sakhala mengatupkan rahangnya rapat-rapat, berusaha menahan amarahnya agar tidak meledak. Sepertinya keputusannya untuk datang ke rumah mamanya setelah pulang dari kantor ini salah karena Ruth semakin menambah beban pikirannya. "Tapi kita butuh seorang pewaris, Bang," ucap Ruth dengan menekan kata pewaris. "Apa Mama lupa kalau kita sudah memiliki Anya?""Tapi dia bukan darah daging Abang." Ruth