“Balonnya udah cukup belum?”
“Udah, Mbak. Kayaknya udah semua deh.”
“Oke.” Athalia menghela napas lega dan menggoyangkan pelan keranjang berisi peralatan dan pernak-pernik yang mereka butuhkan. “Yuk, bayar semua. Habis ini kita cari makan, gimana?”
“Ayo, ayo!” Ilana yang sudah kelaparan sejak tadi pun segera mengangguk antusias.
Athalia tertawa tertawa saja begitu melihatnya. Ilana dan Meisie memang sudah menjelma menjadi perempuan dewasa yang menawan, tapi kelakuan mereka saat sedang bersamanya masih seperti anak kecil yang menggemaskan.
Ketiganya pun bergegas pergi ke kasir, kemudian mengantre untuk membayar barang yang mereka beli. Hari ini Athalia sengaja pergi bertiga dengan Ilana dan Meisie untuk membeli bar
Asa tak tahu apa orang lain juga merasakan hal yang sama dengannya atau tidak, tapi ia bisa tahu jika seseorang sedang memandanginya. Apalagi jika yang menatapnya adalah Padma Hardjaja–mamanya sendiri.“Apa pun yang mau Mama omongin, mending Mama omongin sekarang,” kata Asa masih sambil menata pakaiannya ke dalam koper. “Daripada Mama nggak bisa tidur karena terus kepikiran.”Asa yakin mamanya tengah tersenyum geli karena apa yang baru saja ia katakan. Terdengar derap langkah yang mendekat padanya dan Padma pun duduk di kursi kerjanya.“Kok Abang tahu Mama mau ngomong sama Abang?”“Abang kan udah hidup sama Mama hampir seumur hidup Abang.” Bibir Asa mencetak senyum saat mengatakannya. “Masa iya Abang nggak bisa tahu gimana Mama melototin pun
“Truth!”“Ah, nggak seru!” Ilana dan Meisie kompak menyoraki Asa yang memilih mengatakan Truth dibanding melakukan Dare, saat botol di tengah-tengah mereka menunjuk ke arahnya.Badai dan Padma yang ikut bermain dengan ketiga anak mereka pun hanya bisa tertawa melihat kericuhan tiga bersaudara itu.“Abang males, nanti kalau pilih Dare pasti disuruh yang aneh-aneh.” Asa menyahut dengan lugas. “Ayo, tanya satu pertanyaan biar Abang jawab dan setelah ini kita bisa puter botolnya lagi.”“Ah, Abang payah,” ledek Ilana lagi. Si anak tengah keluarga Tanaka itu melirik Meisie dan Meisie secara otomatis tersenyum sambil menaikturunkan kedua alisnya. “Aku yang tanya ya.”&ldquo
Athalia terpaku pada lesung pipi yang muncul saat Asa tersenyum dan dengan iseng, telunjuknya menyentuh lesung pipi tersebut. Refleks, Asa tertawa dan membiarkan saja Athalia melakukan apa pun terhadap wajahnya.“Kamu senyum terus dari tadi,” komentar Athalia. “Gigimu nggak kerasa kering emangnya?”“Sedikit,” aku Asa yang memancing tawa Athalia. “Tapi aku emang seseneng itu lihat kamu di sini. Jadi nggak apa-apa.”“Baru sehari nggak ketemu,” canda Athalia.“Sehari?” Asa mengernyit seolah tengah berpikir keras. “Kok rasanya kayak setahun?”“Makin hari kamu makin jago ya gombalnya.”Keduanya tertawa dan Asa sengaja merangkul pinggang Athalia de
Kamu mau nggak jadi temen hidupku di sisa usia kita? Senyum terkembang dengan sempurna di wajah Athalia saat lagi-lagi, kalimat itu terulang di benaknya. Kalau ingatan adalah kaset, pasti kaset kejadian semalam sudah kusut saking seringnya Athalia putar.Semalam Asa melamarnya.Athalia sampai mencubit pipinya berkali-kali ketika ia akhirnya diantar Asa ke kamarnya sendiri untuk tidur semalam. Di depan Asa, Athalia memang tak sanggup berkata-kata karena terlalu terkejut, bahagia, juga… sedikit takut. Tetapi, ketika tadi ia terbangun dan menyadari kalau kotak cincin pemberian Asa ada di samping bantalnya, Athalia sadar kalau lamaran itu nyata dan bukan hanya mimpi.“Kok udah bangun, Tha?”“Mama?” Athalia terperanjat kaget, sementara P
“Tahan hasrat ingin membunuh kamu, Bang.”Asa mendengus mendengar nasihat yang dilontarkan oleh lelaki yang sejak tadi juga melotot ke banyak orang. “Papa juga.”Di sebelah Asa, Badai ikut-ikutan mendengus sambil mengusap pelan pelipisnya. Saat ini mereka ada di pantai yang tak jauh dari rumah yang mereka tempati. Sejak setelah makan siang, mereka semua memutuskan untuk menetap di pantai tersebut.Padma. Ilana, Meisie, dan Athalia sudah memakai bikini mereka, seperti para pengunjung pantai pada umumnya. Keempat perempuan itu tengah bermain di bibir pantai selagi Badai dan Asa duduk di sun lounger untuk mengawasi mereka.Meski ada jarak di antara mereka, Asa bisa merasakan kebahagiaan yang terpancar dari diri Athalia yang berada di te
“Denger-denger, baru ada yang ngelamar pacarnya nih.”Harusnya Asa sudah khatam dengan tingkah omnya yang satu ini. Ksatria memang jadi yang paling rajin menggoda Asa soal hubungannya dengan Athalia.Meski Ksatria bukan atasan Athalia secara langsung, tapi jika kebetulan bertemu dengan Asa yang tengah menjemput Athalia, lelaki itu tidak melewatkan kesempatan untuk menggodanya.Sore ini Asa baru tiba di kantor Heavenly & Co dan karena ia sengaja menjemput Athalia lebih awal daripada waktu yang ia janjikan sebelumnya, Asa pun menunggu di lobi dan bertemu dengan Ksatria yang hendak pulang.“Update banget ya, Om,” balas Asa dengan nada canda yang sama dengan Ksatria. “Ternyata Om sama yang lain masih suka rumpi di group chat ya.”
“Kalian mau ada acara lamaran lagi atau gimana? Kalau Mbak sih dulu cuma ketemu dua keluarga aja untuk langsung ngomongin tanggal,” jelas Aline seraya menatap Asa dan Athalia bergantian. “Cuma… kalau orang sekarang kan rata-rata pada mau ada acara lamaran dulu, yang tuker cincin secara resmi dan sebenernya kayak acara resepsi versi mini aja. Soalnya rata-rata sampai pakai WO.”Athalia meringis mendengar penjelasan panjang Aline. Dari apa yang sering dilihatnya di media sosial, penjelasan Aline memang benar adanya. Kebanyakan orang-orang zaman sekarang mengadakan acara lamaran seramai acara pernikahan itu sendiri.Memikirkannya saja sudah membuat Athalia pusing. Ia harap keluarga Asa tidak keberatan jika Athalia enggan mengadakan acara lamaran yang terlampau heboh seperti itu.
Kalau ada pilihan untuk memutar kembali waktu, mungkin detik ini Athalia akan berubah menjadi pengecut dan memutar waktu kembali ke tiga hari yang lalu. Di mana ia meminta bertemu dengan ayahnya dan… istri barunya.Iya, Athalia sendiri yang meminta Teguh untuk mengajak istrinya, yang hanya pernah sekali Athalia temui bertahun-tahun yang lalu.Namanya Jihan, ia seorang guru Matematika di sebuah SMA swasta bertaraf internasional. Athalia tak pernah tahu bagaimana Teguh bisa bertemu dengan Jihan, tapi yang pasti ayahnya benar-benar terlihat bahagia saat bersama Jihan.Seperti saat ini.“Mereka kelihatan bahagia ya.”Gumaman itu berasal dari sebelahnya, di mana Aline duduk berdampingan dengan Athalia. Teguh dan Jih
“Mama tahu florist yang bagus dan bisa cepet jadi nggak? Florist langgananku tutup.”“Tahu, Mama ada beberapa florist langganan.” Padma meraih ponselnya dan dugaan Asa, mamanya itu sedang mengirim beberapa kontak florist untuknya.Denting singkat di ponselnya membuktikan dugaan Asa. Asa meraih ponselnya dan tersenyum lebar melihat sederet kontak yang dikirimkan Padma.“Thank you, Ma!” Asa tersenyum lebar dan ia bisa merasakan tatapan ingin tahu dari kedua orangtuanya.Siang ini Asa makan siang bertiga dengan orangtuanya. Padma datang ke kantor dan mengajaknya untuk ikut makan siang bersama. Asa pun mengiakan tanpa pikir panjang. Ia selalu suka berada di sekitar keluarganya sekalipun saat ia sudah menikah seperti sekarang.
“Sekarang aku ngerti perasaannya Mbak Aline.”“Mbak Aline?”Asa mengangguk, ia menaruh ponselnya ke saku jas dengan asal, lalu menghampiri Athalia yang masih duduk di depan meja rias. Istrinya hari ini sangat terlihat cantik, padahal mereka hanya akan menghadiri pernikahan dari anak rekan bisnisnya.Kalau sudah begini, Asa harus mengubur dalam-dalam ketidakrelaannya untuk mengajak Athalia ke pesta tersebut. Asa tidak boleh egois dengan berpikir bahwa orang lain tidak boleh melihat istrinya yang secantik ini.“Dulu kan Mbak Aline kayaknya nggak begitu suka sama aku, waktu kita baru deket dan pacaran,” ungkap Asa yang kini sudah berdiri di belakang Athalia.Dengan perlahan dan lembut, Asa mengambil alih kalung yang sedang Athalia berusaha
“Ika Handaru tertangkap dalam OTT KPK pada Jumat malam, di kediaman salah satu pejabat terkait kasus suap untuk tender proyek pemerintahan di kawasan….”“Wow.”Asa berdecak pelan saat benar-benar mendengar apa yang dikatakan oleh pembawa acara di siaran berita pagi. Terlihat sosok Ika Handaru berjalan dengan tangan diborgol di depan dan ada dua orang berseragam yang mengapitnya.Setelah Marcell dipenjara dan vonis hakim diserukan lantang, Ika memang masih mencoba mengintimidasi Asa dan Athalia. Tapi semua itu selesai saat Asa kembali melaporkan perbuatannya ke polisi.Tidak cukup dengan itu, Asa juga mengancam supaya Ika ti
“Kamu nggak mau istirahat sebentar, Bang?”Asa menggeleng tanpa menatap mamanya, yang baru saja bertanya. Lelaki itu tetap bertahan duduk di samping ranjang Banyu—sang kakek yang tengah tertidur setelah beberapa jam lalu mengeluh dadanya terasa nyeri.“Kamu belum makan dan tidur lho, Bang.”“Iya sih, Ma, tapi aku mau nemenin Eyang dulu di sini….”“Sampai kapan?”Sampai kapan?Asa tidak benar-benar tahu jawabannya, jadi ia hanya menggeleng sekenanya. Apakah sampai tengah malam nanti bisa dibilang cukup? Atau lebih baik sampai besok pagi?
“Kayaknya setiap kita ketemu, Naya makin cantik deh, Tha,” puji Aline. Ia menyenggol pelan bahu Athalia yang duduk di sebelahnya dengan iseng.Athalia tersenyum malu. Padahal yang dipuji adalah anaknya, tapi rasanya ia tetap tidak bisa meyembunyikan senyum malu sekaligus bangganya.“Makasih, Tante Aline.” Athalia menirukan suara anak kecil, seolah yang baru saja membalas pujian dari Aline adalah anaknya, Naya.Aline yang duduk di samping Athalia pun tertawa karenanya. “Tapi beneran lho, Naya makin cantik deh. Hati-hati nih, pas gede yang deketin pasti banyak banget.”Athalia meringis. “Bapaknya bakal jadi super duper protektif kayaknya.”
Rasa tidak percaya diri mulai menguasai Athalia, tapi ia memutuskan untuk tetap memulas wajahnya dengan makeup. Semenjak beberapa bulan ini, Athalia jadi agak malas merawat kulit wajahnya.Berjibaku menjadi ibu baru membuat Athalia masih jungkir balik untuk mengatur waktunya dan tentu saja, memakai serangkaian skincare menjadi hal terakhir yang melintas di benaknya.Makanya saat kemarin Asa mengajaknya keluar untuk dinner berdua saja dalam rangka hari jadi pernikahan mereka yang kedua, Athalia sempat ragu.Sepertinya Asa menyadari apa yang menjadi keraguan Athalia. Asa meyakinkannya kalau Athalia baik-baik saja, ia masih cantik—dan bahkan lebih cantik dari sebelumnya. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan hanya untuk pergi keluar malam ini.“Inget, Tha, jangan minderan.&rdq
Sudahkah Asa mengatakan pada orang-orang di luar sana, kalau ia sangat suka menggenggam tangan istrinya, Athalia?Hmm, Asa lupa. Tapi seingat Asa, kedua adiknya pernah iseng bertanya mengenai kebiasaan Asa yang satu itu. Kadang-kadang pun Athalia masih suka keheranan, kenapa Asa suka sekali menggenggam tangannya hingga mereka menjadi seperti dua orang yang nyaris tidak terpisahkan.Seperti saat ini.“Tangan kamu nggak lembap emangnya?”Asa mengernyit. “Lembap kenapa?”“Soalnya dari tadi kita gandengan terus.”Kekehan kecil meluncur dari bibir Asa yang segera menggeleng, sebagai jawaban untuk pertanyaan Athalia. “Nggak. Kamu emangnya ngerasa begitu?”&ld
“Si Kakak udah mulai kelihatan ya.”“Iya.” Athalia setuju dengan pernyataan suaminya barusan. “Berarti aku kelihatan lebih gemukan dong ya? Perutku kelihatan lebih besar lima kali lipat dari sebelumnya.”“Hmmm.” Asa berhenti melangkah dan menjauh sedikit dari Athalia. Matanya menyipit, menatap sang istri dari puncak kepala hingga ujung kaki.Gestur pura-pura serius itu memancing tawa Athalia. Athalia menggoyangkan genggaman tangan mereka yang masih menyatu.“Ya nggak perlu ngelihatin aku segitunya juga dong, Sayang,” rajuk Athalia.Ganti Asa yang tertawa dan ia pun kembali memangkas jarak di antara mereka. Keduanya kembali berjalan menelusuri mall yang sore ini mereka da
"Kayaknya Mbak Atha belum tidur deh, Bang. Abang langsung temenin Mbak Atha aja gih sana."Baru saja Asa tiba di ruang tengah rumahnya, ia disambut kedua adiknya yang menatapnya dengan khawatir.“Athalia udah di kamar?” Asa melonggarkan dasinya. Sepulangnya dari kantor, Asa lanjut ke kantor polisi dan menemui pengacaranya untuk berkonsultasi mengenai laporannya dan Athalia terhadap Marcell.“Udah,” jawab Meisie. “Tapi… tadi tuh mamanya si brengsek itu telepon Mbak Atha. Mbak Atha udah balik marahin dia sih, tapi nggak lama setelah itu Mbak Atha minta waktu sendiri di kamarnya dan kita nggak tega buat gangguin dia.”Meisie adalah sosok yang jarang memaki atau menyebut seseorang sebagai bajingan atau brengsek. Tapi saat sekarang adiknya itu dengan mudah menyebut Marcel