Athalia terpaku pada lesung pipi yang muncul saat Asa tersenyum dan dengan iseng, telunjuknya menyentuh lesung pipi tersebut. Refleks, Asa tertawa dan membiarkan saja Athalia melakukan apa pun terhadap wajahnya.
“Kamu senyum terus dari tadi,” komentar Athalia. “Gigimu nggak kerasa kering emangnya?”
“Sedikit,” aku Asa yang memancing tawa Athalia. “Tapi aku emang seseneng itu lihat kamu di sini. Jadi nggak apa-apa.”
“Baru sehari nggak ketemu,” canda Athalia.
“Sehari?” Asa mengernyit seolah tengah berpikir keras. “Kok rasanya kayak setahun?”
“Makin hari kamu makin jago ya gombalnya.”
Keduanya tertawa dan Asa sengaja merangkul pinggang Athalia de
Kamu mau nggak jadi temen hidupku di sisa usia kita? Senyum terkembang dengan sempurna di wajah Athalia saat lagi-lagi, kalimat itu terulang di benaknya. Kalau ingatan adalah kaset, pasti kaset kejadian semalam sudah kusut saking seringnya Athalia putar.Semalam Asa melamarnya.Athalia sampai mencubit pipinya berkali-kali ketika ia akhirnya diantar Asa ke kamarnya sendiri untuk tidur semalam. Di depan Asa, Athalia memang tak sanggup berkata-kata karena terlalu terkejut, bahagia, juga… sedikit takut. Tetapi, ketika tadi ia terbangun dan menyadari kalau kotak cincin pemberian Asa ada di samping bantalnya, Athalia sadar kalau lamaran itu nyata dan bukan hanya mimpi.“Kok udah bangun, Tha?”“Mama?” Athalia terperanjat kaget, sementara P
“Tahan hasrat ingin membunuh kamu, Bang.”Asa mendengus mendengar nasihat yang dilontarkan oleh lelaki yang sejak tadi juga melotot ke banyak orang. “Papa juga.”Di sebelah Asa, Badai ikut-ikutan mendengus sambil mengusap pelan pelipisnya. Saat ini mereka ada di pantai yang tak jauh dari rumah yang mereka tempati. Sejak setelah makan siang, mereka semua memutuskan untuk menetap di pantai tersebut.Padma. Ilana, Meisie, dan Athalia sudah memakai bikini mereka, seperti para pengunjung pantai pada umumnya. Keempat perempuan itu tengah bermain di bibir pantai selagi Badai dan Asa duduk di sun lounger untuk mengawasi mereka.Meski ada jarak di antara mereka, Asa bisa merasakan kebahagiaan yang terpancar dari diri Athalia yang berada di te
“Denger-denger, baru ada yang ngelamar pacarnya nih.”Harusnya Asa sudah khatam dengan tingkah omnya yang satu ini. Ksatria memang jadi yang paling rajin menggoda Asa soal hubungannya dengan Athalia.Meski Ksatria bukan atasan Athalia secara langsung, tapi jika kebetulan bertemu dengan Asa yang tengah menjemput Athalia, lelaki itu tidak melewatkan kesempatan untuk menggodanya.Sore ini Asa baru tiba di kantor Heavenly & Co dan karena ia sengaja menjemput Athalia lebih awal daripada waktu yang ia janjikan sebelumnya, Asa pun menunggu di lobi dan bertemu dengan Ksatria yang hendak pulang.“Update banget ya, Om,” balas Asa dengan nada canda yang sama dengan Ksatria. “Ternyata Om sama yang lain masih suka rumpi di group chat ya.”
“Kalian mau ada acara lamaran lagi atau gimana? Kalau Mbak sih dulu cuma ketemu dua keluarga aja untuk langsung ngomongin tanggal,” jelas Aline seraya menatap Asa dan Athalia bergantian. “Cuma… kalau orang sekarang kan rata-rata pada mau ada acara lamaran dulu, yang tuker cincin secara resmi dan sebenernya kayak acara resepsi versi mini aja. Soalnya rata-rata sampai pakai WO.”Athalia meringis mendengar penjelasan panjang Aline. Dari apa yang sering dilihatnya di media sosial, penjelasan Aline memang benar adanya. Kebanyakan orang-orang zaman sekarang mengadakan acara lamaran seramai acara pernikahan itu sendiri.Memikirkannya saja sudah membuat Athalia pusing. Ia harap keluarga Asa tidak keberatan jika Athalia enggan mengadakan acara lamaran yang terlampau heboh seperti itu.
Kalau ada pilihan untuk memutar kembali waktu, mungkin detik ini Athalia akan berubah menjadi pengecut dan memutar waktu kembali ke tiga hari yang lalu. Di mana ia meminta bertemu dengan ayahnya dan… istri barunya.Iya, Athalia sendiri yang meminta Teguh untuk mengajak istrinya, yang hanya pernah sekali Athalia temui bertahun-tahun yang lalu.Namanya Jihan, ia seorang guru Matematika di sebuah SMA swasta bertaraf internasional. Athalia tak pernah tahu bagaimana Teguh bisa bertemu dengan Jihan, tapi yang pasti ayahnya benar-benar terlihat bahagia saat bersama Jihan.Seperti saat ini.“Mereka kelihatan bahagia ya.”Gumaman itu berasal dari sebelahnya, di mana Aline duduk berdampingan dengan Athalia. Teguh dan Jih
“Aku seneng karena kamu seneng.” Asa tak sengaja menatap rear-view mirror di mobilnya dan semakin lebar senyumnya kala mendapati, ia bahkan bisa tersenyum hanya karena Athalia terdengar senang di seberang sana. “Kapan-kapan ajak aku ketemu Tante Jihan juga ya.”“Pasti,” balas Athalia. “Ketemu sebelum acara di rumah Mbak Aline, gimana?”“Boleh, biar nanti nggak terlalu canggung lagi waktu kita tuker cincin.”Di sambungan telepon itu, Athalia tertawa kecil. Keluarga mereka yang terbilang rumit membuat keduanya jadi sering berada dalam situasi yang canggung saat harus berhadapan dengan beberapa anggota keluarga untuk yang pertama kalinya.Kecanggungan itu berubah jadi berlipat ganda, selain karena mer
“Percaya deh, suatu hari nanti, Abang pasti akan berubah pikiran ketika Abang udah ketemu sama perempuan yang ditakdirkan untuk bareng dengan Abang.”Dari semua memori yang dimiliki Asa bersama mamanya, kalimat itulah yang terngiang di kepalanya sewaktu orangtuanya dan Athalia setuju atas tanggal pernikahan yang diajukan oleh mereka.Ternyata omongan mamanya benar, Asa tidak akan hidup sendirian selamanya dan hanya berkutat dengan keluarganya saja. Pada akhirnya, ia menemukan seseorang yang ia rasa adalah takdirnya. Seseorang yang mampu membuat hidupnya jauh lebih berwarna dan bermakna.“Kamu capek?”Bisikan yang disertai embusan napas yang menggelitik di tengkuknya tersebut sontak mengeluarkan Asa dari lamunannya. Ia meneng
“Selamat ya, Tha! Wah, nggak nyangka malah kamu duluan yang lamaran padahal pas di antara kita, aku duluan yang udah pacaran.”“Iya, aku juga nggak nyangka.” Athalia ikut tertawa dengan Safira. Athalia tahu kalau Safira dan kekasihnya sudah menjalin hubungan yang cukup lama, bahkan jauh sebelum Safira lulus kuliah.“Udah nentuin tanggalnya?”“Boleh minta tolong ambilin kecap nggak, Saf?” pinta Athalia sebelum menjawab pertanyaan Safira. “Dan ya, kami udah nentuin tanggalnya. Kalau nggak ada halangan, kira-kira tahun depan di tanggal 3 Maret.”“Nih.” Safira menyerahkan botol kecap yang tersedia di meja warung bakso tempat mereka makan siang, lalu terpekik sendiri dengan riang hingga mengundang tatapan penasaran dari penghuni di meja lain.