Pembicaraan ringan yang penuh tawa itu terhenti saat Rena mendengar suara pekikan dari seorang anak panti yang ada di belakang mereka. “Bu, kami sudah selesai olah raganya. Apa boleh sekalian mandi?” tanya bocah lelaki berumur 11 tahun yang sudah berada di hadapan Rena. “Tentu. Keringkan dulu keringat kalian ya.” “Oke, Bu.” Setelah melihat kepergian anak itu, Rena mengerutkan sedikit dahinya karena memandang ekspresi Tora yang tak biasa. “Pantesan kayak bau asem. Eh, rupanya hmmm,” cibir Tora sembari mengenduskan indera penciumannya ke arah Rena. Gadi itu terkikik menahan malu karena ucapan barusan benar adanya. “Oh ya. Kakak belum bilang loh alasan datang kemari,” gumam Rena seakan sedang menuntut jawaban atas ucapannya. “Mandi dulu gih, enggak minat ngomong sama cewek cantik yang baunya kecut,” kilah Tora ada benarnya. Rena beranjak dari duduknya sembari mengerucutkan bibir. Masih diikuti oleh Tora yang berada
Pembicaraan dengan Tora sejak dua hari yang lalu masih terus tergiang di telinga Rena. Seharusnya memang gadis itu tidak perlu terkejut dengan sikap Bara yang memang berbuat sesuka hatinya sejak sebelas tahun yang lalu. Namun sekarang sepertinya sang GM tampan telah benar-benar sulit dikendalikan. Hal yang paling membuat Rena semakin merasa bersalah karena Tora mengatakan bahwa di hari mereka putus sangat berdekatan dengan meninggalnya mama mereka. Oh, bukankah Rena sudah tahu atau memang sudah lupa? Bahkan Bara dengan cepat mengambil keputusan untuk pindah kuliah ke London dan baru berani kembali ke tanah air dalam beberapa bulan ini. Sayang sekali niat seorang Adibara Erlangga tak semulus yang dibayangkan. Masa lalu yang dikubur dalam malah menguap begitu saja saat berjumpa dengan Rena lagi. ‘Kita sama-sama sedang terluka. Maaf karena aku enggak tahu harus bagaimana lagi. Rasanya mencoba kabur darimu sangatlah sul
Rena menggaruk tengkuknya yang sama sekali tak gatal. Melihat kelakuan gadis di sampingnya, Jason pun berhenti melangkah. Kedua matanya menatap lekat Rena yang masih tidak dapat mengerti maksud ucapan barusan. Jason berdecak pelan lalu menjiwil hidung Rena hingga membuat gadis itu sukses mengerucutkan bibirnya. “Nggak usah basa-basi deh, to the point aja,” kesal Rena. Pria itu berdehem sejenak. “Bara itu sama manipulatifnya kayak mister William si tua bangka itu. So kamu lebih baik hati-hati. Setahu aku cuma dia yang tahu kalau kamu anak kandung papi. See?” “Terus apa hubungannya sama aku, Jason. Aku enggak ngelakuin apa-apa bahkan,” ucap Rena semakin tak mengerti. Kali ini justru Jason yang bergantian salah tingkah. Bibirnya tak sabar ingin mengungkapkan rahasia kelam yang membuat Raksana Group dan sang pemilik kedua hotel menjadi tak akur. Sayangnya ini bukan waktu yang baik karena jam kerja yang tinggi membuat Jason ha
“Iya, Pa. Dia pernah menjadi asistennya Bara, namun sudah keluar,” ucap Tora berusaha meredam emosi sang papa. Bu Risa yang menyadari ada suasana lain di sekitarnya memilih untuk pamit sejenak. “Saya tinggal sebentar ya, Pak. Sepertinya ini tidak ada hubungannya dengan saya.” “Iya, Bu. Maaf ya,” kata Tora sambil mengangguk pelan. Sang pemilik panti itu segera bangun dari duduknya dan mengusap pundak Rena sesaat. Bahkan dirinya turut menyunggingkan senyuman meskipun belum mengerti apa yang hendak dibahas keluarga Erlangga nantinya. Suara deheman yang disengaja membuat Rena kembali menatap sang empu dari Rose Hotel dan Erlangga Hotel di hadapannya. Selang beberapa detik suara tepuk tangan dari pria itu menggema ke seisi ruangan. Bahkan kedua putra dan seorang menantunya pun tersentak kaget. “Penerus Raksana Group juga selicik ini,” gumam Tuan William sembari menyapu pelan dagunya. “Maksud Anda??” tanya Rena berusaha mengontrol nada
Bara berdesis pelan sembari membebaskan lengannya dari seorang Sandra. Meskipun sudah diperingatkan beberapa kali, gadis itu tak kehilangan akal untuk mencoba berbagai cara agar tetap berada di dekat sang GM tampan. “Lebih baik kita mendekatkan diri daripada terus kucing-kucingan seperti ini,” bujuk Sandra yang kini sudah berhasil duduk di samping Bara. Pria itu mendesah pelan sembari menggelengkan kepala. Tidakkah sang papa berpikir ulang bagaimana nasibnya jika menikahi wanita yang tak jauh berbeda dengan Tita yang begitu menyebalkan itu? Hah, mungkin memang keduanya adalah tipe idaman menantu Tuan William. Manja, posesif, manipulatif dan tentu saja money oriented layaknya kalangan pebisnis setaraf mereka. Begitulah yang ada di pikiran Bara sekarang. Padahal alamarhumah sang Mama sangat jauh dari ciri-ciri tadi. “Hai, Kak Tita,” sapa Sandra saat menyadari kakak ipar Bara yang mendekati mereka. Jangan katakan bagaimana pandangan san
“Bu Rena, apa Anda di dalam?” Tak ada suara sahutan selain bunyi derit pintu yang mulai terdengar. Rena mengulum senyumnya lalu mempersilakan sang pemilik panti masuk ke kamarnya. “Ibu kenapa?” tanya Rena saat melihat raut wajah sendu perempuan di hadapannya. Bu Risa menggeleng pelan. Dia membelai lembut surai hitam nan panjang milik Rena. “Ibu enggak usah khawatir, aku enggak pa-pa. Meskipun udah enggak kerja di sini lagi, aku masih boleh berkunjung ‘kan?” tanya Rena sembari mengerlingkan matanya. Bu Risa mengangguk pelan. “Pasti dong. Ibu minta maaf ya karena enggak bisa cegah kepergian kamu. Tuan William ngancam kalau kamu enggak keluar dari sini dia bakalan—“ “Udah, Bu. Anak-anak di panti lebih membutuhkan tempat tinggal. Aku enggak keberatan dengan cara mereka,” ucap Rena memotong pembicaraan keduanya. Pemilik panti itu melipat bibirnya ke dalam. Dia tak memiliki pilihan lain selain memecat Rena dari pantinya. “Kami bakalan
“Kenapa?” Rena menggeleng pelan. “Aku mau pulang ke rumah.” Mendengar jawaban gadis di belakangnya, Jason langsung tertawa. “Tentu saja. Ke perumahan mungil itu ‘kan?” “Kau mengejekku? Itu hasil dari kerja kerasku sendiri,” ketus Rena melayangkan protesnya saat Jason meledek rumahnya. “Okay. Memangnya kau kira aku akan mengajakmu ke mana? Kau takkan sudi tinggal di rumah papi kalau tidak dengan keinginanmu sendiri ‘kan?” ungkap Jason ada benarnya. Rena masih bungkam dan menanti ucapan selanjutnya dari pria itu. “Calm down. Aku hanya ingin mengantarmu. Jangan keras kepala, Serena Queen Adhisty,” tambah Jason lagi. Rena tak ada pilihan selain menurut pada asisten almarhum sang papi. Apalagi memang tak ada pengurus panti yang bisa mengantarkannya hingga ke tempat tujuan atau setidaknya ke terminal perbatasan. “Kau bisa lanjutkan perjalananmu. Aku akan di sini menunggu penumpang lain yang akan bergabung,” putus Rena saat melihat sebuah kendaraan ya
Jason mendesah pelan. Dia kembali fokus pada makanan yang ada di depannya. Pun begitu juga dengan Rena yang sesekali melirik pria itu yang sudah bermandikan peluh. Rena terkekeh pelan saat melihat Jason melepas jasnya. Tak pelak tangan pria itu mengendurkan dasi serta membuka dua kancing atas kemeja biru navy-nya. “Shit,” umpat Jason saat merasa lidahnya seolah terbakar. Bahkan dia tak sengaja menyeruput habis minuman Rena tanpa merasa bersalah. “Ih, apaan sih. Tinggal pesan lagi loh, kenapa harus punyaku yang dicuri?” protes Rena. Gadis itu mengangkat satu lengannya untuk membuat pesanan lagi. Masih dengan minuman yang sama untuk dua orang plus jus jeruk. “Pedas makanan Korea beda dengan lidahmu. Sudahlah, jangan pernah mencobanya lagi,” kikik Rena. Jason menyudahi makannya yang menyisakan separuh bagian saja. Lidah dan bibirnya berwarna merah merona sebagai respon atas makanan yang disarankan Rena tadi. “Thanks,” ucap Rena saat sang pelayan wan
Rena tampak begitu anggun mengenakan kebaya putih dengan desain yang terlihat elegan membungkus tubuhnya. Sang Mami menuntunnya berjalan menuruni gundukan anak tangga tanpa melepas tangannya sama sekali. Gugup. Itulah yang tengah dirasakan oleh gadis cantik tersebut. Dirinya didudukkan tak jauh dari sang pria yang sebentar lagi akan melaksanakan ijab kabul dalam hitungan menit. Tak ubahnya dengan Rena, Bara bahkan tak berani menatap sang calon istrinya itu karena sibuk mengingat lafal yang dikatakan Pak Penghulu tadi. Jelas dia tak mau mengulang kesalahan saat melangsungkan ikrar suci pernikahannya nanti. Jadilah sang GM Erlangga Hotel tersebut memilih untuk menundukkan pandangan.“Bagaimana? Apa ada lagi yang mau ditunggu?” tanya Pak Penghulu. Kedua pihak calon mempelai pengantin sepakat untuk memulai proses akad nikah. Karena tak ada keluarga dari pihak sang Papi yang tersisa, jadilah wali hakim ditunjuk untuk menjadi perantaranya.
Singkat, padat dan jelas. Itulah yang diutarakan Tita barusan. Istri Tora yang semula bersifat kasar dan egois itu menggenggam tangan Rena lalu membawanya menyentuh perut yang sedikit membuncit. “Kita besarkan anak ini sama-sama ya, Ren.” Rena masih bergeming. Kedua matanya berkaca-kaca karena tak tahu harus mengatakan apa untuk membalas permintaan sang calon Kakak Iparnya. “Kamu mau ‘kan? Anak ini akan punya dua orang ibu dan ayah. Dia pasti senang sekali,” gumam Tita. “I-iya, Kak,” jawab Rena akhirnya. Lantas keduanya saling berpelukan untuk menyalurkan perasaan kasih antar sesama wanita. Tak berapa lama Bara pun datang untuk memisahkan mereka. “Cepatlah, Sayang. Nanti kamu akan terlambat,” bisik Bara kemudian. Rena mengangguk pelan. Senyumnya mengembang sempurna ketika menuruni eskalator yang menjadi fasilitas menuju langkahnya ke arah gate maskapai penerbangan. Sang Mami mengusap pelan lengannya untuk memberikan ketenangan. *** [“Lihat nih! Kakak udah bisa main
“Aku percayakan semua sama Kakak aja ya.” “Enggak. Pokoknya Kakak mau kita yang urus sendiri untuk itu,” putus Bara yang sama sekali tak ingin mendengar adanya bantahan. “Please, Sayang!” Wajah puppy eyes dan penuh harap dari seorang Adibara Erlangga membuat Rena mengangguk sambil mengulum senyum. Tak pelak dia bergerak untuk melepaskan sabuk pengaman yang masih melekat di tubuh sang tunangan. CUP! “Makasih, Sayang,” gumam Bara tepat setelah gadisnya hendak beringsut mundur. “Enggak mau balas hemm?” “Enggak,” tolak Rena cepat. “Yang ada nanti kita enggak masuk-masuk. Tuh lihat Papa udah berdiri di balkon sana!” “Alasan saja,” cibir Bara. Rena seolah menulikan indera pendengarannya. Lantas membuka pintu mobilnya dengan segera. Pemandangan yang pertama kali dilihat membuatnya mengerling malas. Ada Tita yang tengah duduk bersantai di ruang tamu sembari menikmati susu hamilnya. “Jangan hiraukan dia. Ayo masuk!” “Enggak, Kak. Aku pulang saja ya.
Pemandangan hijau nan asri membuat senyum Rena merekah sempurna. Gadis itu memapah sang tunangan dengan tangan kiri yang menenteng sebuah keranjang berisi kotak bekal yang dibawanya dari rumah. Parfum dengan aroma citrus blossom yang menguar dari tubuh tunangan Bara tersebut seolah menyatu dengan alam. Segar dan membuat perasaan yang menghidunya jadi menumbuhkan kesan positif. “Anaknya Tante Cintya itu emang top kasih terapi ke Kakak. Buktinya bisa terapi,” gumam Rena sambil tersenyum. “Suaranya mirip nyamuk. Melengking dan menyebalkan. Makanya mau tak mau Kakak terpaksa menurut saja,” kekeh Bara yang kini sedang menaik-turunkan pergelangan tangan kanannya. “Kalau enggak kayak gitu aku yakin Kakak pasti sembuhnya lama. Entar kalau kita nikah mana bisa gendong aku untuk photo shoot,” kata Rena sambil menahan tawanya. “Bisa. Harus bisa dong,” kata Bara dengan penuh keyakinan tingkat tinggi. “Dalam waktu dua bulan ke depan kamu akan lihat Kakak bisa kembali seperti dulu
Istri Tora yang merasa tersinggung itu hendak maju untuk menyerang Sandra, akan tetapi langkahnya terhenti ketika mengingat pengalaman pahit kehilangan bayinya beberapa bulan yang lalu.“Lebih baik Kakak fokus pada kehamilan saja. Sudah mau jadi ibu tetapi kelakuannya sama sekali tak berubah,” ketus Sandra yang segera menghilang dari pandangan Tita. Napasnya masih memburu hingga kembali menghampiri Jason yang masih tetap dalam posisi semula. Bahkan saking kesalnya dia merebut gelas pria itu dan menenggak isinya hingga tak bersisa.“Kenapa?” tanya sandra begitu melihat tatapan sinis Jason.“Kau mengambil gelasku,” cibir sang pria.Sandra langsung mengerjap cepat. Lantas memandang gelas kaca miliknya yang masih bersisi setengah. Jelas dia merasa malu bukan main. “Maaf. Aku akan gantikan gelasmu yang lain.”“Tak usah,” ketus Jason segera. Tak pelak dia menatap Sandra yang tampak seperti kehabisan tenaga. “Kau habis cakar-cakaran?” tanyanya kemudian. Sa
Rena segera menoleh ketika mendengar suara ketukan dari arah luar. Lantas dia pun mengangguk seolah memberikan kode pada tim penatas rias yang baru saja memperindah penampilannya.“Kau cantik,” gumam Jason sambil tersenyum. “Papi pasti senang kalau dia berada di sini sekarang.”“Ya. Mungkin saja dia akan menghentikan acara ini. Apalagi kalau Papi tahu akan menikah dengan anak musuh bebuyutannya.”Ucapan barusan membuat Jason terkekeh. “Kau memang sok tahu. Papi mana begitu. Dia akan melakukan apa saja untuk membuatmu bahagia. Bahkan ketika tahu bahwa kau pacaran dengan Bara waktu itu.”Alis Rena langsung naik sebelah. Merasa heran dengan penuturan Jason beberapa detik yang lalu. Lantas Abang angkatnya tersebut menarik kursi agar bisa berbicara lebih lama lagi. Tak pelak
“Jangan membantah. Atau aku culik kamu sekarang,” gumam Bara dengan sorotan mata tajamnya. “Siapkan dirimu, Sayang. Lusa acara tunangan kita akan digelar di hotel Erlangga jam 7 malam.” Setelahnya pria itu mengecup singkat pipi Rena lalu bergerak ke luar dari mobil. Memanggil sopir Rena sebelum akhirnya melambaikan tangan sambil mengerdipkan mata. Baru saja menghempaskan diri atas ranjang, gadis itu kembali dikejutkan dengan panggilan video dari sang kekasih. Senyumnya mengembang sempurna usai membersihkan diri pulang dari acara tadi.[“Hai, Cantik. Sedang apa?”] Rena tak menjawab. Hanya menunjukkan deretan gigi putihnya yang bersih dan rapi.[“Kamu cosplay jadi iklan pasta gigi ya?”]
Acara utama syukuran tujuh bulanan untuk kehamilan Fina sudah berakhir. Para tamu dipersilakan berbaur dan mencicipi hidangan yang telah tersedia.“Selamat ya, Fin. Semoga kamu sehat sampai lahiran nanti,” gumam Rena sambil mengelus lembut perut buncit sahabat karibnya itu. Ada perasaan gembira bercampur iri yang sedang dipendamnya sendiri. Sedangkan Fina yang paham betul bagaimana perubahan raut wajah sendu tersebut segera menggenggam tangannya.“Anak aku akan jadi anak kamu juga. Dia akan manggil kamu Mama juga, Ren. Ini hanya perkara mengandung dan melahirkan. Kamu juga akan dianggap sebagai ibunya,” ucap Fina dengan air mata yang sudah menggenang. Keduanya saling berpelukan erat. Tak ada yang berbicara hingga suami Fina menghampiri mereka.“Cemburu nih aku sama kalian. Udah kayak Kakak Adik aja.”Buru-buru Fina menyeka air matanya, lalu menyikut pelan lengan sang suami. “Anak kita bakalan punya dua Mama. Iya ‘kan, Mas?”Suami Fina yang tahu bagaimana kondis
CUP! Bukannya menjawab pertanyaan Rena, Bara malah mendaratkan kecupannya di bibir ranum mantan cantiknya itu. Jelas membuat sang empu terkejut bukan main.“Kau!!”CUP! CUP!! Sontak kedua manik mata kecokelatan milik gadis cantiknya sukses membelalak dengan sempurna. Bibirnya menganga hendak mengucapkan sesuatu, namun sayangnya lidah pun mendadak kelu.“Aku tak sabar menghabiskan sisa hidup denganmu. Makanya ayo cepat-cepat menikah,” gumam Bara kemudian. Sang gadis berubah manyun sambil mengubah posisi duduknya menjadi lurus ke depan. Tak lagi saling berhadapan dengan sang mantan yang akhir-akhir ini selalu bisa membuat jantungnya berdebar tidak karuan. Sementara Nyonya Adhisty yang hendak memanggil Putrinya turut menghentikan langkah di ambang pintu. Sadar bahwa keduanya sedang terlibat percakapan serius, dia pun kembali mengurungkan niat tadi. Bara mendekat, mengikis jarak di antara mereka. Tak lagi pedulikan bagian klaviku